• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBERADAAN ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KEBERADAAN ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN. Abstrak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBERADAAN ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN

Depi Lukitasari

Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung depilukitasari@stikesdhb.ac.id

Abstrak

Latar Belakang. Pneumonia merupakan salah satu penyakit ISPA yang penting diperhatikan terutama pada balita. Keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah juga menjadi faktor penyebab terjadinya masalah kesehatan di dalam keluarga seperti gangguan pernafasan dan dapat meningkatkan resiko terjadinya ISPA khusunya pada balita.

Tujuan. Penelitian untuk mengetahui Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Usia 1 – 5 Tahun.

Metode. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional, teknik pengambilan sampel dengan cara Purposive Sampling dan analisis data menggunakan uji chi square. Jumlah sampel sebanyak 83 balita.

Hasil penelitian. Didapatkan ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian pneumonia pada balita usia 1 – 5 tahun (p-value < 0,05). Disarankan kepada keluarga khususnya orang tua untuk tidak merokok di dalam ruangan atau berdekatan dengan balita serta memperbaiki pola perilaku untuk hidup sehat

Kata kunci: balita, merokok, pneumonia PENDAHULUAN

Anak bawah lima tahun atau sering disingkat anak balita menurut para ahli merupakan tahap perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit. Derajat kesehatan balita dan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab mereka sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa (Hidayat, 2014). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan terhadap penyakit. Anak-anak berumur di bawah 1 bulan merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita sakit, kemudian disusul oleh kelompok umur 1 bulan hingga 5 tahun.

Penyebab-penyebab utama penyakit balita dan anak terbesar adalah bronkopneumonia , Infeksi Pernafasan Akut (ISPA), termasuk TBC, infeksi kulit, diare, malaria, dan penyakit mata, salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak balita adalah penyakit bronkopneumonia (Depkes RI, 2015)

Anak anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh kuman, virus dan mikroorganisme lain. Salah satunya pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden penyakit bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan

(2)

resiko kematian . Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan kematian pneumonia atau bronkopneumonia (Almustofa, Muhammad. 2011).

Pneumonia merupakan penyakit infeksi terbesar penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Pneumonia merupakan penyebab dari 15% kematian balita, yaitu diperkirakan sebanyak 922.000 balita di tahun 2015.

Pneumonia menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara (Kemenkes RI, 2016). Di Indonesia sendiri pneumonia termasuk penyakit yang menyebabkan kematian pada anak. Pada tahun 2015 terjadi peningkatan kejadian pneumonia menjadi 63,45%

dibandingkan pada tahun sebelumnya dimana kejadian pneumonia hanya berkisar antara 20%- 30%. (Kemenkes RI, 2016).

Paparan asap rokok bisa meningkatkan risiko tejadinya berbagai gangguan kesehatan dan penyakit. Bayi dan anak-anak yang terpapar asap rokok berisiko tinggi mengalami iritasi mata, alergi, atsma, bronkitis, meningitis, dan bronkopneumonia. Rokok memiliki efektivitas yang sangat tinggi dalam menyebarkan bahan kimia beracun. Jika diisap di dalam rumah, maka seluruh rumah akan penuh dengan zat beracun, seperti nikotin, karbon monoksida, dan zat pemicu kanker (Lian & Dorotheo, 2014).

Laporan dari (World Health Organization 2014 ) Rokok adalah satu perilaku yang merusak kesehatan baik pelakunya maupun orang-orang disekitarnya baik perokok aktif maupun pasif dengan statistik jumlah perokok lebih dari 1,35 miliar orang. Daftar 5 negara

perokok terbesar di dunia China sebanyak 390 juta perokok atau 29% per penduduk, India sebanyak 144 juta perokok atau 12,5% per penduduk, Indonesia sebanyak 65 juta perokok atau 28% per penduduk (225 miliar batang per tahun) menempati urutan ke tiga di dunia, Rusia sebanyak 61 juta perokok atau 43% per penduduk, Amerika Serikat sebanyak 58 juta perokok atau 19% per penduduk.

