• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Belajar

Belajar merupakan sebuah proses kompleks yang berlangsung seumur hidup dari bayi sampai liang lahat dan terjadi pada semua orang. Tingkah laku seseorang akan berubah jika seseorang telah belajar sesuatu. Perubahan tingkah laku tersebut mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai (Eveline & Hartini, 2010). Belajar menyebabkan perubahan perilaku yang merupakan bagian dari proses mental pada diri seseorang karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan (Sanjaya, 2013).

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses mental yang terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dengan perubahan yang relatif konstan.

a. Teori Belajar

1) Teori Perkembangan Kognitif oleh Jean Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan proses genetika yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu dengan adanya perkembangan sistem syaraf. Pertambahan umur mengakibatkan susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Toeti, 1992). Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu di luar kemampuan kognitifnya.

2) Teori Belajar Penemuan oleh Bruner

Menurut Bruner, mempelajari sesuatu dapat dilakukan sebelum siswa mencapai tahap perkembangan tertentu. Kognitif seseorang akan berkembang dengan cara mengatur bahan belajar yang disesuaikan dengan tingkatannya.

(2)

Kurikulum spiral merupakan penerapan dari Bruner dimana materi sama diberikan mulai dari SD sampai perguruan tinggi sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa dan dilakukan pengulangan- pengulangan. Dengan pemahaman konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif akan menghasilkan sebuah kesimpulan (free discovery learning) atau bisa dikatakan sebagai belajar dengan cara menemukan (discovery) (Bambang, 2008).

3) Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, belajar haruslah bermakna artinya materi yang dipelajari berhubungan dengan pengetahuan sebelumnya dan harus ditransfer dengan baik. Ada dua persyaratan dalam membuat materi pelajaran menjadi bermakna, yaitu: memilih materi yang dianggap bisa bermakna dan memberikannya dalam situasi belajar yang bermakna.

Penerapan teori Ausubel adalah pembelajaran dengan mengatur pengetahuan awal, menyusunan konsep, dan penguasaan konsep.

Penanaman pengetahuan baru akan membantu siswa dalam menghubungkan konsep awal dengan konsep baru yang akan dipelajari sehingga siswa mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik (Trianto, 2010).

4) Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky

Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Kognitif seseorang berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini bukan berarti seseorang bersikap pasif tetapi lebih menekankan pada pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Budiningsih, 2005).

Teori Vygotsky menjelaskan adanya hubungan langsung antara kognitif dengan sosial budaya. Proses berpikir siswa dibangun di dalam kelas dan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu dibawah bimbingan guru (Isjoni, 2010).

(3)

b. Pembelajaran Kimia

Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang dalam mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian- kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel, 1991).

Pembelajaran menurut Mulyasa (2006) adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas segala sesuatu yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energi zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak bisa dipisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah (Mulyasa, 2006).

Adapun menurut Keenan (1990), ilmu kimia mempelajari struktur materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam proses-proses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan. Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia.

2. Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan cara belajar mencari suatu pemecahan permasalahan dengan tahapan tertentu sampai mendapatkan suatu kesimpulan yang valid karena berdasarkan kenyataan dan didukung oleh data (Hamdani, 2011). Inkuiri merupakan proses yang beragam melalui observasi, perumusan masalah, evaluasi dari berbagai sumber secara kritis, investigasi atau penyelidikan, review, eksperimen atau percobaan untuk memperoleh data, analisis data, dan mengkomunikasikan hasilnya (Ibrahim, 2007). Siswa

(4)

mencari dan menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan yang diajukan dan guru akan membimbing siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran.

Menurut Argandi, Martini, dan Saputro (2013: 44-49), tujuan dari pembelajaran inkuiri bagi siswa antara lain:

1) Memaksimalkan keterlibatan aktif dari siswa.

2) Menumbuhkan sikap percaya diri dalam menghadapi hal baru dari proses inkuiri.

3) Mengarahkan kegiatan pembelajaran secara logis dan sistematis demi tercapainya tujuan pembelajaran.

Inkuiri akan menghadapkan siswa kepada suatu permasalahan yang dibuat oleh guru. Siswa dituntut untuk mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilan mereka dalam mendapatkan temuan-temuan dari suatu permasalahan selama proses penelitian. Temuan-temuan berupa pengetahuan dan keterampilan merupakan hasil dari menemukan sendiri konsep yang dipelajari dari suatu permasalahan, bukan hasil dari sekedar mengingat.

