• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023

N/A
N/A
andi damayanti

Academic year: 2023

Membagikan "Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERI

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG

JABATAN FUNGSIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 72 ayat (2), Pasal 73 ayat (3), Pasal 86 ayat (2), Pasal 97, Pasal 99 ayat (7), dan Pasal 101 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);

5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 126);

6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2021 tentang

(2)

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1249) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 753);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG JABATAN FUNGSIONAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

2. Pegawai ASN yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

4. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai ASN dalam suatu satuan organisasi.

5. Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT adalah sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah.

6. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki JPT.

7. Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

8. Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki JA pada instansi pemerintah.

9. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

(3)

10. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada instansi pemerintah.

11. Perpindahan Horizontal adalah perpindahan dari satu posisi Jabatan ke posisi Jabatan lain yang setara, baik di dalam satu kelompok maupun antar kelompok JA, JF, atau JPT.

12. Perpindahan Vertikal adalah perpindahan dari satu posisi Jabatan ke posisi Jabatan yang lain yang lebih tinggi, di dalam satu kelompok JF.

13. Perpindahan Diagonal adalah perpindahan dari satu posisi Jabatan ke posisi Jabatan lain yang lebih tinggi antar kelompok JA, JF, atau JPT.

14. Pembinaan JF adalah upaya peningkatan dan pengendalian standar profesi JF yang meliputi kewenangan pengelolaan, prosedur dan metodologi pelaksanaan tugas Pejabat Fungsional.

15. Ekspektasi Kinerja yang selanjutnya disebut Ekspektasi adalah harapan atas hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN.

16. Evaluasi Kinerja Periodik Pejabat Fungsional adalah proses dimana pejabat penilai kinerja mereviu keseluruhan hasil kerja dan perilaku kerja Pejabat Fungsional selama bulanan atau triwulanan dan menetapkan predikat kinerja periodik Pejabat Fungsional berdasarkan kuadran kinerja Pejabat Fungsional.

17. Evaluasi Kinerja Tahunan Pejabat Fungsional adalah proses dimana pejabat penilai kinerja mereviu keseluruhan hasil kerja dan perilaku kerja Pejabat Fungsional selama satu tahun kinerja dan menetapkan predikat kinerja tahunan Pejabat Fungsional berdasarkan kuadran kinerja Pejabat Fungsional.

18. Predikat Kinerja adalah predikat yang ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja atas hasil evaluasi kinerja Pegawai ASN baik secara periodik maupun tahunan.

19. Pejabat Penilai Kinerja adalah atasan langsung Pejabat Fungsional dengan ketentuan paling rendah pejabat pengawas atau pejabat lain yang diberi pendelegasian kewenangan.

20. Pimpinan adalah Pejabat Penilai Kinerja, pejabat lain dalam satu unit organisasi, lintas unit organisasi, lintas instansi pemerintah pemilik kinerja (outcome/outcome antara/output/layanan), dan/atau pejabat lain di luar instansi pemerintah dimana pegawai mendapat penugasan khusus.

21. Angka Kredit adalah nilai kuantitatif dari hasil kerja Pejabat Fungsional.

22. Angka Kredit Kumulatif adalah akumulasi nilai Angka Kredit yang harus dicapai oleh Pejabat Fungsional sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat dan jabatan.

23. Tim Penilai Kinerja PNS adalah tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang untuk memberikan pertimbangan kepada pejabat pembina kepegawaian atas usulan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam Jabatan, pengembangan kompetensi, serta pemberian penghargaan bagi PNS.

(4)

24. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran dan penilaian terhadap kompetensi teknis, manajerial, dan sosio kultural dari Pegawai ASN.

25. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

27. Unit Organisasi adalah bagian dari struktur organisasi yang dapat dipimpin oleh Pejabat Pimpinan Tinggi madya, Pejabat Pimpinan Tinggi pratama, pejabat administrator, pejabat pengawas, atau Pejabat Fungsional yang diangkat untuk memimpin suatu unit kerja mandiri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

28. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.

29. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.

30. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.

BAB II

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB, TUGAS, DAN KLASIFIKASI JF

Bagian Kesatu

Kedudukan dan Tanggung Jawab JF Pasal 2

(1) Pejabat Fungsional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Pejabat Pimpinan Tinggi madya, Pejabat Pimpinan Tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF.

(2) Pejabat Fungsional dapat ditugaskan untuk memimpin suatu Unit Organisasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal Pejabat Fungsional berkedudukan pada Unit Organisasi yang dipimpin oleh Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Fungsional dapat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Pejabat Fungsional yang memimpin Unit Organisasi.

(5)

Bagian Kedua Tugas JF

Pasal 3

(1) JF memiliki tugas memberikan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

(2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan ruang lingkup kegiatan.

(3) Selain ruang lingkup kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) JF dapat diberikan tugas lainnya.

(4) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan untuk memenuhi Ekspektasi pada Instansi Pemerintah guna pencapaian target organisasi.

(5) Ekspektasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan prinsip pengelolaan kinerja Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Klasifikasi JF

Pasal 4

(1) Klasifikasi JF disusun berdasarkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja dalam Unit Organisasi.

