• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU DAN AKHLAQ AL-KARIMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU DAN AKHLAQ AL-KARIMAH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU DAN AKHLAQ AL-KARIMAH

A. Kompetensi Kepribadian

1. Pengertian Kompetensi Kepribadian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar (competency), yaitu kemampuan atau kecakapan.

Menurut asal katanya, competency berarti kemampuan atau kecakapan.

Sementara arti kompetensi guru adalah the ability of teacher to responsibly perform his or her duties appropriately, artinya kompetensi

guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara tanggung jawab dan layak.1

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan.

Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan

1 Jamil Suprihatiningrum, Op. Cit., hlm. 24.

(2)

terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.2

Sedangkan kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna yang demikian, maka seluruh sikap dan perubahan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu. Kepribadian sesungguhnya bersifat abstrak (ma’nawi) yang sukar untuk dilihat atau diketahui secara nyata. Apa yang dapat diketahui adalah penampilan, atau bekasnya dalam segi dan aspek kehidupan. Misalnya, tindakan, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik ringan maupun berat.

Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan – pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan, dan pola hidupnya bisa ditiru dan diteladani. Hal inilah yang berat karena guru adalah sosok teladan bagi siswa, dan juga masyarakat. Oleh karena itu, segala hal yang ke luar dari seorang guru dalam berbagai bentuk perilaku keseharian seharusnya mencerminkan aspek keteladanan.3

2Pupuh Faturrohman dan Aa Suryana, Guru Profesional (Bandung: PT Rafika Aditama, 2012), hlm. 32.

3 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 111.

(3)

Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya.

Kompetensi kepribadian ini meliputi (1) Kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, dan (3) kemampuan melaksanakan bimbingan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki komitmen, dan menjadi teladan.4 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian adalah karakteristik pribadi yang dimiliki oleh seorang pendidik sebagai individu yang mantap, stabil, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

2. Macam-macam Kompetensi Kepribadian

Menurut Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup lima kompetensi utama yakni:5

4 Syaiful Sagala, Op. Cit, hlm. 34.

5 Marselong R. Payong, Op. Cit, hlm. 51.

(4)

a. Bertindak Sesuai Norma Agama, Hukum, Sosial dan Kebudayaan Masyarakat

Guru tidak hanya bekerja mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga menjadi pemberi teladan nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat. Ia harus menjadi garda terdepan dalam teladan moral yang tercermin dalam sikap, perilaku dan cara hidupnya. Karakter inilah yang menyebabkan guru dianggap sebagai sebuah tugas yang istimewa dan mulia di mata masyarakat. Bertindak sesuai norma agama, norma hukum dan norma sosial serta kebudayaan Nasional Indonesia mengharuskan guru untuk satu dalam kata dan perbuatan.

Apa yang diajarkannya kepada murid haruslah menjadi sikap dan cara hidupnya yang selalu diterapkan secara konsisten.

Norma adalah seperangkat ukuran yang berasal dari nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar untuk menentukan baik buruknya perilaku manusia. Norma bersumber dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, seperti norma agama, norma adat istiadat, atau norma hukum. Mengapa guru dituntut bertindak sesuai dengan norma-norma tersebut, karena guru senantiasa berurusan dengan nilai-nilai, sehingga kehidupan guru haruslah merupakan perwujudan dari nilai- nilai itu.6

6 Marselong R. Payong, Ibid., hlm. 53.

(5)

b. Menampilkan Diri Menjadi Pribadi Yang Jujur, berakhlak Mulia, dan Teladan Bagi Peserta dan Masyarakat

Tugas guru sebagi seorang pribadi yang profesional juga harus nampak dalam eksistensi dirinya sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi suri teladan bagi siswa dan masyarakat. Menjadi pribadi yang jujur berarti berani untuk mengakui kekurangan dan kelemahannya serta bersedia untuk memperbaiki diri. Guru memang bukanlah superman atau superwoman yang bisa dalam segala hal, tetapi juga memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu dalam sikap, perilaku atau kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Karena itu ia harus terbuka juga terhadap masukan, kritikan atau saran, serta bersedia mendengarkannya dengan hati yang lapang. Ia harus juga menyadari bahwa siswa sebagai individu yang unik, dapat menjadi sumber untuk belajar tentang kehidupan. Seorang guru dapat berkembang menjadi semakin profesional apabila senantiasa belajar dalam pergaulan dan interaksinya dengan siswa. Ia bisa melengkapi kekurangan-kekurangannya melalui interaksi pedagogis dengan para siswa.

