• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reses dan Kebijakan Pemerintah (Studi Analisis Hasil Reses sebagai Rujukan dalam Pembuatan Kebijakan di Kota Gunungsitoli)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Reses dan Kebijakan Pemerintah (Studi Analisis Hasil Reses sebagai Rujukan dalam Pembuatan Kebijakan di Kota Gunungsitoli)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

RESES DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

(Studi Analisis Hasil Reses sebagai Rujukan Pembuatan Kebijakan di Kota Gunungsitoli)

Oleh :

Guskhairina Chaniago 110906074

Dosen Pembimbing : Husnul Isa Harahap S.Sos., M.Si.

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Guskhairina

NIM : 110906074 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Reses dan Kebijakan Pemerintah

( Studi Analisis (Hasil Reses sebagai Rujukan dalam Pembuatan Kebijakan di Kota Gunungsitoli)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si)

NIP.196806301994032001 NIP. 198212312010121001 (Husnul Isa HarahapS.Sos, M.Si)

Mengetahui : Dekan FISIP USU

NIP.196805251992031002 (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

GUSKHAIRINA (110906074)

RESES DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

(Analisis Hasil Reses sebagai Rujukan dalam Pembuatan Kebijaakn Di Kota Gunungsitoli)

Rincian isi skripsi, 92 halaman, 17 buku, 2 gambar , 10 tabel, 3 jurnal, 5 peraturan perundang-undangan, 4 situs internet, serta 12 kutipan wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil reses lembaga DPRD Kota Gunungsitoli tahun dan untuk mengetahui bagaimana penggunaan hasil reses tersebut dalam pembuatan kebijakan di Kota Gunungsitoli. Masa reses adalah salah satu program dan kegiatan lembaga legislatif di luar kantor yang digunakan untuk mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya. Kunjungan ke daerah pemilihan tersebut guna menjaring aspirasi masyarakat dan memantau perkembangan yang terjadi di tengah konstituennya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan masa reses anggota-anggota DPRD Kota Gunungsitoli pada tahun 2013 dan penggunaanya dalam penetapan kebijakan TA.

2014 khususnya Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori Kebijakan Publik dan lebih spesifik pada teori proses kebijakan paling klasik yang dikemukakan oleh David Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik.

Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik)

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) yang ditujukan kepada anggota-anggota DPRD Kota Gunungsitoli dan pihak-pihak dari Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Gunungsitoli.

Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data hasil

(4)

pelaksanaan masa reses DPRD Kota gunungsitoli pada tahun 2013 serta dukumen RKPD 2014 dan KUA 2014. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa hasil reses DPRD Kota Gunungsitoli tahun 2013 telah digunakan dalam tahapan pembuatan kebijakan di Kota Gunungsitoli khususnya dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Gunungsitoli Tahun 2014. Adapun tahapn penggunaanya yaitu dimualai dari paripurna hasil reses, pembahasan dalam Forum SKPD, pembahasan alam Musrenbang Kota dan ditampung dalam RKPD Tahun 2014 yang kemudian menjadi pedoman penyusunan Kebijakan Umum APBD. Walaupun daya tampungnya belum maksimal. Sebab setiap usulan yang disampaikan kepada pemerintah, baik dari hasil reses maupun forum penyerapan aspiasi yang lainnya, harus melalui proses penyaringan dengan memperhatikan syarat-syarat tertentu seperti rasionalitas anggaran, prioritas kebijakan ,tema kerja pemerintah setiap tahun dan sifat usulan tersebut apakah mendesak atau tidak.

(Kata Kunci: Reses, DPRD, Kebijakan dan Pemerintah Daerah)

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Guskhairina (110906074)

RESES DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

(Analisis Hasil Reses sebagai Rujukan dalam Pembuatan Kebijaakn Di Kota Gunungsitoli)

Content, 92 pages, 17 books,2 pictures , 10 tabels, 3 journals, 6document, 4 website, and 12interview excerpts.

Abstract

This research aims to explain how is the result of regional parliament institution recesssion every year and making policy in Gunungsitoli. The periode of the recession is one of programs and activity of legislative institution outsid the office which used to visit constituent in its electing region. The use of the visiting to the electing region is seeking citizens aspirations and observing the development that happens in the center of the constituent. In this case, this research is specialized in the recession period on 2013 of the members of Gunungsitoli paliament and its use on the determining policy on 2014 especially Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Theory used on this research is Public Policy theory and specifically on the most classic theory from David Easton. Easton explain they policy process can be analogized as biological system. Basicaly biological system is interaction process between living creatures and its environment that in the end made a relatively stable changing on the live survival. In this terminology easton analogized with political system. Public policy with system model wondering that policy is a result or output from system (politic).

This research is a descriptive research with qualitative analysis method. In this resarch also, writer use data collecting technic with collecting primary data and secondary data. Primary data collected through interview that aimed to the members of Gunungsitoli parliament member and parties of Badan Perencanaan Daerah Kota Gunungsitoli. Aside of that,this this primary data also comes from the collecting of recession data of Gunungsitoli on 2013 also document RKPD 2014 and KUA 2014. Meanwhile the secondary data collected by searching data and information from book, internet, and journals related to this research.

Based on analysis to this research, hence writer conclude that the result of Gunungsitoli parliament recesssion on 2013 used on policy making stage in Gunungsitoli especially in the making of RKPD Gunungsitoli on 2014. The stage

(6)

of the using starts from the result of the plenary recession, discussion on SKPD forum, nature discussion Musrenbang and collected on RKPD 2014 that later being a manual arrangingof public policy APBD. Eventhough the collecting capacity heven’t maximized. Because every suggestion that aimed to government from the result of the recession or others aspiration absorbtion forum, have to go through filtering process with noticing special requisite such like calculation rationally, policy priority, governement annual working theme and the characteristic of the urgency.

(Key Words: Recession, Gunungsitoli Parliament, Policy, Local Goverment)

(7)

Karya ini dipersembahkan untuk

Ayahanda dan Ibunda Tercinta

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Reses Dan Kebijakan Pemerintah(Studi Analisis Hasil Reses Sebagai Rujukan Pembuatan Kebijakan Di Kota Gunungsitoli). Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata - 1 pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan hasil reses tersebut dalam pembuatan kebijakan di Kota Gunungsitoli dengan terlebih dahulu memaparkan hasil reses annggota DPRD Kota Gunungsitoli. Hasilnya adalah ada usulan dari hasil reses yang akhirnya ditampung dan dibiayai oleh APBD, akan tetapi tidak semua, sebab usulan masyarakat tersebut tidak bisa dipaksakan semuanya untuk disetujui. Sehingga dapat dikatakan penggunaannya belum sampai pada tahap sangat baik. Selain karena prioritas pembangunan, anggaran yang tersedia di Kota Gunungsitoli membatasi usulan yang disampaikan masyarakat. Kemudian, kota Gunungsitoli saat ini masih lebih berkonsentrasi pada pembangunan atau mendorong sentra-sentra produksi yang artinya lebih fokus dan mengarah pada pusat Kota

Secara khusus penulis juga menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Alimin Idris dan Ibu Murdawati Caniago, atas usaha keras mereka yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Abang, Kakak dan Adik tercinta saya yang telah memberi dukungan moral dan doanya selama ini.

