2.1. Merek (Brand)
Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut market share (pangsa pasar). Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah brand (merek).
Menurut Aaker (1991: 7) merek (brand) adalah: “a distinguishing name and or symbol (such as logo, trademark, or package design) intended by identify the goods or services from those of competitors”
Merek merupakan identitas utama produk atau jasa suatu badan usaha sehingga dapat dibedakan dari produk atau jasa, badan usaha lain yang sejenis. Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
Identifikasi tersebut juga berfungsi membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh, sebenarnya merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trademark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat Jadi merek pada gilirannya memberi tanda mengenai sumber produk tersebut dan dapat melindungi konsumen dan produsen dari para pesaingnya yang berusaha menyediakan produk atau jasa yang kelihatannya identik dan merek juga memberitahukan konsumen sumber produk atau jasa.
Menurut Kotler dan Armstrong (1994:285), “brand is a name, term, sign, symbol, or design, or combination of these intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.” Jadi, merek mengidentifikasi penjual maupun produsen dari para pesaing, dan melindungi konsumen dan produsen dari para pesaing yang berusaha menyediakan produk atau jasa yang kelihatannya identik.
Daryl Travis (2000) dalam Usahawan (2002), menambahkan bahwa merek tidak hanya merupakan slogan, logo, simbol, atau pun paten. Merek bukan sesuatu
yang dibentuk di pabrik melainkan adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran konsumen melalui proses pemasaran secara keseluruhan.
Temporal dalam bukunya Branding in Asia, 2001, memberikan gambaran bahwa tujuan dari merek adalah untuk memberikan sesuatu unik dan menarik dibandingkan pesaing, sehingga dapat memuaskan kebutuhan konsumen baik secara rasional maupun emosional. Pada saat seseorang memikirkan sebuah produk, mereka hanya mengaitkan dengan atribut serta manfaatnya. Sedangkan pada saat mereka membayangkan sebuah merek, mereka akan melibatkan dimensi emoosional di dalamnya. Merek tidak hanya diberikan kepada produk namun juga pada beberapa bentuk seperti pada layanan jasa (Bank, Asuransi, Penerbangan), seseorang (tokoh politik, artis, profesional), tempat /lokasi (kota, negara), organisasi (grup, organisasi politik, perusahaan).
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut :
1. Product Attributes (atribut produk)
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya, apa yang tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti berbeda dari kata yang tercermin dari kata mobil Suzuki.
2. Intangible attributes (atribut tak berwujud)
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum seperti halnya persepsi, kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.
3. Customer‘s benefits (manfaat bagi pelanggan )
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan,maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi
psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk Intel Inside terkandung manfaat processor komputer yang cepat.
4. Relative Price (harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5. Application (penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. User/customer (pengguna/pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya Dimension Kiddies dikaitkan dengan pemakainya yang adalah anak – anak.
7. Celebrity person (orang terkenal khalayak)
Mengaitkan orang terkenal, atau artis dengan sebuah merek dapat mentrasfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8. Life style personality (gaya hidup/kepribadian)
Asosiasi suatu merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Misalnya Wagat’
mencerminkan kepribadian yang maskulin, kuat, dan berani.
9. Product class (kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. Misalnya, Volvo mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamanan, dan lain-lain.
10. Competitors (para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
11. Country/geographic area (negara/wilayah geografis)
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
2.2. Peranan dan Kegunaan Merek
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen.
Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip tapi konsumen tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:
1. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia san budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”, diterima dimana saja dan kapan saja di seluruh dunia.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. Sebagai contoh, keberhasilan Pall Mall dalam menembus perilaku konsumen
mampu menciptakan suatu market niche (ceruk pasar) yang spesifik dan menguntungkan.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa Coca Cola yang memiliki Stock Market Value (SMV) yang besar, ternyata 97 % dari SMV tersebut merupakan nilai merek. Begitu pula nilai merek Kellogs berkontribusi 89 % dari SMVnya, dan pada IBM berkontribusi 73 % dari SMV.