Prinsip-prinsip pembelajaran inkuri sebagai berikut:

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.

2. Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.

3. Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru sebagai “penanya”. Mengembangkan sikap kritiss iswa dengan selalu mempertanyakan segala fenomena yang ada.

4. Belajar untuk berpikir

Belajar adalah proses berpikir yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak secara optimal

(5)

5. Keterbukaan

Pembelajaran menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya secara terbuka.

3. Kemampuan Berkolaborasi

Dalam pandangan masyarakat umum, pengertian collaborative learning (CBL) sering disamakan dengan cooperative learning (CPL). Definisi pembelajaran kooperatif digambarkan sebagai suatu struktur kerjasama dalam bentuk kerja kelompok. Didalam struktur kerja kooperasi ini terjadi proses- proses interaksi antar para anggota kelompok, yang disebut kolaborasi.

Menurut pendapat Gerlach (1994), kolaborasi merupakan suatu landasan interaksi dan cara hidup seseorang dimana individu bertanggung jawab atas tindakannya, yang mencakup kemampuan belajar dan menghargai serta memberikan dukungan terhadap kelompoknya. Menurut Abdulsyani (1994:156), kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing.

Kolaborasi merupakan suatu kemampuan interaktif, interpersonal, pemecahan masalah, dan keterampilan berkomunikasi yang dibutuhkan sekelompok orang yang memiliki tugas yang sama, dimana setiap anggotanya saling melengkapi dalam mencapai tujuan bersama. Kolaborasi adalah bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Slavin, 2012).

Karakteristik kolaborasi (Panitz,1996) antara lain sebagai berikut:

1. Tim berbagi tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran

2. Anggota tim saling memberi masukan untuk lebih memahami masalah yang dihadapi

3. Anggota tim saling menanyakan untuk lebih mengerti secara mendalam 4. Anggota tim menguasakan kepada anggota lain untuk berbicara dan

memberi masukan

5. Kerja tim dipertanggungjawabkan ke orang yang lain, dan dipertanggung- jawabkan kepada dirinya sendiri.

6. Antar anggota tim ada saling ketergantungan.

(6)

Kemampuan kolaborasi harus dimiliki oleh siswa karena dapat bermanfaat bagi mereka untuk meningkatkan kerja kelompok dan menentukan keberhasilan hubungan sosial di masyarakat (Nadia, 2014).

Aspek kolaborasi meliputi kemampuan interaktif, kemampuan interpersonal, mencapai tujuan bersama, dan memecahkan masalah. Aspek-aspek tersebut digunakan sebagai indikator kemampuan yang harus dipenuhi dalam berkolaborasi yang baik.

Kemampuan berkolaborasi yang dimaksud diantaranya:

a. Menunjukkan kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan tim yang beragam.

b. Melatih fleksibilitas dan kemauan untuk membantu dalam membuat kesepakatan yang diperlukan agar dapat mencapai tujuan bersama.

c. Memikirkan tanggung jawab bersama untuk kerja kolaboratif dan menghargai hasil yang dibuat oleh setiap anggota tim.

Pembelajaran kolaborasi menempatkan siswa pada kelompok kecil dan memberinya tugas dan mereka harus saling membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu mewujudkan belajar kolaboratif (Daryanto, 2014).

Ada beberapa keunggulan yang dapat diperoleh melalui pembelajaran kolaborasi. Keunggulan pembelajaran kolaborasi menurut Hill & Hill (1993):

1. Prestasi lebih tinggi

2. Pemahaman yang lebih mendalam 3. Belajar lebih menyenangkan

4. Mengembangkan keterampilan kepemimpinan 5. Meningkatkan sikap positif

6. Meningkatkan harga diri 7. Belajar lebih inklusif 8. Rasa saling memiliki

(7)

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang paling sering dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Pada pembelajaran ini, guru memberikan penjelasan secara lisan sedangkan siswa akan mendengarkan dan mencatat seperlunya. Siswa bersifat pasif dengan menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam pembelajaran, guru sering menggunakan berbagai alat bantu seperti papan tulis, spidol serta gambar-gambar. Sumber belajar dalam pendekatan pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru. Sumber- sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar harus tersusun secara sistematis (Herman, J.L., Aschbacter, P.R., Winters, L., 1992, Oliver&Hannafin, 2001). Menurut Sukandi (2003), guru lebih banyak menyampaikan konsep bukan kompetensi dan siswa hanya sekedar mengetahui tanpa bisa melakukan.