(9)

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

.

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

2. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

3. Bapak Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis.

4. Dosen serta Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bang Burhan, Kak Ema, dan Kak Siti yang selalu memudahkan penulis dalam setiap urusan administrasi.

6. Sekretariat DPRD dan Kantor BAPPEDA Kota Gunungsitoli beserta seluruh narasumber yang bersedia memberikan informasi bagi penulis.

7. Untuk sahabat-sahabat terkasih Neng April, Decong, Kokom, Jeje, Ulan, Helda, Nota, Acon, Anug, Efatha, Delpi, Reni, Titin, Pasrah, Noveli, Manda, Farah, Fira, Mesbah, Nupus, Indi, Kevin, Sanri, Novjel, Hugo, Ajo, Jepri, Murdani, Ipul, Padang, Hans, Tian, Deni, Nesyandri, Josua.

Dan semua sahabat-sahabat ilmu politik 0’11 yang tidak sempat dituliskan di sini. Juga terimakasih kepada sahabat terbaik Tari dan Mami yang telah menjadi keluarga kedua selama menempuh perkuliahan di Kota Medan.

Semangat terus kawan-kawan. Politik YES !!!

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

Medan, April 2015

Guskhairina 110906074

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstarak ... iv

Abstract ... vi

Lembar Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Teori ... 10

1. Kebijakan Publik ... 10

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 13

3. Pengambilan Keputusan ... 17

4. Studi terdahulu ... 19

1.6 Metodologi Penelitian ... 23

1.7 Sistematika Penulisan ... 26

BAB II PROFIL KOTA GUNUNGSITOLI, DPRD DAN RENCANA KERJA PEMBANUNAN DAERAH GUNUNGSITOLI TAHUN 2014 2.1 Profil Kota Gunungsitoli ... 27

2.2 Profil DPRD Kota Gunungsitoli Periode 2009-2014 ... 35

2.3 Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan Daerah ... 41

2.4 Prioritas Pembangunan Kota Gunungsitoli Tahun 2014 ... 47

BAB III PENGGUNAAN HASIL RESES DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI KOTA GUNUNGSITOLI 3.1 Pelaksanaan Reses DPRD Kota Gunungsitoli Tahun 2013 ... 55

3.2 Pelaksanaan Musrenbang Kota Gunungsitoli Tahun 2013 ... 62

3.3 Partisipasi DPRD dalam Forum Musrenbang Kota Gunungsitoli 69 3.4 Hasil Reses dan Kebijakan Umum APBD Kota Gunungsitoli Tahun 2014 ... 74 BAB IV PENUTUP

(11)

4.1 Kesimpulan ... 86 4.2 Saran ... 91 Daftar Pustaka ... xvi

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Umat Beragama di Kota Gunungsitoli Tahun 2013 ... 33 Tabel 2.2 Banyak Anggota DPRD Menurut Partai Politik Dan Jenis Kelamin

Kota Gunungsitoli ... 35 Tabel 2.3 Susunan Komisi dan Alat Kelengkapan DPRD

Kota Gunungsitoli Periode 2009-2014 ... 38 Tabel 2.4 Perkemabangan Jumlah Keputusan DPRD Kota Gunungsitoli

Menurut Jenis Keputusan Tahun 2010-2013 ... 39 Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah Kegiatan DPRD Kota Gunungsitoli

Menurut Jenis Sidang Tahun 2011-2013 ... 40 Tabel 2.6 Target Belanja Daerah Kota Gunungsitoli yang Terdiri dari

Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung ... 45 Tabel 2.7 Realisasi dan Proyeksi Penerimaan Pembiayaan Daerah Kota Gunungsitoli ... 46 Table 2.8 Hubungan Visi Misi dan Tujuan/Sasaran Pembangunan ... 48 Table 2.9 Prioritas Pembangunan Daerah Kota Gunungsitoli tahun 2014 .. 49 Tabel 3.1 Reses dalam Tahapan Penyusunan RKPD ... 73

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton ... 13 Gambar 3.1 Proyeksi Belanja Berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah 78

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan sistem politik yang terjadi melalui proses reformasi telah membawa perubahan dalam tatanan pemerintahan. Dimana unsur-unsur dari sistem politik memberikan tuntutan untuk melakukan perubahan menuju tatanan sistem politik yang demokratis. Hal ini terjadi dikarenakan selama ini sistem demokrasi pada dasarnya tidak dilaksanakan oleh pemerintah terdahulu.1

Implikasinya adalah dibutuhkan lembaga-lembaga yang menjadi media penghubung antara pemerintah dengan masyarakat sebab dihadapkan pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan penduduk baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kenyataan atas kebutuhan negara modern yang memiliki wilayah yang sangat besar, sehingga sangat mustahil untuk tetap menerapkan mekanisme dan sistem demokrasi langsung. Lembaga-lembaga inilah yang akan mewakili kepentingan-kepentingan politik masyarakat di tingkat pemerintahan. Lembaga perwakilan ini sering dikenal dengan lembaga legislatif.2

Pasca reformasi diberlakukan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Undang-Undang tersebut kemudian direformulasikan terkait kewenangan otonomi di daerah. Dikatakan dalam

1J.Kristiadi ”kata pengantar”, dalam Koirudin, Profil Pemilu 2004 (Evaluasi Pelaksanaan, Hasil dan Perubahan Peta Politik Nasional Pasca Pemilu Legislatif 2004), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hal.187.

2Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia., (Jakarta: Rajawali,1985), hal 253.

(15)

undang-undang tersebut bahwa DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan kewajiban anggota DPRD diantaranya yaitu menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat (Pasal 45).3

Kewajiban ini secara spesifik juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, bahwa anggota DPRD Kabupaten diantaranya mempunyai kewajiban menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.4Lembaga Legislatif tidak seharusnya hanya diartikan sebagai badan yang bertugas untuk membuat undang-undang (law-making body) semata- mata, tetapi juga sebagai perantara rakyat kepada pemerintah.5

Maka salah satu fungsi DPRD untuk mengartikulasikan dan agregasi kepentingan rakyat, juga menempatkan konstituen sebagai unsur yang perlu diperhatikan dan merupakan proses politik yang paling mendasar sebagai tuntutan relasi antara yang diwakili dan mewakili. Selain itu, artikulasi dapat dijadikan jembatan antara warga/konstituen dengan sistem kerja-kerja DPRD dan

3“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 45 Huruf E” [Artikel Online], tersedia di: www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf; diunduh pada 13 Desember 2014 pukul 18.15 Wib.