2.3. Brand Personality (Personalitas Merek)
Salah satu komponen penting dalam proses pembangunan ekuitas merek yang merupakan perspektif dari identitas suatu merek adalah personalitas merek.
Temporal (2001), menambahkan bahwa personalitas membuat sebuah merek menjadi spesial.
Brand Personality tidak hanya dimanfaatkan oleh produk atau jasa saja namun beberapa perusahaan besar memanfaatkan personality sebagai alat bantu dalam proses pembentukan identitas perusahaan, sehingga dapat memberikan citra merek perusahaan yang bernilai tinggi di pasar serta mempermudah dalam memasarkan produknya. Sebagai contoh adalah perusahaan besar telekomunikasi dari Amerika, AT&T, memanfaatkan corporate brand dalam memasarkan produk-produknya dengan personality yang dibangun oleh logo, kategori produk, dan advertising (Rahmawati, 2002).
2.3.1. Definisi Personalitas Merek
Jenifer Aaker menyebutkan bahwa personalitas merek merupakan kumpulan karakteristik manusia yang dikaitkan terhadap sebuah merek seperti kehangatan, perhatian, sex, umur, atau status sosial (Aaker, 1997). Sebagai contoh
produk minuman “Absolute Vodka” di personifikasikan sebagai kaum intelektual, konservatif, dan orang berumur.
Beberapa referensi menyatakan bahwa personalitas merek menggambarkan bagaimana konsumen mengekspresikan dirinya sendiri (Belk, 1988), diri yang ideal (Malhotra, 1988) atau dimensi yang spesifik dari dirinya (Kleine, Klein,& Keman, 1992).
Secara umum personalitas merek merupakan pemanfaatan karakteristik manusia sebagai salah satu identitas dari merek agar membangun hubungan emosional kepada konsumen serta menciptakan merek yang terus berkembang.
Brand Personality dewasa ini telah banyak dimanfaatkan oleh produk- produk yang memiliki brand yang kuat. Seperti halnya PEPSI yang dipersepsikan spirited, young, up-to-date, outgoing (Excitement), NIKE dilambangkan athletic dan outdoorsy (Ruggedness), BMW seperti pretentious, wealthy, condescending (Shophistication), dan beberapa brand besar lainnya (Steven Lorin McNAmara, 2000).
Usaha mengasosiasikan suatu brand dengan personality memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mengidentifikasi, mengingat, dan memahami suatu brand. Seperti halnya Aaker, 2000, menyebutkan bahwa brand yang baik itu adalah brand yang mengandung beberapa aspek seperti colour, shape, meaning, things, and personality.
2.3.2. Dimensi Personalitas Merek
Pada tahun 1997, dan 2000 Jennifer L Aaker melakukan beberapa penelitian mengenai dimensi dari personalitas merek terhadap beberapa produk kategori di beberapa negara (USA, Eropa, Jepang). Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan suatu cara pengukuran dimensi personalitas merek yang teruji secara reabilitas, validitas, dan umum atau dapat dipakai oleh berbagai macam kategori produk.
Penelitian ini kemudian menghasilkan 5 dimensi personalitas merek.
Setiap karakteristik memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
1. Sincerity: Dimensi ini menjelaskan tipe personalitas yang down-to-earth, sehat, dan bahagia. Merek dengan personalitas ini lebih bisa dijelaskan sebagai bersifat kolektif daripada ego-oriented.
Ciri khasnya, yaitu:
Down– to – Earth, membumi; artinya restoran menampilkan diri sebagai restoran yang namanya mencirikan produknya atau paling tidak akrab di telinga konsumen, atau bahkan mampu menyesuaikan dengan kultur pada segmen konsumen yang dibidik.
Wholesome, sehat; artinya restoran mampu menampilkan kesan sebagai restoran yang menjamin kesehatan berkaitan dengan tempat, fasilitas dan menu yang ditawarkan.