Selain bertindak jujur, guru juga harus menampilkan diri sebagai pribadi yang memiliki akhlak yang mulia sehingga dapat menjadi sumber teladan bagi siswa maupun masyarakat. Berakhlak mulia berarti guru harus menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji, mengedepankan sopan santun dan tata krama dan menjauhkan

(6)

perilaku-perilaku yang buruk. Hendaknya, sikap dan perilaku guru jangan menjadi skandal bagi pembentukan moralitas siswa. Karena itu ia haruslah menjadi pribadi yang bermoral atau memiliki keteladan moral (moral leadership), tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta selalu memilih untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang tidak bertentangan dengan harkat dan martabatnya sebagai pendidik dan pemberi terang kepada siswa dan masyarakat sekitar.

c. Menampilkan Diri Menjadi Pribadi yang Mantap, Stabil, Dewasa, Arif, dan Berwibawa

Guru juga haruslah individu yang memiliki pribadi yang stabil secara emosional sehingga mampu membimbing siswa secara efektif.

Ini memprasyaratkan bahwa guru setidak-tidaknya harus memiliki kecerdasan emosional yang cukup. Kecakapan dan kemampuan yang dimilikinya baik pedagogis maupun keilmuan belumlah cukup apabila tidak dibarengi dengan kestabilan emosional guru.

Menjadi pribadi yang matang secara emosional berarti guru haruslah mampu mengendalikan diri, hawa nafsu, dan kecenderungan- kecenderungan tertentu yang dimilikinya. Berhadapan dengan siswa yang berasal dari berbagai macam latar belakang, watak dan karakter, guru haruslah dapat menempatkan diri, mengelola diri dan emosinya sehingga dapat berinteraksi secara efektif dengan siswa. Tidak jarang memang ditemukan bahwa ada guru yang tidak dapat menahan

(7)

emosinya berhadapan dengan siswa yang nakal, bandel, tidak disiplin, bahkan siswa yang mungkin memiliki keterbatasan kemampuan sehingga lamban dalam belajar.

Guru juga harus menampilkan diri sebagai pribadi yang berwibawa. Wibawa adalah pengaruh tertentu yang timbul dari dalam diri seseorang pendidik atau orang dewasa dan dirasakan oleh orang lain sehingga menyebabkan orang lain memberikan rasa hormat atau penghargaan kepadanya. Menjadi pribadi yang berwibawa tidak berarti guru haruslah gila hormat tetapi penghormatan atau penghargaan yang diberikan siswa kepada guru bersumber dari pencaran kepribadian yang mulia. Keteladanan guru sekaligus menjadi sumber kewibawannya. Karena itu guru dihormati atau ditaati bukan karena posisi atau jabatannya sebagai guru melainkan karena pribadinya yang memperlihatkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai yang dihayati. 7

d. Menunjukkan Etos Kerja, Tanggung Jawab, Rasa Bangga Menjadi Guru, dan Rasa percaya diri

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki etos kerja yang tinggi dan bertanggungjawab terhadap tugas atau pekerjaannya.

Etos kerja tercermin dalam sikap yang positif terhadap pekerjaan, kesetiaan, dan dedikasi dalam tugas dan pelayanannya serta kesediaan untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.

7Marselong R. Payong, Ibid., hlm. 55.

