BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Tuberculosis atau yang dikenal dengan penyakit TB merupakan salah satu penyakit kronis menahun dan menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak sampai lanjut usia, baik laki-laki maupun perempuan. Penyakit TB bukan saja di paru-paru, namun juga dapat mengenai hampi semua sistem di tubuh manusia, salah satunya adalah Spondilitis TB atau TB Spinal (Tulang Belakang).
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini (Vitriana, 2002).
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas, yaitu karena bakteri Mycobacterium Tuberculosa.
Insiden terjadinya Spondilitis TB bervariasi. Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong. Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50%
kasus)(Gorse et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang- tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area
torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sacral (10-20%).
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondylitis tuberkulosa (Vitriana, 2002). Hal ini disebabkan karena adanya Cedera Spinal akibat penekanan oleh abses pada Spondilytis TB. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Pada Spondilitis Servicalis, deficit neurologis dapat mencapai derajat IV atau mencapai AIS A, dimana terjadi gangguan motoric dan sensorik total, gangguan pernafasan, gangguan miksi dan bowel, dan dapat terjadi tetraplegia (kelumpuhan 4 anggota gerak). Jika tidak tertangani dengan cepat dan benar, dapat mengancam jiwa penderitanya.
Adanya deficit neurolgis pada spondylitis TB, sangat mengubah kehidupan seseorang yang mengalaminya. Hal ini menuntut perawat untuk memberikan perawatan yang holistic, mulai dari aspek biologi, psikologi, sosiologi, sampai spiritual. Perawat juga dituntut untuk memberikan perawatan secara preventif, promotiv, kuratif, dan rehabilitatif sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut, dan dapat mengembalikan fungsi klien ke arah yang lebih optimal.
Berdasarkan hal-hal diatas kami penulis tertarik untuk mengangkat masalah keperawatan utama yaitu Spinal Cord Injury AIS SENSORY LEVEL CERVICAL 5- 6 sensori level Cervial 5-6 e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
B. Identifikasi Masalah
Dalam penulisan laporan ini identifikasi masalahnya adalah bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 C5-6 sensory level e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang proses keperawatan pada klien Tn.A dengan diagnosa Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah keperawatan, menetapkan diagnose keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
b. Dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi tindakan) keperawatan yang telah dilakukan.
D. Ruang Lingkup
Makalah ini merupakan hasil pengkajian dari Tn. A di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta dengan diagnosa Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 e.c Spondilitis TB di Lt.4 GPS Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian pada Tn. A, analisa data, masalah keperawatan, diagnosa keperawatan dan tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn.A.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini.
1. Metode deskriptif, tipe studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari klien dan keluarga sedangkan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari tenaga kesehatan, dokumentasi catatan keperawatan dan medical record klien.
2. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan Spinal Cord Injury AIS D sensory level cervical 5-6 e.c Spondilitis TB.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan fisilogi columna vertebra
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang- lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis (Evelyn C, 1997).
Columna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas, membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinalis. ( John Gibson MD, 1995 : 25 )
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di hubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing - masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
1. Vertebra dan persendiannya.
7 ruas tulang cervikal
12 ruas tulang thorakal
5 ruas tulang lumbal
5 ruas tulang sakral (sacrum)
4 ruas tulang ekor (coccygis)
Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti: Korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak melengkung diatas dan bawah.
Arkus vertebra terdiri dari :
a. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang kebelakang dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra membentuk foramen intervertebralis.
b. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke belakang dan ke samping bergabung satu sama lain pada sisi yang berbeda.
c. Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada bagian depan, pedikulus di samping dan di belakang.
d. Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra , di dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.
e. Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus yang serupa pada vertebra diatas dan dibawah.
f. Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara tranversal.
g. Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
h. Diskus intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan korpus dari dua takik vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan
fibrokartilago yang berbentuk cincin pada bagian luar, dan nukreus pulposus, substansi semi-cair yang mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam anulus fibrosus.
2. Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a. Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian depan korpus vertebra
b. Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian belakang dari korpus vertebra ( yaitu didalam kanalis vertebra ).
c. Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan mengelilingi persendian processus artikuler.
3. Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervicalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen (didalamnya terdapat arteri vertebralis) dan berakhir dalam dua tuberkolosis.
4. Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan mengarah kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk iga.
5. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.
6. Sakrum atau tulang kelangkang.
Tulang sakrum berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan
membentuk bagian belakabg rongga pelvis (panggul). Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas, tepi anterior dari basis sakrum ,membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis sakralis berlubang - lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang indemeter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum adalah lengkung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang - lubang ini di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius. Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.
7. Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum ( Evelyn C pearce 1989).
B. Anatomi dan fisiologi medulla spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan syaraf pusat yang berbentuk silinder memanjang dan terletak seluruhnya di dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga selaput pembungkus yang disebut meningens. Adapun lapisan, struktur dan ruangan yang mengelilingi medula spinalis terdiri dari :
a. Dinding kanalis vertebralis (terdiri dari vertebrae dan ligamenta)
b. Lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung pembuluh darah c. Duramater
d. Arakhnoidea
e. Ruangan subarakhnoideal, yang antaranya berisi liquor cerebrospinalis.
f. Piamater yang kaya akan pembuluh darah dan yang langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis.