Family-oriented, berorientasi pada keluarga; artinya restoran menampilkan kesan berorientasi pada kebutuhan sebagai tempat makan bersama anggota keluarga
Original, asli; artinya restoran memiliki tingkat orisinalitas dan spesifik berkaitan dengan menu, desain ruangan, suasana dan pelayanan yang diberikan
Small–town, picik, artinya sejauh mana restoran menampilkan karakter personalitas yang mencerminkan sifat kepicikan.
Cheerful, riang; artinya restoran mampu menampilkan diri sebagai restoran untuk keperluan kesenangan, pesta dan menampilkan kesan ceria di hati konsumen
Honest, jujur; artinya restoran mencirikan sebagai tempat singgah bagi orang-orang yang baik, bukan untuk orang yang suka berlebih-lebihan atau menampilkan diri secara berlebihan.
Sentimental, sentimentil; artinya restoran mampu menghadirkan suasana yang sentimentil dan romantis pada diri konsumennya
Sincere, tulus; artinya restoran menampilkan diri sebagai restoran yang menunjukkan atau menggambarkan bahwa konsumennya ingin dianggap sebagai orang yang tanpa pamrih, jadi ketika memberi kejutan ulang tahun kepada seorang teman dilakukan di restoran tersebut, atau hanya sekedar
mau memberikan bantuan kepada orang lain dengan diajak bertemu di restoran tersebut.
Real, nyata, apa adanya; artinya restoran mampu menampilkan diri sebagai restoran yang disukai oleh orang yang memiliki personalitas atau kepribadian yang tidak suka berlebihan, sederhana.
Friendly, bersahabat; artinya restoran mampu menampilkan citra personifikasi yang bersahabat bagi konsumennya.
2. Excitement: Dimensi ini dicirikan sebagai personalitas yang lebih extrovert dari-pada dimensi sincerity. Ciri utamanya adalah berani, provokatif, hidup, kuat, imajinatif, dan moderen. Merek dalam dimensi ini lebih extrovert daripada introvert, co. Porsche.
Ciri khasnya, yaitu:
Daring, berani; artinya restoran melahirkan kesan sebagai tempat orang- orang pemberani dengan menampilkan pilihan warna ruang interior yang tegas dan pilihan hiasan dinding dan penciptaan suasana yang menunjukkan keberanian
Trendy, trendi; artinya restoran mampu menampilkan kesan sebagai tempat makan yang moderen, tidak ketinggalan jaman
Exciting, gembira; artinya restoran mampu menawarkan diri sebagai tempat yang dapat dimanfaatkan konsumen untuk merayakan kegembiraan dengan keluarga dan koleganya arau sebagai tempat yang bagi konsumen mampu menciptakan kesenangan
Spirited, bersemangat; artinya restoran dapat menampilkan diri sebagai tempat makan bagi orang-orang yang memiliki semangat atau bersemangat atau bahkan sebagai tempat yang mampu melahirkan semangat
Cool, mengagumkan; artinya orang-orang atau konsumen yang singgah di restoran merupakan orang yang mampu melahirkan inspirasi bagi orang lain
Young, muda; artinya restoran mampu menawarkan dan mencitrakan sebagai restoran untuk kalangan muda yang bersemangat, pemberani
Imaginative, imajinatif; artinya tampilan restoran atau image terhadap restoran melahirkan citra sebagai tempat persinggahan yang menawarkan lahirnya imajinasi atau disukai oleh orang-orang yang menyukai imajinasi
Unique, unik; artinya restoran yang ada menampilkan sebagai restoran yang unik, lain daripada yang lain atau mampu melahirkan minat bagi konsumen yang sekedar menyukai keunikan
Up–to–date, terbaru; artinya restoran mampu menampilkan diri sebagai restoran yang tidak ketinggalan jaman, menampilkan tren-tren baru atau hal-hal yang relatif masih baru.