Pembelajaran konvensional diartikan menjadi tujuan-tujuan berupa perilaku yang diskrit. Apa yang terjadi selama proses belajar dan pembelajaran jauh dari upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal, dan menguasai potongan- potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari keterampilan- keterampilan yang lebih kompleks. Siswa yang telah mempelajari pengetahuan dasar tertentu, diharapkan akan dapat menggabungkan sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan hasil belajar yang lebih kompleks.

Berdasarkan pandangan ini, pembelajaran konvensional merupakan aktivitas belajar yang bersifat linier dan deterministik (O’Malley & Pierce, 1996, Smit, et al., 1996).

Dalam pembelajaran konvensional, guru sebagai “pentransfer ilmu” dan siswa hanya sebagai “penerima ilmu” (Helmiati, 2012). Belajar secara konvensional dibangun oleh asumsi yang tercantum dalam Tabel 2.1.

(8)

Tabel 2.1. Asumsi Pembelajaran Konvensional

Guru Siswa

Pintar, Serba tahu Bodoh, Serba tidak tahu

Mengajar Diajar

Bertanya Menjawab

Memerintah Melakukan perintah

Menurut Astuti (2010), keunggulan pembelajaran konvensional antara lain:

1. Cepat dalam penyampaian informasi.

2. Mudah digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Minat akan informasi meningkat.

4. Cara belajar terbaik adalah dengan mendengarkan.

Kelemahan pembelajaran konvensional (Astuti, 2010) antara lain:

1. Cara belajar terbaik beberapa siswa bukan hanya dengan mendengarkan.

2. Pembelajaran tidak memerlukan pemikiran yang kritis.

3. Kesulitan untuk menjaga siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.

4. Siswa tidak mengetahui tujuan pembelajaran.

5. Kurangnya pemberian keterampilan proses.

6. Kurangnya observasi oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung.

7. Daya serap pengetahuannya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.

5. Model Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) a. Pengertian Peer Led Guided Inquiry (PLGI)

Pembelajaran PLGI terdiri dari peer led yang berarti tutor sebaya dan guided inquiry yang berarti inkuiri terbimbing. Tutor adalah beberapa siswa dengan pemahaman materi pelajaran lebih tinggi dibanding siswa lain yang ditunjuk guru untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar. Tutor teman sebaya adalah metode intruksional dimana seorang siswa mengajarkan sesuatu hal atau materi kepada siswa yang lain. Dalam metode tutor sebaya terdapat istilah tutor dan tutee, yang mana tutor adalah seseorang yang dianggap dapat menguasai materi dengan baik, sedangkan tutee adalah seseorang yang dinggap belum cukup menguasai materi (Glenn & Gordon, 2005).

(9)

Pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan pembelajaran dimana siswa mencari dan menemukan sediri pengetahuannya karena materi tidak diberikan secara langsung. Guru membimbing siswa untuk belajar dan berperan sebagai fasilitator (Fajariyah, Utami & Haryono, 2016).

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PLGI merupakan pembelajaran inkuri terbimbing berpaduan dengan tutor sebaya yang akan mengarahkan dan membimbing siswa untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya.

Model pembelajaran PLGI merupakan suatu pengembangan dari model inkuiri terbimbing dimana akan menimbulkan interaksi antara siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan tutor sebaya sebagai fasilitator. Peran siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing dengan tutor sebaya cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa (Lewis & Lewis, 2005: 135-139).

b. Karakteristik Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI)

Menurut Dewi (2010), karakteristik pembelajaran PLGI sebagai berikut:

1) Satu kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang siswa yang heterogen.

2) Materi pelajaran diajarkan terlebih dahulu pada tutor sebaya di luar kegiatan belajar mengajar.

3) Tutor sebaya mempelajari dan berlatih menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan materi pelajaran.