Secara imaginer, medula spinalis terdiri dari 31 segmen, masing-masing segmen saling berhubungan dengan sepasang radiks perifer, segmen-segmen tersebut yaitu:
o 8 segmen servikal o 12 segmen torakal o 5 segmen lumbal o 5 segmen sakral o 1 segmen koksigea
Pada tubuh dewasa, panjang medula spinalis adalah sekitar 43 sentimeter. Pada masa kehidupan intrauterina usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya terjadi perbedaan kecepatan pertumbuhan memanjang, kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dari pada medula spinalis, sehingga ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Pada masa kehidupan usia 6 bulan, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudal korpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis biasanya terletak setinggi tepi kaudal medula spinalis, tepi kranial korpus
vertebrae lumbalis II atau setinggi diskus intervertebralis antara korpus vertebrae lumbalis I dan II.
Spondilitis Tuberkulosa Pengertian
Merupakan tuberculosis sekunder dari pulmoner atau intestinal dan dapat pula menjadi manifestasi pertama dari TB dimana jika terlambat dalam diagnosis dan penanganan dapat mengakibatkan kompresi medulla spinalis dan deformitas spinal (Alavi, 2010).
Spondilitis tuborkulosis didefinisikan sebagai infeksi oleh Mycobacterium Tuborculosis pada satu atau lebih komponen spinel yaitu diskus intervertebral, jaringan lunak paraspinal, atau extradural space (Ahsan, 2004).
Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.
Manifestasi Klinik
Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :
a. Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal
d. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :
a. Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal
Gejala neurologis dari keterlibatan spinal tampak tidak jelas pada awalnya, namun akan berkembang seiring waktu. Level keterlibatan medula spinalis menentukan level gangguan. Jika tuberkulosis servikal berkembang dan menyebabkan kompresi medula spinalis atau akar saraf, tanda-tanda awal adalah kelemahan, nyeri, dan kebas pada ekstremitas atas dan bawah. Deformitas atau abses pregresif kemudian akan meningkatkan tekanan pada medula spinalis, dan gejala akhirnya berkembang menjadi tetraplegi.
Spondilitis tuberkulosa servikalis merupakan gambaran yang jarang dijumpai, namun lebih serius karena komplikasi neurologis yang serius lebih cenderung terjadi.
Kondisi ini dicirikan dengan nyeri dan kaku pada leher. Pasien dengan lesi yang melibatkan vertebra servikal bawah dapat mengalami disfagi atau stridor. Gejala dapat mencakup tortikolis, suara parau dan defisit neurologis.
Hampir semua pasien dengan spondilitis tuberkulosa menunjukkan berbagai derajat deformitas vertebra (kifosis). Defisit neurologis dapat terjadi pada awal perjalanan penyakit, yang bergantung pada level kompresi medula spinalis. Spondilitis tuberkulosa yang melibatkan vertebra servikalis atas dapat menyebabkan gejala yang berkembang cepat. Abses retrofaring dijumpai pada hampir semua kasus. Manifestasi neurologis terjadi pada awal penyakit dan bervariasi dari kelumpuhan saraf tunggal hingga hemiparese atau tetraparese. Banyak penderita spondilitis tuberkulosa (62-90%
pasien pada suatu studi) tidak menunjukkan bukti adanya tuberkulosis ekstraspinal, yang menyulitkan diagnosis yang segera.
Pemeriksaan fisik:
a. Adanya gibus dan nyeri setempat
b. Spastisitas
c. Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi
d. Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai.
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri punggung,baik berupa nyeri yang terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke lengan. Lesi di torakal atas akan menyebabkan nyeri yang terasa di dada atau interkostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku. Pola berjalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.
Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya,sementara tangan lainnya di oksipital. Kekakuan pada leher pada bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis tortikolis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakea sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medula spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan tetraparesis
Perjalanan Penyakit Spondilitis TB
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
a. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : 1) Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
2) Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
3) Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
4) Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
e. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
Patofisiologi
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dan timbul deformitas berbentuk kifosis (angulasi posterior) yang progresifitasnya tergantung dari derajat
kerusakan,level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.
Deformitas kifosis disebabkan kolaps pada vertebra anterior. Suatu abses dingin dapat terbentuk jika infeksi meluas ke ligamen dan jaringan lunak di dekatnya.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal; di area lumbal hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan akan ditransmisikan ke posterior sehingga terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal.
Kuman Mycobacterium
Tuberculosa
Infeksi pada derah sentral atau depan atau
daerah epifise korpus
Hiperemia Osteoporosis dan perlunakan
Eksudat
Kerusakan pada korteks epifisis, diskus invertebralis dan vertebra
Eksudat Operasi à stabilisasi
dan reposisi
Risiko infeksi luka operasi Imobilisasi
Menyebar di ligamentum longitudinal anterior
Menyebar di ligamentum dan berekspansi ke ligamen yang lemah
Abses lumbal Debridement
Muskulus psoas dan muncul di
bawah ligamentum
inguinal Krista illiaka Pembuluh darah
femoralis pada trigonium scarpei/
regoirglutea Nyeri
Menekan medulla spinalis
Paralisis (kuadriplegia/
tetraplegia, paraplegia)
Kerusakan sensorik, motorik, kehilangan
refleks
Ketidakmampuan BAB spontan
Imobilitas fisik Retensi urine
Risiko dekubitus, kontraktur PATOFISIOLOGI SPONDILITIS TUBERKULOSA
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau pada kanalis spinalis (karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan tulang. Kanalis spinalis dapat menyempit oleh abses, jaringan granulasi atau invasi dura secara langsung, menyebabkan kompresi medula spinalis dan defisit neurologis.