Rokok, sebagai salah satu penyebab timbulnya pneumonia merupakan masalah yang sangat sulit untuk diminimalisir. Saat ini merokok merupakan suatu pandangan yang sangat tidak asing lagi. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang orang disekitarnya. Hal ini sebenarnya telah diketahui oleh masyarakat, bahwa merokok itu sangat menggangu kesehatan. Masalah rokok pada hakekatnya sudah menjadi masalah nasional (Setiyanto, 2013). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, riset kesehatan dasar (2013) angka kejadian perokok memiliki angka kejadian penyakit saluran nafas lebih tinggi dari pada orang tua yang tidak merokok.

(Riskesdas,2013)

Kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah merupakan masalah yang mengkhawatirkan di Indonesia. Keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah juga menjadi faktor penyebab terjadinya masalah kesehatan di dalam keluarga seperti gangguan pernafasan dan dapat meningkatkan serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-

(3)

anak yang orang tuannya merokok lebih rentan terkena penyakit pernafasan seperti flu, asma, pneumonia dan penyakit saluran pernafasan lainnya (Wardani, Winarsih & Sukini, 2015).

Menurut Riskesdas tahun 2013 rerata proporsi perokok di Indonesia adalah 29,3 persen. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun sebesar 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan yaitu 47,5 persen banding 1,1 persen (Kemenkes RI, 2013).Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijaya&

Bahar(2014) menunjukkan bahwa balita yang memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok mempunyai peluang mengalami Pneumonia sebanyak 1,269 kali dibanding balita yang tidak memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Wardani, Winarsih & Sukini (2015) menunjukkan hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita. Dari 42 responden yang diteliti 2 balita menderita pneumonia berat yang mendapat paparan asap rokok, 3 balita menderita pneumonia yang mendapat paparan asap rokok, dan sisanya merupakan kejadian tidak ISPA yang sebagian besar terjadi pada balita yang tidak mendapatkan paparan asap rokok.

Asap rokok yang terhirup pada bayi terbukti dapat meningkatkan resiko bayi mengalami konsekwensi yang buruk selama masa prenatal (sebelum lahir) dan kondisi kesehatan yang buruk selama masa pasca natal (setelah lahir). Secara khusus bahaya rokok ini berkaitan dengan keterlambatan pertumbuhan

dalam kandungan, berat badan lahir rendah, kelahiran kurang bulan, infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan prilaku.

(Kemenkes RI, 2016).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mokoginta (2013), faktor intrinsik penyebab bronkopneumonia seperti pemberian ASI eksklusif, sedangkan faktor ekstrinsik penyebab bronkopneumonia antara lain jenis lantai, kondisi lantai dan ventilasi rumah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wonodi et al (2012) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pneumonia adalah polusi udara dalam ruangan, malnutrisi, kurangnya pemberian ASI, pendidikan ibu yang rendah, status ekonomi yang rendah, akses terhadap perawatan yang buruk serta riwayat penyakit lain

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wijaya & Bahar (2014) menunjukkan bahwa balita yang memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 1,269 kali dibanding balita yang tidak memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok.

Merokok di dalam rumah akan membahayakan kesehatan anak-anak, Peneliti menyebut anak- anak sebagai perokok ketiga atau mereka yang tidak merokok, tidak terpapar asap rokok secara langsung, akan tetapi terpapar zat beracun dari asap rokok yang telah mengendap di perabotan rumah. Penelitian lain menunjukkan, orangtua yang merokok di kebun atau halaman rumah juga tetap bisa membahayakan anak-anak.