4) Tutor sebaya berperan menjelaskan apa yang telah didapatkannya dari keterangan guru kepada anggota kelompok.

c. Sintaks Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) Sintaks model pembelajaran PLGI antara lain:

1) Merumuskan masalah 2) Merancang hipotesis 3) Mengumpulkan data 4) Menganalisis data 5) Menarik kesimpulan

(10)

Menurut Gulo dalam Trianto (2010), tahapan pembelajaran PLGI dapat dijelaskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tahap pembelajaran PLGI

NO Fase Kegiatan guru Kegiatan Siswa

1 Merumuskan masalah

Guru membagikan LKS kemudian membimbing tutor sebaya dalam mengidentifikasi permasalahan

Siswa

mengidentifikasi masalah dalam LKS yang diberikan guru 2 Merancang

hipotesis

Guru memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dalam merancang hipotesis.

Guru membimbing siswa dalam

menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan.

Siswa bersama tutor sebaya memberikan pendapat dan

menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan

3 Mengumpulkan data

Guru membimbing siswa dalam mendapatkan informasi atau data- data melalui

percobaan maupun telaah literatur

Siswa bersama tutor sebaya melakukan percobaan maupun telaah literatur untuk mendapatkan data- data atau informasi 4 Menganalisis

data

Guru memberi kesempatan pada tiap siswa untuk

menyampaikan hasil analisis data yang terkumpul

Siswa bersama tutor sebaya

mengumpulkan dan menganalisis data serta menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul 5 Menarik

kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Siswa membuat kesimpulan

(11)

d. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI)

Kelebihan model pembelajaran PLGI antara lain:

1) Pembelajaran PLGI lebih menekankan kepada pengembangan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.

2) Mempererat hubungan antara sesama siswa sehingga meningkatkan perasaan sosial.

3) Memberi ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing.

4) Adanya tutor sebaya pada model pembelajaran PLGI ini juga dapat membuat siswa lebih aktif.

Kelemahan model pembelajaran PLGI antara lain:

1) Siswa yang menjadi tutor tentu akan lebih terlihat menonjol diantara teman-temannya yang diajari.

2) Sulit mengubah kebiasaan belajar siswa dari pasif menerima pengetahuan menjadi aktif menemukan sendiri.

3) Siswa cenderung mengikuti argumen siswa lain yang dianggap lebih memahami materi yang diajarkan.

Penelitian yang dilakukan Ode (2018) diperoleh ketuntasan hasil belajar aspek pengetahuan sebesar 73,33% meningkat menjadi 86,67%, aspek afektif meningkat dari 43,33% menjadi 83,33% dan aspek psikomotor meningkat dari 26,67% menjadi 81,67%. Hasil belajar yang diperoleh semuanya tergolong kategori sangat baik, Penelitian oleh Roza Maiyarnil, dkk. (2018) menyebutkan bahwa model pembelajaran PLGI memberikan pengaruh sebesar 16,53 % terhadap peningkatan prestasi belajar pada materi larutan penyangga. Penelitian yang dilakukan Sandra (2010) menunjukkan hasil dimana siswa memberikan tanggapan positif akibat dari keterlibatan aktif dalam menemukan konsep, mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa, serta meningkatkan motivasi belajar.

(12)

Lailatun (2017: 73-85) melakukan penelitian dengan hasil yaitu:

terdapat perbedaan yang signifikan pada literasi sains dan hasil belajar aspek pengetahuan, serta siswa memberi respon positif pada pembelajaran PLGI dibandingakan pembelajaran konvensional pada materi hidrolisis garam.

6. Hasil Belajar

Hasil belajar menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (2009) hasil belajar siswa pada hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotik. Dimyati dan Mudjiono (2006) mendefinisikan hasil belajar sebagai hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Permendikbud No.23 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi aspek: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian sikap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku siswa. Penilaian pengetahuan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan pengetahuan siswa.

Penilaian keterampilan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu.

Penilaian pengetahuan dan keterampilan dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan/atau Pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan.

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Dalyono (1997) sebagai berikut:

(13)

a. Faktor Internal 1) Kesehatan

Kondisi kesehatan yang baik akan mendukung langsung pada proses belajar. Bila proses belajar berjalan lancar prestasi belajar yang didapat pun akan maksimal. Kebugaran sendiri dipengaruhi oleh faktor makanan, faktor istirahat, dan faktor latihan atau olahraga.