Fakta bahwa defisit neurologis sering dijumpai pada daerah servikal dapat dijelaskan oleh diameter melintang kanalis spinalis yang relatif kecil terhadap diameter medula spinalis servikalis. Gejala neurologis dapat disebabkan oleh satu atau lebih penjelasan berikut : subluksasi vertebra, penekanan medula spinalis oleh tulang, diskus atau abses, respon inflamasi lokal dan vaskulitis tuberkulosa
Dampak Masalah
a. Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara lain :
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
c. Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
d. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
e. Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga itu.
Pemeriksaan Penunjang
a. Tuberkulin skin test : positif b. Laju endap darah : meningkat
c. Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+) d. X-ray :
1) destruksi korpus vertebra bagian anterior
2) peningkatan wedging anterior
3) kolaps korpus vertebra e. CT scan :
1) menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang
2) resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah paraspinal
3) mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak
f. MRI
1) Standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior
2) Paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif : 1) Medikamentosa :
a) Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari b) Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari c) Piridoksin 25 mg/kgBB
d) INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari
Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1 tahun. Semua obat diberikan sekali dalam sehari.
2) Imobilisasi
3) Pencegahan komplikasi imobilisasi lama
a) turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus dekubitus b) latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur
c) latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan mencegah terjadinya orthostatik pneumonia
d) latihan penguatan otot
e) bladder training dan bowel training bila ada gangguan f) mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit
4) Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit b. Operasi
Indikasi operasi :
1) adanya abses paravertebra
2) deformitas yang progresif
3) gejala penekanan pada sumsum tulang belakang 4) gangguan fungsi paru yang progresif
5) kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan
6) terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol
Kontra-indikasi operasi: kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang membahayakan operasi. Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi :
1) Debridement
Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra tanpa melakukan tindakan apapun pada tulangnya.
2) Operasi radikal
Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi seluruh tulang belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang sehat dan posterior mencapai duramater. Dilanjutkan dengan grafting yang diambil dari kosta atau tibia. Pada umumnya meliputi anterior radical focal debridement dan stabilisasi dengan instrumentasi.
Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
e. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
f. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
g. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya
h. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
i. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi
aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
j. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
k. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
l. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
m. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
n. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
o. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
p. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
q. Pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
2) Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
3) Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
4) Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
r. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
1) Radiologi
a) Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.
b) Terdapat penyempitan diskus.
c) Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
2) Laboratorium
Laju endap darah meningkat 3) Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
3. Perencanaan Keperawatan.
a. Diagnosa Perawatan Satu
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
1) Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2) Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3) Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara : I. mattress
II. Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
Rasional: Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
I. Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
II. Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
III. Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
Rasional: Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
Rasional: Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
Rasional: Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
Rasional: Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
Rasional: Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping
b. Diagnosa Keperawatan Kedua
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
1) Tujuan
a) Rasa nyaman terpenuhi b) Nyeri berkurang / hilang 2) Kriteria hasil
a) klien melaporkan penurunan nyeri b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru
Rasional: Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri
b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
Rasional: Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien
c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
Rasional: Korset untuk mempertahankan posisi punggung
d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
Rasional: Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang
e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
Rasional: Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang
c. Diagnosa Keperawatan ketiga
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
Rasional: meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri b) Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
Rasional: Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien
c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
Rasional: Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
d. Diagnosa Keperawatan keempat
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
3) Rencana tindakan
a) Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b) Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c) Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e) Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
BAB III
KASUS DAN HASIL PENGKAJIAN
I. DATA DEMOGRAFI A. Biodata
- Nama : Tn. Abdul Rosyid
- Usia / tanggal lahir : 49 tahun/ bogor, 2 oktober 1962
- Jenis kelamin : laki-laki
- Alamat ( lengkap dengan no.telp ) :
Kp. Leuweung kolot kelapa dua rt.04/03, Desa Giri Mulya, Cibungbulang, Bogor
- Suku / bangsa : sunda
- Status pernikahan : menikah
- Agama / keyakinan : Islam
- Pekerjaan / sumber penghasilan : Guru SMP,SMK dan Dosen universitas - Diagnosa medik : SCI incomplete AIS D ec. Spondilitis TB
- No. medical record : 01100126
- Tanggal masuk : 7 November 2011
- Tanggal pengkajian : 26-27 Januari 2012
B. Penanggung jawab
- Nama : Ny. Nining Daningsih
- Usia : 48 th
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan / sumber penghasilan : Guru SD - Hubungan dengan klien : Istri
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh bengkak pada kedua tungkai bawah disertai kelemahan sehingga kedua tungkai diseret bila berjalan., kesemutan (-), baal (+) dari lutut sampai bawah. ±2 mgg SMRS klien merasa kedua tangan menjadi lemah dan tebal dirasa sampai ke dada.
Saat ini, klien merasa masih belum kuat dan belum seimbang untuk berdiri dan berjalan.
III. RIWAYAT KESEHATAN A. Riwayat kesehatan sekarang
- Waktu timbulnya penyakit, kapan? Jam? :
Keluhan awal dirasa sejak bulan oktober (1 bln SMRS) yaitu saat pulang kerja dan bertambah parah ±2 mgg SMRS.