Independent, mandiri, artinya restoran yang memiliki ciri khas tersendiri(tidak ikut-ikutan) sehingga mampu mencerminkan karakter mandiri bagi konsumennya
Contemporary, kuno; artinya kemampuan restoran menghadirkan suasana kontemporer di dalam ruangan
3. Competence: Dimensi ini lebih mengarah ke ego-orientation. Ciri-ciri yang paling menyolok adalah kompeten, pandai, sukses, dan dapat diandalkan.
Beberapa merek yang dapat digambarkan dalam dimensi ini adalah: IBM, Fairy, bank-bank dan merek- merek farmasi.
Ciri khasnya:
Reliable, dapat diandalkan; artinya restoran yang memiliki personalitas sebagai restoran yang dapat diandalkan serta mampu mengarahkan orientasi personalitas pembeli/konsumen yang menyukai karakteristik restoran yang mencitrakan rasa dapat diandalkan pada diri konsumen
Hard working, bekerja keras; artinya restoran yang melahirkan kesan sebagai tempat bagi orang yang menyukai kerja keras
Secure, aman/terjamin; artinya restoran mampu melahirkan karakteristik sebagai tempat makan yang aman dan terjamin
Intelligent, cerdas; artinya restoran menampilkan diri sebagai tempat yang mencerminkan personalitas yang cerdas bagi konsumennya atau lebih tepatnya bahwa apabila konsumen singgah di restoran tersebut, konsumen ingin dianggap cerdas
Technical, terampil; artinya restoran menawarkan apresiasi personalitas yang terampil kepada konsumen sehingga yang datang ke restoran adalah orang-orang yang terampil atau orang-orang yang sekedar ingin dianggap terampil
Corporate, mampu bekerja sama; artinya restoran mampu menawarkan citra bagi personalitas (karakter) konsumen yang menyukai kerja sama
Successful, sukses; artinya restoran mendesain dirinya untuk tampil sebagai restoran bagi orang-orang sukses atau orang-orang yang ingin dianggap sukses, jadi ketika seorang konsumen datang ke restoran tersebut maka setelahnya konsumen tersebut ingin dipandang sebagai orang yang sukses karena pernah singgah di restoran tersebut
Leader, pemimpin; artinya restoran menampilkan diri sebagai tempat para pemimpin singgah dan makan di tempat tersebut
Confident, percaya diri; artinya restoran menawarkan rasa percaya diri yang lebih tinggi bagi siapa saja konsumen yang telah menikmati fasilitas dan pelayanan restoran tersebut
4. Shophistication: Dimensi ini memiliki ego-orientation yang sangat jelas. Ciri yang utama adalah status tinggi, kelas atas dan glamor. Merek yang cocok dengan deskripsi ini adalah Cartier, Gucci dan Chanel no.
Ciri khasnya, yaitu:
Upper – class, berkelas atas; artinya restoran menawarkan dan menampilkan diri sebagai tempat persinggahan dan makan orang-orang yang merasa berkelas atas atau sekedar ingin dianggap naik kelas sosial.
Glamorous, sangat mempesona/glamor; artinya restoran menawarkan dan menampilkan diri sebagai tempat persinggahan dan makan bagi konsumen yang menyukai suasana glamor atau mewah
Goodlooking, berpenampilan menarik; artinya bahwa restoran dianggap oleh konsumen sebagai bentuk dari upaya meningkatkan penampilan agar dinilai lebih menarik
Charming, keren; artinya restoran dimanfaatkan oleh konsumen supaya dianggap lebih keren karena singgah dan makan di restoran tersebut
Feminine, feminin; artinya dengan singgah dan makan di restoran tersebut dianggap konsumen mampu melahirkan atau meningkatkan kesan feminin
Smooth, halus; artinya restoran memberikan penawaran bagi konsumen tentang personalitas halus
Romantic, romantis; artinya restoran mampu menhadirkan kesan romantis bagi konsumen
Pretentious, congkak; artinya restoran merupakan sarana dan menawarkan cara untuk unjuk kebolehan, kelebihan dan keangkuhan dari konsumen 5. Ruggedness: Dimensi ini memiliki orientasi maskulin tradisional. Ciri yang
penting adalah tangguh, keras, kuat, mandiri dan kekasaran. Merek yang pas dengan deskripsi ini adalah Marlboro dan Timberland. Sering beberapa konotasi terhadap aktivitas outdoor dapat dibuat.
