• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia INDONESIA INDONESIAN PALM OIL DOWNSTREAM INDUSTRY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia INDONESIA INDONESIAN PALM OIL DOWNSTREAM INDUSTRY"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PB 1

INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT

INDONESIA

INDONESIAN PALM OIL DOWNSTREAM INDUSTRY

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia

(2)

2 3

2 3

INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT INDONESIA Teks Asli oleh:

InfoSAWIT Magazine Foto Oleh:

InfoSAWIT Magazine

2011, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia PT. Mitra Media Nusantara

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak

seluruh atau sebagian isi buku ini tanpa

izin tertulis Penerbit

(3)

2 3

2 3

Daftar Isi

Sambutan Menteri Perindustrian Sambutan Dirjen

Bab I. Industri Perkebunan a. Luas Kebun Sawit

b. Penyebaran Perkebunan Per Propinsi c. Produktivitas

d. Produksi Kelapa Sawit Indonesia e. Pabrik Kelapa Sawit

f . Ekspor CPO per Negara dan turunannya 2010

4 5 7

3 Bab II. Industri Hilir Kelapa Sawit a. Refinery

b. Oleokimia c. Biodiesel

Bab III. Kawasan Industri a. Sei Mangkei

b. Dumai, Riau c. Maloy

Bab IV. Dukungan Pemerintah 12

15

22

(4)

4 5

4 5

SAMBUTAN SINGKAT MENTERI PERINDUSTRIAN RI

Pada kegiatan

PROMOSI INVESTASI INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT NASIONAL TAHUN 2011

Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi 20 juta ton pada tahun 2010 dan akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Dari tahun ke tahun, luas perkebunan kelapa sawit mengalami pertumbuhan sebesar 11,8% dengan luas total tahun 2010 mencapai 8,1 juta Ha dan pertumbuhan produksi CPO mencapai 12 % per tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Akan tetapi, perlu dicermati bahwa CPO masih dieskpor dalam bentuk mentah sehingga nilai tambah produksi berupa produk oleofood dan oleokimia masih dinikmati oleh negara lain. Dengan potensi ketersediaan bahan baku berupa CPO dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) maka Indonesia berpeluang menjadi pemain pasar utama bagi industri turunan kelapa sawit (oleofood dan oleokimia). Pertumbuhan industri oleofood dan oleokimia akan mampu meningkatkan dinamika perekonomian nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Upaya menumbuhkan industri hilir kelapa sawit diinisiasi oleh kegiatan promosi investasi sehingga akan menarik aliran modal langsung (Foreign Direct Investment) bagi pengembangan industri. Tujuan promosi investasi tersebut antara lain mempromosikan potensi industri, menjaring potensi investasi, dan memperluas jaringan pemasaran produk hilir kelapa sawit (oleofood dan oleokimia) nasional. Hal tersebut menjadi penting untuk memperkenalkan produk-produk industri CPO Indonesia masuk pada jaringan pasar internasional dan meningkatkan aliran modal ke dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merancang berbagai program klaster industri hilir kelapa sawit (IHKS) untuk menciptakan integrasi rantai nilai industri hulu – hilir yang berpotensi meningkatkan daya saing industri oleofood dan oleokimia di tingkat global. Beberapa lokasi klaster yang siap ditawarkan kepada calon investor antara lain Sei Mangkei Sumatera Utara, Dumai – Kuala Enok Riau, dan Maloy Kalimantan Timur. Ke depan lokasi klaster industri hilir kelapa sawit akan diperluas menjadi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua.

Saya menyambut baik dan memberikan dukungan bagi terselenggaranya kegiatan promosi industri kelapa sawit nasional tahun 2011.

Dengan adanya kegiatan ini diharapkan produk-produk industri CPO Indonesia semakin dikenal secara internasional sehingga ke depannya diharapkan semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia untuk pengembangan produk-produk industri berbasis oleo food dan oleokimia.

Semoga hasil dari kegiatan promosi ini dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan industri hilir turunan kelapa sawit di Indonesia.

MENTERI PERINDUSTRIAN

MOHAMAD S HIDAYAT

4 5

(5)

4 5

4 5

BAB I

INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT INDONESIA

4 5

(6)

6 7

6 7

A. PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA

Perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 7,9 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 11,8%. Pada 2010, luas lahan perkebunan kelapa sawit di prediksi sebesar 8,1 juta ha, dimana komposisi kepemilikan sebesar 43% petani, 8,5% perkebunan besar negara dan sisanya 48,5 % perkebunan besar swasta.

Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011.

Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

Uraian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*

Luas Areal

(ha) 4.158.079 4.713.435 5.067.058 5.283.557 5.284.723 5.453.817 6.594.914 6.766.836 7.008.000 7.900.000 8.100.000

*) Prediksi Gapki

6 7

(7)

6 7

6 7

B. PENYEBARAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Pada awal perkembangannya, perkebunan kelapa sawit banyak dibudidayakan di pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara.

Tahun 2011, genap satu abad perkebunan kelapa sawit komersial hadir di Indonesia. Pengembangannya pun tidak lagi terfokus di pulau Sumatera melainkan ke pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Sumber: Kementerian Pertanian RI, Kementerian Kehutanan RI, Pusat Data InfoSAWIT, 2010.