(Georg Matt, 2018)

Peneliti memilih untuk melakukan penelitian mengenai penumonia. Kemudian

(4)

peneliti melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai kepada 10 orang ibu diperoleh informasi bahwa 7 orang ibu mengatakan dirumah ada anggota keluarga yang merokok, jendela sering ditutup, sehingga ventilasi rumah kurang baik. Sedangkan 3 orang lainnya mengatakan dirumah tidak ada yang merokok dan ada yang merokok di luar rumah, ventilasi udara cukup baik. Dari 10 ibu yang diwawancarai 6 orang ibu mengatakan anaknya mengalami pneumonia dam 4 orang lainya mengatakan anaknya tidak mengalami pneumonia tetapi astma.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Keberadaan Anggota Keluar Yang Merokok di Dalam Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita (1-5 tahun) di wilayah Puskesmas Puter.

METODE

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kolerasional. Penelitian kolerasional adalah penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan variabel yang lainya, selanjutnya mengujinya secara statistic ( uji hipotesis ) atau dikenal dengan uji kolerasi yang menghasilkan koefisien kolerasi (Swarjana, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kebiasaan Merokok Orangtua Dengan Kejadian Pneumonian Pada Anak. Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang mempunyai balita usia 1-5 tahun diwilayah Puskesmas Puter dengan populasi 83. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai

balita usia 1-5 tahun diwilayah Puskesmas Puter. Besar sampel dalam peneltian ini 83 orang tua yang mempunyai balita usia 1-5 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

Tabel 1. Gambaran Kebiasaan Merokok di Puskesmas Puter

Kebiasaan Merokok Frekuensi Persentase (%)

Tidak Ada 38 45,8

Ada 45 54,2

Total 83 100

Tabel 1 menunjukan anggota keluarga yang merokok di wilayah Puskesmas Puter 45 orang (54,2%).

Tabel 2 Gambaran Kejadian Pneumonia di Puskesmas Puter

Kejadian

Broncoprneumonia Frekuensi Persentase (%)

Tidak Pneumonia 41 49,4

Pneumonia 42 50,6

Total 83 100

Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar balita sebanyak 42 orang (50,6%) mengalami kejadian pneumonia.

Tabel 3 Hubungan Antara Keberadaan Anggota Keluarga Yang Serumah Merokok dengan Kejadian Pneumonia

Kebiasaan Merokok

Kejadian Pneumonia

p-value

Tidak Ada

F % F %

Tidak Ada 25 65,8 13 34,2

0.006

Ada 16 35,6 29 64,4

Total 41 49,4 42 83

(5)

Tabel 3 menunjukan keterkaitan antara keberadaan anggota keluarga serumah yang merokok dengan kejadian pneumonia pada balita usia 1 – 5 tahun di Puskesmas Puter. Dari hasil penelitian pada analisa bivariate, dari tabel 5 dapat dilihat terdapat pengaruh keberadaan anggota keluarga yang merokok terhadap kejadian pneumonia pada balita usia 1-5 tahun dengan nilai p value 0.006 (p value < 0.05).

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kejadian pneumonia pada keluarga yang merokok sebesar 64,4 % . Sedangkan kejadian pneumonia pada keluarga yang tidak merokok sebesar 34.2 % atau Hasil Uji statistik antara pengaruh keberadaan anggota keluarga yang merokok terhadap kejadian pneumonia pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Puter dengan nilai p-value 0.006 p value <0.05). Merokok merupakan kebiasaan yang dapat menggangu kesehatan. Banyak pengetahuan tentang bahaya merokok dan kerugian yang ditimbulkan oleh tingkah laku merokok, meskipun semua orang tahu akan bahaya merokok, perilaku merokok tampaknya merupakan perilaku yang masih ditoleransi oleh masyarakat (Gothankar et al., 2018).

Perilaku merokok merupakan kebiasaan yang memberikan kenikmatan bagi perokok, namun dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok maupun orang disekitarnya karena megandung tidak kurang dari 4000 zat kimia

beracun (Firmansyah, 2015).