Ciri khasnya:
Outdoorsy, suka di luar rumah; artinya restoran menawarkan kesan yang memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi keinginan konsumen
Masculine, maskulin; artinya dengan singah dan makan di restoran tersebut, konsumen merasakan suasana maskulin atau ingin dianggap lebih maskulin
Western, barat; artinya restoran menawarkan personalitas gaya barat atau kebarat-baratan kepada konsumen yang singgah di restoran tersebut
Tough, keras; artinya restoran mampu mengakomdasi kebutuhan karakter yang keras bagi konsumen yang menyukai karakter yang keras yang identik dengan minuman keras, dan lainnya.
Rugged, kasar; artinya restoran menawarkan kesan karakteristik yang kasar kepada konsumen seperti kebebasan berekspresi yang berlebihan, urakan di dalam restoran
Strong, kuat; artinya restoran mampu mencitrakan sebagai tempat singah bagi orang-orang yang ingin dianggap atau merasa kuat.
2.3.3. Peranan Personalitas Merek Dalam Menghadapi Persaingan Pasar
Seiring dengan tingkat persaingan di pasar yang semakin ketat ditandai dengan bertambahnya pemain menyebabkan konsumen akan menghadapi pilihan
merek-merek yang semakin banyak. Oleh karena itu sebuah diferensiasi diperlukan agar sebuah merek dapat dengan mudah tertanam di benak konsumen.
Salah satu cara untuk membedakan merek terhadap pesaingnya adalah melalui penciptaan personalitas merek (Aaker, 1997). Pemanfaatan personalitas sebagai upaya dalam membedakan merek terhadap pesaingnya akan lebih efektif pada merek yang secara fungsi atau fisik sangat sulit dibedakan antara satu dengan lainnya.
Disamping itu jika dilihat dari sisi perilaku konsumen, mereka akan selalu berusaha menemukan sebuah merek yang relatif sama dengan personalitas mereka seperti layaknya seseorang memilih teman dimana mereka akan lebih menyukai seseoarang dengan sifat yang cocok. Hubungan emosional yang terbentuk oleh personalitas merek akan meningkatkan preferensi mereka terhadap sebuah merek dan membuka peluang untuk loyal (Temporal, 2001).
Sebuah personalitas dapat membangun hubungan emosional dengan konsumen dibenarkan oleh Charlotte Beers, J. Walter Thompson sebagaimana dikutip Usahawan (2002) menyebutkan bahwa: “You cannot win the hearts of customers unless you have a heart yourself “ Hal ini berarti bahwa peranan emosional atribut menciptakan hubungan yang khusus dan kepercayaan antara konsumen dengan merek sehingga dapat merebut hati konsumen yang diwujudkan dengan suatu bentuk preferensi hingga loyalitas.
Dalam jurnal “An Investigation of the Brand Personality Scale“ (Bauer, Mader, Keller,2001) menambahkan bahwa sebuah personalitas merek dapat membantu proses komunikasi kepada pelanggan dikarenakan mempermudah konsumen dalam mengidentifikasikan merek.
Pembentukan personalitas yang jelas merupakan salah satu faktor penting dalam proses membangun merek yang kuat. Personalitas merek yang dibentuk secara konsisten akan sulit dicontoh oleh pesaing dan memberikan keuntungan bersaing jangka panjang ke arah pembentukan ekuitas merek (Temporal, 2001).
2.3.4. Sumber Penciptaan Personalitas Merek
Proses Penciptaan suatu personalitas merek tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun lebih merupakan integrasi dari keseluruhan proses pemasaran yang meliputi (Baeur, Mader, Keller 2001):
¾ Simbol merek
¾ Logo merek
¾ Nama
¾ Atribut produk
¾ Asosiasi terhadap kategori produk
¾ Sekunder asosiasi
¾ Harga
¾ Sistem distribusi
¾ Tipe komunikasi
¾ Sumber Daya Manusia
Keseluruhan faktor diatas saling mendukung dalam proses pembentukan personalitas merek.