(2) Karakteristik kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan ruang lingkup kegiatan, kewenangan, aspek pengetahuan dan keterampilan, serta keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas JF.

(3) Mekanisme kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan pada metode dan cara kerja JF.

(4) Pola kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk kepada kerangka kerja dalam melaksanakan tugas JF.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III

KATEGORI DAN JENJANG JF Bagian Kesatu

Kategori JF Pasal 5 (1) Kategori JF terdiri atas:

a. JF keahlian; dan b. JF keterampilan.

(2) JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan dominasi karakteristik pekerjaan ranah kognitif, yaitu pengetahuan dan perilaku sesuai dengan jenjang pendidikan.

(3) JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan dominasi karakteristik pekerjaan pada ranah psikomotor, yaitu keterampilan dan perilaku sesuai dengan jenjang pendidikan.

(6)

Bagian Kedua Jenjang JF

Pasal 6

(1) Jenjang JF keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. jenjang ahli utama;

b. jenjang ahli madya;

c. jenjang ahli muda; dan d. jenjang ahli pertama.

(2) Tugas dan fungsi dalam JF keahlian ditentukan berdasarkan pengetahuan dan keahlian sebagai berikut:

a. jenjang JF ahli utama sebagaimana dimaksud pada ayaf (1) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tertinggi;

b. jenjang JF ahli madya sebagaimana dimaksud pada ayal (1) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi;

c. jenjang JF ahli muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan; dan

d. jenjang JF ahli pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.

(3) Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. jenjang penyelia;

b. jenjang mahir;

c. jenjang terampil; dan d. jenjang pemula.

(4) Tugas dan fungsi dalam JF keterampilan ditentukan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan sebagai berikut:

a. jenjang JF penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi dalam JF keterampilan;

b. jenjang JF mahir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama dalam JF keterampilan;

c. jenjang JF terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat lanjutan dalam JF keterampilan; dan

d. jenjang JF pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat dasar dalam JF keterampilan.

Pasal 7

Tingkat pengetahuan dan keahlian/keterampilan dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7)

BAB IV

PENGUSULAN DAN PENETAPAN JF Bagian Kesatu

Umum Pasal 8

(1) Penetapan JF dalam suatu Unit Organisasi Instansi Pemerintah dilaksanakan berdasarkan kesesuaian antara tugas dan fungsi Unit Organisasi dengan tugas JF.

(2) Penetapan JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pengusulan JF baru; dan/atau

b. perubahan JF yang sudah ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kedua

Tata Cara Pengusulan dan Penetapan JF Pasal 9

(1) Penetapan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berdasarkan pada usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah kepada Menteri.

(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pimpinan Instansi Pemerintah kepada Menteri dengan melampirkan urgensi penetapan JF.

(3) Menteri melakukan kajian terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menetapkan JF yang diusulkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 10

Dalam hal diperlukan, Menteri dapat menetapkan JF tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah.

BAB V

PENGANGKATAN DALAM JF Bagian Kesatu

Umum Pasal 11

(1) Pengangkatan PNS dalam JF harus mempertimbangkan lingkup tugas Unit Organisasi dengan kelompok keahlian/

keterampilan JF, serta kebutuhan organisasi.

(2) Penetapan kebutuhan JF dilaksanakan berdasarkan pedoman penghitungan kebutuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

Pengangkatan PNS ke dalam JF dilakukan melalui:

a. pengangkatan pertama;

b. perpindahan dari jabatan lain;

c. penyesuaian; dan d. promosi.

(8)

Bagian Kedua Pengangkatan Pertama

Pasal 13

(1) Pengangkatan pertama dalam JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berstatus PNS;

b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berijazah paling rendah:

1. sarjana atau diploma empat sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk JF keahlian; dan

2. sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk JF keterampilan;

e. nilai Predikat Kinerja paling rendah baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

f. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF dari calon PNS, bagi:

a. JF ahli pertama;

b. JF ahli muda;

c. JF pemula; atau d. JF terampil.`

(3) Pengangkatan pertama melalui pengisian kebutuhan JF dari calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan nomenklatur JF dalam keputusan pengangkatan calon PNS dan diberikan kelas jabatan sesuai kelas JF.

Bagian Ketiga

Perpindahan dari Jabatan Lain Paragraf 1

Umum Pasal 14

Pengangkatan JF melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilaksanakan untuk pengembangan karier dan kapasitas pejabat fungsional yang disusun sesuai dengan kebutuhan Unit Organisasi.

Pasal 15

Perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b merupakan Perpindahan Horizontal ke dalam JF dilaksanakan melalui:

a. perpindahan antar kelompok JF; dan b. perpindahan antar Jabatan.

