FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL PENYEBAB DEKADENSI MORAL SISWA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
EXTERNAL FACTORS CAUSED MORAL DECADENCE STUDENTS AND HOW TO FIX IT
Oleh:
Tri Rahmaniar1), Dodi Priyatmo Silondae2)
1)2)Universitas Halu Oleo Email: [email protected] Kata Kunci:
Dekadensi Moral
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dekadensi moral siswa dan upaya penanggulangannya. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran dan siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor eksternal penyebab dekadensi moral adalah 1) keadaan lingkungan masyarakat, keluarga dan teman bermain yang kurang stabil, 2) tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik di sekolah, 3) suasana rumah tangga yang kurang baik, 4) banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, video yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral, 5) kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral. Upaya penanggulangannya dengan 1) tindakan preventif (pencegahan) dan 2) tindakan represif (pemberian hukuman).
Keywords:
Moral Decadence
ABSTRACT
This study aims to determine the external factors that cause students' moral decadence and how to fix it. It is qualitative research. The subjects in this study were guidance and counseling teachers, school principals, homeroom teachers, subject teachers, and students. Data collection techniques in this study were interviews and documentation studies. The data analysis method used a qualitative descriptive analysis of the Miles and Huberman model. The results showed that the external factors causing moral decadence were 1) the unstable environment of the community, family, and playmates, 2) the lack of proper moral education at school, 3) the poor household atmosphere, 4) lots of indecent posts of pictures, and videos, 5) lack of guidance to fill leisure time in a good way, and which leads to moral development. Efforts to overcome it by 1) preventive and 2) repressive approaches.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat. Dampak positif yang ditimbulkannya antara lain dalam kemajuan bidang informasi dan komunikasi seperti mendapatkan informasi yang akurat dan terbaru dengan cepat melalui internet dan berkomunikasi dengan teman maupun keluarga yang sangat jauh melalui handphone, perkembangan dalam bidang ekonomi dan industri yang sangat pesat sehingga pertumbuhan ekonomi semakin tinggi dan semakin meningkatnya produktifitas industri serta persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk meningkatkan skill dan pengetahuan yang dimiliki, perubahan sosial dan budaya yang dapat dilihat dari banyaknya wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin baik dalam dunia pemerintahan maupun dunia bisnis dan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras akibat kompetisi yang tajam dalam berbagai aspek kehidupan, munculnya media massa khususnya media elektonik sebagai sumber ilmu pendidikan sehingga menambah pengetahuan dan wawasan, dan munculnya metode-metode pembelajaran baru dalam bidang pendidikan yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran dengan bantuan teknologi.
Dampak negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antara lain kejahatan dalam bidang komunikasi dan teknologi seperti penyalahgunaan informasi oleh pihak tertentu dengan tujuan tidak baik misalnya menyebarkan berita tidak benar, banyaknya pengangguran, kecemasan teknologi, pola interaksi antar manusia yang berubah dapat dilihat dari banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer atau handphone dan dekadensi moral di kalangan masyarakat khusunya di kalangan remaja dan siswa semakin meningkat.
Salah satu dampak negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah semakin meningkatnya di kalangan remaja dan pelajar. Baiturrahman ( 2018: 18) menjelaskan dekadensi moral adalah suatu perubahan, kemunduran atau kemerosotan yang dititik beratkan pada perbuatan seseorang yang dinilai salah, buruk atau tidak baik yang melanggar adat kebiasaan ataupun moral, sehingga perbuatan tersebut dinilai tidak pantas dilakukan oleh siapapun.
Sumara (2017: 349) menyebutkan salah satu faktor terjadinya dekadensi moral adalah tempat pendidikan (sekolah). Sekolah merupakan tempat untuk menuntut ilmu dan mempelajari akhlak serta budi pekerti yang baik, namun zaman sekarang sekolah menjadi salah satu tempat terjadinya kenakalan siswa, bahkan diberitakan pada media nasional (Detik.com, 2019) bahwa telah terjadi tawuran antar pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kawasan Senen, Jakarta Pusat, yang mengakibatkan satu orang pelajar tewas. Hal ini menjadi bukti bahwa sekolah merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas adanya dekadensi moral. Remaja SMP yang masih mencari jati diri terkadang terjebak dalam pergaulan yang tidak sehat, sehingga menimbulkan permasalahan yang mempergaduh dalam masyarakat.