2) Intelegensi dan Bakat

Intelegensi atau kecerdasan akan berpengaruh langsung terhadap hasil belajar. Seseorang dengan intelegensi tinggi akan memiliki daya tangkap melebihi seseorang dengan intelegensi rata-rata walaupun materi dan waktu belajar yang sama. Orang yang memiliki intelegensi rendah mengalami kesukaran dalam belajar dan lambat berpikir. Seseorang dengan intelegensi tinggi pada umumnya lebih mudah belajar dan cenderung lebik baik dibanding orang yang memiliki intelegensi yang lebih rendah.

Bakat merupakan kelebihan yang dimiliki setiap manusia. Bakat juga memiliki oengaruh yang sama seperti intelegensi. Perbedaannya hanya bakat tidak bisa dibentuk namun bisa dilatih.

3) Minat dan Motivasi

Minat dan motivasi merupakan modal utama untuk meraih hasil belajar maksimal. Minat dan motivasi belajar tinggi akan memberikan kemauan yang tinggi pula untuk meraih hasil yang diinginkan.

4) Cara Belajar

Cara belajar berkaitan dengan teknik yang dilakukan seseorang untuk memahami materi yang dipelajari. Belajar yang baik adalah rutin dan teratur.

(14)

b. Faktor Eksternal 1) Faktor Sosial

Faktor sosial berkaitan erat dengan hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat.

2) Faktor Nonsosial

Faktor nonsosial mencakup lingkungan alam dan fisik, seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, dan sumber belajar.

7. Materi Larutan Penyangga

a. Pengertian Larutan Penyangga

Jika larutan mengandung masing-masing suatu asam lemah dan basa lemah, maka akan mempunyai kemampuan untuk menyerap penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat dengan sedikit perubahan pH. Ketika sejumlah kecil asam kuat ditambahkan, maka ion H3O+ nya dinetralisasi oleh basa lemahnya. Akan tetapi, apabila ditambah sedikit basa kuat, maka ion OH- dinetralisasi oleh asam lemah. Larutan semacam ini dikatakan larutan penyangga. Atau bisa dikatakan bahwa larutan penyangga merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH.

(Brady, 1988) b. Komponen Larutan Penyangga

Larutan penyangga dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Larutan Penyangga Asam

Larutan penyangga asam terdiri dari suatu asam lemah dan basa konjugasinya. Penyangga asam biasanya terdiri dari asam lemah dan basa konjugasinya. Suatu contoh adalah asam asetat dan ion asetat, serta larutan penyangga dan garam asetat seperti NaC2H3O2 dalam sejumlah air yang sesuai. Dalam hal ini, penyangganya mempunyai pH < 7, karena asamnya, HC2H3O2 lebih kuat dari basa, C2H3O2- (Harga Ka dari HC2H3O2 = 1,8x10-5 dan harga Kb dari C2H3O2- = 5,6x10-10). Jika sedikit

(15)

asam kuat ditambahkan ke dalam penyangga ini, H3O+ dapat bereaksi dengan ion asetatnya.

H3O+ + C2H3O2- → HC2H3O2 + H2O

Hal yang terjadi apabila basa kuat ditambahkan, ion OH- yang diberikan oleh basa kuat akan bereaksi dengan asam asetat dan mengubahnya menjadi basa konjugasi.

CH3HCOO- + OH- → CH3COO- + H2O 2) Larutan Penyangga Basa

Larutan penyangga basa terdiri dari suatu basa lemah dan asam konjugasinya.

Suatu penyangga basa dibentuk dengan mencampur ammonia dengan garam ammonium seperti NH4Cl dan mengandung pasangan asam basa konjugasi, NH4+ dan NH3. Larutan penyangga basa mempertahankan pH pada daerah basa (pH>7). Apabila asam kuat ditambahkan ke dalam penyangga basa bereaksi sebagai berikut:

NH3 + H3O+ → NH4+ + H2O

NH3 + H+ → NH4+ (disederhanakan)

Apabila ditambahkan basa kuat, reaksi akan terjadi NH4+ + OH- → NH3 + H2O

(Brady, 1988) c. Sifat Larutan Penyangga

1) pH larutan penyangga praktis tidak berubah pada penambahan sedikit asam kuat atau sedikit basa kuat atau pengenceran.

2) pH larutan penyangga berubah pada penambahan asam kuat atau basa kuat yang relatif banyak, yaitu apabila asam kuat atau basa kuat yang ditambahkan menghabiskan komponen larutan penyangga itu, maka pH larutan akan berubah drastis.