Riau

Perkebunan: 1.623.458 Ha CPO: 5.072.834 Ton

Kalimantan Barat : Perkebunan: 476.891 Ha CPO: 1.140.639 Ton

Kalimantan Timur : Perkebunan: 368.504 Ha CPO: 370.671 Ton

Kalimantan Tengah : Perkebunan: 709.206 Ha CPO: 1.352.934 Ton Sumatera Selatan :

Perkebunan: 718.068 Ha CPO: 1.829.609 Ton

Sulawesi Selatan : Perkebunan: 133.493 Ha

CPO: 429.388 Ton Papua Barat :

Perkebunan: 33.646 Ha CPO: 80.328 Ton

Papua :

Perkebunan: 25.926 Ha CPO: 56.738 Ton Nangroe Aceh Darussalam :

Perkebunan: 274.135 Ha CPO: 709.021 Ton

Sumatera Utara :

Perkebunan: 1.026.644 Ha CPO: 3.200.673 Ton

Sumatera Barat : Perkebunan: 305.871 Ha CPO: 839.640 Ton

Jambi :

Perkebunan: 454.771 Ha CPO: 898.640 Ton

6 7

(8)

8 9

8 9

C. PRODUKTIVITAS

Produktivitas CPO Indonesia rata-rata mencapai 3 ton/ha/tahun, cukup stabil hingga tahun 2009. Saat ini pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas CPO Indonesia dengan cara menerapkan best management practice di perkebunan kelapa sawit, selain terus menghasilkan bibit unggul sawit.

Sumber: Kementerian Pertanian RI, Gapki, Pusat Data InfoSAWIT, 2011.

Indikator Satuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*

Produktivitas Kg/Ha 2,78 2,84 2,91 3,05 2,83 2,93 3,50 2,99 2,74 2,94 2,98

*) Prediksi

D. PRODUKSI KELAPA SAWIT INDONESIA

Produksi CPO Indonesia sepanjang sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sekitar 12% setiap tahunnya.

Sumber: Kementerian Pertanian RI, Pusat Data InfoSAWIT, 2010.

*) Prediksi

Produksi CPO Indonesia 2000-2010

8 9

(9)

8 9

8 9

E. PABRIK KELAPA SAWIT INDONESIA

Pabrik kelapa sawit (PKS) adalah salah satu rantai pasok produksi di Industri kelapa sawit yang berfungsi sebagai pos pengolahan tandan buah segar (TBS) sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO). Hingga saat ini PKS yang ada di Indonesia tercatat ada sekitar 608 unit dengan kapasitas produksi total mencapai 34.280 ton tbs/jam yang tersebar di 22 Propinsi.

Sumber: Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian RI, 2010.

Sebaran Pabrik Kelapa Sawit Indonesia

No. Propinsi Jumlah Industri

Pengolahan Kelapa Sawit

Kapasitas Produksi (ton

tbs/jam)

1. NAD 25 980

2. Sumatera Utara 92 3.815

3. Sumatera Barat 26 1.645

4. Riau 140 6.660

5. Kepulauan Riau 1 40

6. Jambi 42 2.245

7. Sumatera Selatan 58 3.555

8. Bangka Belitung 16 1.235

9. Bengkulu 19 990

10. Lampung 10 375

11. DKI Jakarta - -

12. Jawa Barat 1 30

13. Banten 1 60

14. Jawa Tengah - -

15. DI Jogjakarta - -

16. Jawa Timur - -

17. Bali - -

18. Nusa Tenggara Barat - -

19. Nusa Tenggara Timur - -

20. Kalimantan Barat 65 5.475

21. Kalimantan Tengah 43 3.100

22. Kalimantan Selatan 15 770

23. Kalimantan Timur 29 1.545

24. Sulawesi Utara - -

25. Gorontalo - -

26. Sulawesi Tengah 7 590

27. Sulawesi Selatan 2 150

28. Sulawesi Barat 6 260

29. Sulawesi Tenggara 3 260

30. Maluku - -

31. Maluku Utara - -

32. Papua 3 140

33. Papua Barat 4 360

Indonesia 608 34.280

8 9

(10)

10 11

10 11

F. EKSPOR CPO DAN TURUNANNYA 2010

Total Ekspor CPO dan Turunan Indonesia pada 2010: 15.656.350 ton

Sumber: GAPKI , 2010.

India 5.000.000

4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000

0 Uni

Eropa China

Bangladesh Pakistan USA Others

5.500.000

10 11

(11)

10 11

10 11

BAB II

INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT

Kebijakan Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit

Potensi CPO sebagai bahan baku industri hilir sangat dibutuhkan, untuk menghasilkan produk dengan kelebihan aman dan ramah lingkungan bila dikonsumsi. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengeluarkan kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit sebagai berikut:

Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) memegang peranan penting 1.

dalam perekonomian nasional, khususnya sebagai penghasil devisa, penyerap tenaga kerja dan penyedia kebutuhan pokok masyarakat.

Sejak tahun 2006, Indonesia sudah menjadi penghasil Minyak Sawit 2.

Mentah (MSM), yang merupakan gabungan CPO dan CPKO, terbesar di dunia dengan total produksi CPO sebesar 16 juta ton sedangkan Malaysia hanya sekitar 14,9 juta ton. Tahun 2008, produksi CPO nasional mencapai 18,8 juta ton sementara Malaysia sebesar 17,7 juta ton. Tahun 2009 produksi CPO Indonesia mencapai 20,2 juta ton, dan diprediksi pada tahun 2020 akan mencapai 40 juta ton.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang 3.

Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical.

Dalam Permenperin No. 111/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta 4.

Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit, disebutkan bahwa pembangunan klaster Industri Hilir Kelapa Sawit jangka menengah (2010-2014) akan difokuskan di Sumut, Riau dan jangka panjang akan diintegrasikan di Kaltim, Kalbar, Kalsel dan Papua.

Strategi dasar pengembangan IHKS adalah dengan men-dorong 5.

pengolahan minyak sawit mentah (MSM) hingga turunan produk ketiga (antara lain metalic salt, fatty amine, fatty alcohol, fatty amide) di dalam negeri, paling sedikit 50% dari total produksi MSM nasional sebelum diekspor pada tahun 2015.

10 11

(12)

12 13

12 13

POHON INDUSTRI

HILIR KELAPA SAWIT

MINYAK SAWIT MENTAH (MSM)

Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.

ASAM AMINO Vit. A,E KAROTEN PROTEIN SEL LIPASE

TUNGGAL

MINYAK GORENG MINYAK

GORENG METIL

ESTER METIL

ESTER

COCOA BUTTER SUBSTITUTE (CBS) CONFECTIONERIES

MARGARIN KOSMETIKA SHORTENING SABUN VEGETABLE GHEE

VANASPATI POWDERFAT

SABUN SHORTENING CUCI

TROGLISERIDA, DIGLISERIDA, MONOGLISERIDA

SURFAKTAN BIODIESEL

STEARIN ES KRIM SOAP CHIP

GLICEROL FOOD EMILSIFIER POLYETHOXYLATE

DERIVATIVES:

PALMITAT/ETHYLENE PROPYLENE OXIDE STEARAT/ETHYLENE

PROPYLENE OXIDE OLEIC ACID DIMER

ETHYLENE PROPYLENE OXIDE METALIC SALT:

OLEAT / Ba PALMITAT STEARAT / Ca, Zn

STEARAT / Ca, Mg STEARAT / Al, Li

OLEAT / Zn, Pb ESTER ASAM LEMAK:

PALMITAT/PROPAND STEARAT METIL ESTER SULFONAT

OLEAT/GLYCOL PROPYLENE GLYCOL

FATTY AMINES : SECONDARY C16 & C18 /

ETHOXYLATED BETAIN C16 & C16 / ETHOXYLATED

OXYGENATED FATTY ACID / ESTER :

EPOXY STEARIC / OCTANOL ESTER EPTHIO STEARIN MONO

& POLYHYDRIC ALCOHOL ESTER

FATTY ALCOHOL C16 & C18 ALCOHOL /

SULPHATED C16 & C18 ALCOHOL / ESTERIFIED WITH HIGHER

SATURATED FATTY ACID C16 & C16 ALCOHOL /

ETHOXYLATION MONOGLISERIDA

ETHOXYLATION

FATTY ACID AMIDES : STEARAMIDE ALKANOLAMIDES

SULPHATED ALCANOLAMIDE OF PALMITAT, STAERIC &

OLEIC ACIDS OLEAMIDE KETERANGAN WARNA

SUDAH DI PRODUKSI DI INDONESIA BELUM DI PRODUKSI DI INDONESIA

PFAD ASAM LEMAK

COCOA BUTTER SUBSTITUTE

(CBS) MINYAK SAWIT KASAR

(CPO)

MINYAK INTI SAWIT (PKO)

OLEIN

12 13

(13)

12 13

12 13

A. REFINERI

Setiap tahunnya industri minyak goreng yang diproses lewat refineri kerap membutuhkan bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri yang tersebar di 19 propinsi.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian RI, 2009.

No Propinsi Jumlah Pabrik

(unit)

1 NAD 2

2 Sumatera Utara 13

3 Sumatera barat 3

4 Riau 8

5 Jambi 2

6 Sumatera Selatan 5

7 Lampung 4

8 DKI Jakarta 8

9 Jawa Barat 8

10 Jawa Tengah 5

11 Jawa Timur 9

12 Banten 1

13 Kalimantan Barat 11

14 Kalimantan Timur 2

15 Sulawesi Utara 5

16 Sulawesi Tengah 1

17 Sulawesi Selatan 5

18 Gorontalo 1

19 Papua Barat 1

Total 94

B. OLEOKIMIA

Selain memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia juga terus mengembangkan industri turunan kelapa sawit, salah satunya industri oleokimia. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000 ton/

tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun.

Sumber: Apolin, 2010.

Produsen dan Kapasitas Industri Oleokimia Nasional

(Dalam 1.000 ton)

No Perusahaan Fatty Acid Fatty

Alcohols Glycerine

1 PT Ecogreen (Medan & Batam) 45 350 24

2 PT Sumiasih, Bekasi 91 10

3 PT SOCI MAS, Medan 80 8

4 PT Flora Sawita Chemindo, Medan (Bakrie

Group) 50 5,1

5 PT Musim Mas, Medan 320 100 30

6 PT Domba Mas, Kuala Tanjung (Bakrie Group) 60 40 4,6

7 Wilmar Group, Gresik 120 30

8 PT Nubika Jaya, Kisaran 130 20

9 PT Ciasadane Raya Chemical, Tangerang 90 10

Total 986 490 141,7

12 13

(14)

14 15

14 15

Produsen dan Kapasitas Biodiesel Indonesia

No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas

(ton/Tahun)