Masalah dekadensi moral juga terjadi di SMP Negeri 2 Napabalano. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling diperoleh informasi bahwa banyak siswa yang menunjukkan perilaku yang tidak baik di antaranya berbicara kasar (memaki) pada guru dan teman, ada siswa laki-laki memeluk siswa perempuan, serta memukul dan mengganggu siswa lain. Guru bimbingan dan konseling juga menjelaskan bahwa sebagian siswa tidak memunyai sopan santun seperti tidak menghargai dan menghormati guru, hal ini ditunjukkan dengan suatu kejadian baru-baru ini yang menimpa salah satu guru di dalam kelas VIII3, ketika sedang terjadi proses pembelajaran, pena guru tersebut terjatuh di lantai, kemudian guru tersebut mengambil penanya tetapi karena salah posisi guru tersebut terjatuh, para siswa tidak berusaha menolong guru tersebut, mereka beramai- ramai menertawakan guru dengan nada mengejek sehingga guru menangis dan keluar meninggalkan kelas. Bahkan yang lebih parah lagi, ada beberapa siswa yang diskorsing dari sekolah karena memanggil guru dengan nama-nama binatang seperti anjing, babi dan lain-lain. Hal ini sangat bertolak belakang dengan siswa-siswa dulu, siswa dulu memunyai rasa takut, hormat dan menghargai guru bahkan ketika berjalan di depan atau terlihat oleh guru saja siswa tersebut sangat sungkan karena saking takut dan hormatnya kepada gurunya.
Selanjutnya, berdasarkan data kesiswaan yang diperoleh, jumlah siswa di SMP Negeri 2 Napabalano sebanyak 191 siswa, di mana sebanyak 30 siswa atau 15,77% melakukan dekadensi
moral. Namun frekuensi pelangaran terbanyak dilakukan oleh siswa kelas VIII yaitu sebanyak 17 orang atau 23,94%. Hal ini tentunya mencerminkan gagalnya tujuan pendidikan yang hendak akan dicapai. Siswa yang merupakan harapan masa depan bangsa, maka sangat disayangkan jika melakukan tindak dekadensi moral. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan preventif guna mencegah atau meminimalisir tindakan tersebut, dan tentunya semua itu tidak terlepas dari peran pendidikan yang di mana sekolah menjadi penentu baik atau buruknya seorang siswa.
Ada cukup banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya dekadensi moral salah satunya dari faktor eksternal yaitu kurang merasakan kasih sayang dari orangtua/ keluarga, kurang intensnya pengawasan dari orangtua, dampak negatif dari perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan internet, kurang tersedianya media penyalur bakat/ hobi remaja, keluarga broken home, pengaruh negatif dari teman bermain, dan utamanya juga kurangnya dasar-dasar pendidikan agama yang diterima dan dipahaminya (Ardhiyanti, 2015: 203).
Cahyo (2017: 17) menjelaskan penyebab terjadinya dekadensi moral antara lain pengaruh teknologi informasi yang sangkat kuat. Kurangnya filter akan keterbukaan informasi tersebut membuat semua orang mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa dapat mengaksesnya. Pergaulan bebas yang kian marak membuat pergaulan anak menjadi tidak terarah dan sulit dikendalikan. Acara televisi kini sudah berorientasi pada program yang tidak mendidik. Para pemilik media lebih menekankan pada mencari keuntungan semata. Faktor lain yaitu lemahnya pengawasan orangtua dan lembaga pendidikan. Karena otoritas, pemahaman, perlakuan kasih sayang orangtua sangat dibutuhkan sekali oleh anak untuk mengerti akan tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut pendidikan karakter merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor eksternal penyebab terjadinya dekadensi moral siswa kelas V III di SMP Negeri 2 Napabalano dan upaya penanggulangannya.