4“Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Pasal 300, Huruf ( i ), ( j ), ( k )”, [Artikel Online], tersedia di: www.kemendagri.go.id/media/documents/2009/08/.../UU_No.27-2009.doc;

diunduh 14 Desember 2014 Pukul 21.00 Wib.

5Bambang Cipto,Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Era Pemerintahan Modern Industrial,(Jakarta. Rajawali Press, 1995), hal 10.

(16)

pemerintah, sebagai pembuat kebijakan publik. Dikaitkan dengan kerja-kerja DPRD, artikulasi sebaiknya terlembagakan untuk dapat memelihara sistem demokrasi yang stabil, membangun proses legitimasi kebijakan yang sehat, mengembangkan potensi konstituen, serta membangun kepercayaan konstituen pada sistem politik di parlemen.6

Di samping itu, rakyatpun berkesempatan untuk mengawasi jalannya kekuasaan pemerintahan melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam lembaga perwakilan dan lembaga legislatif. Peranan perwakilan Badan Legislatif pada hakikatnya berkenaan dengan masalah antar hubungan badan tersebut, terdapat anggota badan legislatif, dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang wakil harus tahu dengan apa yang diinginkan oleh konstituen yang diwakilinya. Banyak cara yang harus dilakukan oleh wakil rakyat untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh masyrakat. Salah satunya dengan melakukan komunikasi antar keduanya. Melakukan komunikasi dengan konstituen adalah hal wajib yang tidak bisa dielakkan oleh wakil rakyat.

Rakyat berhak menyampaikan apa yang diinginkannya kepada wakil rakyat untuk diperjuangkan dalam sebuah kebijakan.

7

Salah satu bentuk komunikasi antara wakil rakyat dan terwakil adalah melalui kegiatan Reses DPRD.Masa reses merupakan bagian dari masa persidangan dan dilaksanakan paling lama enam hari kerja dalam satu kali reses.

6Buku saku DPRD, Membina Hubungan dengan Konstituen. Local Government Support Program (LGSP) – USAID. hal 15

7Arbi Sanit, Op Cit ., Hal 203.

(17)

Masa reses dipergunakan oleh anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat.8

Partisipasi rakyat yang efektif dalam proses pembuatan keputusan adalah ketika warga negara terlibatsepanjang proses pembuatan keputusan yang mengikat. Warga negara harus memiliki kesempatan yang cukup dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut, harus mempunyai kesempatan-kesempatan yang cukup dan sama untuk menempatkan masalah-masalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan yang itu dan bukan yang lain.

Reses merupakan kewajiban bagi pimpinan dan anggota DPRD dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah.

9

Sebagai lembaga legislatif, DPRD harus bekerjasama dengan lembaga eksekutif atau Pemerintah Daerah untuk menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam sebuah kebijakan. Agenda kebijakan didefenisikan sebagai tuntutan – tuntuan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat dibedakan dari tuntutan politik secara umum serta

8PP RI No. 16 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 64 Ayat (4)(5)(6)”, [Artikel Online], tersedia di:

www.kpu.go.id/dmdocuments/PP_16_2010.pdf; diunduh pada 14 Desember 2014 Pukul 19.25 Wib.

9Robert A. Dahl,Demokrasi dan Para Pengkritiknya Jilid I, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal164.

(18)

dengan istilah “priorotas” yang biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok agenda dengan pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan agenda yang lain.10

Tidak semua masalah atau isu akan masuk ke dalam agenda kebijakan . Isu-isu atau masalah-masalah tersebut harus harus berkompetisi antara satu dengan yang lain dan akhirnya hanya masalah-masalah tertentu saja yang akan menang dan masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam negara yang demokratis maka tafsir kepentingan umum itu dikembalikan kepada rakyat, yang merupakan pemegang kedaulatan. Rakyatlah yang merumuskan dan menentukan apa itu kepentingan umum. Inilah yang kemudian disebut sebagai proses pembuatan kebijakan yang datang dari bawah (bottom up).11

Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan- keputusan tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya.12

Oleh karena itu , DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung serta mewujudkan aspirasi masyarakat yang

10Budi Winarno,Kebijakan Publik Teori dan Proses, (Yogyakarta : MedPress (Anggota IKAPI), 2007), hal 80

11Lili Romli,Potret Otonomi Daerah Dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal 276

12Budi Winarno, Op Cit ., hal 20.

(19)

diperoleh melalui berbagai kegiatan komunikasi dengan konstituean termasuk kegiatan reses. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pertimbangan kebijakan daerah yang ditetapkan bersama Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Mengingat pelaksanaan reses merupakan salah satu agenda DPRD yang menggunakan anggaran yang cukup besar yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Sementara manfaat reses sejauh ini belum begitu berarti bagi masyarakat Indonesia. Ekspektasi belum sesuai degan kenyataan di lapangan. Reses terkesan seremonial. Selain itu pertanggungjawaban reses belum membudaya di lembaga perwakilan. Laporan reses hanya sebatas dalam bentuk laporan lembaga, tetapi tidak ada publikasi kepada konstituen. Tindak lanjut dari pengaduan masyarakat yang diharapkan dalam bentuk kebijakan, pembangunan serta peningkatan pelayanan publik, dsb masih belum dirasakan masyarakat. Padahal akuntabilitas dari pelaksanaan reses DPRD ialah melaksanakan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di dapil masing-masing. Sehingga pelaksanaan reses kerap dianggap sebagi pemborosan anggaran belaka.13

Kemudian, pada tingkat Pemerintah daerah juga dikenal istilah Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah). Yaitu sistem perencanaan pembangunan daerah jangka panjang (RPJPD), jangka menengah

13“Waspadai Penyimpangan Anggaran Masa Reses” [Artikel Online], (hukumonline.com, 2014), tersedia di:

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt532bf7287f50a/waspadai-penyimpangan-anggaran-masa-reses diunduh pada tanggal 14 Desmber 2014 pukul 20.05 WIB.