Penelitian Jones et al (2011) menyebutkan bahwa kebiasaan merokok oleh orang tua atau anggota keluarga lainya secara significan meningkatkan risiko infeksi saluran pernafasan: rasio odds (OR) di dapatkan 1,22 untuk kebiasaan merokok yang dilakukan oleh ayah, 1,62 untuk kebiasaan dilakukan oleh kedua orang tua, dan 1,54 untuk setiap anggota keluarga yang merokok. Sedangkan, penelitian yang diakukan oleh Jackson et al (2013) yang menyatakan adanya hubungan yang tidak konsiten antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian infeksi saluran nafas bawah akut dalam penelitiannya.

Rokok mengandung Nikotin yang farmakologisnya banyak bersifat rangsangan, dan efek aktivasi elektrokortis, jantung dan sistem endokrin. Nikotin yang diterima dalam tubuh melalui rokok, mempengaruhi hampir semua sistem neurotransmiter. Bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang disekitarnya yang tidak merokok, yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah (Grimwood dan Chang, 2015).

Angota keluarga serumah yang memiliki kebiasaan merokok merupakan salah satu

(6)

factor yang dapat memperbesar risiko untuk menderita gangguan pernapasan. Hal ini disebabkan pencemaran udara dalam rumah yang disebabkan oleh polusi dari asap rokok dapat mengganggu mekanisme pertahanan saluran pernapasan yang akan menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada balita.Orang tua yang merokok dikaitkan dengan peningkatan pengangkutan pneumokokus nasofaring pada anak-anak. Paparan asap rokok mengurangi pembersihan mukosiliar, meningkatkan kepatuhan bakteri pada epitel pernapasan, dan meningkatkan permeabilitas epitel pernapasan. Paparan asap pasif juga terkait dengan peningkatan insiden infeksi saluran pernapasan bagian atas virus, yang telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit pneumokokus invasif; hampir dua kali lipat dari risiko mengembangkan infeksi saluran pernapasan bawah serius yang memerlukan rawat inap, terutama pada anak- anak di bawah 2 tahun15; dan peningkatan 28% dalam rawat inap untuk pneumonia dan bronkitis pada bayi dari ibu yang merokok.(Chun et al., 2015).

Paparan asap rokok adalah suatu penyebab utama penyakit pneumonia dan peningkatan risiko infeksi paru-paru pada orang dewasa dan anak-anak. Asap rokok mengandung sekitar 3.000-an bahan kimia beracun, 43 di antaranya bersifat karsinogen (penyebab kanker). Pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga kali lebih buruk

daripada debu batu bara. Berbagai penelitian membuktikan asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya bisa menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anak-anak. Mulai dari aneka gangguan pernapasan pada bayi, infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan, sampai kolik (Meta, 2010).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010).

Penelitian tersebut menemukan bahwa ada hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian bronchoepneumonia pada balita. Demikian pula hasil penelitian Rodiyatun (2016) mengenai Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga di Dalam Rumah Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka, dihasilkan ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2016 (p value = 0,002).

Merokok dirumah tidak disarankan bagi orang tua yang mempunyai anak balita, apalagi saat anak-anak mereka berada didekatnya.

Bahkan bila merokok disebelah ibu yang sedang menggendong bayi. Dampak merokok salah satunya dapat menyebabkan penyakit bronkopneumonia pada balita. Meskipun semua orang tahu akan bahaya yang

(7)

ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat (DepKes RI, 2014). Menurut Depkes (2014) dari hasil penelitian ditemukan bahwa bila sebagian besar kepala keluarga merupakan perokok aktif, maka hal ini dapat mengganggu perokok pasif yaitu anggota keluarga yang tidak merokok namun terkena asap rokok, terutama balita yang sering terkena dampaknya. Karena perokok pasif lebih sering berada di dekat keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok, sehingga udara yang dihirupnya sudah terkontaminasi oleh asap rokok yang mengakibatkan radang tenggorokan, penyakit asma dan penyakit pernafasan lainya. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan kesadaran diri dan saling mengerti bagi keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok untuk tidak merokok di dalam rumah dan bahkan dilingkungan rumah hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya penyakit pernapasan yang disebabkan oleh asap rokok.