2.3.5. Penetapan Personalitas Merek
Pemilihan personalitas yang tepat bagi sebuah merek merupakan tugas berat para marketer, hal ini dikarenakan tidak ada sebuah personalitas yang ideal bagi sebuah merek. Temporal (2001), memberikan pendekatan dalam melakukan penetapan personalitas merek, yaitu:
1. Kenali personalitas yang diharapkan oleh konsumen tehadap sebuah merek.
Ekspektasi konsumen terhadap personalitas dari merek satu dengan yang lainnya akan berbeda – beda disesuaikan dengan karakteristik masing-masing.
2. Kenali personalitas merek kita yang telah terbentuk di persepsi konsumen, dimana dapat dijadikan sebagai aset dalam penetapan personalitas merek ke depan.
3. Kenali personalitas merek kompetitor yang telah terbentuk agar dapat melakukan diferensiasi.
4. Penetapan personalitas harus disesuaikan dengan karakteristik atau profil dari target market.
5. Personalitas merek harus pula disesuaikan dengan visi dan misi perusahaan agar dapat menjadi salah satu elemen dalam mencapai tujuan perusahaan.
Personalitas merek tidak hanya harus kaya dan positif tetapi juga harus konsisten dan jelas agar dapat menjadi kuat dan berbeda dari merek lainnya (Winardi, 1991).
2.4. Jasa
Restoran merupakan usaha bisnis yang tidak hanya menjual produknya (makanan & minuman) tetapi juga menawarkan jasa yang berupa pelayanan yang diberikan kepada tamu. Berikut penulis akan menjelaskan tentang pengertian jasa secara umum.
Jasa didefinisikan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 1997 :82). Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Dari definisi tersebut, maka jelaslah bahwa produk yang ditawarkan jasa tidak dapat dilihat secara fisik Namun biasanya dalam menawarkan kepada pelanggan, bisa disertai oleh produk lain yang berwujud, atau pun penawaran yang murni berupa jasa.
Menurut Kotler (1997:230), empat ciri yang dimiliki oleh suatu jasa, yaitu:
a. Intangibility
Berarti jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud, tidak dapat dilihat, diraba, dikecap, didengar, atau dicium sebelum melakukan pembelian. Konsumen baru dapat mengecap makanan setelah pembelian.
b. Inseparability
Berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari sumber pemberi jasa. Usaha Restoran tidak dapat lepas dari para personalianya, misal:para koki, pelayan yang menghidangkan masakan.
c. Variability
Berarti kualitas jasa yang beraneka ragam, tergantung kepada siapa yang menyajikan dan kapan serta dimana jasa disediakan. Tidak mungkin bagi industri jasa untuk menstandarisasi hasil atau keluarannya, meskipun
banyak Restoran yang beroperasi, namun belum tentu layanan yang diberikan kepada konsumen sama.
d. Perishability
Berarti jasa yang tidak dapat disimpan. Keadaan yang tidak tahan lama dari jasa bukanlah suatu masalah jika permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan layanan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada usaha restoran, bila pengunjung ramai mungkin pihak Restoran sulit memberikan layanan yang baik kepada konsumennya.
2.5. Restoran
2.5.1. Pengertian Restoran
Badan usaha yang bergerak dalam bidang restoran termasuk dalam industri boga. Menurut Sugiarto (1999:74), “Industri jasa boga adalah industri yang mengelola bahan mentah makanan dan minuman menjadi barang jadi berupa makanan dan minuman yang siap disantap. Yang termasuk dalam industri jasa boga adalah café, restoran, cafetaria, canteen, pool snack bar dan lain-lain.”