Dekadensi Moral
Dekadensi moral adalah kemunduran atau kemerosotan yang dititikberatkan pada perilaku atau tingkah laku, kepribadian, dan sifat. Dalam istilah lain, bahwa dekadensi moral adalah sebuah bentuk kemerosotan atau kemunduran dari kepribadian, sikap, etika dan akhlak seseorang (Daradjat, dalam Jamal, 2016: 208). Selanjutnya, Purba (2015: 155) menjelaskan dekadensi moral adalah kemunduran atau terputusnya nilai-nilai sosial yang dianut individu yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan hubungan antar individu. Lebih lanjut (Cahyo, 2017:19) menjelaskan dekadensi moral merupakan suatu keadaan di mana telah terjadi kemerosotan moral yang bermakana bahwa individu maupun kelompok telah tidak menaati aturan serta tata cara yang berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dekadensi moral adalah kemerosotan atau kemunduran moral individu, suatu golongan atau suatu masyarakat yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu sehingga individu tersebut sudah tidak mematuhi atau menaati aturan-aturan yang sudah ditetapkan.
Jenis dan Bentuk Dekadensi Moral
Muthohar (2013: 326-328), menjelaskan dekadensi moral dapat dilihat dua sisi yaitu sisi jenis dan sisi bentuknya.
1. Jenis Dekadensi Moral
a. Individual, kenakalan yang secara personal atau individualnya dengan cirri khas jahat (tidak normal) yang disebabkan oleh predisposisi dan kecenderungan penyimpangan perilaku yang diperkuat dengan stimuli sosial dan kondisikultural.
b. Situasional, kenakalan yang dilakukan oleh anak normal, namun mereka banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional, stimuli sosial dan tekanan lingkungan yang menekan dan memaksa.
c. Sistematis, kenakalan yang disistematisir dalam bentuk suatu organisasis struktural yaitu gang.
Kumpulan tingkah laku tersebut disertai pengaturan, status formal, peranan tertentu, dan bahkan tidak jarang mereka menghasilkan bahasa-bahasa khas.
d. Kumulatif, kenakalan yang terus menerus dilakukan sehingga bersifat kumulatif, ditiru di berbagai tempat dan menyebarluas di tengah masyarakat dan bias mengakibatkan disintegrasisosial. Kumulatif bias bersifat individu ataupun kelompok, pada tingkat akumulasi yang tinggi anak sudah sulit kembali pada perilaku yang sesuai dengan normasosial yang ada.
2. Bentuk Dekadensi Moral
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba.
d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orangtua dengan cara pergi dari rumah atau membantah perintah mereka.
e. Kenakalan remaja non-kriminal, yang mengalami masalah jenis ini cenderung tertarik pada kesenangan-kesenangan yang sifatnya menyendiri, apatis (ketidakpedulian) terhadap kegiatan masyarakat atau sekolah. Remaja ini suka mengasingkan diri, menghindarkan diri dari kegiatan yang menumbuhkan kontak dengan orang lain. Perasaannya sangat peka dan mudah terluka, cepat tersinggung dan membesar-besarkan kekurangannya sendiri, dengan gejala umum sering menyendiri, melamun, apatis tidak bergairah, sangat mudah tersinggung, sangat mudah panik, sangat mudah bingung sehingga cenderung menjadi peminum, pemabuk, penghisap candu, narkotika, menjadi morfinis dan sebagainya, bahkan tega untuk bunuh diri.
Faktor Penyebab Dekadensi Moral
Daradjat (1971: 13-19) menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah:
1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat
Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Sebagaimana contoh dalam ajaran Islam, yang menjadi ukuran mulia atau hinanya seorang adalah hati dan perbuatannya, hati yang takwa dan perbuatan yang baik. Karena apabila jiwa taqwa telah tertanam dan bertumbuh dengan baik dalam pribadi seseorang, maka dengan sendirinya ia akan berusaha mencari pengertian tentang ajaran- ajaran Islam yang akan membimbingnya dalam hidup. Selain itu, apabila keyakinan beragama yaitu benar-benar telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya.
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.
Faktor kedua yang ikut memengaruhi moral masyarakat ialah kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup.
3. Pendidikan moral tidak terlaksana sebagaimana mestinya, baik di rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat.
Faktor ketiga yang juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik, dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
4. Suasana rumah tangga yang kurang baik.
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami isteri.