3) Daya penyangga suatu larutan penyangga bergantung pada jumlah mol komponennya, yaitu jumlah mol asam lemah dan basa konjugasinya atau jumlah mol basa lemah dan asam konjugasinya

(16)

d. Menghitung pH Larutan Penyangga 1) Larutan Penyangga Asam

Larutan penyangga yang terdiri atas CH3COOH dan CH3COONa. Menurut reaksi kesetimbangan, CH3COOH mengion sebagian sedangkan CH3COONa mengion sempurna. Jumlah CH3COOH yang dilarutkan = a mol dan jumlah yang mengion = x mol, maka susunan kesetimbangannya dapat dirinci sebagai berikut:

CH3COOH (aq) CH3COO- (aq) + H+ (aq) ... (7.1)

Awal : a mol - -

Reaksi : -x mol +x mol +x mol

Setimbang : a-x mol x mol x mol

Misalnya jumlah mol CH3COONa yang dilarutkan = g mol.

Dalam larutan, garam ini mengion sempurna membentuk g mol ion CH3COO- dan g mol ion Na+.

CH3COONa (aq) → CH3COO- (aq) + Na+ (aq) ... (7.2)

Awal : g mol - -

Reaksi : -g mol +g mol +g mol

Akhir : - g mol g mol

Tetapan ionisasi Asam asetat, sesuai dengan persamaan 7.1:

… (7.3) … (7.4)

(v = volume larutan)

… (7.5)

… (7.6) Dengan

= tetapan ionisasi asam lemah

(17)

= jumlah mol asam lemah (mol) = jumlah mol basa konjugasi (mol) 2) Larutan Penyangga Basa

Larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4Cl. Dalam kesetimbangan NH3 mengion, sedangkan NH4Cl mengion sempurna.

NH3 (aq) + H2O (l) NH4+ (aq) + OH- (aq) NH4Cl (aq) → NH4+ (aq) + Cl- (aq)

Larutan penyangga dari basa lemah dan asam konjugasinya juga dapat menggunakan rumus berikut:

… (7.7) dan

… (7.6) Dengan

= tetapan ionisasi asam lemah = jumlah mol basa lemah (mol)

= jumlah mol asam konjugasi (mol)

(Purba dan Eti, 2017) e. Sistem Penyangga dalam Tubuh

Cairan intrasel dan ekstrasel dalam organisme hidup mengandung pasangan asam-basa konjugasi yang berfungsi menjaga agar pH darah tetap konstan (mendekati 7,4) walaupun zat-zat yang bersifat asam dan basa terus menerus masuk ke aliran darah. Buffer dalam sel adalah dihydrogen fosfat-monohidrogenfosfat, H2PO4- - HPO42-. Buffer luar sel adalah asam karbonat-bikarbonat, H2CO3 – HCO3. Kerja penyangga dari suatu larutan yang mengandung asam karbonat dan ion bikarbonat, didasarkan pada reaksi berikut:

Bila ditambahkan suatu asam: HCO3- + H+ → H2CO3

Bila ditambahkan suatu basa: H2CO3 + OH- → H2O + HCO3-

(Keenan & Kleinfelter, 1990)

(18)

f. Peranan Larutan Penyangga

Larutan penyangga berperan dalam kehidupan antara lain:

1) Menjaga pH darah tetap dalam keadaan normal.

2) Pembuatan obat-obatan pada industri farmasi.

3) Pengatur pH medium pertumbuhan mikroorganisme dalam bidang mikrobiologi industri.

4) Mengoptimalkan kerja enzim dalam bidang biologi.

5) Keperluan analisis kuantitatif dan kualitatif, pemisahan unsur dan senyawa, serta reaksi kimia dengan pH terkontrol dalam bidang analisis kimia.

(Purba dan Eti, 2017)

B. Kerangka Berpikir

Hasil dari kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, dibuatlah suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Perbedaan Efektivitas Model Pembelajaran PLGI dan Konvensional Terhadap Hasil Belajar Siswa

Model pembelajaran PLGI akan mengarahkan dan membimbing siswa untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya. Dengan inkuiri terbimbing ini, siswa dilatih untuk mencari, menyelidiki dan menyimpulkan.

Guru memberi petunjuk kepada siswa dalam mengasah pengetahuan dan keterampilan mereka untuk menemukan berbagai informasi baru.

Pembelajaran konvensional yang sering digunakan guru di sekolah juga memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa tetapi tidak sebesar pengaruhnya apabila menggunakan model PLGI dalam pembelajaran. Model pembelajaran konvensional memberikan pengaruh yang lebih kecil karena biasanya pembelajaran model konvensional masih berpusat pada guru dan siswa belum bisa aktif dalam merekonstruksi pengetahuannya sendiri. Selain itu, diskusi berlangsung kurang efektif karena kurangnya antusiasme siswa dimana semua pengetahuan berasal dari guru dan siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan yang disampaikan guru. Hal tersebut menunjukkan

(19)

bahwa ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran PLGI dan konvensional terhadap hasil belajar siswa.

2. Perbedaan Kemampuan Berkolaborasi Tinggi dan Rendah Terhadap Hasil Belajar Siswa

Dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari suatu hubungan atau interaksi. Interaksi yang terjadi bisa terjalin melalui kolaborasi. Kolaborasi yang baik adalah siswa saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Adanya kolaborasi yang baik akan membuat kondisi belajar yang kondusif, sehingga kegiatan belajar akan berlangsung efektif dan tujuan pembelajaran akan tercapai.

Siswa yang tingkat kerjasamanya baik hanya mencapai setengahnya saja.

Hanya beberapa siswa yang aktif dalam kegiatan diskusi dan siswa lainnya sibuk sendiri dengan teman yang lain atau dengan gadget masing-masing. Hal ini tentu akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang aktif (kemampuan berkolaborasi tinggi) dalam diskusi tentu berbeda dengan siswa yang pasif (kemampuan berkolaborasi rendah) dalam diskusi karena tidak terbentuknya kerjasama yang baik yang akan menyebabkan pengetahuan yang dikonstruksi bersama selama pembelajaran tidak merata untuk semua siswa. Siswa dengan kemampuan berkolaborasi yang tinggi tentu akan lebih aktif dalam menggali informasi yang dibutuhkan dalam menemukan konsep pengetahuan. Oleh karena itu diduga terdapat perbedaan antara kemampuan berkolaborasi tinggi dan rendah terhadap hasil belajar siswa.

3. Interaksi Antara Model Pembelajaran Konvensional dan Model Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) Dengan Kemampuan Berkolaborasi Terhadap Hasil Belajar Siswa

Pembelajaran dengan model pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) dengan kemampuan berkolaborasi tinggi lebih baik daripada model pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) dengan kemampuan berkolaborasi rendah terhadap hasil belajar siswa. Dengan kemampuan berkolaborasi tinggi tentu akan mendorong keaktifan siswa dalam

(20)

pembelajaran menemukan pengetahuannya sendiri secara inkuiri melalui tutor sebaya. Pembelajaran interaktif akan terjadi apabila masing-masing siswa saling ikut berpartisipasi mengambil peran saat proses kolaborasi dilaksanakan. Hal yang menonjol pada pembelajaran ini adalah adanya kolaborasi dalam kelompok untuk mempelajari atau memahami suatu materi serta memastikan bahwa setiap anggota kelompok menguasai tugas yang sama diterimanya. Selain itu, mendorong siswa saling membantu berinkuiri dalam kelompoknya.

Oleh karena itu diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) dengan kemampuan berkolaborasi terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga.

Kerangka berpikir digambarkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pembelajaran konvensional

Model Pembelajaran Peer Led Guided

Inquiry (PLGI)

Kemampuan berkolaborasi

tinggi

Kemampuan berkolaborasi

rendah

kemampuan awal sama

Hasil Belajar Siswa Kemampuan

berkolaborasi tinggi

Kemampuan berkolaborasi

rendah

(21)

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat diajukan hipotesis:

1. Ada perbedaan efektivitas model pembelajaran PLGI dan konvensional terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga.

2. Ada perbedaan kemampuan berkolaborasi tinggi dan rendah terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga.

3. Ada interaksi antara model pembelajaran PLGI dan konvensional dengan kemampuan berkolaborasi terhadap hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga.

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan APBD pada Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2013, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

dan M otivasi Belajar Siswa SM K Pada Topik Limbah Di Lingkungan Kerja Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.