(20)

(RPJMD ), maupun rencana kerja Pemerintah Daerah (RKPD).14

Oleh karena itu, penulis tertarik unutk meneliti tentang manfaat reses DPRD terhadap kebijakan pemerintah daerah. Dalam penelitian ini, objek yang akan menjadi lokasi penelitian adalah Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara. Kota yang merupakan daerah otonom baru pasca memekarkan diri dari kabupaten Nias yang telah diresmikan pada tanggal 26 Mei 2009, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Bab II pasal 2 tentang pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara.

Yang dilakukan mulai dari tahap Musrenbang tingkat desa/kelurahan hingga ke tingkat Kabupaten atau Kota. Tujuannya yaitu sebagai arah kebijakan pembangunan daerah serta prioritas program dan kegiatan yang akan dibiayai oleh APBD.

Maka seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa agenda kebijakan dalam suatu pemerintahan selalu mengandung unsur prioritas, artinya tidak semua usulan kebijakan akan dijadikan sebagai kebijakan di daerah. Maka menjadi sebuah pertanyaan bagaimana hasil reses DPRD dapat digunakan dalam kebijakan- kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. Apakah aspirasi masyarakat hasil pelaksanaan reses digunakan secara maksimal sebagai pertimbangan kebijakan daerah.Hal ini akan menjadi ukuran seberapa besar manfaat reses yang telah dilakukan oleh anggota dewan tersebut.

15

14“PP RI No. 8 tahun 2008 Tentang Tahapan , Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana pembangunan Daerah, BAB III Pasal 4 ayat 1” [Artikel Online], tersedia di:

hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_8_2008.pdf; diunduh pada 14 Desember 2014 Pukul 19.45

15“ UU RI No. 47 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara”

[Artikel Online], tersedia di: hukum.unsrat.ac.id/uu/uu2008_47.pdf; diunduh pada 14 Desember Pukul 20.05 Wib.

(21)

Ada beberapa alasan, penulis ingin meneliti manfaat reses DPRD Kota Gunungsitoli yaitu reses merupakan salah satu agenda DPRD yang menggunakan anggaran cukup besar sehingga menarik untuk dilihat tingkat keberhasilannya, kemudian sebagai daerah otonom baru, peneliti ingin melihat perkembangan kinerja pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan terutama dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan bagi daerah yang bersumber dari masyarakat.Untuk itu, penelitian ini akan berfokus pada hasil-hasil pelaksanaan reses anggota DPRD Kota Gunungsitoli, kemudian bagaimana penggunaannya terhadap perumusan kebijakan di tingkat pemerintah daerah serta bagimana peran serta anggota DPRD tersebut dalam proses perumusan kebijakan.

1.2 Perumusan Masalah

Reses merupakan kunjungan anggota Dewan ke Dapil masing-masing bertemu dengan konstituen yang bertujuan untuk menampung aspirasi masyrakat dan bertanggungjawab menindaklanjuti aspirasi tersebut melalui kebijakan pemerintah . Akan tetapi, kegiatan yang menggunakan anggaran APBD ini kerap menjadi agenda seremonial belaka, sebab manfaatnya belum begitu dirasakan masyarakat. Di sisi lain sumber agenda kebijakan pemerintah sesungguhnya sangat variatif, akan tetapi akan menjadi seimbang jika hasil reses memberikan pengaruh besar pula terhadap kebijakan yang dihasilkan pemerintah tersebut. Oleh karena itu yang akan menjadi pertanyaan penelitian dalam skripsi ini ialah

(22)

Bagaimana Penggunaa Hasil reses DPRD Kota Gunungsitoli Tahun 2013 DalamPenetapan Kebijakan di Tingkat Pemerintah Kota ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mendeskripskan profil DPRD dan Pemerintah Kota Gunungsitoli, serta perkembangannya pasca pemekaran.

2. Untuk menganalisis penggunaan hasil reses DPRD Kota Gunungsitoli Tahun 2013 dalam pembuatan kebijakan Pemerintah Kota.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi ilmu politik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian teoritis yang mampu memberikan kontribusi pemikiran atas gejala-gejala politik dan memberi solusi atas permasalahannya.

2. Bagi pengembangan akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu politik, khususnya dalam hal pelaksanaan reses dan Kebijakan di Tingkat pemerintah Daerah di Indonesia, serta menjadi referensi/kepustakaan bagi depatemen Ilmu Politik Fisip USU.

3. Bagi kalangan praktisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi anggota DPRD serta Pemerintah Kab/Kota sebagai bahan evaluasi untuk menajalankan pemerintahan di Daerah.

(23)

1.5 Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana menyoroti masalah yang telah dipilih. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.16 Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subaygo pada buku Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, satu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena.17

1. Kebijakan Publik

Carl J Federick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan- kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena

16Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37

17Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997.

hal.20.

(24)

bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.18

Kemudian David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocationof values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggungjawab dalam suatu maslaha tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian harikelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.19 Kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati.20

Kebijakan dapat pula dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya.

Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai

18Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik ,(Bandung : Alfabeta, 2008), hal 7.

19ibid., hal 19.

20Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori, dan Aplikasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 3.

(25)

kebijakan publik/public policy, pelaku kebijakan/policystakeholders, dan lingkungan kebijakan/policy environment.21

Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik).22

21William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,2000), hal 110.

22R Nugroho, Public Policy : TeoriKebijakan-AnalisisKebijakan-ProsesKebijakan Perumusan,Implementasi, Evaluasi,Revisi,Risk Manajement Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fithestate, Metode Kebijakan, (Jakarta : PT Alez Media Group, 2008), Hal 383

Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambarkan sebagai berikut:

(26)

Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton23

DEMANDS DECISIONS SUPPORT

OR POLICIES

FEEDBACK

ENVIRONMENT ENVIRONMENT

2.Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut :

a) Tahap Penyusunan Agenda (agenda setting)

Agenda kebijakan didefenisikan sebagai tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu.

23Loc.cit.

A POLITICAL SYSTEM

I N P u t

o u p u t

(27)

Cob dan Elder mendefenisikan agenda kebijakan sebagai “a set of political controversies that will be viewed as falling whitin range of legitimate concerns meriting attention by a decision making body”. Sementara itu, proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat public belajar mengenai masalah-masalah baru, memutuskan untuk member perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Agenda setting, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.24

1. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat.

Suatu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini :

2. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan public yang pernah dilakukan.

3. Isu tersebut mampu diakitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada.

4. Terjadinya kegagalan pasar (market failure).

5. Terjadinya teknologi dan dana untuk menyelesaiakan masalah politik.

b) Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada.

24Charles Lindblom , Proses Penetapan Kebijakan Publik Edis Kedua, (Jakarta : Airlangga, 1986), hal 3.