5. Diperkenalkanya secara populer obat-obatan dan alat-alat anti hamil.
Suatu hal yang sementara tidak disadari bahayanya terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkanya secara popular obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah
kehamilan. Sebagaimana diketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum memunyai pengalaman, dan jika mereka belum mendapat didikan agama yang mendalam, dengan mudah mereka dapat dibujuk oleh orang-orang yang tidak baik (laki-laki atau pun perempuan) yang hanya melampiaskan hawa nafsunya.
6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, video, siaran-siaran kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral.
Suatu hal yang akhir-akhir ini kurang menjadi perhatian bersama ialah tulisan-tuluisan, bacaan- bacaan, video, lukisan-lukisan, kesenian kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Akan tetapi tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada.
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
Suatu faktor yang juga mempermudah rusaknya moral anak anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamun hal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.
8. Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda- pemuda.
Kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan akan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu. Memungkinkan mereka pergi bergabung dengan dengan anak-anak yang sama- sama memiliki problem dan pada akhirnya akan memunculkan perilaku yang kurang menyenangkan.
Upaya Mengatasi Dekadensi Moral
Setiawan (2015: 160-163) menyatakan bahwa usaha penanggulangan kriminalitas anak dan remaja adalah sebagai berikut:
1. Penindakan Secara Langsung a. Kepolisian Negara
Bahwa para pemuda adalah dinamis, mereka berusaha untuk tampil dalam pergaulan hidup untuk melakukan berbagai kegiatan. Adapun sifat-sifat dinamis perlu sekali mendapat penyaluran yang wajar ke arah kegiatan-kegiatan yang positif. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengusahakan terbitnya suatu wadah penyaluran aktivitas-aktivitas di bidang olahraga, kesenian, rekreasi-rekreasi sehat, dan sebagianya. Penyaluran aktivitas sebagai upaya pencegahan kenakalan remaja pun menjadi program kepolisian, khususnya yang diselenggarakan oleh Bintara Pembina keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babin Kamtibmas) yang berada ditingkat Polsek/ Kecamatan sampai Desa. Babin Kamtibmas ini bertugas membina masyarakat, termasuk di dalamnya melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk mencegah terjadinya kenakalan anak dan remaja yang dikenal dengan sebutan Binredawan (Pembinaan Remaja, Pemuda, Anak, dan Wanita). Binredawan ini berusaha membina dan mengaktifkan kegiatan anak-anak dan pemuda antara lain: seperti Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Pramuka Saka Bayangkara, juga mengusahakan rekreasi-rekreasi sehat dan perlombaan-perlombaan, dan kegiatan lain yang ditujukan kepada usaha-usaha pencegahan timbulnya kriminalitas/ kenakalan anak dan remaja.
b. Dinas Sosial
Dalam ikut serta usaha menanggulangi kenakalan anak dan remaja memunyai rencana kerja yang ditujukan kepada kenakalan anak dan remaja baik preventif maupun refresif, terutama anak-anak yang lari dari orangtuanya, kemudian hidup bergelandangan dan mengamen.
2. Pencegahan Secara Tidak Langsung
Pencegahan secara tidak langsung dalam arti luas meliputi usaha-usaha pencegahan kejahatan yang mungkin timbul dan usaha-usaha perbaikan terhadap anak-anak yang terjerumus terhadap kenakalan. Pedoman pencegahan kriminalitas/ kenakalan anak dan remaja melalui sistem Pendidikan, baik untuk mendidik anak dan remaja agar memiliki karakter/ watak yang baik jika dapat menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan kriminal/ kenakalan maupun untuk mendidik anak dan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA).
Sumara, et al (2017) menjelaskan tindakan penanggulangan kenakalan remaja dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) tindakan yakni:
1. Tindakan Preventif
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan melalui cara berikut:
a. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan- kesulitan mana saja yang biasanya menjadi sebab timbulnya pelampiasan dalam bentuk kenakalan.
2. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi.
3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Napabalano yang beralamat di Desa Langkumapo Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna. Penelitian ini telah dilaksanakan selama delapan bulan mulai bulan April-Desember 2019. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Rukajat (2018: 4) menjelaskan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan- temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan angka. Penelitian kualitatif prinsipnya untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam.
Yang menjadi informan penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Napabalano tahun ajaran 2019/2020. Peneliti memilih informan 8 orang siswa yang telah mengarah pada dekadensi moral, 1 orang guru bimbingan konseling, guru mata pelajaran, kepala sekolah dan wali kelas.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi kasus. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Napabalano. Peneliti melakukan wawancara dengan seorang guru BK, kepala sekolah, seorang guru mata pelajaran, seorang wali kelas, dan delapan orang siswa yang terindikasi melakukan dekadensi moral. Dalam wawancara ini ingin diperoleh data tentang faktor-faktor penyebab dekadensi moral dan upaya guru BK dalam mengatasi dekadensi moral siswa SMP Negeri 2 Napabalano. Dokumentasi yang peneliti lakukan yaitu mengumpulkan data-data tentang siswa yang berupa catatan kasus yang diperoleh dari buku catatan kasus siswa dan pengambilan gambar pada saat wawancara berlangsung.
Langkah-langkah analisis data kualitatif menurut Miles dan Hubberman (dalam Sugiyono, 2017: 133) penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data Collection (pengumpulan data)
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumentasi dengkan tujuan memperoleh data tentang faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral siswa kelas VIII SMP Negeri 2 napabalano dan upaya penanggulangannya yang diperoleh dari seorang guru BK, kepala sekolah, seorang guru mata pelajaran, seorang wali kelas, dan delapan orang siswa yang terindikasi melakukan dekadensi moral dan catatan kasus siswa serta gambar pada saat melakukan wawancara.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabsahan, dan transportasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Tujuan penelitian dapat digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam mereduksi data sehingga data-data yang tidak sesuai tujuan dapat direduksi. Dalam reduksi data merangkum pokok-pokok data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi sehingga dapat memberikan gambaran jelas tentang faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Napabalano.
3. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data dalam penelitian ini adalah menguraikan data dan hasil penelitian tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada bab I, yaitu faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral dan upaya penanggulangan dekadensi moral siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Napabalano.
Data hasil penelitian ini diperoleh dari wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti dengan seorang guru BK, kepala sekolah, seorang guru mata pelajaran, seorang wali kelas, dan delapan orang siswa yang terindikasi melakukan dekadensi moral.
4. Data Conclusion Drawing/ Verification (Penarikan Kesimpulan)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang dapat memberikan deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaksi hipotesis atau teori. Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini diarahkan untuk menjawab seluruh permasalahan penelitian dan memberikan gambaran tentang faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Napabalano dan upaya penanggulangannya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan yang telah ditetapkan sebagai informan kunci, diperoleh data tentang faktor-faktor eksternal penyebab dekadensi moral yaitu:
1. Keadaan masyarakat yang kurang stabil dari segi sosial
Faktor lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi seorang anak. Apabila lingkungannya banyak orang-orang tidak baik dan berbuat kriminal, tentu sangat memengaruhi perkembangan dan proses belajarnya di sekolah. Anak yang masih duduk di bangku sekolah sering mengikuti hal-hal yang ada di lingkungan sekitarnya seperti merokok dan lain sebagainya. Hasil yang diperoleh dari informan bahwa salah satu faktor yang menjadi penyebab dekadensi moral adalah lingkungan tempat tinggal, lingkungan keluarga dan teman bermain sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi seorang anak. Apabila lingkungannya banyak orang- orang tidak baik dan berbuat kriminal, tentu sangat memengaruhi perkembangan dan proses belajarnya di sekolah. Anak yang masih duduk di bangku sekolah sering mengikuti hal-hal yang ada di lingkungan sekitarnya seperti merokok dan lain sebagainya.
2. Tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik di sekolah
Pendidikan di sekolah terlalu mementingkan aspek pengetahuan atau akademis saja, kurang diimbangi pendidikan moral. Seorang guru harus menjadi teladan untuk siswa karena apapun yang dilakukan oleh seorang guru akan terekam di memori siswa, namun kenyatannya guru malah
memberi contoh yang tidak baik bagi siswa seperti merokok di lingkungan sekolah sehingga siswa juga berani melakukannya dalam lingkungan sekolah bahkan di luar sekolah.
3. Suasana rumah tangga yang kurang baik
Suasana rumah tangga yang kurang baik dapat menjadi salah satu faktor penyebab siswa tidak nyaman dan lebih memilih bermain keluar rumah bahkan melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada dekadensi moral.
4. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, video, yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral
Suatu hal yang akhir-akhir ini kurang menjdi perhatian bersama ialah tulisan-tuluisan, bacaan- bacaan, video yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Siswa terlibat dalam perkelahian sebab diusulkan oleh temannya yang pernah menonton salah satu video di youtube . Hal ini menunjukkan bahwa video tersebut memengaruhi siswa untuk melakukan hal yang sama.
5. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral
Suatu faktor yang juga mempermudah rusaknya moral anak anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara baik dan sehat, sehingga siswa memanfaatkan waktu luangnya untuk kegiatan negatif seperti membolos dengan teman-temannya, tawuran, menghabiskan waktu dengan kegiataan yang kurang bermanfaat seperti hanya nongkrong di kantin sekolah bahkan sampai ke luar sekolah. Informan menjelaskan untuk mengisi waktu luang siswa harusnya ada program ekstrakulikuler namun belum efektif karena masih kurangnya sarana untuk menyalurkan bakat siswa.
Upaya Penanggulangan Dekadensi Moral 1. Tindakan Preventif
a. Layanan informasi
Salah satu informan menyatakan bahwa guru BK memberikan informasi kepada siswa jika siswa tersebut sering bolos akibatnya akan ketinggalan pelajaran dan mendapat nilai yang rendah atau bahkan tidak mencapai nilai rata-rata yang telah ditetapkan oleh sekolah dan guru BK memberikan layanan informasi tentang kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh siswa dan dampaknya nanti pada siswa sendiri.
2. Tindakan Represif
a. Menulis “surat pernyataan”
Salah satu cara yang diterapkan guru bimbingan dan konseling dalam membantu mengatasi dekadensi moral di SMP Negeri 2 Napabalano yaitu menulis surat pernyataan disertai hukuman yang akan diperoleh apabila masih melakukan perbuatan yang sama. Guru BK akan memanggil siswa-siswi yang terlibat masalah ke ruangan guru BK kemudian menulis surat pernyataan untuk tidak melakukan dekadensi moral, pemberian surat pernyataan ini dianggap sebagai hukuman ringan dan hukuman berat apabila hukuman masuk dalam kategori berat maka sanksi yang diterima adalah dikeluarkan dari sekolah.
b. Skorsing dengan jangka waktu tertentu
Cara lain yang digunakan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan hukuman untuk mengatasi siswa yang mengalami dekadensi moral di SMP Negeri 2 Napabalano yang dapat menimbulkan efek jera bagi mereka adalah memberikan skorsing dengan jangka waktu yang telah disepakati atau dikeluarkan dari sekolah. Hal ini dilakukan untuk pemberian efek jera serta memberikan contoh kepada siswa yang tidak mengalami dekadensi moral di sekolah.
seorang informan yang menjelaskan bahwa pernah diskorsing karena memanggil guru dengan sebutan binatang ditambah dengan banyaknya pelanggaran lain yang telah dilakukannya.
Pembahasan
Daradjat (1971: 13-19) menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah keadaan masyarakat yang kurang
stabil dari segi sosial. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Sejalan dengan penemuan di lapangan yang di ungkapkan oleh Daradjat bahwasanya siswa mengalami kemorosotan moral sebab keadaan masyarakat yang tidak sehat dari segi sosial dan ikut memengaruhi kegoncangan dan kestabilan suasana yang dialami oleh siswa di sekolah, siswa mengikuti hal-hal yang ada di lingkungan masyarakat seperti merokok dan minum-minuman keras.
Faktor yang juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik di sekolah.
Pendidikan di sekolah terlalu mementingkan aspek pengetahuan atau akademis saja, kurang diimbangi pendidikan moral. Seorang guru harus menjadi teladan untuk siswa karena apapun yang dilakukan oleh seorang guru akan terekam di memori siswa seperti yang dikemukakan oleh Noviatri (2014: 11) keteladanan guru adalah hal-hal baik dari guru yang patut ditiru atau dicontoh oleh siswa, namun dalam penelitian ini hal tersebut bertentangan dengan penemuan di lapangan yaitu guru justru memberi contoh yang tidak baik bagi siswa seperti merokok di lingkungan sekolah sehingga siswa juga berani melakukannya dalam lingkungan sekolah bahkan di luar sekolah.
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin, tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami isteri. Tidak rukunnya ibu dan bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas, dan tidak tahan berada ditengah-tengah orangtua yang tidak rukun.
Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya menganggu ketentraman orang lain. Sejalan dengan penemuan di lapangan bahwa siswa yang memiliki dekadensi moral terjadi karena adanya suasana rumah yang kurang baik seperti terlalu dikekang oleh orangtua mereka, orangtua yang merantau, bercerai, dan sering bertengkar sehingga siswa merasa kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan pemeliharaan orangtua sehingga mencari kepuasaan di luar rumah.
Faktor selanjutnya adalah banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, video yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral. Suatu hal yang akhir-akhir ini kurang menjadi perhatian bersama ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, video, yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keiginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja.
Akan tetapi tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Berdasarkan penemuan di lapangan, siswa mengalami dekadensi moral yaitu merokok dan berkelahi karena melihat video dan gambar yang menurutnya keren sehingga mengikuti hal tersebut.
Suatu faktor yang juga mempermudah rusaknya moral anak anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berhayal, melamun hal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka. Sejalan dengan pendapat Daradjat (1971) penemuan di lapangan ditemukan bahwa, siswa yang mengalami kemorosotan moral adalah siswa yang kurang mendapatkan bimbingan secara berulang oleh guru untuk mengisi waktu luang sehingga berdampak pada terjadinya dekadensi moral siswa.
Dari beberapa faktor yang dikemukakan oleh peneliti tersebut, terdapat beberapa faktor yakni 1) Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi sosial, 2) Pendidikan moral di sekolah tidak terlaksana sebagaimana mestinya, 3) Suasana rumah tangga yang kurang baik, 4) Banyaknya tulisan- tulisan, gambar-gambar, video yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral, 5) Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
Adapun tindakan yang diberikan guru bimbingan dan konseling dalam upaya mengatasi dekadensi moral siswa di SMP Negeri 2 Napabalano selengkapnya dapat dilihat pada uraian berikut:
1. Tindakan preventif (pencegahan). Pencegahan diberikan atau dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diharapkan atau diinginkan terjadi untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya hal yang tidak diharapkan. Tindakan pencegahan dekadensi moral siswa di SMP Negeri 2 Napabalano yaitu melalui pemberian informasi.
2. Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi dekadensi moral pada siswa sangat membantu siswa dalam meningkatkan sikap dan pengambangan diri siswa baik pada lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini yang sama diungkapkan oleh Sukardi dan Kusnawati (2008: 8) bahwa fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang mencegah atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian dalam proses perkembagannya.
Hal serupa dipaparkan Suherman (dalam Salahudin, 2010: 127) bahwa fungsi preventif yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegah supaya tidak dialami konseli. Melalui fungsi ini, guru bimbingan dan konseling memberikan layanan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Tindakan represif (pemberian hukuman) adalah pemberian perlakuan karena seseorang melanggar atau melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dan aturan yang telah disepakati. Hukuman dibuat dengan tujuan untuk memberikan efek jera bagi pelanggaran aturan sehingga tidak mengulangi hal yang sama.