- Bagaimana awal munculnya ?tiba-tiba?berangsur-angsur? :
Munculnya secara berangsur-angsur, kedua tungkai bawah dirasa lemah dan bengkak sehingga kedua tungkai diseret bila berjalan, kesemutan (-), baal (+) dari lutut sampai bawah. ±2 mgg SMRS klien merasa kedua tangan menjadi lemah dan tebal dirasa sampai ke dada.
- Keadaan penyakit saat ini :
Saat ini sudah membaik, klien sudah bisa duduk, tapi masih merasa agak lemah pada kaki sehingga masih belum bisa berdiri.
- Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan :
Klien langsung berobat ke rumah sakit dan diberi penanganan medis sesuai keluhan.
Klien sudah menjalani operasi dan perawatan RSUP Fatmawati
- Kondisi saat dikaji :
Klien masih belum stabil untuk duduk lama tanpa bersandar, berdiri dan berjalan.
Klien menggunakan kursi roda dan somi brace masih dibantu, ADL masih dibantu sebagian, BAK&BAB spontan.
B. Riwayat kesehatan lalu
- Penyakit pada masa anak-anak yang pernah dialami : tidak ada - Imunisasi : lengkap
- Kecelakaan yang pernah dialami :
Saat SMP klien pernah mengalami kecelakaan motor, hanya di urut saja - Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit : tidak pernah
- Allergi ( makanan,obat-obatan, zat/substansi,textil ) : tidak ada - Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas) : tidak ada C. Riwayat kesehatan keluarga
- Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang : Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga.
- Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, TBC, hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, arthritis, migrain, DM, kanker dan gangguan
emosional : tidak ada
- Buat bagan dengan genogram :
IV. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
- Identifikasi klien tentang kehidupan sosialnya :
Klien mengatakan dirinya sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah utama, aktif dalam kegiatan –kegiatan di lingkungan rumahnya, klien merupakan ketua masjid, guru SMP, SMK dan dosen di universitas kusuma negara. Klien dikenal baik di lingkungan rumahnya.
- Identifikasi hubungan klien dengan yang lain dan kepuasan diri sendiri : Hubungan klien dengan orang lain baik, klien puas dengan pekerjaannya dan tidak menyesali keadaannya saat ini.
- Kaji lingkungan rumah klien, hubungkan dengan kondisi RS :
Rumah klien berada di depan jalan raya, mudah terkena debu jalanan, masih banyak terdapat pohon disekitar rumah, ventilasi dan jendela banyak (ada disetiap kamar), cahaya matahari mudah masuk ke rumah.
- Tanggapan klien tentang beban biaya RS :
Klien merasa bingung, biaya RS sudah terlalu banyak padahal sudah dijamin askes.
Sehingga klien ingin cepat pulang.
- Tanggapan klien tentang penyakitnya :
Klien menganggap penyakitnya merupakan ujian dari Allah SWT, klien mengatakan hanya bisa berdoa dan berusaha. Klien percaya bahwa setelah di operasi penyakitnya pasti sembuh.
V. RIWAYAT SPIRITUAL
- Kaji ketaatan klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya : 49th
Klien tetap shalat 5 waktu di tempat tidur dengan cara duduk ( tayamum) dan tetap sering mengaji.
- Support system dalam keluarga : Istri dan anak-anaknya
- Ritual yang biasa dijalankan :
Shalat 5 waktu, mengaji surat yasin setiap malam jumat dan biasa memberikan ceramah agama
VI. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum klien
- Tanda-tanda dari distress : tidak ada, klien tampak tenang dan tampak menerima keadaannya, klien ingi cepat bisa berjalan
- Penampilan dihubungkan dengan usia : penampilan sesuai dengan usia - Ekspresi wajah, bicara, mood : eksperesi wajah dan mood tenang
- Berpakaian dan kebersihan umum : berpakaian sesuai dan pasien tampak bersih - Tinggi badan, BB, gaya berjalan : TB: 160cm, BB: 60kg, klien belum dapat berjalan, klien masih menggunakan kursi roda
B. Tanda-tanda vital - Suhu : 36,5 0C - Nadi : 88x/menit - Pernafasan : 20x/menit
- Tekanan darah : 140/100 mmHg
C. Sistem pernafasan
- Hidung : bentuk simetris, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-) - Leher : Pembesaran KGB (-), refleks menelan (+), keluhan tidak ada - Dada
• Bentuk dada (normal,barrel,pigeon chest) : normal
• Gerakan dada : kanan-kiri sama, simetris, tidak ada retraksi dada
• Suara nafas : vesicular, ronki -/-, wheezing -/-
• Apakah ada suara nafas tambahan ? : tidak ada
- Apakah ada clubbing finger : tidak ada
D. Sistem kardiovaskuler
- Conjunctiva (anemia/tidak), bibir (pucat, cyanosis) : conjunctiva non anemis, bibir tidak pucat
- Arteri carotis : teraba kuat - Ukuran jantung : normal
- Suara jantung : BJ I, II regular, murmur (-), gallop (-) - Capillary retilling time : < 3 detik
E. Sistem perncernaan
- Sklera (ikterus/tidak) : non ikterik
- Bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis) : lembab - Mulut : stomatitis (-), palatoskizis (-), kemampuan menelan baik
- Gaster (kembung, gerakan peristaltik ) : kembung (-), klien kadang merasa perih / tidak enak pada perut
- Abdomen (periksa sesuai dengan organ dalam tiap kuadran) : hati tidak teraba, skibala (-), nyeri tekan (-)
- Anus (kondisi, spinkter ani, koordinasi) : hemoroid (-), spinkter ani normal, BAB spontan