(8)

Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi selalu menjunjung tinggi semangat pengabdian tanpa pamrih. Ia mengedepankan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan mengutamakan pelayanan prima kepada para siswa atau pihak-pihak lain yang membutuhkannya. Etos kerja tercermin dalam kedisiplinan dan ketaatannya dalam bekerja, keberanian mengambil tanggungjawab dan kesediaan melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi perkembangan siswa maupun bagi peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Guru yang bertanggung jawab adalah guru yang setia kepada tugas yang diembannya yakni tugas dalam mengajar, membimbing dan mendampingi siswa. Ia tidak hanya mengutamakan tuntutan- tuntutan administratif birokrasi tetapi lebih dari itu fokus kesetiaannya adalah pada bagaimana kebutuhan-kebutuhan siswa terpenuhi melalui pelayanannya yang tanpa pamrih. Guru profesional juga harus memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Rasa bangga menjadi guru juga harus ditunjukkan melalui kepercayaan diri yang kokoh. Ia memiliki optimisme bahwa kemampuan potensial yang dimiliki menjadikan dirinya dapat melaksanakan tugas itu dengan sebaik- baiknya. Guru harus merasa dirinya berkompeten, dalam tugas dan profesinya meskipun disana sini terdapat kekurangan-kekurangan.8

8Marselong R. Payong, Ibid., hlm. 58.

(9)

e. Menjunjung Tinggi Kode Etik Profesi Guru

Guru sebagai profesional yang diikat melalui suatu persekutuan kesejawatan dalam sebuah organisasi profesi guru tertentu harus memiliki kode etik yang mengatur sikap dan perilaku profesionalnya. Kode etik merupakan pedoman sikap dan perilaku bagi anggota profesi layanan profesional maupun dalam hubungan dengan masyarakat. Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 43 menyatakan: (1) untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik, (2) kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat satu berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Khusus untuk profesi guru, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam kongres PGRI XIII di Jakarta pada tahun 1973 telah menetapkan sebuah Kode Etik Guru Indonesia. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII tersebut, Ketua Umum PGRI Basuni menandaskan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya sebagai guru.

Beberapa pokok kode etik guru Indonesia berdasarkan hasil Kongres PGRI XIII tahun 1973 di Jakarta yang kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta

(10)

adalah bahwa guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut: 1) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, 2) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional, 3) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan, 4) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar, 5) Guru memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan, 6) Guru secara pribadi dan bersama- sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, 7) Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial, 8) Guru secara bersama- sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian, 9) Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.9

3. Pentingnya Kompetensi Kepribadian Guru Aqidah Akhlaq

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

9Marselong R. Payong, Ibid., hlm. 60.

(11)

formal, pendidikan dasar dan menengah.10 Guru sebagai teladan bagi peserta didiknya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karena guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama didepan murid-muridnya.

Seorang guru agar mampu melaksanakan tanggungjawabnya maka setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut. Menurut, PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat 1, menyatakan “Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.11

Salah satu yang harus dimiliki oleh seorang guru aqidah akhlaq adalah kompetensi kepribadian. Seorang guru aqidah akhlaq harus dapat memberikan nasehat baik dan contoh bagi siswanya. Masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Kepribadian adalah unsur menentukan keakraban hubungan guru dengan peserta didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membimbing dan membina peserta didik. Kepribadian menjadi salah satu kompetensi yang amat penting bagi

10 Jamil Suprihatiningrum, Op. Cit., hlm. 24.

11 Syaiful Sagala, Op. Cit., hlm. 30.

(12)

seorang guru karena kepribadian seorang guru akan sangat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran.

B. AKHLAQ AL-KARIMAH 1. Pengertian Akhlaq Al-Karimah

Pengertian akhlaq secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab (قلاخا) akhlaq dalam bentuk jamak, sedang mufradnya adalah (

قلخ

( khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.12 Selanjutnya pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlaq merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap ke dalam jiwa dan menjadi kepribadian seseorang. Kemudian timbul berbagai macam kegiatan secara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat, tanpa memerlukan pemikiran serta pertimbangan.13

Adapun dasar akhlaq yang dijelaskan dalam Al-qur’an adalah sebagai berikut:14





































Artinya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al- Ahzab, 33: 21)

12 Nur Hidayat, Op. Cit., hlm. 1.

13 Mahmud, dkk., Op. Cit., hlm. 186.

14 Rohison Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia), hlm. 12-22.

(13)











Artinya :

…” dan Sesungguhnya kamu ( muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung “( Q.S. Al- Qalam, 68:4)

Menurut Imam Al-Ghazali mengatakan akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlaq baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan buruk, maka ditanamkan akhlaq buruk.15 Dengan demikian, dalam diri manusia, terdapat potensi dasar yang dapat mewujudkan akhlaq baik dan buruk, tetapi sebaliknya pada dirinya juga dilengkapi dengan rasio (pertimbangan pemikiran) dan agama yang dapat menuntun perbuatannya, sehingga potensi keburukan dalam dirinya dapat ditekan, lalu potensi kebaikan- kebaikannya dikembangkan.

Selanjutnya menurut Zakiah Drajat, akhlaq adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlaq yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kekuatan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang

15 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 2.

(14)

bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.16 Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa akhlaq adalah suatu kondisi atau sifat yag telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian yang dapat melahirkan perbuatan baik atau buruk.

Sedangkan akhlaq terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab akhlaq mahmudah. Mahmudah merupakan bentuk maf’ul dari kata hamida yang berarti “dipuji”. Akhlaq terpuji disebut pula dengan akhlaq karimah (akhlaq mulia), atau makarim al-akhlaq (akhlaq mulia)

atau al-akhlaq al-munjiyat (akhlaq yang menyelamatkan pelakunya).17 Akhlaq al-karimah adalah akhlaq yang terpuji atau akhlaq yang mulia di mata Allah Swt. Akhlaq yang terpuji ini merupakan implementasi dari sifat dan perilaku yang baik dalam diri manusia. Akhlaq karimah dapat dilihat dari sifat, tingkah laku mupun perbuatan nabi Muhammad saw.18

Mengutip pendapat al-Ghazali, Zahruddin AR menjelaskan bahwa akhlaq yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islami.19 Sementara menurut Aminuddin akhlaq terpuji adalah akhlaq yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat.20 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlaq terpuji adalah segala

16 Zakiah Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta : CV Ruhama, 1995), Cet. 2, hlm. 10.

17 Rohinson Anwar, Op. Cit., hlm. 87.

18 Nur Hidayat, Op. Cit ., hlm. 32.

19 Zahruddin AR , Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm, 159.

20 Aminuddin, et. all, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: CV Ruhama, 1995), hlm. 153.

(15)

macam sikap dan tingkah laku yang baik yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Menurut Al-Ghazali menerangkan adanya empat pokok keutamaan akhlaq yang baik yaitu sebagai berikut:

a) Mencari hikmah. Hikmah ialah keutamaan yang lebih baik. Ia memandang bentuk hikmah yang harus dimiliki seseorang, yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.

b) Bersikap berani. Berani berarti sikap yang dapat mengendalikan kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki akhlak yang baik biasanya pemberani, dapat menimbulkan sifat-sifat yang mulia, suka menolong, cerdas, dapat mengendalikan jiwanya, suka menerima saran dan kritik dari orang lain, penyantun, memiliki perasaan kasih dan cinta

c) Bersuci diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. Orang yang memiliki sifat fitrah dapat menimbulkan sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi, sederhana, suka menolong, cerdik, dan tidak rakus. Fitrah merupakan suatu potensi yang diberikan Allah, dibawa oleh manusia sejak lahir yang menurut tabiatnya cenderung kepada kebaikan dan mendorong manusia untuk berbuat baik.

d) Berlaku adil, adil, yaitu seseorang yang dapat membagi dan memberi haknya sesuai dengan fitrahnya, atau seseorang mampu menahan

(16)

kemarahannya dan nafsu syahwatnya untuk mendapatkan hikmah di balik peristiwa yang terjadi. Adil juga berarti tindakan keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah atau merugikan satu pihak tetapi saling menguntungkan.21

2. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq

Salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat pragmatis keberadaan suatu ilmu harus mempunyai fungsi atau faedah bagi manusia. Dengan ditemukan suatu teori-teori pada ilmu, akan lebih menambah wawasan dalam bertindak. Kegunaan ilmu semata-mata untuk dapat mengetahui baik dan buruknya suatu langkah yang dijalani. Dengan bekal ilmu akhlaq, manusia dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk.

Orang yang berakhlaq dapat memperoleh irsyad artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan yang buruk, taufik artinya perbuatan kita sesuai dengan tuntutan Rasulullah Saw dan dengan akal yang sehat, dan hidayah artinya seseorang gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela, sehingga dapat bahagia di dunia dan akhirat.22

3. Macam-macam Akhlaq Terpuji (akhlaq al-karimah)

Akhlaq terpuji/ akhlaq yang mulia dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, akhlaq kepada Allah, kedua akhlaq terhadap sesama

21 Yatimin Abdullah, Op. Cit., hlm. 38.

22Mustofa, Akhlak Tasawuf , Cet III (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm. 26.

(17)

manusia, ketiga akhlaq terhadap lingkungan, Ketiga akhlaq tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 23

a. Akhlaq terhadap Allah SWT.

Titik tolak akhlaq terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat- sifat terpuji demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.

Manusia sebagai hamba Allah sepantasnyalah mempunyai akhlaq yang baik kepada Allah. Hanya Allah-lah yang patut disembah.

Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia diberikan oleh Allah kesempurnaan dalam penciptaan-Nya dan mempunyai kelebihan daripada makhluk ciptaan-Nya yang lain. Diberikan Akal untuk berpikir, perasaan, dan nafsu.24

Menurut Nurul Zuriah, hubungan akhlaq kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu bersifat umum dan bersifat khusus. Pertama yang bersifat umum adalah kita mengenal pencipta dan yang diciptakan. Manusia sebagai ciptaan Tuhan mempunyai kewajiban terhadap Sang Pencipta dan kewajiban terhadap sesama manusia. Kewajiban terhadap Tuhan ialah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kedua yang bersifat khusus adalah ibadah yang pelaksanaannya mempunyai tata cara tertentu. Dalam ajaran Islam, misalnya ajaran

23 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 90.

24Yatimin Abdullah, Op. Cit., hlm. 200.

(18)

yang bersifat khusus antara lain: shalat, membaca al-qur’an dan puasa.25

b. Akhlaq terhadap sesama manusia

Akhlaq terhadap sesama manusia, menurut Nurul Zuriah dapat dirinci menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:26

1) Akhlaq terhadap diri sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri, seperti sabar, syukur, menunaikan amanah, benar atau jujur, dan menepati janji.27

2) Akhlaq terhadap orang yang lebih tua

Akhlaq terhadap orang yang lebih tua seperti bersikap hormat, menghargai, dan mintalah saran, pendapat, petunjuk, dan bimbingannya karena orang yang lebih tua dari kita pengetahuannya, pengalamannya dan kemampuannya lebih dari kita. Dimanapun kita berjumpa berikanlah salam dan datanglah ke tempat orang yang lebih tua dari kita.

3) Akhlaq terhadap sesama

Akhlaq terhadap sesama atau teman, dalam melakukan tata krama dengan teman sebaya memang agak sulit karena mereka merupakan teman sederajat dan sehari-hari berjumpa dengan kita sehingga sering lupa memperlakukan mereka menurut tata cara dan sopan santun yang baik. Sikap yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut: menyapa jika bertemu, tidak mengolok-olok sampai

25 Nurul Zuriah, Op.Cit, hlm. 28.

26 Nurul Zuriah, Ibid., hlm. 30.

27 Rosihon Anwar, Op.Cit., hlm. 96.

(19)

melewati batas, tidak berprasangka buruk, tidak menyinggung perasaannya, tidak memfitnah tanpa bukti, selalu menjaga nama baiknya, menolongnya jika mendapat kesulitan.28

c. Akhlaq terhadap lingkungan

Akhlaq yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.29

Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk akhlakul karimah terhadap lingkungan diantaranya adalah memelihara tumbuh- tumbuhan, menyayangi hewan, menjaga kebersihan dan menjaga ketentraman.30

4. Tahapan-Tahapan pendidikan Akhlaq Anak

Anak atau keturunan merupakan aset setiap rumah tangga untuk dijaga, dipelihara dan dididik. Anak tersebut, merupakan salah satu dari lima macamaset yang harus dipelihara menurut Islam yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Selanjutnya, akan diuraikan cara-cara mendidik akhlaq anak, yang dimulai dari masa dalam kandungan sampai masa dewasa (umur 19 tahun ke atas). Ajaran Islam memberikan tuntunan

28 Nurul Zuriah, Op. Cit, hlm. 31.

29 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 152.

30 Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet.

1, hlm. 13-14.

(20)

kepada orang yang mendambakan anak yang berbudi baik, maka calon ayah dan ibu harus lebih dahulu melakukan beberapa hal, antara lain:31

a. Penanaman Nilai Akhlaq Terhadap Janin Dalam Kandungan

Ketika istri sedang hamil, maka suami istri dianjurkan agar selalu menghindari perbuatan buruk, lalu memperbanyak berdo’an dan membaca al-Qur’an dapat menentramkan jiwa istri yang sedang hamil.

Dengan kondisi seperti ini, bayi yang ada dalam kandungan, memiliki kondisi kejiwaan yang baik, sehingga menjadi dasar dan pengaruh terhadap tingkah laku ketika anak itu lahir, hingga mencapai umur dewasa.

b. Penanaman Nilai Akhlaq Terhadap Bayi Yang Lahir

Begitu bayi lahir, ia sudah memiliki alat indera yang sudah peka, sehingga sudah dapat menerima rangsangan dari luar dirinya.

Karena itu, ajaran Islam menganjurkan agar memperdengarkan suara adhan dan iqamat kepada bayi yang baru lahir, sebelum ia menerima rangsangan lain dari luar. Adhan dan iqamat yang dilantunkan orang tua kepada bayinya, menjadi rangsangan kepribadian bagi bayinya.

c. Pendidikan Akhlaq Pada Masa Kanak-Kanak

Pada masa kanak-kanak, dimaksudkan adalah umur 4-5tahun, yang biasanya anak tersebut sudah memasuki tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak (TK). Anak tersebut sering dilanda suatu masa pancaroba yang dikenal dengan masa trotzalter, yang ditandai dengan

31 Mahjuddin, Op. Cit., hlm. 53.

(21)

sikapnya yang selalu membandel, maka masa ini mengandung resiko terhadap kepribadian anak, bila orang tua tidak bijaksana dalam mendidiknya.

Adapun cara mendidik akhlaq anak pada masa tersebut, seperti selalu membiasakan anak berbicara dengan sopan dan berlaku jujur, serta bertanggungjawab terhadap perbuatannya, selalu mengikut sertakan dalam acara-acara keagamaan dan tempat hiburan yang kontruktif, sering memperdengarkan dongengan yang mengandung nilai akhlaq mulia, terutama mengenai kasih sayang terhadap orang tua, teman-teman dan makhluk yang lain, memberikan hukuman terhadapnya bila ia melakukan kesalahan, namun yang dimaksudkan adalah hukuman yang bersifat mendidik.

d. Pendidikan Akhlaq Anak Pada Masa Umur SD

Masa sekolah dasar (SD), dimaksudkan adalah umur 7-12 tahun, dimana tersebut sudah memasuki jenjang Pendidikan Sekolah Dasar.

pada masa ini, anak sudah mulai bergaul dengan masyarakat di luar rumah tangganya. Oleh karena itu, cara mendidiknya dibedakan dengan umur yang lain. Sebab disamping anak tersebut sudah mulai memiliki sikap berfikir kritis, ia juga banyak membaca, mendengarkan dan melihat kejadian-kejadian di luar rumah tangganya yang dapat merangsang pola berpikirnya, meskipun masih sederhana.

Cara-cara menerapkan akhlaq pada masa tersebut, seperti selalu mengawali agar tidak bergaul dengan anak-anak yang nakal. Dan kalau

(22)

kebetulan ia melakukan kesalahan, harus diarahkan dengan segera tidak terbiasanya melakukannya. Bahkan memberi hukuman juga lebih baik, asalkan yang bersifat mendidik, selalu mengaktifkan untuk melakukan ibadah dan acara keagamaan yang lain, karena hal itu dapat meluhurkan budi pekertinya, selalu menanamkan pada dirinya rasa kasih sayang kepada manusia dan penuh perhatian terhadap makhluk-makhluk yang lain.

e. Pendidikan Akhlaq Anak Pada Masa Remaja

Pada masa remaja, dimaksudkan adalah umur 13-18 tahun, dimana anak tersebut sudah memasuki jenjang Pendidikan Sekolah Menengah. Karena pada masa ini berpikir berdasarkan pengalaman- pengalamannya, maka dikhawatirkan bahwa pengalaman yang pernah dialaminya bukan bersumber dari sekolah, tetapi justru berasal dari teman-temanya yang rusak akhlaqnya.

Maka perlu mencari cara-cara yang lebih tepat digunakan untuk mendidik anak tersebut, seperti harus mendidiknya agar selalu tekun menjalankan perintah agama, menanamkan kebiasaan yang selalu ingin berbuat baik kepada orang tuanya, gurunya, teman-temanya, dan bahkan terhadap makhluk-makhluk yang lai. Serta menanamkan kebiasaan menghindarkan hal-hal yang mungkin dapat menghancurkan dirinya dan pihak-pihak lain, selalu membatasi pergaulannya dengan ank yang buruk akhlaqnya, dan mengarahkan agar bergaul dengan anak yang baik, selalu menasehati bila hendak keluar rumah dan

(23)

mengingatkannya agar selalu berhati-hati ketika berbuat dan bergaul dengan teman-temannya, selalu menjaga agar tidak membaca buku- buku porno, sadis dan menonton film porno. Dan mengarahkan untuk membaca buku-buku dan menonton film yang mengandung tuntunan akhlaq baik.

f. Pendidikan Akhlaq Anak Pada Masa Dewasa

masa dewasa, dimaksudkan adalah umur 19 tahun ke atas, dimana ia sudah memasuki jenjang Pendidikan Tinggi. Berarti pada masa ini, anak sudah dapat menghayati pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dialami sejak kecil hingga dewasa, kemudian menemukan arti dan nilai-nilai tertentu, yang bermanfaat terhadap pembentukan sikap dan perilaku yang baik bagi dirinya. Nilai-nilai yang telah ditemukannya, antara lain nilai agama dan budi pekerti yang terpuji, yang telah ditanamkan oleh orang tuanya di rumah tangga, gurunya di sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat serta pergaulan sosialnya.

Cara-cara yang harus dilakukan dalam mendidik anak tersebut, seperti pendidik harus memberikan keterangan padanya tentang tujuan akhlaq baik dan kemudaratan akhlaq buruk dengan memakai pendekatan argumentatif, karena ia menghadapi anak yang sudah mamou berpikir kritis, harus selalu mengontrol tingkah lakunya, dan menasehatinya bila melakukan penyelewengan agama atau norma- norma sosial, pendidik harus mendesak untuk menerapkan pelajaran akhlaq (etika) yang pernah didapatkan di sekolah maupun petunjuk-

(24)

petunjuk yang pernah diberikannya di rumah tangga maupun di masyarakat.32

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlaq

Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlaq pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat populer, yaitu:

a) Aliran nativisme, berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain.

Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecencerungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.

b) Aliran empirisme, berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.

Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu.

c) Aliran konvergensi, berpendapat bahwa pembentukan akhlaq dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan

32 Mahjuddin, Ibid., hlm. 54-60.

(25)

kecenderungan yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.33

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlaq pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam, yaitu potensi fisik, intelektual dan hati ( rohaniah) yang dibawa anak sejak lahir dan faktor dari luar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

33 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 167.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tes praktik dapat digunakan sebagai tes diagnostik, tes formatif atau tes sumatif. Jika diguankan sebagai tes diagnostik, maka perlu dilakukan pengcekan kesulitan

1) Menentukan besarnya biaya produksi yang terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 2) Biaya produksi tersebut selanjutnya

• aliran dari semua partikel fluida menunjukkan arah yg sejajar dengan sumbu pipa3. Aliran

Adapun saran dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw harus disertai dengan keterampilan guru dalam mengelola kelas atau

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin

Melihat potensi lingkungan sekitar permintaan akan teknologi print digital yang Melihat potensi lingkungan sekitar permintaan akan teknologi print digital yang semakin meningkat

Melalui kegiatan akses ke pembiayaan proyek Pemulihan Mata Pencaharian GIZ, lebih dari AS$5 juta telah disalurkan ke 26 lembaga keuangan mikro (LKM) pada 30 Juni 2011 sebagai