(28)

Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing aktor akan bersaing danberusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.25

c) Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh paraperumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusanperadilan. Pada tahap Adopsi kebijakan/policy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk. seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan.26 Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan.27Pada tahap ini, pengambil keputusan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak (untung rugi) sebuah alternatif kebijakan dan bagaimana cara menerapkan alternative tersebut. Dalam penyusunan kebijakan, pemerintah atau pembuat kebijakan senantiasa dihadapkan pada beberapa factor yang seringkali mengganggu atau berpengaruh.28

25Budi Winarno, Op Cit., hal 32

26Ibid.,hal 33.

27William Dunn, Op Cit., hal 27.

28Charles Lindblom, Ibid., hal 4.

Felix A. Nigro dan Liyod G Nigro, mengidentifikasikan faktor- faktor pengaruh tersebut adalah :

1. Faktor tekanan-tekanan dari luar.

(29)

2. Faktor kebiasaan lama (konservatisme).

3. Faktor sifat-sifat pribadi pengambil kebijakan.

4. Faktor kelompok luar.

5. Faktor keadaan masa lalu.

Pengambilan kebijakan acapkali mendapat tekanan-tekanan dari luar, baik dalam bentuk tekanan dari kelompok kepentingan, partai politik maupun dari masyarakat. Tekanan-tekanan demikian, biasanya dating secara tiba-tiba dan cukup berpengaruh. Hal ini pernah dan bahkan sering terjadi di Indonesia terutama di era reformasi. Dimana para pengambil kebijakan di gedung DPR/MPR mendapat tekanan dari masyarakat melalui gerakan demonstrasi.

Disamping itu, kebiasaan lama seringkali juga menjadi referensi para pengambil kebijakan manakala mereka sampai pada tahap kejenuhan dan kemandegan yang cenderung sulit dicari jalan keluarnya.29

d) Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat

29Loc.cit.

(30)

dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana.30

e) Tahap Evaluasi Kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuranatau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum.31

Keputusan menurut Atmosudirdjo adalah pengakhiran daripada proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, sebagai suatu yang merupakan penyimpangan daripada yang dikehendaki, direncanakan atau dituju, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu altenatif pemecahannya.

Pengambilan keputusan dalam kebijakan pemerintah tidaklah harusnya benar, tetapi juga harus baik artinya bermanfaat bagi rakyat dan Negara.

3.Teori Pengambilan Keputusan

32

30Budi Winarno, Op Cit., hal 34

31Loc.cit.

32H. Soenarko, Public Policy, (Surabaya: Airlangga University, 2003), hal 29.

Pengambilan keputusan (decision making) dalam pengambilan keputusan kebijakan (policy making) merupakan kegiatan yang sangat penting, merupakan kegiatan yang sangat strategis, yaitu banyak menentu arah, sifat dan dampak (effect) daripada public policy itu. Di dalam pengambilan kebijakan, kita harus selalu

(31)

memperkirakan diperolehnya hasil-hasil yang bersikap fisik (physical proposition) dan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan (value & interest) yang terpancar dari ide pengambilan kebijakan yang merupakan “ethical proposition”. Dalam hal ini, lingkungan dan hubungan-hubungan yang terjalin akan membatasi dan menentukan pengambilan keputusan dalam pemilihan bentuk kebijakan itu.

Sikap, tingkah laku tidak hanya akan menjadi contoh teladan bagi masyarakat yang banyak, akan tetapi juga akan menjadi perhatian dan penelitian dari masyarakat yang bersangkutan.Pengambilan keputusan yang baik haruslah selalu bersifat rasional, kondisional dan situasional. Adapun gambaran proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Rasional, artinya pengambilan keputusan tersebut benar-benar mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu pengetahuan dan pengalaman- pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.33

2. Instutisional, berarti pengambilan keputusan harus senantiasa dengan mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan kewenangannya. 34

3. Kondisional, maksudnya harus selalu diingat bahwa suatu kejadian, masalah, peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam

33TIrfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusn Kebijaksnaan Negara, (Jakarta : Bumi aksara, 2001), hal 24.

34Loc.cit.

(32)

(natural environment), lingkungan fisik (physical environment), maupun lingkungan social (social environment). 35

4. Situasional, yang berarti bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan , maka tentulah tidak ada manfaatnya; keputusan yang demikian tentulah keputusan yang tidak baik.36

4. Studi Terdahulu

Ada tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu : Penelitian Efektifitas Reses Anggota DPRD Kab. Bengkalis Periode 2009-2014 (Studi Dapil I Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Rupat,dan Kecamatan Rupat Utara)oleh Qory Kumala Putri dan M. Y.

Tiyas Tinov. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif(campuran) yang menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner, wawancara, dan dokumentasi menggunakan teknik purposive sampling.

Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Reses anggota DPRD Kabupaten Bengkalis efektif dilakukan dalam menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihnya. Hal ini dapat diketahui dari hasil pengukuran yang penulis lakukan dengan menggunakan skala liker, dimana jumlah skor yang

35Loc.cit.

36Loc.cit

(33)

diperoleh dari penelitian adalah 957 atau 68,36%, dari yang diharapkan yaitu 100%.37

2. Tindakan-tindakan yang dilakukan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis khususnya Daerah Pemilihan I dalam merealisasikan setiap aspirasi masyarakat, yaitu: (1) Anggota dewan akan membuat laporan hasil reses untuk disampaikan kepada Bupati Kabupaten Bengkalis dan Dinas yang berwenang sesuai dengan aspirasi masyarakat, (2) Anggota dewan mengusulkan aspirasi atau permohonan masyarakat pada sidang paripurna penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bengkalis, dan (3) Anggota dewan melakukan lobi- lobi politik dengan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis lainnya agar menyetujui aspirasi masyarakat yang ditampungnya saat reses.38

Penelitian kedua yaitu “Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah” oleh Berny R. Mambu. Metode

Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti ialah penelitian ini lebih berfokus pada efektifitas reses terhadap masyarakat , sedangkan penelitian reses dan kebijakan pemerintah ini ingin melihat efektifitas reses terhadap kebijakan pemerintah.Selain itu metode penelitian dan lokasi penelitian juga berbeda, dimana pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif , berlokasi di kab. Bengkalis, sedangkan pada masalah yang akan diteliti menggunakan metode kualitatif dan berlokasi di Kota Gunungsitoli.

37Qory K. Putri, M. Y. Tiyas Tinov, “Efektifitas Reses Anggota DPRD Kab. Bengkalis Periode 2009-2014 (Studi Dapil I Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Rupat,dan Kecamatan Rupat Utara)”

Jurnal Online Mahasiswa Vol 1, No. 1 (Februari 2014), hal 1. [Artikel Online], tersedia di jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/2183; diunduh pada 15 Desember 2014 Pukul 20.15 Wib.

38Ibid., hal 14-15.

(34)

dalam penelitian ini yaitu metode yuridis normatif. Bahan-bahan hukum primer yaitu UUD 1945, UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Bahan-bahan hukum sekunder meliputi hasil-hasil seminar, karya ilmiah, hasil penelitian, serta segala literatur yang ada kaitannya dengan objek penelitian.39

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara DPRD dan pemerintah daerah merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, artinya tidak saling membawahi. Pada prinsipnya eksistensi dari Kepala Daerah telah mendapatkan pengaturan secara konstitusional dalam UUD 1945, sedangkan pengaturan secara konstitusional dalam UUD 1945., sedangkan eksistensi DPRD memperoleh pengaturan konstitusional dalam UUD 1945 pasca amandemen, khususnya amandemen kedua yang secara tegas menyebutkan adanya lembaga DPRD.40

Penelitian ketiga yaitu “Kinerja DPRD dalam melaksanakan kekuasaan legislasi (Study Di DPRD Kota Malang)” oleh Sofyan Arief, SH. Metode Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti yaitu penelitian tesebut dilakukan untuk melihat Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah berdasarkan studi pustaka terhadap Undang-Undang dan sumber lain, sedangkan dalam penelitian penulis, lebih khusus terhadap hubungan DPRD dan Pemerintah Daerah dalam Perumusan Kebijakan yang bersumber dari hasil Reses dengan metode penelitian lapangan.

39Berny R. Mambu, “Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah”, Jurnal Hukum UnsratVol XX No. 3 (April-Juni 2012), hal.92

40Loc.cit.

(35)

penelitian ini adalah diskriptif dengan metode pendekatan yuridis sosiologis untuk mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan yang dikemukakan berkaitan dengan kinerja DPRD Kota Malang dalam melaksanakan fungsi legislasi.41

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pemahaman DPRD Kota Malang terhadap legislasi masih kurang meskipun sudah beberapa kali dilakukan pelatihan-pelatihan Legal Drafting baik yang dilakukan di tingkat pusat, propinsi maupun Daerah, perubahan konstitusi yang kemudian diikuti dengan perubahan beberapa peraturan perundang-undangan tidak berdampak pada peningkatan produktivitas DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah.42

Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang dalam melaksanakan kekuasaan Legislasi setelah berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak menunjukkan mempunyai semangat perubahan ke arah yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya. DPRD Kota Malang selain tidak pernah menggunakan hak inisiatif untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah, juga tidak mempunyai inisiatif untuk mensosialisasikan dan melibatkan rakyat dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.Dalam Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, DPRD Kota Malang lebih banyak hanya mengikuti skenario kepentingan Pemerintah Kota

41Sofyan Arief, SH, “Kinerja DPRD Dalam Melaksanakan Kekuasaan Legislasi (Study Di DPRD Kota Malang)” Jurnal Legality Vol 20 No.2, hal 3, [Artikel Online], tersedia di:

ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/300/313; diunduh pada 15 Desember 2014 Pukul 21.11 wib.

42Ibid.,hal. 18.

(36)

Malang yang hanya ingin mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi.43

Meode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti yaitu Penelitian ini hanya membahas mengenai Kinerja DPRD dalam fungsi legislasi secara umum saja, sedangkan pada masalah yang akan diteliti lebih spesifik kepada hasil reses terhadap kaitannya dengan kebijakan pemerintah yang diusulkan oleh DPRD.

1.6 Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

44

2. Jenis Penelitian

Metode ini digunakan karena penelitian ini berupaya menggambarkan pengaruh reses terhadap kebijakan pemerintah sebgaimana penemuan fakta di lapangan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya, deskripsi

43Loc.cit.

44Nawawi Hadari, Metodologi Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987),hal. 63.

(37)

kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi.45

3. Lokasi Penelitian

Dimana dengan pendekatan kualitatif ini akan dapat menghasilkan data yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang diamati di lapangan, sehingga peneliti dapat melihat dan mengamati pengaruh reses DPRD Kota Gunungsitoli terhadap Kebijakan Pemerintah Kota.

Lokasi Penelitian akan dilakukan di Kantor DPRD Jl. Gomo No. 37, dan Kantor Bappeda Jl. Pancasila-Mudik Kota Gunungsitoli.Penetapan ketiga lokasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan narasumber dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dugunakan sumber data yang terdiri dari data primer dan data skunder.

a. Data primer adalah data yang diproleh langsung dari sumbernya. Dalam pengambilan data penulis mengumpulkan data degan teknik interview(wawancara). Wawancara merupakan pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan lansung kepada narasumber guna memperoleh keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. Adapun narasumber dalam penelitian ini yaitu: Ketua DPRD Kota Gunungsitoli, Wakil Ketua

45Burhan Bangun, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,(Jakarta: Prenada Media Group, 2001), hal. 6.

(38)

DPRD Anggota Komisi A dan Komisi B, DPRD Kota Gunungsitoli Periode 2009-2014, sekretaris Bappeda Kota Gunungsitoli, Bapak Yurisamn Telaumbanua dan Kassubag Program BAPPEDA Kota Gunungsitoli Bapak Mashuri Baeha. Pemilihan narasumber dimaksudkan agar kebutuhan informasi terkait dengan judul penelitian dapat terpenuhi sesuai dengan objek penelitian yaitu DPRD Kota Gunungsitoli.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.

data tersebut dapat diperoleh memalui catatan atau dokumentasi seperti laporan reses DPRD, buku-buku yang terkait dengan kebijakan publik, dan literatur lain yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

5. Teknik Analisa Data

Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber- sumber yang digunakan dalam teknik pengumpulan data. Tujuannya adalah untuk membatasi penemuan hingga menjadi data yang teratur dan tersusun. Dari data tersebut kemudian dianalisis secara sistematis. Adapun teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif ini juga penulis tidak mencari kebenaran dan moralitas tetapi lebih kepada upaya pemahaman .

(39)

1.7 Sistematika Penulisan

Adapaun sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang Permasalahan, perumusan masalah, pembatasan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, kerangka teori serta metodologi penelitian.

BAB II : POFIL KOTA GUNUNGSITOLI, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHDAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH GUNUNGSITOLI TAHUN 2014.

Dalam bab ini penulis akan menggambarkan profil dan sejarah Kota Gunugsitoli Profil DPRD dan Arah Kebiajakan Kota Gunungsitoli Tahun 2014

BAB III : PENGGUNAAN HASIL RESES DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI KOTA GUNUNGSITOLI

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penggunaan hasil reses 2013 DPRD Kota Gunungsitoli terhadap perumusan kebijakan oleh Pemerintah Daerah tahun 2014.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

(40)

BAB II

POFIL KOTA GUNUNGSITOLI, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHDAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

GUNUNGSITOLI TAHUN 2014

Bab dua berisi penjelasan secara umum mengenai profil Kota Gunungsiotli sebagai daerah objek penelitian, kemudian profil DPRD Kota Gunugsitoli sebagai objek penelitian. Kedua hal ini penting untuk disajikan dalam bab dua sebagai gambaran bagi pembaca mengenai dimana, bagaimana dan siapa objek penelitian.

Kemudian kedua hal ini berkaitan dengan masalah penelitian yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

Selain itu, pada bab ini akan dipaparkan mengenai Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Gunungsitoli Tahun 2014. Data ini penting untuk disajikan sebagai bahan yang akan dibahas nantinya pada bab III. Rencana kebijakan ini merupakan salah satu fokus penelitian yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya.

2.1 Profil Kota Gunungsitoli

Kota Gunungsitoli merupakan sebuah daeah otonom di wilayah Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor : 47 Tahun 2008. Jauh sebelum menjadi sebuah daerah otonom, Gunungsitoli dikenal sebagai salah satu kota tertua dan representasi dari perkembangan

(41)

peradaban modern di wilayah Kepulauan Nias. Kepulauan Nias sebelum adanya pemekaran beberapa daerah otonom baru, dulunya merupakan suatau wilayah administratif pemerintahan, yakni Pemerintahan Daerah tingkat II Nias dengan ibu kotanya Kecamatan Gunungsitoli.46

Seiring dengan perkembangan kondisi ketatanegaraan yang ditandai lahirnya regulasi tentang Pemerintahan daerah atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, wilayah pemerintahan Kabupaten Nias secara bertahap mulai mengalami pemekaran. Mulai dari terbentuknya Kabupaten Nias Selatan pada tahun 2003, dan dilanjutkan oleh Kota gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara, dan kabupaten Nias Barat pada tahun 2008.47

Tanggal 25 mei 2009, Kota Gunungsitoli resmi dinakhodai oleh Drs.

Martinus lase, MSP, sebagai pejabat Walikota. Sejak saat itu, semangat perubahan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik mewarnai dinamika perkembangan Kota Gunungsitoli sebagaimana wilayah perkotaan pada umumnya. Posisi strategis kota Gunungsitoli sebagai pintu gerbang Kepulauan Nias semakin meningkatkan daya saing perekonomian daerah khususnya di sektor jasa, perdagangan dan industri. Selanjutnya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (PEMILUKADA) perdana di Kota Gunungsitoli telah berhasil menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah kepemimpinan pemerintahan yakni terpilihnya Walikota dan

46Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Gunungsitoli, Data dan Informasi Statistik Daerah Kota Gunungsitoli Tahun 2014, 2014, hal 1.

47 Ibid.

(42)

Wakil Walikota Gunungsitoli periode 2011-2016 Drs. Martinus Lase, M.SP dan Drs. Aroni Zendrato.48

Visi Kota Gunungsitoli yaitu Kota Samaeri, dimana kata Samaeri berasal dari bahasa daerah Nias, memiliki makna Ina Sendoro/seorang ibu yang memiliki, memelihara, melayani, dan mewujudkan kesejahteran. Dengan misi menyatukan langkah dn tekad segenap rakyat Kota Gunungsitoli menuju Kota mandiri dan masyarakat madani, memperjungkan kesejahteraan umum masyarakat Kota Gunungsitoli, mencerdaskan kehidupan rakyat Kota Gunungsitoli, serta memberdayakan semua sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk mempercepat pembangunan Kota Gunungsitoli.49

Kota Gunungsitoli dalam perkembangannya sebagai sebuah daerah otonom baru, memiliki ragam potensi sumber daya ekonomi lokal yang belum dikelola secara optimal. Posisi strategis Kota Gunungsitoli sebagai pintu gerbang Kepulauan Nias, serta ketersediaan infrastruktur strategis yang relatif memadai dibandingkan dengan daerah otonom lainnya di wilayah Kepulauan Nias, pada hakekatnya memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam struktur perekonomian daerah terutama pertumbuhan sektor jasa, perdagangan dan industri sebagaiman ciri kota pada umumnya.50

Beranjak dari kondisi tersebut, Pemerintah Kota Gunungsitoli secara bertahap melakukan upaya-upaya perubahan melalui sejumlah kebijakan pembangunan yang mendorong percepatan peningkatan daya saing daerah.

48Loc.Cit

49Ibid., hal i.

50 Ibid., hal 2.

(43)

Kebijakan pembangunan di daerah dilakukan secara terpadu, terarah, dan bersinergi dengan kebijakan pemerintah tingkat atas. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pembangunan tersebut, pemerintah daerah menetapkan skala prioritas pembangunan daerah, yang pelaksanaannya dilakukan secara simultan meliputi berbagai sektor pembangunan dengan senantiasa mengedepankan azas pemerataan, proporsionalitas, dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memberi dampak yang luar biasa terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.51

Kota Gunungsitoli adalah kota yang terletak sebuah gugusan pulau yang dikenal dengan nama Kepulauan Nias terletak di sebelah barat Pulau Sumatera, ynag secara geografis terletak antara 00012’-1032’ Lintang Utara (LU) dan 970000’-980000’ Bujur Timur (BT). Dengan ketinggian rata-rata 0-600 meter diatas permukaan laut. Kota Gunungsioli merupakan salah satu daerah kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga.52

Kota Gunungsitoli memiliki luas wilayah 469,36 km2 atau 0,38 persen dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara, terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Gunungsitoli utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, 98 desa, dan 3 kelurahan. Dari 101

51Loc.Cit.,

52 Ibid., hal 8.

(44)

desa/kelurahan atau 27 % terletak di daerah pesisir pantai, dan 74 desa atau 73 % berada di daerah dataran tinggi atau pegunungan.53

Secara Administratif Kota Gunungsitoli berbatasan dengan Kecamatan Sitolu Ori (Kabupaten Nias Utara) di sebelah utara, Samudra Indonesia d sebelah timur, Kecamatan Gido dan Kecamatan Hiliserangkai (Kabupaten Nias) di sebelah Selatan, dan Kecamatan Hiliduho (Kabupaten Nias) serta Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Kecamatan Namohalu Esiwa (Kabupaten Nias Utara) di sebelah Utara.54

Kemudian ada beberapa rencana kawasan strategis Kota Gunungsitoli yang didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, antara lain :55Kawasan strategis ekonomi, meliputi:Kawasan pertumbuhan perekonomian di wilayah Nazalou Lolowua, Teluk Belukar, Olora, Tuhegeo I, Ilir, Pasar Gunungsitoli dan Saombo, Kawasan pengembangan industri di wilayah Teluk Belukar dan Olora, Kawasan pariwisata bahari di Teluk Belukar, Afia, Pasar Gunungsitoli, Turendra, Fowa, dan pendukung pariwisata berupa perhotelan dan prasarana tempat hiburan di wilayah PPK serta Kawasan pengembangan pendiidkan di wilayah Gunungsitoli dan Gunungsitoli Idanoi.56

Yang kedua yaitu Kawasan Strategis Sosial dan budaya meliputi :Kawasan budaya/ rumah adat;Kawasan situs batu megalith; dan Kawasan tempat bersejarah, Kawasan Strategis Fungsi dan daya Dukung lingkungan Hidup meliputi daerah

53Loc.Cit.,

54 Ibid.

55Ibid., hal 10.