F. Sistem indra 1. Mata
- Kelopak mata, bulu mata, alis, lipatan epikantus dengan ujung atas
telinga : kelopak mata (+), Normal, simetris
- Visus (gunakan snellen card) : tidak dikaji 2. Hidung
- Penciuman, perih
dihidung, trauma, mimisan :
Penciuman baik, perih pada hidung (-), trauma (-), mimisan (-)
- Sekret yang menghalangi
penciuman : tidak ada
3. Telinga
- Keadan daun telinga,
operasi telinga : normal, simetris kanan-kiri - Kanal auditoris : tampak bersih
- Membrana tympani :
tidak di kaji
- Fungsi pendengaran : baik
G. Sistem saraf
1. Fungsi cerebral
a. Status mental (orientasi,
daya ingat, perhatian dan perhitungan, bahasa) :
orientasi tempat, waktu dan orang baik, daya ingat baik, perhatian focus, perhitungan dapat dilakukan, bahasa koheren, mudah di pahami
b. Kesadaran (eyes, motorik,
verbal) dengan GCS : E4M5V6 : GCS 15
c. Bicara (ekspresive dan resiptive )
Bicara ekspresive, koheren dan mudah dipahami
2. Fungsi kranial (saraf kranial I s/d XII) : Saraf cranial I-XII à normal 3. Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot) :
Massa otot : agak kendur, kekuatan otot
tonus otot +/+
4. Fungsi sensorik (suhu, nyeri, getaran posisi dan diskriminasi) :
Sensori terhadap suhu, nyeri , getaran posisi à baik, normal 5. Fungsi cerebellum (koordinasi dan keseimbangan) :
6. Refleks (ekstremitas atas, bawah dan superficial) :
Biceps +2/+2, triceps +2/+2, brachioradialis +/+, patella +2/+2, babinski +/
+
7. Iritasi meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski sign) : 5
555
5 555 4
444
4 444
Tidak tejadi
H. Sistem muskuloskeletal
1. Kepala ( bentuk kepala ) : normochepal 2. Vertebrae (bentuk, gerakan, ROM ) :
bentuk normal, gerakan agak kaku, ROM aktif, terpasang soft collar neck pada leher
3. Pelvis : ROM aktif , lentur, trendelenderg (+) 4. Lutut : ROM lentur, normal, tidak ada keluhan
5. Kaki (keutuhan ligamen, ROM) : ROM tidak terlalu lentur, ligament utuh 6. Bahu : normal, tidak ada keluhan
7. Tangan : ROM lentur, normal, tidak ada keluhan 8. Kemampuan aktifitas :
ADLà mandi, berpakaian, makan dan minum dilakukan secara mandiri tetapi dbantu untuk didekatkan alat-alatnya.
Untuk BAB dan BAK sudah spontan, klien dibantu untuk membuangnya ke toilet.
9. Tonus otot
10. Kekuatan otot,
I. Sistem integumen - Rambut : distribusi rambut tidak rata, tampak botak pada bagian atas kepala, bersih, texture halus, warna rambut sudah memutih
- Kulit : perubahan warna (-), texture : elastis, lembab, tidak ada luka
- Kuku : clubbing finger (-), kuku kaki dan tangan tampak panjang dan kotor
J. Sistem endokrin
- Kelenjar tiroid : tidak terjadi pembesaran - Percepatan pertumbuhan : tidak ada
- Gejala kreatinisme atau gigantisme : tidak ada
+ +
+ +
5 555
5 555 4
444
4 444
- Ekskresi urine berlebihan , polydipsi, poliphagi : tidak ada
- Suhu tubuh yang tidak seimbang , keringat berlebihan, leher kaku ) : tidak ada - Riwayat bekas air seni dikelilingi semut : tidak ada
K. Sistem perkemihan - Edema palpebra : tidak ada - Moon face : tidak ada - Edema anasarka : tidak ada
- Keadaan kandung kemih : tidak ada
- Nocturia, dysuria, kencing batu : tidak ada - Penyakit hubungan sexual : tidak ada
L. Sistem reproduksi Laki-laki
- Keadaan gland penis
(urethra) :normal, tidak ada kelainan
- Testis (sudah
turun/belum) : salah satu testis diangkat ec TB testis
- Pertumbuhan rambut
(kumis, janggut, ketiak) : normal
- Pertumbuhan jakun :
ya
M. Sistem immun
- Allergi ( cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia ) : tidak ada - Immunisasi :lengkap
- Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : tidak ada - Riwayat transfusi dan reaksinya : tidak ada
VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI A. Nutrisi
- Selera makan : baik
- Menu makan dalam 24 jam : sesuai dengan menu makanan RS ditambah makanan cemilan seperti biscuit dan gorengan
- Frekuensi makan dalam 24 jam : 3x/ hari + selingan
- Makanan yang disukai dan makanan pantangan : karedok, pantangan tidak ada - Pembatasan pola makanan : tidak ada
- Cara makan ( bersama keluarga, alat makan yang digunakan ) :
Mandiri tapi masih dibantu saat mendekatkan alat makannya, alat makan : sendok, piring makan
- Ritual sebelum makan : berdoa
B. Cairan
- Jenis minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam : air putih dan susu - Frekuensi minum : sering
- Kebutuhan cairan dalam 24 jam : 2-3L/ hari
C. Eliminasi ( BAB & BAK ) - Tempat pembuangan :
BAB : underpad BAK : urinal - Frekuensi : BAB : 1x/hari BAK : 6-7 x/hari - Konsistensi :
BAB : lembek, warna coklat
BAK : warna kuning pekat (warna oranye), cair, jernih - Kesulitan dan cara menanganinya : tidak ada kesulitan - Obat-obat untuk memperlancar BAB/BAK : tidak ada
D. Istirahat Tidur
- Apakah cepat tertidur : iya, tapi kadang malam suka terbangun - Jam tidur :
Siang : ± 1 jam
Malam : ± 7-8 jam (22.00 – 05.00)
- Bila tidak dapat tidur apa yang dilakukan : baca doa, diam saja sampai mengantuk lagi
- Apakah tidur secara rutin : ya
E. Olahraga
- Program olahraga tertentu : fisioterapi dan ROM setiap hari
- Berapa lama melakukan dan jenisnya : ± ½ jam à ROM, latihan standing balance dan latihan jalan.
- Perasaan setelah melakukan olahraga : cape dan nafasnya jadi agak berat
F. Rokok / alkohol dan obat-obatan
- Apakah merokok ? jenis ? berapa banyak ? kapan mulai merokok ?
Ya, dulu merokok, jenis apa saja tapi jarang-jarang, 1 bungkus/ minggu atau lebih
- Apakah minum minuman keras ? berapa minum /hari/minggu ? jenis minuman ? apakah banyak minum ketika stress ? apakah minuman keras mengganggu prestasi kerja ? : tidak
- Kecanduan kopi, alkohol, tea atau minuman ringan ?: tidak
- Apakah mengkonsumsi obat dari dokter (marihuana, pil tidur, obat bius) : tidak
G. Personal hygiene
- Mandi (frekuensi, cara, alat mandi, kesulitan, mandiri/dibantu) : Frekuensi : 1x/hari, pagi hari,
Cara mandi : di lap
Alat mandi : lap, sabun, kom, air hangat
Mandiri tapi dibantu untuk mendekatkan alat mandi dan digosok bagian belakang
- Cuci rambut : tidak pernah - Gunting kuku : belum digunting - Gosok gigi : tidak dilakukan
H. Aktivitas / mobilitas fisik
- Kegiatan sehari-hari :
Makan, minum, baca Koran, mengobrol dengan pasien lain, ROM, latihan duduk dan berdiri
- Pengaturan jadwal harian : tidak ada
- Penggunaan alat bantu untuk aktivitas : somi brace dan kursi roda
- Kesulitan pergerakan tubuh : ya, klien masih belum stabil untuk duduk tanpa sandaran terlalu lama dan untuk berdiri
I. Rekreasi
- Bagaimana perasaan anda saat bekerja ? :
klien mengatakan senang dan puas dengan pekerjaannya sebagai guru - Berapa banyak waktu luang ? : hari libur dan setelah pulang kerja - Apakah puas setelah rekreasi ? : ya
- Apakah anda dan keluarga menghabiskan waktu senggang ? : ya, biasanya hari libur, menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah
VIII. Therapy saat ini 1. Rifampisin 1x400 mg 2. Etambutol 1x1000 mg 3. INH 1x 300 mg 4. PZA 1x 500 mg 5. Metiosone 2x 1gr 6. Bisoprolol 1x ½ tab 7. Vit. C 2x 50 mg
Fisioterapy : ROM, latihan standing balance dan latihan berjalan menggunakan walker
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 13/10/2011
JENIS PEMERIKSAAN : thorax foto HASIL : TB paru
Tanggal : 17/10/2011
JENIS PEMERIKSAAN : USG Abdomen HASIL : Pembesaran prostat
Tanggal : 20/10/2011
JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen cervical AP/Lat HASIL : Fraktur C5 dan listhesis C6
Tanggal : 29/10/2011
JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen cervical AP/Lat
HASIL : scoliosis cervicalis ke sinistra, spondilitis cervicalis
Tanggal : 28/11/2011
JENIS PEMERIKSAAN : USG ginjal, buli-buli, prostat
KESAN: Kedua ginjal dan buli-buli normal, prostat : ukuran 4,2x3,6x3,7 cm, volume prostat +/- 29 cm3
Tanggal : 9/12/2011
JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen V cervical AP/Lat (CR) HASIL :
• Kedudukan tulang-tulang baik
• Tampak terpasang fiksasi interna dengan kedudukan baik
• Tidak tampak loosening
• Tidak tampak gambaran osteomielitis
• Vert.cervical 5 tampak kecil
• Vert. cervical 6 tidak tampak lagi
Tanggal : 1/11/2011
JENIS PEMERIKSAAN : MRI cervicalis+ kontras HASIL :
Alignment columna vertebra cervicalis tidak baik, tampak pergeseran korpus vertebra C5 dan C6 ke posterior terhadap C7(listhesis),
Tampak kompresi fraktrur/destruksi corpus vertebra C5 dan C6 isointens pada T1 dan menjadi hiperintens inhomogen pada T2
pada pemberian kontras menyangat inhomogen, tampak lesi menekan dural sac dan medulla spinalis menjadi pipih/gepeng
medulla spinalis dari C1 sampai C4 normal, demikian pula mulai dari C7 ke bawah sampai T6 dalam batas normal
tak tampak massa/ sol intra& extradural
tak tampak spur formation dicorpus vertebra cervicalis
tak tampak penurunan intensitas discus intervertebralis cervicalis
tak tampak penonjolan discus intervertebralis ke posterior yang menekan dural sac ligamentum flavum, ligamentum interspinosum dan ligamentum longitudinal anterior dan posterior tidak menebal.
sendi apofisis kanan kiri dalam batas normal. Tampak lesi isointens pada T1 dan menjadi hiperintens inhomogen di T2.
Pada pemberian kontras menyangat inhomogen, tampak lesi dijaringan para vertebra C4 sampai C6. Jaringan lunak paravertebra lainnya tidak memperlihatkan penebalan maupun lesi patologis lain
KESAN :
Spondilitis TB pada C5 dan C6 sangat mungkin
DATA FOKUS ( CP.1 A )
NAMA PASIEN : Tn. A
NO.REKAM MEDIK : 01100126
RUANG RAWAT : Gd. Prof Soelarto No 402
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan
1. Masih belum kuat untuk duduk tanpa sandaran lama-lama
2. Masih belajar untuk duduk dan berdiri dengan cara berpegangan pada bed side rail
3. Kalau habis latihan cape, nafasnya agak berat dan lemas
4. Ingin cepat bisa berjalan dan pulang
5. Masih belum bisa memakai somi brace sendiri, selama ini dibantu memakainya oleh istri atau petugas
6. Sudah bisa
makan,minum,mandi, berpakaian secara mandiri
7. Masih belum mengerti tentang penyakit dan pengobatannya
1. Klien kooperatif
2. Klien memiliki keinginan untuk cepat bisa berjalan kembali
3. Klien tampak belum stabil saat duduk tanpa sandaran dan mencoba untuk berdiri
4. Klien tampak masih
berpegangan pada bed side rail saat mau duduk dan berdiri
5. Klien tampak memakai somi barce saat akan melakukan mobiliasi bertahap
6. Untuk berpindah ke kursi roda klien masih dibantu
7. Klien tampak aktif
8. ADL makan,minum, mandi, berpakaian secara mandiri tapi dibantu untuk mendekatkan peralatannya
9. Bed side rail tampak selalu terpasang
10. ASIA : incomplete D Tonus otot
Kekuatan otot,
Refleks :
Biceps +2/+2, triceps +2/+2, brachioradialis +/+, patella +2/+2, babinski +/
+
Tanda-tanda vital - Suhu : 36,5 0C - Nadi : 88x/menit - Pernafasan : 20x/menit
- Tekanan darah : 140/100 mmHg TB: 160cm, BB: 60kg, klien belum dapat berjalan, klien masih menggunakan kursi roda
•JENIS PEMERIKSAAN : thorax foto HASIL : TB paru
•JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen cervical AP/Lat
HASIL : Fraktur C5 dan listhesis C6
•JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen cervical AP/Lat
HASIL : scoliosis cervicalis ke sinistra, spondilitis cervicalis
•JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen V cervical AP/Lat (CR)
+ +
+ +
5 555
5 555 4
444
4 444
HASIL :
- Kedudukan tulang-tulang baik - Tampak terpasang fiksasi interna
dengan kedudukan baik - Tidak tampak loosening
- Tidak tampak gambaran osteomielitis - Vert.cervical 5 tampak kecil
- Vert. cervical 6 tidak tampak lagi
•JENIS PEMERIKSAAN : MRI cervicalis+ kontras
KESAN :
Spondilitis TB pada C5 dan C6 sangat mungkin
Pre Operasi
Rontgen v.cervical MRI
(20/10/2011) RSUP Fatmawati (1/11/2011) RSCM
Kesan : Kesan :
Fraktur C5 dan listhesis C6 Spondilitis TB pada C5 dan C6 sangat mungkin Post Operasi
Rontgen v. Cervical AP/LAT (9/12/2011) RSUP Fatmawati Kesan :
• Kedudukan tulang-tulang baik
• Tampak terpasang fiksasi interna dengan kedudukan baik
• Tidak tampak loosening
• Tidak tampak gambaran osteomielitis
ANALISA DATA
NAMA PASIEN : Tn. A
NO.REKAM MEDIK : 01100126
RUANG RAWAT : Gd. Prof Soelarto No 402
N
O DATA MASAL
AH ETIOLOGI
1 DS:
Klien mengatakan:
1. Masih belum kuat untuk duduk tanpa sandaran lama-lama
2. Masih belajar untuk duduk dan berdiri dengan cara berpegangan pada bed side rail
3. Kalau habis latihan cape dan nafasnya agak berat
4. Ingin cepat bisa berjalan lagi DO:
1. Klien kooperatif
2. Klien memiliki keinginan untuk cepat bisa berjalan kembali
3. Klien tampak belum stabil saat duduk tanpa sandaran dan mencoba untuk berdiri
4. Klien tampak masih berpegangan pada bed side rail saat mau duduk dan berdiri
5. Klien tampak memakai somi barce saat akan melakukan mobiliasi bertahap
6. Untuk berpindah ke kursi roda klien masih dibantu
7. Klien tampak aktif
Hambata n mobilitas fisik
Penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat : Penekanan medulla spinalis, Fraktur listhesis C5 dan C6
8. ASIA : incomplete D Tonus otot
Kekuatan otot,
Refleks :
Biceps +2/+2, triceps +2/+2,
brachioradialis +/+, patella +2/+2, babinski +/+
klien belum dapat berjalan, klien masih menggunakan kursi roda
JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen V cervical AP/Lat (CR), 9/12/2011
(RSUP Fatmawati) HASIL :