Definisi Restoran menurut Oxford Dictionary yaitu: “Tempat dimana makanan dapat dibeli dan dinikmati.” Sedangkan menurut Collins English Dictionary adalah: “Suatu usaha komersial yang menyiapkan dan menyajikan makanan kepada konsumen.”
2.5.2. Kategori Restoran
Restoran dibagi menjadi tiga kategori utama; quick service, midscale dan upscale. Restoran quick service dikenal juga sebagai restoran fast-food. Jenis ini menawarkan menu-menu yang terbatas yang disiapkan secara cepat dan dijual dalam harga yang relatif rendah. Terletak dalam area makan yang sangat santai, mereka biasanya menawarkan fasilitas drive-thru dan take-out. Ketika orang berpikir mengenai restoran fast-food, mereka sering membayangkan hamburger dan kentang goreng, namun perkembangan dalam kategori ini akhirnya juga menyajikan ayam, hot-dog, sandwich, pizza, seafood, dan makanan etnik.(Entrepreneur.com,1999) Hal ini sesuai dengan pendapat Walker (2004:283), yang menyatakan “Consist of diverse operating facilities whose
slogan is quick food. The following types of operations are included under this category: drive-thrus, delivery srvices, and hamburger, pizza, chicken, pancakes, and sandwich shops.”
Sesuai dengan namanya, midscale restaurant mencakup kelompok diantara quick service dan upscale restaurant. Midscale restaurant menurut Walker (2004:275), adalah “Midscale restaurant is relaxed and could include restaurants from several classifications: chain organisasi independent, ethnic, organisation theme. The menu is limited to about forty items.” Midscale restaurant adalah restoran yang rileks dan dapat mencakup restoran dari beberapa klasifikasi: rantai organisasi bebas, etnik, tema organisasi. Menu terbatas sekitar 40 macam.
Midscale restaurant menawarkan pilihan akan pelayanan yang terbatas dan pelayanan penuh. Dalam restoran pelayanan penuh, konsumen memesan dan dan menerima pesanan mereka di meja masing-masing; dalam restoran pelayanan yang terbatas, konsumen memesan makanan di konter dan kemudian menerima makanannya di meja masing-masing. Banyak restoran pelayanan terbatas menawarkan salad dan buffet.
Upscale restaurant menawarkan layanan meja penuh. Mereka berfokus pada kualitas dari makanan dan fasilitas. Fine dining adalah tingkat teratas dalam kategori ini dan menawarkan dengan harga paling tinggi (Entrepreneur.com, 1999). Menurut Walker (2004:266):
“Upscale restaurant is one where a good selection of menu items is offered, generally at least fifteen organisation more different entrees cooked to order, with nearly all the food being made on the premises from scratch using raw fresh ingredients. “
Upscale restaurant adalah restoran yang menawarkan menu pilihan yang memiliki kualitas tinggi. Pada umumnya yang menu yang ditawarkan hanya sedikit yaitu sekitar 15 macam menu. Hampir semua makanan dibuat dari bahan mentah yang segar. Harga produk yang ditawarkan pada Upscale restaurant pada umumnya relatif mahal.
2.6. Alasan Konsumen untuk Membeli Makanan dan Minuman di Luar Rumah
Konsumen juga juga memiliki alasan tersendiri untuk membeli makanan dan minuman di luar rumah. Beberapa alasan orang untuk makan di luar rumah.
Beberapa alasan orang untuk makan di luar rumah (Jones, 1988 :148-149):
1) Convenience (kenyamanan)
Orang memilih untuk makan di luar rumah karena mereka tidak punya waktu atau tidak punya waktu atau tudak dapat kembali untuk makan di rumah mereka sendiri.
2) Variety (variasi)
Orang – orang sebagi konsumenn dalam industri food service memiliki keinginan untuk mencoba makanan dan minuman baru di restoran yang berbeda – beda, supaya tidak bosan.
3) Labour (tenaga kerja)
Konsumen selalu memiliki keinginan agar ada orang yang menyiapkan, memasak, melayani, dan membereskan pada saat mereka makan. Keinginan ini dapat membuat seseoarang untuk memutuskan makan di luar rumah.