Banyak pengetahuan tentang bahaya merokok dan kerugian yang ditimbulkan oleh tingkah laku merokok, meskipun semua orang tahu akan bahaya merokok, perilaku merokok tampaknya merupakan perilaku yang masih ditoleransi oleh masyarakat. Rokok mengandung Nikotin, dan kandungan dalam rokok adalah nikotin yang farmakologisnya banyak bersifat rangsangan, dengan efek

aktivasi elektrokortis, jantung dan sistem endokrin. Nikotin yang diterima dalam tubuh melalui rokok, mempengaruhi hampir semua sistem neurotransmiter. Pemakaian jangka lama nikotin melalui rokok menyebabkan perubahan struktural pada otak dengan peningkatan jumlah reseptor. Akibat akut penggunaan nikotin meliputi peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan aliran dari jantung dan penyempitan pembuluh darah.

Begitu banyak dampak buruk terhadap anak akibat merokok tersebut, sudah seharusnya perokok menghentikan kebiasaannya untuk merokok. Anak dengan keluarga yang memiliki kebiasaan merokok mempunyai resiko mengalami gangguan pernapasan, sehingga anak perlu dirawat dan tidak jarang menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemerintah khususnya institusi kesehatan untuk terus mempropmosikan bahaya merokok terhadap gangguan kesehatan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan terutama bagi merekea perokok pasif.

KESIMPULAN

Keberadaan anggota keluarga yang merokok pada orang tua balita sebagian besar terdapat anggota keluarga yang merokok yaitu sebanyak 45 responden (54,2%).

Kejadian Pneumonia pada Balita sebagian besar balita terdiagnosis pneumonia yaitu sebanyak 42 balita (50,6%).

(8)

Terdapat hubungan bermakna antara Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Kejadian Pneumonia pada Balita dengan nilai p value 0.006 (p value < 0.05).

DAFTAR PUSTAKA

Anwar A, dan Dharmayanti I. 2014.

Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 8 No. 8.

Mei 2014

Depkes R.I. 2014 Faktor Risiko Pneumonia Report Viewer Jakarta: Republik Indonesia Departemen Kesehatan 2014.

Hatta, M. (2009). Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita di

Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan. Jurnal

Haustein, K. O., & Groneberg, D.

(2010).Tobacco or Health?

2NdEdition. Berlin:Springer

Jeremy, P.T. (2013). At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta:

Erlangga Medical Series. Hal. 76- 77.

Kartasasmita B. (2010). Pneumonia pada Balita. Jakarta : EGC

Kartasasmita, C. 2011. Pneumonia Pembunuh Balita. Kemenkes RI: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3, September 2010. ISSN 2087-1546 Pneumonia Balita

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Bidang Kesehatan (Pusat Promosi Kesehatan). Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI; 2015

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi dapat ditinjau dalam sebuah model, antara lain, model Howard-Sheth (Swastha dan Irawan, 2005 : 123). Sebenarnya banyak model

Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata nilai pada siklus I yaitu sebesar 76,8 (cukup) menjadi 92,5 (sangat baik) pada siklus II. Pada siklus I observas i

Semakin ketatnya seleksi CPNS membuat peluang semakin kecil namun Semakin ketatnya seleksi CPNS membuat peluang semakin kecil namun pada prinsipnya kelulusan tes

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden (62%) memiliki istri atau pasangan yang hanya bekerja pada sektor domestik saja yaitu sebagai ibu rumah

Perbedaan pada penelitian tersebut terletak pada metode, subjek dan objek penelitiannya, penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh zakat dan

Gambar 10 merupakan bobot yang sesuai dengan proses di Penerbit Andi, Gambar 11 memprioritaskan bobot tertinggi pada nilai terendah dan Gambar 12 memprioritaskan

Masalahutama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan