• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Advertising

2.1.1.1. Pengertian Advertising

Periklanan (advertising) merupakan komponen penting untuk mendukung penjualan. Menurut Belch dan Belch (2004:16): “Advertising is defined as any paid form of nonpersonal communicattion about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor.” Artinya bahwa periklanan didefinisikan sebagai bentuk pengeluaran untuk komunikasi non personal mengenai organisasi, produk, layanan atau ide lain yang diidentifikasikan oleh sponsor. Berdasarkan pendapat ini dipahami bahwa advertising dinilai sebuah bentuk pengorbanan yang dikeluarkan perusahaan untuk membiayai komunikasi non personal untuk memberikan informasi mengenai organisasi, produk atau jasa melalui kegiatan pensponsoran.

Advertising ini tidak hanya berlaku untuk perusahaan, namun juga instansi nirlaba maupun profesional, sebagaimana pendapat Kotler (1994:487):

“The spender included not only business firms, but nonprofit organization, professionals, and social agencies that advertise their cause to various target public”. Artinya bahwa pengeluaran (untuk periklanan) tidak hanya untuk perusahaan yang berorientasi bisnis, tetapi juga organisasi nir laba, professional, dan agensi sosial yang mengiklankan mereka karena mempunyai target market yang bervariasi. Pendapat ini menunjukkan bahwa pada dasarnya advertising adalah aktivitas transformasi informasi sehingga bukan hanya perusahaan yang membutuhkan, namun juga berbagai instansi yang lain meskipun bukan perusahaan yang berorientasi laba.

2.1.1.2. Kegunaan Advertising

Menurut Belch dan Belch (2004:16): “Advertising can be a very cost effective method for communicating with the large audience.” Artinya bahwa

(2)

periklanan bisa menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan target audiens yang besar. Pendapat ini menunjukkan bahwa advertising berguna untuk mengkomunikasikan informasi kepada audiens. Belch & Belch (2004:16) juga menyatakan: “Advertising can be use to create brand image and symbolic appeal for a company or brand, a very important capability for companies selling product and service that are difficult to differentiate it from other brands.” Artinya bahwa periklanan dapat digunakan untuk menciptakan brand image dan visualisasi dari merek perusahaan, mempunyai arti penting bagi perusahaan dalam menjual produk dan layanan yang sulit untuk dibedakan dengan merek lainnya. Berdasarkan pendapat ini, diketahui bahwa advertising berguna untuk memperkuat posisi sebuah merek yang tidak mempunyai diferensiasi tinggi diantara merek lainnya. Melalui informasi yang dikemas dalam advertising maka pencitraan terhadap sebuah merek bisa dilakukan.

Disamping itu, Belch & Belch (2004:18), juga menyatakan: “Another advantage of advertising is its ability to strike a responsive chord with consumer when differentiation across other element of marketing mix is difficult to achieve.” Artinya bahwa keuntungan lain dari periklanan adalah kemampuannya untuk menciptakan identitas pada konsumen ketika pembedaan pada elemen marketing mix sulit untuk dicapai. Pendapat ini menunjukkan bahwa advertising berguna untuk menciptakan respon positif pada konsumen ketika bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan sulit untuk dicapai.

2.1.1.3. Tujuan Advertising

Terdapat beberapa tujuan penting sehubungan dengan advertising yang dilakukan oleh perusahaan. Kotler (1994:490) menyatakan: “An advertising objective is a specific communication task to be accomplished with a specific target audience during a specific period of time.” Artinya bahwa tujuan periklanan adalah pada tugas komunikasi khusus untuk menyampaikan (informasi) pada target market yang telah ditetapkan selama periode tertentu.

Menurut Kotler dipahami bahwa penetapan tujuan dari aktivitas advertising

(3)

tematis, dimana setiap periode tertentu dimungkinkan mempunyai tujuan yang berbeda.

Lebih spesifik, Kotler (1994:467) menyatakan tujuan dari advertising, yaitu: “Advertising objective can be classified by purpose – whether their aim is to inform, persuade, or remind.” Artinya bahwa tujuan periklanan bisa diklasifikasikan berdasarkan tujuannya, dimana tujuannya adalah pemberian informasi, persuasif, dan mengingatkan konsumen. Penjabaran dari tujuan advertising ini sebagaimana disajikan tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Possible Advertising Objective To inform

- Menginformasikan keberadaan produk baru

(Telling the market about a new product)

- Menjelaskan layanan yang disediakan (Describing available service)

- Mendorong penggunaan produk (Suggesting new using for a product)

- Membenahi kesan yang salah atas produk

(Correcting false impression) - Menginformasikan perubahan harga

(Informing the market of a price change)

- Meningkatkan keyakinan konsumen (Reducing buyer fears)

- Menginformasikan kinerja produk (Explaining how the product works)

- Membangun image perusahaan (Building a company image) To persuade

- Membangun preferensi merek (Building brand preference)

- Mempengaruhi pengalihan pembelian dari pelanggan pesaing

(Encouraging switching to your brand)

- Merubah persepsi terhadap atribut produk

(Changing buyer perceptions of product attributes)

- Mempengaruhi konsumen untuk membeli segera

(Persuading buyers to purchase now) - Membujuk konsumen mengikuti

propaganda penjualan

(Persuading buyers to receive a sales call)

To remind

- Mengingatkan kebutuhan terhadap produk

(Reminding buyers that the product may be needed in the near future)

- Mempertahankan ingatan konsumen terhadap produk

(Keeping the product in buyer’s minds during of seasons)

- Mengingatkan konsumen tempat pembelian produk

(Reminding buyers where to buy the product)

- Mempertahankan kesadaran terhadap produk

(Maintaining top of mind product awareness)

Sumber: Kotler (1994:490)

(4)

Setiap kegiatan advertising mengandung tiga tujuan utama tersebut.

Tiga tujuan ini merupakan satu kesatuan (integral) untuk mendukung penjualan yang ingin dicapai perusahaan.

2.1.1.4. Television’s Advertising

Televisi tidak hanya digunakan sebagai sarana transformasi informasi, namun juga sebagai media komersial melalui aktivitas periklanan. Menurut Belch & Belch (2004:229): “As the future penetration of digital television makes interactivity a reality, both advertisers and programmers will have to adapt to significant changes in the role of audiences with the medium.”

Artinya bahwa melalui penetrasi pada televisi digital membuat televisi menjadi interaktif, pengiklan dan programer harus mengadaptasi perubahan ini dalam kebijakannya kepada konsumen melalui media televisi ini. Pendapat ini menunjukkan bahwa advertising melalui televisi lebih terkesan interaktif untuk menginformasikan produk yang ditawarkan perusahaan. Audio visual yang merupakan salah satu keunggulan televisi merupakan nilai tambah sehingga iklan yang ditayangkan terkesan lebih real.

Belch & Belch (2004:231) menyatakan: “The business of television, and advertising is a major part that business, is to function as an audience delivery system.” Artinya bahwa bisnis melalui televisi dan periklanan adalah bagian utama pada bisnis ini yang berfungsi sebagai pengantar informasi kepada audiens. Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, televisi dianggap sebagai media yang efektif sebagai penghubung antara perusahaan dan konsumen dalam usaha menginformasikan sebuah produk. Berdasarkan pendapat ini bisa dipahami bahwa melalui pesan audio dan visual membuat media televisi menjadi lebih efektif dibandingkan media lainnya.

Menurut Lane dkk (2004:228, 258, 312), menyebutkan keunggulan dan kelemahan periklanan dengan menggunakan media elektronik (televisi dan audio) dan media cetak (Koran, majalah, dan lainnya), sebagaimana disajikan tabel 2.2. berikut:

(5)

Tabel 2.2. Keunggulan dan Kelemahan Media Tv, Radio, dan Media cetak

Keterangan Media

Televisi Radio Media cetak - Bersifat audio visual,

sehingga iklan yang ditayangkan oleh televisi lebih atraktif

- Biaya murah dibandingkan televisi

- Biaya murah

- Reproduksi iklan sangat cepat karena

menggunakan peralatan berteknologi tinggi

- Bisa dinikmati di berbagai kesempatan, bekerja, dalam perjalanan, dan lainnya

- Informasi bisa didokumentasi

- Jangkauan luas sehingga semakin besar target audiens yang bisa dicapai dengan menggunakan iklan televisi

- Lebih interaktif dibandingkan televisi Keunggulan

- Televisi dianggap sebagai hiburan yang merakyat sehingga melalui iklan televisi bisa mencapi target market dari berbagai kelas ekonomi - Biaya sangat mahal,

sehingga durasi iklan di televisi rata-rata sangat pendek

- Iklan kurang atraktif karena tidak ada visualisasi gambar

- Sirkulasi terbatas pada area perkotaan (belum sampai pelosok) - Jam tayang televisi yang

rata-rata 24 jam sehari, sehingga memungkinkan iklan sulit diakses oleh pemirsa (target audiens) tanpa mengetahui kebiasaan menyaksikan televisi oleh target audiens

- Informasi tidak bisa didokumentasi

Kelemahan

- Banyaknya stasiun televisi sehingga pemirsa cenderung menghindari tayangan iklan dengan mengganti saluran televisi.

Terutama lagi dengan adanya remote control yang mempermudah pemirsa mengganti saluran televisi.

Sumber: Lane et al (2004:228, 258, 312)

Meskipun terdapat kelemahan dari periklanan menggunakan media televisi, namun media televisi tetap banyak diminati oleh pengiklan dengan menyesuaikan karakteristik pemirsa yang menjadi target audiens (Lane et al (2004:228, 258, 312).

(6)

2.1.2. Celebrity endorser

2.1.2.1. Pengertian Celebrity endorser

Menurut McCracken (1989) dikutip dalam Mehulkumar (2005:3): “A celebrity endorser has been defined as “an individual who enjoys public recognition and who uses this recognition on behalf of a consumer good by appearing with it in advertisement. Celebrities include movie and television stars, sports stars, politicians, businesspersons, artists and persons from the military.” Artinya bahwa Selebritis endorser didefinisikan sebagai figure seorang tokoh yang dikenal baik oleh publik dan memperagakan sebagai konsumen dalam iklan. Termasuk kelompok selebritis ini adalah bintang televisi maupun bintang film, bintang olah raga, politikus, bisnisman, artis, dan orang-orang tertentu yang berasal dari militer. Pendapat ini menunjukkan bahwa ukuran selebritis adalah orang-orang yang dikenal public dengan berbagai latar belakangnya, baik dalam entertainment, militer, ilmu pengetahuan, olah raga, maupun bidang lainnya. Orang-orang terkenal ini biasanya menjadi figur publik sehingga posisinya sebanding dengan selebritis.

Menurut Kaikati (1987) sebagaimana dikutip dalam Mehulkumar (2005:3): “Celebrities have been used in variety of ways in marketing and advertising. The use of celebrity spokespersons help advertisers to stand out from the crowd and get attention.” Artinya bahwa selebritis telah banyak digunakan dalam aktivitas pemasaran dan periklanan. Penggunaan selebritis membantu pengiklan untuk mendapatkan perhatian dari publik. Pendapat ini menunjukkan bahwa penggunaan selebritis lebih bisa menimbulkan perhatian kepada khalayak sehingga informasi yang disampaikan mendapatkan perhatian.

Pendapat yang relatif sama juga diungkapkan oleh Atkin and Block (1983) Sherman (1985) dalam Mehulkumar (2005:3): “Specific image, high profile and familiarity of a celebrity endorser make the advertisement distinctive and thus improves the communicative ability.” Image khusus, profil yang tinggi dan kesan familiar yang ditunjukkan oleh selebritis yang mendukung iklan membuat iklan bisa tampil berbeda dan akan meningkatkan

(7)

peran kemampuan komunikasi dengan konsumen. Pendapat ini menunjukkan bahwa penggunaan selebiriti untuk mendukung sebuah iklan bisa lebih komunikatif. Pengertian komunikatif ini bahwa informasi yang disampaikan lebih bisa diterima oleh pemirsa (target audiens).

2.1.2.2. Kriteria celebrity endorser

Shimp (2004) menyebutkan filter yang harus dilakukan untuk memilih seorang selebriti endorser yaitu: kredibilitas selebriti, kecocokan selebriti dengan khalayak, kecocokan selebriti dengan merek, daya tarik selebriti, pertimbangan lainnya.

1. Kredibilitas selebriti

Seorang celebrity endorser akan dipercaya oleh konsumen untuk membawakan sebuah produk jika konsumen mempunyai image terhadap endorserment sebagai sosok yang bisa dipercaya, sehingga semua pesan iklan yang disampaikan juga bisa dipercaya oleh konsumen.

2. Kecocokan selebriti dengan khalayak

Selebritis harus sesuai karakteristiknya dengan konsumen yang dituju.

Kesesuaian karakteristik ini akan mempermudah pesan diterima oleh khalayak. Seperti halnya untuk produk-produk peralatan olahraga, maka akan lebih bisa diterima oleh konsumen jika dibawakan oleh atlet-atlet yang ternama karena terdapatnya kesamaan karakteristik olahraga antara endorser iklan dan khalayak yang dituju.

3. Kecocokan selebriti dengan merek

Jika endorser iklan mempunyai kesamaan karakteristik dengan kesan merek, maka kedudukan selebriti endorser akan mampu mendukung keberadaan sebuah merek. Misalnya untuk iklan sabun LUX, maka pemilihan selebritis yang mendapat kesan “cantik” dimata konsumen, akan lebih mampu menyampaikan pesan yang bisa dipercaya oleh konsumen produk.

(8)

4. Daya tarik selebriti

Tiap selebriti mempunyai kesan yang berbeda yang mempengaruhi daya tariknya. Semakin memiliki daya tarik maka pesan yang disampaikan lebih mendapatkan perhatian dari konsumen.

5. Pertimbangan lainnya

Pertimbangan-pertimbangan yang lain terkait dengan endorser selebritis bisa karena berbagai faktor, diantaranya faktor biaya, kemungkinan terhindarnya selebritis dari isu-isu negatif, tingkat kooperatif selebritis dengan pemilik merek, sedikit banyaknya merek-merek lain yang menggunakan selebritis yang bersangkutan.

Semakin tinggi kriteria-kriteria tersebut dipenuhi oleh selebritis yang mendukung sebuah iklan, maka semakin efektif penggunaan celebrity endorser tersebut.

2.1.2.3. Permasalahan dalam endorserment iklan

Berdasarkan Majalah Marketing No.08/IV/ Tahun 2004, dinyatakan bahwa ada pandangan yang mengatakan bahwa selebriti harusnya dijadikan endorser pada saat merek telah memiliki Unique Selling Proposition (USP) dan identitas yang kuat bukan pada saat merek baru diperkenalkan. Kehadiran selebriti ini akan memberi kekuatan dan value tambahan bagi merek. Hanya saja, peran selebriti dalam pembentukan atau penguatan image memerlukan usaha dan komitmen yang lebih besar. Hal yang paling sulit tentunya adalah menjaga keseimbangan antara karakter merek dan selebriti. Skandal yang menimpa selebriti akan menciptakan ketidakseimbangan merek. Kasus Sophia Latjuba yang dikabarkan merebut suami orang membuat arah pemilik merek yang mempergunakan bintang ini harus berpikir ulang. Demikian halnya dengan Nike yang akhirnya memutuskan kontrak dengan Magic Johnson gara- gara terkena AIDS. Hal-hal inilah yang membuat para pemasar memilih untuk tidak mengambil resiko dengan menampilkan iklan non selebriti.

Berdasarkan Majalah Marketing No.08/IV/ Tahun 2004, dinyatakan bahwa faktor lain yang menakutkan adalah semakin kuatnya image selebriti

(9)

yang akhirnya membuat merek tidak bisa berkembang tanpa kehadiran selebriti. Apalagi konsumen tidak bisa membedakan antara message dari merek atau endorser. Contohnya kalau ada merek yang menggunakan slogan

“ngebor yuk!”, maka slogan tersebut tidak akan berarti kalau tidak diucapkan oleh Inul Daratista.

Untuk menghindarkan celebrity trap tersebut, beberapa pemasar memilih mempergunakan selebriti yang berganti-ganti. Tetapi tentu saja, benang merahnya harus ada di antara para selebriti tersebut. Misalnya LUX adalah merek yang sukses dalam mempergunakan banyak selebriti. Pesan yang ingin disampaikan LUX memang sederhana, yakni “cantik”. Untuk itulah merek ini tidak mengalami banyak masalah, selama bintang-bintang yang dipergunakan punya image “cantik” dimata konsumen. Di antara beberapa selebritis yang digunakan sebagai celebrity endorser pada iklan Lux advertising Dian Sastro (Majalah Marketing No.08/IV/ Tahun 2004).

2.1.2.4. Source Credibility Scale

Menurut Tjiptono (2005:303): “Praktisi pemasaran dan periklanan meyakini bahwa karakter penyampai pesan berdampak signifikan terhadap daya persuasif pesan yang ditampilkan dalam iklan. Dalam iklan testimonial, konsumen biasanya dipilih sebagai produk endorser karena faktor kesamaan dengan target audiens.” Kesesuaian antara karakteristik endorser iklan dengan karakteristik konsumen yang akan dilayani akan mampu meningkatkan peran endorser untuk mendukung iklan yang dibawakan.

Menurut Tjiptono (2005:303): “Penggunaan selebritis endorser ini masih berlangsung, dan yang berkembang pesat, baik menggunakan aktor, aktris, atlet, penyiar televisi, pembaca acara, maupun selebriti lainnya. Praktik semacam ini bukan saja marak di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, namun juga gencar di Indonesia.” Berdasarkan pendapat tersebut juga dipahami bahwa pemilihan selebritis yang tepat untuk produk dan jasa tertentu bukanlah pekerjaan mudah. Dalam studi yang dilakukannya, O’Hanian (1990) mengemukakan skala pengukuran untuk

(10)

mengukur persepsi terhadap daya tarik (attractiveness), keyakinan (trustworthiness), dan keahlian (expertise). Ketiga dimensi ini dimaksudkan sebagai ukuran kredibilitas sumber (source credibility) yang didefinisikan sebagai karakteristik positif komunikator yang mempengaruhi akseptansi penerima pesan.

1. Pengukuran source celebrity scale

Menurut pendapat Tjiptono (2005:303), dinyatakan bahwa pengukuran source celebrity scale mendasarkan pada tiga dimensi yaitu “attractiveness (daya tarik), trustworthiness (keyakinan), dan expertise (keahlian).

Penjabaran dari tiap pengukuran ini adalah sebagai berikut:

a. Dimensi 1: Attractiveness (daya tarik)

Pengukuran dimensi ini berdasarkan pada lima penilaian yang menunjukkan mengenai attractiveness, yaitu:

1. Attractiveness – unattractiveness (menarik – tidak menarik) 2. Classy – not classy (berkelas – tidak berkelas)

3. Beautiful – ugly (cantik/tampan – tidak cantik/tidak tampan) 4. Elegant – plain (elegan – tidak elegan)

5. Sexy – not sexy (seksi – tidak seksi)

Kelima pengukuran dari attractiveness tersebut menunjukkan seberapa tinggi daya tarik selebritis yang digunakan untuk mendukung periklanan. Semakin tinggi nilai kelima faktor tersebut akan mampu meningkatkan keberhasilan periklanan yang didukung oleh selebritis.

b. Dimensi 2: Trustworthiness (keyakinan)

Pengukuran dimensi ini berdasarkan pada lima penilaian yang menunjukkan mengenai trustworthiness, yaitu:

1. Dependable – undependable (dapat diandalkan – tidak dapat diandalkan)

2. Honest– dishonest (jujur – tidak jujur)

3. Reliable– unreliable (dapat dipercaya – tidak dapat dipercaya) 4. Sincere – insincere (tulus – tidak tulus)

5. Trustworthy – Untrustworthy (meyakinkan – tidak meyakinkan)

(11)

Tinggi rendahnya penilaian pemirsa terhadap lima faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan selebritis untuk membawakan sebuah iklan. Keyakinan terhadap endorser mempengaruhi keyakinan konsumen terhadap informasi atas produk yang diiklankan.

c. Dimensi 3: Expertise (keahlian)

Pengukuran dimensi ini berdasarkan pada lima penilaian yang menunjukkan mengenai trustworthiness, yaitu:

1. Expert – Not an expert (ahli/ pakar dibidangnya – tidak ahli/ pakar dibidangnya)

2. Experienced– inexperienced (berpengalaman – tidak berpengalaman)

3. Knowledgeable– unknowledgeable (berpengetahuan – tidak mempunyai pengetahuan)

4. Qualified – unqualified (sesuai kualifikasi – tidak sesuai kualifikasi) 5. Skilled – unskilled (terampil di bidangnya – tidak terampil di

bidangnya)

Demikian halnya dengan tinggi rendahnya penilaian pemirsa terhadap lima faktor dari expertise tersebut sangat menentukan keberhasilan selebritis untuk membawakan sebuah iklan. Keahlian yang diyakini pemirsa atas endorser iklan mempengaruhi terhadap informasi yang disampaikan.

2.1.3. Minat Membeli 2.1.3.1. Perilaku Konsumen

Perilaku Konsumen menurut Loudon & Bitta (1993:5) adalah

“Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and service.” Artinya bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individual dalam mengevaluasi, meminta, menggunakan dan memposisikan penggunaan dari produk dan jasa. Maksud dari pernyataan di atas, perilaku konsumen didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik

(12)

individu yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang dan jasa.

Selain itu menurut Swastha dan Handoko (2000:10), perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai “Kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan–kegiatan tersebut.” Ada dua elemen penting dari arti perilaku konsumen tersebut yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang dan jasa ekonomis.

2.1.3.2. Minat Membeli

Menurut Kotler (1994:185) dapat dipahami bahwa minat membeli adalah pengambilan keputusan untuk membeli atas satu alternatif merek di antara berbagai alternatif merek lainnya. Minat membeli ini muncul setelah melalui serangkaian proses, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi informasi, sehingga timbul minat membeli.

Menurut Sumarwan (2003:302) bahwa keinginan berperilaku (behavioral intentions) bersama-sama dengan pembentukan kepercayaan dan pembentukan sikap, dapat dibentuk jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement decision making) dan melalui suatu proses evaluasi alternatif. Pada evaluasi alternatif (pre-purchase alternative evaluation), suatu proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, konsumen membentuk kepercayaan, sikap, dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangkan tersebut. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukan kepercayaan dan sikap adalah proses yang saling berkaitan.

Sumarwan (2003:302) menyatakan bahwa evaluasi alternatif muncul karena banyaknya alternatif pilihan. Pilihan mengenai merek, jenis, ukuran,

(13)

harga, serta atribut produk lainnya akan digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi alternatif. Konsumen akan memilih merek yang akan memberikan manfaat yang diharapkannya.

2.2. Hubungan Antar Konsep

Source celebrity scale merupakan sebuah bentuk pengukuran dari seorang endorser iklan dilihat dari perspektif attractiveness (daya tarik), trustworthiness (kepercayaan), dan expertise (keahlian). Ketiga faktor ini menunjukkan kemampuan endorser untuk menjadi media pengkomunikasikan pesan dari produsen ke konsumen (Ohanian, 1990). Sedangkan minat beli dipahami sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan–kegiatan tersebut (Swastha dan Handoko, 2000:10).

Hubungan antar konsep ini menghubungkan antara peran celebrity endorser dengan minat membeli konsumen. Sebagaimana diketahui bahwa minat membeli muncul setelah melalui serangkaian proses, di antaranya pencarian informasi dan evaluasi alternatif. Pada tahap ini, maka ketersediaan informasi dan keyakinan konsumen yang tinggi atas informasi yang diterima mempunyai peran terbentuknya minat membeli konsumen. Informasi akan direspon positif oleh konsumen jika konsumen tersebut merasa tertarik terhadap stimulus (rangsangan) yaitu advertising. Untuk memunculkan daya tarik pada advertising ini, peran endorser sangat besar. Peran endorser ini dapat diidentifikasikan dari kemampuanya dalam tiga dimensi source celebrity scale: attractiveness, trustworthiness, dan expertise. Sebagai figur publik lah yang memungkinkan celebrity endorser mendapatkan perhatian yang lebih tinggi dibandingkan dengan endorser iklan yang lain misalnya kartun.

Ketertarikan konsumen terhadap stimulus tersebut akan mampu menumbuhkan minat membeli konsumen. Untuk itu, dipahami bahwa dimensi pengukuran source credibility scale mempunyai hubungan dengan minat membeli konsumen terhadap produk yang diiklankan oleh celebrity endorser.

(14)

2.3. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

2.4. Hipotesis Penelitian

Untuk memberikan arahan pada pembahasan, hipotesis yang diajukan adalah: “Diduga faktor source creadibity scale (attractiveness, trustworthiness, dan expertise) Dian Sastro sebagai endorsement iklan televisi produk Panasonic Tahun 2004-2005 berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen di Surabaya.”

Gambar

Tabel 2.1. Possible Advertising Objective  To inform
Tabel 2.2. Keunggulan dan Kelemahan Media Tv, Radio, dan Media cetak
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tim atlet bola voli putra IKIP PGRI Baliberlatih kembali setelah 3 hari pasca cedera, diperoleh hasil 96 % skala tergolong sangat kuat.Dari aspek pencegahan cedera

masyarakat adil dan makmur yang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 seperti tercantum dalam perencanaan pembangunan jangka panjang sehingga

Simbol signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hasnya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat

Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan

Pengaruh Celebrity endorser terhadap citra merek adalah berbanding lurus, semakin baik image seorang celebrity endorser yang dipakai wardah untuk mempromosikan kosmetiknya

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh celebrity endorser dalam iklan suatu produk terhadap minat beli konsumen sehingga bisa diterapkan sebagai strategi

Unit Kerja yang disingkat (UK) adalah satuan kerja di lingkungan IAKN Ambon antara lain Fakultas, Program Pascasarjana, Program Studi, Lembaga, Pusat-Pusat