- Kedudukan tulang-tulang baik - Tampak terpasang fiksasi interna
dengan kedudukan baik - Tidak tampak loosening
- Tidak tampak gambaran osteomielitis - Vert.cervical 5 tampak kecil
- Vert. cervical 6 tidak tampak lagi
•JENIS PEMERIKSAAN : MRI cervicalis+ kontras 1/11/2011 (RSCM)
KESAN :
Spondilitis TB pada C5 dan C6 sangat mungkin
+ +
+ +
5 555
5 555 4
444
4 444
NAMA PASIEN : Tn. A
NO.REKAM MEDIK : 01100126
RUANG RAWAT : Gd. Prof Soelarto No 402
N
O DATA MASALAH ETIOLO
GI
2 DS:
Klien mengatakan:
1. Masih belum kuat untuk duduk tanpa sandaran lama-lama 2. Masih belajar untuk duduk dan
berdiri dengan cara berpegangan pada bed side rail
3. Kalau habis latihan cape, nafasnya agak berat dan lemas
DO:
1. Klien kooperatif
2. Klien memiliki keinginan untuk cepat bisa berjalan kembali 3. Klien tampak belum stabil saat
duduk tanpa sandaran dan mencoba untuk berdiri
4. Klien tampak masih berpegangan pada bed side rail saat mau duduk dan berdiri
5. Klien harus memakai somi brace bila akan melakukan mobiliasi bertahap
6. Untuk berpindah ke kursi roda klien masih dibantu
7. Klien tampak aktif 8. ASIA : incomplete D
Resiko
terhadap cedera (Jatuh)
Kelemaha n temporer/
ketidaksta bilan
Tonus otot
Kekuatan otot,
Refleks : Biceps +2/+2,
triceps
+2/+2, brachioradialis +/+, patella +2/+2, babinski +/+
klien belum dapat berjalan, klien masih menggunakan kursi roda Tanda-tanda vital
- Suhu : 36,5 0C - Nadi : 88x/menit - Pernafasan : 20x/menit
- Tekanan darah : 140/100 mmHg - TB: 160cm, BB: 60kg,
JENIS PEMERIKSAAN : Rontgen V cervical AP/Lat (CR), 9/12/2011
(RSUP Fatmawati) HASIL :
- Kedudukan tulang-tulang baik - Tampak terpasang fiksasi interna
dengan kedudukan baik - Tidak tampak loosening - Tidak tampak gambaran
osteomielitis
•JENIS PEMERIKSAAN : MRI cervicalis+ kontras, 1/11/2011 (RSCM)
KESAN :
Spondilitis TB pada C5 dan
+ +
+ +
5 555
5 555 4
444
4 444
C6 sangat mungkin
NAMA PASIEN : Tn. A
NO.REKAM MEDIK : 01100126
RUANG RAWAT : Gd. Prof Soelarto No 402
N
O DATA MASA
LAH
ETIOLO GI
3 DS:
Klien mengatakan:
1. Ingin cepat bisa berjalan dan pulang
2. Masih belum bisa memakai somi brace sendiri, selama ini dibantu memakainya oleh istri atau petugas
3. Sudah bisa makan,minum,mandi, berpakaian secara mandiri
4. Masih belum mengerti tentang penyakit dan pengobatannya
DO:
1. Klien kooperatif
2. Klien memiliki keinginan untuk cepat bisa berjalan kembali
3. Klien tampak belum stabil saat duduk bila tanpa sandaran dan mencoba untuk berdiri
4. Klien harus selalu memakai somi brace saat akan melakukan mobiliasi bertahap
5. Untuk berpindah ke kursi roda klien masih dibantu
6. Klien tampak aktif
7. ADL makan,minum, mandi, berpakaian secara mandiri tapi dibantu untuk mendekatkan peralatannya
8. klien belum dapat berjalan, klien masih menggunakan kursi roda
Kurang pengetahuan
Kurang terpapar informasi mengenai
penyakit dan perawatan di RS dan di rumah
RENCANA KEPERAWATAN ( CP.3 )
NAMA PASIEN : Tn. A
NO.REKAM MEDIK : 01100126
RUANG RAWAT : Gd. Prof Soelarto No 402
T GL
N o.
D X
TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
2 6/01/
2 012
1 Setelah perawatan selama 7x24 jam, klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b. Klien mampu menggunakan kursi roda secara mandiri.
c. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
d. Tidak terjadi kontraktur e. Tidak terjadi penurunan
tonus otot f. ADL mandiri
Mandiri
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap adanya peningkatan kekuatan otot.
b. Ajarkan klien dan libatkan keluarga dalam latihan ROM pada kedua tungkai.
c. Latihan posisi duduk menggunakan brace di tempat tidur.
d. Monitor tanda –tanda vital sebelum dan sesudah melakukan latihan fisik.
Kolaborasi
Konsultasikan dengan fisioterapi untuk mobilisasi menggunakan kursi roda dan ambulasi menggunakan walker, latihan standing balance.
a. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c. Melatih keseimbangan dan kordinasi
d. Untuk mendeteksi kemampuan toleransi terhadaap aktivitas.
Membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan secara individual, mengidentifikasi alat-alat bantu untuk mempertahankan fungsi, mobilisasi dan kemandirian pasien