56 Ibid

(45)

rawan Bencana Tsunami di sepanjang pesisir pantai Kota Gunungsitoli, Kawasan Strategis Sumber Daya Alam meliputi kawasan pertambangan di Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa.57

Jumlah penduduk Kota Gunungsitoli sendiri tahun 2013 menurut angka proyeksi BPS Kota Gunungsitoli sebanyak 129.043 jiwa, terdiri dari penduduk perempuan sebanyak66.105 dan penduduk laki-laki sebanyak 63.298 jiwa. Dari total penduduk Kota Gunungsitoli sebanyak 48,04 persen berdomisili di Kecamatan Gunungsitoli, sementara wilayah yang paling sedikit didiami yakni Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa sebanyak 5,32 persen.Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, penduduk ynag paling banyak berada pada kelompok umur 0-4 tahun sebanayak 16.332 jiwa, sementara yang paling sedikit berada pada kelompok umur 60-64 sebanyak 3.400 jiwa.58

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 63.299 atau 48,92 persen, sementara penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebesar 66.104 atau 51,08 persen. Kepadatan penduduk Kota Gunungsitoli tahun 2013 berdasarkan angka proyeksi adalah sebesar 276 jiwa per Km2. Sementara berdasarkan wilayah kecamatan, kepadatan penduduk terbesar berada pada Keamatan Gunungsitoli sebesar 570 jiwa per Km2, dan wilayah kecamatan dengn kepadatan penduduk terkecil berada di Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa sebesar 114 jiawa per Km2.59

57 Loc.Cit.,

58 Ibid., hal 21.

59 Ibid.

(46)

Jumlah penganut agama di wilayah Kota Gunungsitoli, meliputi : agama Kristen Protestan sebanyak 92.510 jiwa atau 71,04 % , Islam sebanyak 21.147 jiwa atau 16,24 %. Katolik sebanyak 16.278 jiwa atau 12,50 % dan Budha sebanyak 284 jiwa atau 0,22 %. Seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1

Jumlah Umat Beragama di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

No. KECAMATAN Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1. Kec. Gunungsitoli 15.564 36.104 6.758 - 284

2. Kec. Gunungsitoli Idanoi 1.753 16.515 4.183 - -

3. Kec. Gunungsitoli Selatan 506 11.890 1.748 - -

4. Kec. Gunungsitoli Barat - 6.275 877 - -

5. Kec. Gunungsitoli Utara 3.324 11.069 2.175 - -

6. Kec. Gunungsitoli Alo’oa - 10.657 537 - -

Jumlah 21.147 92.510 16.278 0 284

Sumber : Kementrian Agama Kantor Kabupaten Nias

Dari tabel dapat kita simpulkan bahwa penduduk bergama Kristen Protestan merupakan penduduk terbanyak, dan Budha dengan penduduk terkecil.

Selain itu Kec. Gunungsitoli merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak dibanding kecamatan lain baik dari jumlah penduduk per agamanya maupun secara keseluruhan.

Untuk kondisi aparatur daerah, SDM aparatur daerah atau pegawai negeri sipil yang bekerja di lingkungan pemerintah Kota Gunungsitoli pada tahun 2013 tercatat sebanyak 3.247 orang, mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2012. Jumlah PNS aparatur daerah yang terbanyak berdasarkan latar belakang

(47)

pendidikan yakni sarjana sebanayak 1.265 orang, sementara yang paling sedikit yakni latar belakang pendidikan S-3 sebanyak 1 orang.60

Berdasarkan ruang golongan kepangkatan, pada tahun 2013 PNS terbanya berada pada ruang golongan III sebanayak 1.612 orang, sementara yang paling sedikit berada pada ruang golongan I sebanyak 10 orang. Distribusi PNS aparatur daerah berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), PNS terbanyak berada pada SKPD Dinas Pendidikan, sementara yang paling sedikit berada pada SKPD Kelurahan Saombo.61

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemerintah Kota Gunungsitoli yang terlah terbentuk sampai dengan tahun 2013, sebanyak 31 SKPD, terdiri dari : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Perumahan, dan Kebersihan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Mikro Keil dan Menengah, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Peuda dan Olahraga, Dinas Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, PP, KB, dan Pemdes, Badan Pelayanan Perizinan terpadu, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindunagn Masyarakat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja, Kantor

60Loc.Cit., hal 32.

61Ibid., hal 33.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaturan ruang bawah tanah pada bangunan gedung dalam hukum nasional tidak mengatur secara jelas pemanfaatannya, beberapa pasal dalam undang-undang maupun

Knowledge of meaningful body motion is also useful when interpreting the speaker’s kinesics and other extra-linguistic elements, especially if the target language

Selain air, yang menyebabkan erosi pada tanah juga adalah penanaman, seperti penanaman pada lahan bertopografi miring, ditambah dengan curah hujan tinggi dan

Militer Iran, ini karena Khameini masih berada dalam pengaruh Imam Khomeini yang saat itu tidak menyetujui fasilitas nuklir yang dianggap salah satu wujud bantuan AS [27]..

Hasil uji t berpasangan diperoleh nilai t sebesar ±9,03 dengan nilai significancy p 0,000 ( p < 0,05), sehingga bermakna secara siginfikan terhadap skor

Selanjutnya berdasarkan nilai Exp(B) variabel faktor usia kehamilan memliki nilai Exp(b) paling besar yaitu 4064,791 dibandingkan dengan faktor ibu yang lainnya, sehingga

The presence of activated zeolite in the pyrolysis process evidently improved the secondary cracking into small hydrocarbon chains, and this obtained a remarkable increase of BCO

Banyaknya vitamin dan kandungan yang berguna untuk tubuh yang terdapat dalam air kelapa hijau ternyata juga dapat digunakan untuk menjaga kesehatan jantung8. Menjaga