Di SMP Negeri 2 Napabalano, dalam membantu mengatasi siswa yang mengalami dekadensi moral berdasarkan peraturan tata tertib dengan tujuan akan terdapat perubahan pada tingkah laku siswa sehingga mampu hidup mandiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Baron (2015: 164-166) yang menyatakan bahwa tindakan represif (pemberian hukuman) bagi siswa yang melakukan pelanggaran terkait tentang dekadensi moral untuk mencegah perilaku tertentu sebagai suatu teknik untuk mengatasi kemorosotan moral pada siswa. Guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Napabalano melakukan tindakan represif (pemberian hukuman) untuk menindaklanjuti siswa yang ketahuan melakukan perilaku dekadensi moral di sekolah dengan cara membuat surat pernyataan disertai sanksi yang akan siswa sendiri peroleh apabila ketahuan melakukan dekadensi moral di sekolah. Selain itu, dilakukan pemanggilan orangtua siswa yang melakukan dekadensi moral sekolah dan yang bersangkutan akan diberikan skorsing dalam jangka waktu yang sudah disepakati atau pemanggilan orangtua siswa di sekolah.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab dekadensi moral siswa di SMP Negeri 2 Napabalano adalah keadaan lingkungan masyarakat, keluarga dan teman bermain yang kurang stabil, pendidikan moral di sekolah tidak terlaksana sebagaimana mestinya, suasana rumah tangga yang kurang baik, banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, video yang tidak mengindahkan dasar-dasar tuntunan moral, kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh guru BK yaitu memberikan layanan informasi untuk menerima dan memahami informasi yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dan pengambilan keputusan sebagai tindakan preventif, sedangkan tindakan represif bagi siswa yang telah mengalami dekadensi moral yakni dengan pemberian surat pernyataan dan skorsing dengan jangka waktu tertentu pada siswa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka saran yang dapat peneliti kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini antara lain:
1. Bagi kepala sekolah, agar berupaya menyediakan fasilitas untuk mendukung siswa mengisi waktu luang dengan cara yang baik
2. Bagi guru mata pelajaran, meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk belajar dan secara otomatis mengurangi kesibukan mereka untuk melakukan hal-hal yang mengarah pada dekadensi moral.
3. Bagi wali kelas, dapat lebih memerhatikan siswa untuk melakukan pencegahan terjadinya dekadensi moral.
4. Bagi guru BK, demi kefektifan layanan bimbingan dan konseling dalam membantu siswa yang mengalami dekandensi moral, maka sebagai guru bimbingan dan konseling harus lebih tanggap lagi dalam menangani kasus siswa.
5. Kepada siswa, agar dapat mengetahui dan memahami dekadensi moral. Melalui pemahaman tersebut siswa diharapkan untuk bisa menjauhi hal-hal yang mengarah pada dekadensi moral dan tidak melakukannya, karena hal itu sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungan di sekitarnya.
6. Upaya penanggulangan dengan metode skorsing sebaiknya dikurangi atau dihilangkan karena kurang efektif untuk siswa yang melakukan dekadensi moral ataupun kenakalan lainnya, justru mereka akan senang ketika diskorsing.
Daftar Pustaka
Ardhiyanti, Yulrina. (2015). Bahan Ajar Aids Pada Asuhan Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.
Baiturrahman, Bambang. (2018). Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Dekadensi Moral Di Era Globalisasi. Tesis. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Baron dan Byrne. (2015). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyo E.D. (2017). Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral yang Terjadi Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9, No. 1, Hal. 16-26.
Daradjat, Z. (1971). Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Detik.com. (2019). https://news.detik.com/berita/d-4537818/janjian-tawuran-via-medsos-seorang- remaja-di-jakpus-tewas-dibacok?_ga=2.105883459.1182966698.1563258605-
2055236914.1563258605.
Jamal, Nur. (2016). Pengajian dan Dekadensi Moral Remaja. Jurnal Kabilah, Vol. 1, No. 1, Hal. 191- 218.
Muthohar, Sofa. (2013). Antisipasi Degradasi Moral di Era Global. Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Hal. 321-334.
Noviatri, Nurma. (2014). Kontribusi Keteladanan Guru Dan Pola Asuh Orangtua Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Se-Kecamatan MantrijeronKota Yogyakarta Tahun 2013/2014. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Purba, Jonny. (2005). Pengelola Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Salahudin. (2010). Bimbingan dan Konseling. CV Bandung: Pustaka Setia.
Setiawan M. (2015). Karakteristik Kriminal Anak dan Remaja Dalam Peresktif Pendidikan, Juvenile Delinquency, Narkotika, Hukum, Hak Anak, Agama dan Moral. Bandung: Penerbit Ghalia Indonesia.
Sukardi dan Kusnawati. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumara D, Humaedi S, Santoso M.B. (2017). Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Jurnal Penelitian dan PPM. Vol. 4, No. 2, Hal. 346-353.