1 PT Alia Mada perkasa Kosambi, Tangerang 11.000

2 PT Anugrah Inti Gemanusa Gresik 40.000

3 PT Bioenergi Pratama jaya Kab Kutai Timur 6.000

Kab Berau 60.000

4 PT Cemerlang Energi Perkasa Dumai, Riau 400.000

5 PT Damai Sejahtera Sentosa Cooking Rungkut, Surabaya 120.000

6 PT Darmex Biofuel Bekasi 150.000

7 PT Energi Alternatif Jakarta Utara 7.000

8 PT Eternal Buana Chemical Industries Cikupa, Tangerang 40.000

9 PT Eterindo Nusa Graha Gresik 40.000

10 PT Indo Biofuels Energy Merak 60.000

11 PT Multikimia Intipelangi Bekasi 14.000

12 Musim Mas Group Kab Deli Serdang 70.000

Batam 350.000

13 PT Pasadena Biofuels Mandiri Cikarang 10.240

14 PT Pelita Agung Agrindustri Bengkalis, Riau 200.000

15 PT Petro Andalan Nusantara Dumai 150.000

16 PT Primanusa Palma Energi Jakarta Utara 24.000

17 PT Sintong Abadi Kab Asahan, Sumut 35.000

18 PT Sumi Asih Bekasi 100.000

19 PT Wahana Abdi Tritatehnika Sejati Cileungsi, Bogor 132.200

20 PT Wilmar Bio Energi Indonesia Dumai 1.050.000

Total 3.069.440

C. BIODIESEL

Sumber energi berbasis fosil, kini mengalami kendala lingkung- an dan dihadapkan pada kian menipisnya cadangan, maka dunia mencari energi alternatif pengganti minyak fosil, salah satunya biodiesel dari sawit (fatty acid methyl ester). Faktanya biodiesel sawit memiliki emisi jauh lebih rendah dari minyak fosil. Di Indonesia tercatat ada sekitar 20 produsen biodiesel sawit dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun.

Sumber: Aprobi, 2011.

14 15

(15)

14 15

14 15

Guna mengembangkan industri nasional pemerintah membentuk 6 koridor ekonomi, diantaranya sentra produksi, hasil bumi dan lumbung energi nasional yang di pusatkan di koridor Sumatera. Sementara produksi dan pengolahan hasil tambang difokuskan pada koridor Kalimantan. Lantas untuk pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian pangan, perkebunan dan perikanan masuk dalam koridor Sulawesi, Maluku Utara.

Koridor Jawa, Bali, dan Papua masing-masing untuk koridor pendorong industri dan jasa nasional, gerbang pariwisata nasional dan pengolahan sumber daya alam.

Guna lancarnya pembagian sistem koridor tersebut pemerintah mengembangkan kawasan industri untuk mengintegrasikan antara industri hulu dan hilir.

Khusus untuk pengembangan kawasan industri berbasis oleokimia, pemerintah menentukan 3 kawasan industri strategis yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara, Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur.

Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.

BAB III

KAWASAN INDUSTRI

14 15

(16)

16 17

16 17

A. Klaster Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara

Kawasan Industri Sei Mangkei merupakan salah satu dari 3 kawasan industri berbasis oleokimia yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia.

Pada tahap pertama dibangun seluas 46 ha (2008-2010) kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua seluas 104 ha (2010- 2011). Tahap ketiga akan diperluas menjadi 640 ha untuk kurun waktu 2013-2018.

Pembangunan kawasan Sei Mangkei ini memiliki total luas area mencapai 640 ha, dengan dukungan suplai bahan baku berupa minyak sawit mentah dari PTN III. Jarak antara perkebunan kelapa sawit dengan kawasan industri kurang dari 70 km, sehingga memudahkan dalam proses distribusi bahan baku. Hingga saat ini

pabrik kelapa sawit milik PTPN III mampu memproduksi 165 ton TBS/jam. Sementara PKS dari perusahaan perkebunan pemerintah lainya yang ada didaerah itu mampu memproduksi 300 ton TBS/

jam dan PKS swasta memiliki kapasitas produksi 104 ton/jam.

Sementara untuk bongkar muat CPO dipusatkan di Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai dermaga ekspor dari kawasan industri Sei Mangkei. Dari 3 dermaga yang ada di pelabuhan tersebut, dermaga B dan C digunakan sebagai tempat pengiriman CPO. Tercatat dermaga B memiliki panjang 150 m, lebar 19 m dan kedalaman 6 MLWS. Sementara itu, dermaga C mempunyai panjang 80 m, lebar 30 m dan kedalaman 11 M.LWS.

Infrastruktur saat ini yang sudah terbangun adalah ketersediaan air dan pasokan energi listrik, akses jalan menuju kawasan industri klaster serta dekat dengan kota.

Sumber: PT Perkebunan Nusantara III, 2011.