4) Status (status)
Orang memutuskan untuk makan di restoran luar rumah untuk alasan pribadi dan bisnis. Mereka hendak memberikan kesan yang baik kepada tamu – tamunya dengan membawa mereka makan ke sebuah restoran yang mewah dan mahal. Untuk alasan pribadi seseorang makan di luar untuk bersosialisasi dengan lingkungan.
5) Cultural/tradition (budaya / tradisi)
Peter Bertram menggambarkan bahwa pola makan adalah bagian dari kebudayaan yang turun temurun dan merupakan perwujudan dari rasa kekeluargaan.
6) Impulse (keinginan tiba-tiba)
Kadang-kadang orang tidak memiliki alasan tertentu untuk makan di luar, mereka melakukannya secara tiba-tiba.
2.7. Hubungan Antar Konsep
Pembagian restoran ke dalam tiga kategori, yaitu quick service, midscale restaurant, dan upscale restaurant didasarkan pada layanan yang diberikan oleh restoran. Restoran quick service merupakan restoran cepat saji yang menawarkan menu-menu yang terbatas yang disiapkan secara cepat. Midscale restaurant mencakup kelompok di antara quick service dan upscale restaurant. Midscale restaurant menawarkan pilihan akan pelayanan yang terbatas dan pelayanan penuh. Dalam restoran pelayanan penuh, konsumen memesan dan dan menerima pesanan mereka di meja masing-masing; dalam restoran pelayanan yang terbatas, konsumen memesan makanan di konter dan kemudian menerima makanannya di meja masing-masing. Upscale restaurant menawarkan layanan meja penuh.
Mereka berfokus pada kualitas dari makanan dan fasilitas. Fine dining adalah tingkat teratas dalam kategori ini dan menawarkan dengan harga paling tinggi.
Banyaknya restoran-restoran dengan kategori yang sama, maka setiap restoran akan memiliki konsep yang tidak sama yang mampu membedakan restoran satu dengan restoran lain yang mencirikan brand personality suatu restoran tersebut. Keunikan atau ciri khas dari brand personality suatu dimanfaatkan untuk membedakan suatu restoran dengan restoran lain. Konsumen akan selalu berusaha menemukan sebuah merek yang relatif sama dengan personalitas konsumen seperti layaknya seseorang memilih teman dimana mereka akan lebih menyukai seseoarang dengan sifat yang cocok. Hubungan emosional yang terbentuk oleh personalitas merek akan meningkatkan preferensi mereka terhadap sebuah merek dan membuka peluang untuk loyal. Hal ini berarti bahwa peranan emosional atribut menciptakan hubungan yang khusus dan kepercayaan antara konsumen dengan merek sehingga dapat merebut hati konsumen yang diwujudkan dengan suatu bentuk preferensi hingga loyalitas.
Restoran-restoran yang masuk satu kategori misalnya kategori quick service akan memiliki brand personality tidak sama. Demikian juga restoran- restoran dalam kategori midscale restaurant dan upscale restaurant memiliki brnad personality tidak sama. Suatu restoran dalam satu kategori akan cenderung ke sincerity, sementara restoran lain dalam kategori yang sama cenderung ke
personality, maka restoran mampu membedakan mereknya dengan merek yang lain sehingga memperoleh competitive advantage serta mampu menciptakan preferensi bagi konsumen dalam memilih produk.
2.8. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut:
Fenomena perubahan gaya hidup dari makan di rumah menjadi lebih sering makan di luar.
Fenomena perkembangan dan Pertumbuhan bisnis restoran.
Semakin meningkatnya persaingan yang terjadi pada berbagai kategori restaurant
Quick service
Midscale restaurant
Upscale restaurant
Mc.
Don ald
KFC Pri
m a ras
a Quali
Bent oya
Excitment
Ziga zaga
Pr o ste ak
Bi g Bo ne
Brand Personality
Sincerity
TFC
Competence Sophistication Rugedness