Penunjang Infrastruktur Sei Mangkei

Jalan Negara

- Pembangunan Jalan Tol Kuala Namu - Tebing Tinggi (60 km)

- Pembangunan Jalan Tol Kuala Namu - Tebing Tinggi (60 km) Kemen PU,Pemprov - Peningkatan Kapasitas Ruas Limapuluh - Indrapura - Simpang

Kuala Tanjung (25 km) Kemen PU

- Pembangunan Fly Over Simpang Kuala Tanjung Kemen PU Jalan Propinsi

Peningkatan Kapasitas Ruas 50 - Perdagangan (11 km) Pemprov Sumut Jalan Kabupaten

- Peningkatan Kapasitas Ruas Simpang Mayang - Kec Bosar

Maligas (14 km) Pemkab

Simalungun Jalan Kereta Api

Bandar Tinggi - Kuala Tanjung (23 km) Ditjen Perkeretaapian

KISM - Pendanaan PTPN III

Pelabuhan Laut

Kuala Tanjung Ditjen Hub Laut,

16 17

(17)

16 17

16 17

16 17

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit Kapasitas 2 x 3,5 MW

Infrastruktur jalan Drainase

- Pengembangan infrastruktur - Pembangunan

Pabrik Kelapa Sawit berkapasitas 75 ton TBS/

jam

2009 - 2010

- Membangun dua Biomassa Power Plant masing-masing berkapasitas 3,5 MW - 400 tpd kcp

- Membangun Biogas Power Plant berkapasitas 2,2 MW

2010 - 2011 2011 - 2012

Mengembangkan industri biodiesel, surfaktan, betakaroten dan fatty alcohol

2012 - 2013

Mengembangkan industri biodiesel, surfaktan, betakaroten dan fatty alcohol

2013 - 2014

- Membangun industri basis oleokimia lainnya - Mengembangkan industri

turunan oleokimia

Pembangunan Palm Kernel Oil Kapasitas 400 Ton/Hari

PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI

PKS Baru Kapasitas 45 Ton TBS/Jam

(18)

18 19

18 19

B. Klaster Industri Dumai, Riau

Klaster industri sawit Dumai tepatnya terletak di Provinsi Riau, alasan kuat klaster industri sawit dibangun di daerah ini karena wilayah Provinsi Riau tercatat memiliki kontribusi terbesar dalam produksi CPO di Indonesia. Tercatat pada 2009 poduksi CPO Riau mencapai 5 juta ton atau mencapai 27% dari total produksi CPO Indonesia.

Provinsi Riau memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) sebanyak 137 unit, dan terdapat 29 unit PKS nonkebun yang menampung produksi perkebunan rakyat. Total kapasitas industri pengolahan CPO sebesar 5.852 ton/jam. Praktis bahan baku cukup melimpah di Riau.

Tidak hanya itu pemerintah daerah pun mendukung adanya klaster industri sawit Dumai dengan mempersiapkan pendanaan infrastruktur seperti akses jalan. Sementara swasta diperkenankan membangun kawasan industri dengan mempermudah perizinan dan memberikan insentif.

Sumber: Pemerintah Daerah Riau, 2010.

Produksi Konsumsi, Ekspor dan Impor CPO Provinsi Riau

Uraian Periode 2007

(ton)

Produksi CPO 5.119.269

Konsumsi lokal 723.901

Ekspor CPO dan turunannya 5.574.966

Impor CPO dari propinsi lain 1.179.597

Share impor dari propinsi lain terhadap produksi CPO Riau 23,04%

Sumber: BPS, SBRC

Luas, Volume Produksi CPO dan Jumlah PKS di Riau

No Kabupaten Luas Lahan Volume Produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) 1 Kabupaten Rokan Hulu 275.609 ha 907.424 ton 19 unit 2 Kabupaten RokanHilir 148.879 ha 452.525 ton 20 unit

3 Pekanbaru 4.007 ha 8.505 ton -

4 Kota Dumai 24.930 ha 50.443 ton 2 unit

5 Kabupaten Bengkalis 127.259 223.625 ton 3 unit

6 Kabupaten Siak 183.598 ha 621.139 ton 17 unit

7 Kabupaten Pelalawan 177.905,5 ha 611.279 ton 15 unit 8 Kabupaten Indragiri Hilir 142.282 ha 372.977 ton 4 unit 9 Kabupaten Indragiri Hulu 114.582 ha 365.615 ton 7 unit 10 Kabupaten Kuansing 121.854 ha 412. 980 ton 11 unit 11 Kabupaten Kampar 291.475 ha 1.092.758 ton 34 unit Sumber: Dinas Perkebunan Riau, Pusat Data InfoSAWIT

18 19

(19)

18 19

18 19

18 19

Investasi di Riau:

PT. Sari Dumai Sejati (refeneri CPO kapasitas 2.500 ton/hari) dan

perluasan pabrik PKO serta Pelabuhan Khusus (Pelsus).

PT. Semen Padang (Pelsus).

PT. Ketam Putih(Pelra & Gudang)

PT. Indo Bio Fuels (Pabrik Biodiesel)

PT. Pacific Inter Link (Refineri CPO cap 3.000 ton/hr)

PT. Berlian Laju Tankers Tbk (Pelabuhan & PetiKemas)

PT. Dumai Refinery

PT. BKR (Perluasan)

Dukungan Infrastruktur

Pemerintah daerah pun telah mengalokasikan lahan kawasan industri seluas 5.000 ha, namun saat ini baru terpakai seluas 300 ha oleh pihak swasta.

Pelabuhan Dumai dapat disinggahi kapal berbobot 20- 30 ribu DWT dan bongkar muat CPO mencapai 6 juta ton/

tahun. Sementara Pelabuhan Kawasan Industri Dumai memiliki kedalaman 14 m dan mengakomodir kapal berbo- bot 50 ribu DWT.

Keunggulan Daerah Dumai

Memiliki posisi strategis berada di jalur selat malaka.

Kawasan Dumai, kondisi keamanan yang relatif baik.

Berada di kawasan pesisir dengan pertumbuhan ekonomi

yang relatif tinggi (8,65% per tahun).

Hinterland

perkebunan kelapa sawit yang sangat luas di Riau, berdasarkan statistik perkebunan 2007, luas lahan 1.612.382 ha, produksi CPO 5.119.270 ton, dihasilkan dari 130 PKS dengan kapasitas 5.645 ton TBS/jam.

Pusat penghasil minyak bumi yang terbesar di indonesia.

Sebagai pintu keluar dan masuk, menuju pusat bisnis

dikawasan regional maupun internasional.

Memiliki empat kawasan industri, salah satunya adalah

kawasan industri swasta yang beroperasi dengan memiliki luas lahan 1.000 ha, dilengkapi sarana dan Prasarana penunjang.

Tersedianya pelabuhan dan infrastruktur (jalan, telepon,

dan air bersih).

Telah ada kawasan industri seluas 5.084 ha yang terpisah

dari kawasan pemukiman.

Sasaran pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Dumai

Jangka Menengah Jangka Panjang

Meningkatkan pengolahan lebih lanjut atau diversifikasi industri turunan minyak sawit.

Untuk non pangan terutama di arahkan pada produk: surfaktan, biodiesel, pelumas, gemuk dan

bahan aditif untuk bahan bakar.

Untuk pangan: minyak goreng, margarin, tokoferol, dll

Meningkatkan pasokan bahan baku CPO/PKO untuk industri dalam negeri.

Meluasnya pasar ekspor industri turunan minyak sawit.

Menjadi produsen turunan kelapa sawit terbesar

di dunia.

Dikuasainya teknologi dan bisnis produk-produk

turunan minyak sawit.

(20)

20 21

20 21

C. Klaster Industri Maloy, Kalimantan Timur

Maloy terletak di daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini daerah Maloy difokuskan untuk pengembangan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI).

Untuk dukungan infrastruktur pemerintah akan membangun jalan tol menuju Maloy sepanjang 130 km (Sangatta-Maloy) dan kebutuhan sarana jalan lain disekitarnya yaitu dari SP 3 Maloy menuju pelabuhan Maloy/Teluk Golok.

Sumber: Pemerintah Daerah Kalimantan Timur, 2010.

Pengembangan Industri

Kegiatan Indikator Target

Pelaksanaan Penanggung Jawab

Menjalin kerjasama di antara industri CPO dan turunannya dengan industri/institusi pendukung/terkait

Terintegrasinya industri pengolahan CPO dan turunannya

2011 - 2015 Kemenperin, PTP N III,

BKPM

Diversifikasi produk oleokimia yang bernilai tambah tinggi melalui peningkatan R & D

Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha baru berbasis CPO

2011 - 2013 Kemenperin

Meningkatkan jaminan pasokan CPO untuk industri dalam negeri

Terpenuhinya kebutuhan dalam negeri

2011 - 2013 Kemenperin, Kementan

Promosi Investasi Meningkatnya

Investasi di Indonesia 2011 - 2015 Kemenperin, BKPM, Pemda Pengembangan teknologi

proses yang efisien dan berwawasan lingkungan

Meningkatnya kapasitas industri oleokimia dasar dan turunannya

2013 - 2015 Kemenperin, BPPT, LIPI

20 21

JALAN AKSES DARI DAN KE JALAN KABUPATEN

AKSESDARI SELAT MAKASAR KE PELABUHAN

JALAN AKSES KAWASAN INDUSTRI MALOY JALAN AKSES

DARI DAN KE JALAN KABUPATEN

AKSESDARI SELAT MAKASAR KE PELABUHAN

JALAN AKSES KAWASAN INDUSTRI MALOY

(21)

20 21

20 21

Guna berkembanganya industri hilir kelapa sawit di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pengembangan industri pengolahan CPO lewat dua skema yakni skema jangka menengah (2010-2014) dan skema jangka panjang (2015- 2025).

Sasaran Pengembangan Industri Pengolahan CPO Jangka Menengah

(2010 -2014)

Sasaran Pengembangan Industri Pengolahan CPO Jangka Panjang (2015 -2025) Menjamin ketersediaan bahan

baku CPO yang berkualitas.

Peningkatan dan optimalisasi

utilisasi kapasitas industri.

Pengembangan klaster industri.

Terbentuknya klaster industri

pengolahan CPO danturunannya di Sumut dan Riau.

Pengembangan fasilitas

pelabuhan, tanki timbun, dan pembangunan infrastruktur.

Penciptaan iklim usaha dan

investasi yang kondusif.

Peningkatan kerjasama inter dan

antar klaster.

Peningkatan fungsi kelembagaan.

Pengembangan pilot project dari

sumber indigenous teknologi dan lisensi teknologi produk hilir.

Memperluas

pengembangan produk hilir.

Terbentuknya

centre

of exellence industri oleokimia.

Penguasaan pasar.

Pemantapan industri

berwawasan lingkungan.

Terintegrasinya industri

turunan kelapa sawit di Kaltim, Kalbar, Kalteng, dan Papua.

Infrastruktur

Kebutuhan Infrastruktur Volume Target

Pelaksanaan Penanggung Jawab

Pelabuhan

Pelabuhan Maloy Sarana pendukung:

Lahan Pelabuhan Bangunan Pelabuhan Peralatan Bantu navigasi Sarana Pemadam Kebakaran Peralatan Bongkar Muat Barang Lapangan dan Penumpukan

Lahan 100 ha

2011 – 2015 Kemenhub, Pelindo, Pemda

Rel Kereta

Lintas Muara Wahau – Lubuk Tukung – Maloy dibiayai oleh investor dari UAE

150 km 2012 - 2015 Kemenhub, PT.

KAI, BKPM, Pemda

Jalan

Balikpapan – Samarinda – Maloy (2010 – 2014, @84 km)

Muara Wahau – Sp Perdau – Maloy (2010 – 2014, @39,4 km) Akses Jalan Pelabuhan (2013)

420 km;

197 km;

10 km,

2011 - 2015 Kemen PU, Pemda

Pembangkit Listrik

PLTA Lubuk Ambacang PLTU Peranap/Cerenti PLTU Pekanbaru Transmisi Listrik Dumai Transmisi Listrik Tj. Buton Transmisi Listrik Kuala Enok

2011 - 2015 Kemen ESDM, PLN

Lain-lain

Infrastruktur lainnya Sumber Air bersih Pembangkit Listrik

Bendungan dan Transmisi Air Baku Fasilitas Umum

Sekolah Perkelapasawitan

1 paket 2011 - 2015 Pemda, Kemen ESDM, Kemen PU, DJ PSDA, Kemendiknas

Katalisator

Kegiatan Indikator Target

Pelaksanaan Penanggung Jawab

Revisi PP 62 dengan menambahkan Industri Hilir Kelapa Sawit yang belum masuk daftar Industri tertentu yang mendapat fasilitas Tax Allowance.

1 peraturan 2011 - 2012 Kemenko Perekonomian, BKPM, Kemenperin

Menyusun Payung Hukum pemberian fasilitas Tax

Holiday. 1 peraturan 2011 - 2012 BKPM, Kemenko

Perekonomian

Restrukturisasi Bea keluar CPO dan turunannya. 1 peraturan 2011 - 2012 Kemenko Perekonomian, Kemenkeu

20 21

BAB IV

DUKUNGAN

PEMERINTAH

(22)

22 23

22 23

Guna lancarnya proses pengembangan industri hilir sawit, pemerintah akan memperbaiki unsur penunjang infrastruktur seperti pengembangan fasilitas pelabuhan dan tanki timbun (a.l. di Papua dan Kalimantan Timur), insentif kredit bagi petani sawit, dan memberikan insentif perpajakan untuk investasi baru selama 3 tahun pertama.

Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2011.

Unsur penunjang periodesasi peningkatan tekhnologi

Jangka Menengah(2010-2014) Jangka Panjang (2015-2025) Pilot project

untuk Mini Plant (scale-up) dari sumber indigenous teknologi, lisensi untuk produk hilir.

Modifikasi dan pengembangan

teknologi mandiri melalui R&D.

Industry & Technology Upgrading, pengembangan biomassa dan bioteknologi.

Guna tercapainya rencana pengembangan industri pengolahan CPO, pemerintah telah menyusun pokok-pokok rencana aksi yang terbagi atas pokok rencana aksi jangka menengah (2010-2014) dan pokok rencana aksi jangka panjang (2015-2025), sebagai berikut:

Pokok-pokok rencana aksi jangka menengah (2010 -2014) Pokok-pokok rencana aksi jangka panjang (2015 -2025) Peningkatan produktivitas perkebunan dengan pengadaan bibit

unggul yang berkualitas, pupuk dan revitalisasi perkebunan.

Peningkatan kualitas kelapa sawit dengan penerapan GAP.Bantuan

permodalan kepada petani.

Peningkatan kemampuan SDM.

Peningkatan kualitas infrastruktur untuk meningkatkan kinerja

industri.

Pengendalian ekspor dengan pengenaan PE/BK untuk CPO dan

turunannya.

Modernisasi teknologi produksi dan permesinan.

Kemudahan akses kredit perbankan.

Sosialisasi pengembangan klaster kepada industri dan institusi.

industri pendukung.

Pembentukan forum kerjasama pengembangan klaster.

Menjalin kerjasama di antara industri CPO dan turunannya dengan

industri/institusi pendukung/terkait; Integrasi industri pengolahan CPO dan turunannya.

Pengembangan industri turunan CPO ke arah industri surfaktan,

industri pelumas dan biodiesel.

Menjalin kerjasama R&D antara lembaga penelitian, perguruan

tinggi dan industri.

Meningkatkan kualitas produk sesuai SNI.

Mengembangkan industri mesin peralatan dan mengembangkan

industri bahan penolong.

Meningkatkan kualitas SDM melalui penyusunan dan penerapan

SKKNI industri kimia berbasis kelapa sawit.

Mendorong peran lembaga keuangan dalam penyediaan layanan

kredit dan permodalan dengan suku bunga rendah.

Mendorong peran lembaga terkait dalam pemasaran dengan

promosi investasi.

Pengembangan infrastruktur.

Peningkatan koordinasi dan sinergi instansi terkait dalam

penetapan kebijakan.

Kebijakan insentif mendukung pengembangan industri.

Penghapusan Perda yang menghambat pengembangan industri.

Terbentuknya Badan Otorita Pengembangan Investasi.

Diversifikasi produk oleokimia

yang bernilai tambah tinggi.

Inovasi produk dan teknologi

melalui peningkatan R&D.

Pemberian insentif bagi pelaku

R&D pengembangan produk turunan kelapa sawit.

Penguatan

linkage antara industri kecil menengah dengan industri besar dalam rangka alih teknologi.

Mendorong kegiatan penelitian

pasar (market research) guna mencari orientasi dan sasaran pasar yang baru dan bernilai tambah tinggi.

Peningkatan kegiatan riset

teknologi industri dan rekayasa produk kimia turunan kelapa sawit yang terintegrasi.

Pemenuhan pasar di dalam

negeri dan perluasan pasar ekspor.

Penyediaan fasilitas promosi dan

pemasaran.

Pengembangan teknologi proses

yang efisien dan berwawasan lingkungan.

Penerapan manajemen

penanganan Dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri kimia berbasis kelapa sawit.

22 23

(23)

22 23

22 23 23

22 23

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

BKPM merupakan bagian Pemerintah, guna mewujudkan pelayanan satu atap untuk investasi di Indonesia. Melalui program National Single Window for investment (NSWi) dan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE).

Landasan hukum pengembangan NSWi ini adalah :

1. UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

2. Inpres RI No.3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.

3. Inpres RI No.6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

4. Inpres RI No.5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008–

2009.

Peraturan operasionalisasi NSWi adalah : 1. Perka BKPM No.11 Tahun 2009 Tentang

Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

2. Perka BKPM No.12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

3. Perka BKPM No.13 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tatacara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

4. Perka BKPM No.14 Tahun 2009 Tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik.

Fungsi NSWi

NSWi berfungsi sebagai penghubung dan fasilitator untuk pemangku kepentingan terkait dengan penanaman modal di

Indonesia. Saat ini, pihak-pihak yang telah terhubung dan dapat memanfaatkan NSWi antara lain; penanam modal (investor), public, instansi pemerintah pusat, Pelayanan Terpadu Satu Tim (PTSP), Bagian Promosi dan kerjasama Penanaman Modal dan Bagian Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

PENANAM MODAL

PUBLIK

NSWI

PEMBAGIAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN INVESTASI

BAGIAN PROMOSI

& KERJASAMA INVESTASI

INSTANSI PEMERINTAH

PUSAT

PTSP PUSAT/

PROPINSI/

KABUPATEN/

KOTA

Pilot project: BATAM

& PUSAT untuk jenis perizinan dan non perizinan investasi yang di layani oleh BKPM Pusat.

TAHAP 1

TAHAP 2

TAHAP 3

Roll out kewilayah potensial yang mencakup 30% dari total nilai investasi di Indonesia, meliputi seluruh perizinan di 4 sektor utama:

(1) Industri pengolahan; (2) Perdagangan;

(3) Perkebunan; (4) Konstruksi Melanjutkan Roll out kewilayah yang mencakup 70% dari total nilai investasi di Indonesia, Meliputi seluruh perizinan di seluruh sektor usaha di Indonesia

1

2

2 STIMULASI

KOLABORASI

PELAYANAN

PROMOSI MENGAPA

NSWi?

SPIPISE memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Stimulasi penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal di Indonesia.

2. Peningkatan kerjasama promosi dan pelayanan penanaman dengan negara-negara mitra utama.

3. Peningkatan pelayanan, fasilitas, dan advokasi yang terkait dengan penanaman modal di Indonesia.

4. Peningkatan peran dari institusi penanaman modal dan sistem informasi investasi (SPIPISE).

SPIPISE bermanfaat sebagai :

1. Penyampaian data & informasi tunggal.

2. Pengolahan data dan informasi yang tunggal dan sinkron.

3. Pengambilan keputusan tunggal untuk informasi investasi & proses perizinan.

4. Kemudahan proses perizinan pelacakan.

Alur Proses Pelayanan

Alur proses pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara umum digambarkan pada diagram berikut:

Sumber : http://www.nswi.bkpm.go.id

(24)

24 PB

Jalan Gatot Subroto Kav. 52-53, Jakarta 12950

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia

Komplek Bukit Permai Jl. Anjasmoro G2 No. 1

Cibubur, Jakarta Timur Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Auliani Saraya Perum Green Residence A 4-5 RT 004/005 Kel.Bojong Rawalumbu-Rawalumbu.Kota Bekasi.. Jl.Mirah Delima Raya No 215 RT 004/038

Jurnal nasional terakreditasi adalah majalah ilmiah yang memenuhi kriteria sebagai jurnal nasional dan mendapat status terakreditasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan

Untuk melakukan analisis opini menggunakan bantuan daftar lexicon word yaitu kata-kata sifat dan kerja yang telah diberi label positif dan negatif , beberapa rule bahasa

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Pembuatan website yang berbasis multimedia ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : Perancangan, Pembentukan Elemen, Pengujian dan Analisa. Website ini dibangun dengan

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja

Kota Malang yang tidak dianggap sebagai kota seni-budaya ternyata di kota ini ada juga pecinta seni yang berani membuka galeri swasta. Seorang dokter yaitu dr. Purnomo Limanto

Telah mengikuti Sarasehan f'entang, peran LpTK Menyongsolg Kebijakan Sertifikasi Pendidikan elan Tenaga Keponditlikan dalam rangka. Dies Natalis