(9)

Pasal 16

(1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berstatus PNS;

b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berijazah paling rendah:

1. sarjana atau diploma empat sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk JF keahlian; atau

2. sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk JF keterampilan;

e. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

f. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua) tahun;

g. nilai Predikat Kinerja paling rendah baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

h. berusia paling tinggi:

1. 53 (lima puluh tiga) tahun untuk JF ahli pertama dan JF ahli muda, dan kategori keterampilan;

2. 55 (lima puluh lima) tahun untuk JF ahli madya;

dan

3. 60 (enam puluh) tahun untuk JF ahli utama bagi PNS yang telah menduduki JPT; dan

i. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam hal kebutuhan Unit Organisasi, perpindahan JF ahli utama ke dalam JF ahli utama lainnya paling tinggi berusia 63 (enam puluh tiga) tahun.

(3) Dalam hal penataan birokrasi atau kebutuhan strategis organisasi, persyaratan pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dipertimbangkan paling singkat 1 (satu) tahun secara kumulatif.

(4) Pengusulan untuk pengangkatan JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h angka 3 dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun sebelum batas persyaratan usia sebagaimana pada ayat (1) huruf h angka 3.

(5) Pengangkatan JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

Pasal 17

(1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan dari Jabatan lain dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hasil Evaluasi Kinerja Periodik pegawai minimal 6 (enam) bulan terakhir.

(2) Dalam hal hasil Evaluasi Kinerja Periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki Predikat Kinerja baik dan sangat baik, perpindahan dari Jabatan lain dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspirasi pejabat fungsional yang bersangkutan.

(10)

(3) Predikat Kinerja yang telah diperoleh pada jabatan sebelumnya ditetapkan sebagai Predikat Kinerja pada JF yang akan diduduki.

Pasal 18

Pangkat PNS yang akan diangkat dalam JF melalui perpindahan dari jabatan lain ditetapkan sama dengan pangkat yang dimilikinya.

Paragraf 2

Perpindahan antar kelompok JF Pasal 19

(1) Perpindahan antar kelompok JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilaksanakan antar JF.

(2) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan syarat Jabatan.

(3) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam satu atau lintas rumpun/klasifikasi Jabatan.

Pasal 20

Angka Kredit yang dimiliki pada JF sebelumnya ditetapkan sebagai Angka Kredit JF yang akan diduduki.

Paragraf 3

Perpindahan Antarjabatan Pasal 21

(1) Perpindahan antar Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilaksanakan antar JF, JA, atau JPT.

(2) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a. Pejabat Pimpinan Tinggi utama, Pejabat Pimpinan Tinggi madya, Pejabat Pimpinan Tinggi pratama ke dalam JF ahli utama;

b. pejabat administrator ke dalam JF ahli madya;

c. pejabat pengawas ke dalam JF ahli muda;

d. pejabat pelaksana ke dalam JF keterampilan dan JF ahli pertama;

e. Pejabat Fungsional ahli utama ke dalam JPT Pratama;

atau

f. Pejabat Fungsional keterampilan, ahli pertama, ahli muda, dan ahli madya ke dalam JA.

(3) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam satu atau lintas rumpun/klasifikasi Jabatan.

Pasal 22

(1) Perpindahan JPT dan JA ke JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d diberikan Angka Kredit.

(2) Perpindahan JF ke JPT dan JA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf e dan huruf f dilaksanakan

(11)

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peghitungan Angka Kredit untuk perpindahan ke dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

Bagian Keempat Penyesuaian

Pasal 23

(1) Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilaksanakan untuk:

a. penetapan JF baru;

b. perubahan ruang lingkup tugas JF; dan/atau

c. kebutuhan mendesak sesuai prioritas strategis instansi atau nasional.

(2) Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian berlaku bagi PNS yang pada saat JF ditetapkan telah memiliki pengalaman dan/atau masih melaksanakan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.

(3) Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. berstatus PNS;

b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berijazah paling rendah:

1. sarjana/diploma empat untuk JF keahlian; dan 2. sekolah lanjutan tingkat atas atau setara untuk JF

keterampilan;

e. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua) tahun;

f. memiliki Predikat Kinerja paling rendah baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

g. syarat lain sesuai dengan kebutuhan JF yang ditetapkan oleh Menteri.

(4) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan lowongan kebutuhan jabatan untuk jenjang jabatan yang akan diduduki.

(5) Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian diberikan Angka Kredit sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6) Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan 1 (satu) kali selama masa penyesuaian.

(12)

Pasal 24

(1) Dalam hal diperlukan penataan birokrasi, penyesuaian Jabatan ke dalam JF dapat dilakukan melalui penyetaraan Jabatan dengan persetujuan Menteri.

(2) Penyetaraan Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a. jabatan administrator ke JF ahli madya;

b. jabatan pengawas ke JF ahli muda; dan

c. jabatan pelaksana yang merupakan eselon V ke JF ahli pertama.

(3) Penyesuaian melalui penyetaraan Jabatan harus memenuhi persyaratan:

a. PNS yang masih menduduki jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana yang merupakan eselon V berdasarkan keputusan PPK atau pejabat lain yang diberikan kewenangan;

b. memiliki ijazah paling rendah:

1. sarjana atau diploma empat bagi yang disetarakan ke dalam JF yang mensyaratkan jenjang pendidikan paling rendah sarjana atau diploma empat;

2. magister bagi JF yang mensyaratkan jenjang pendidikan paling rendah magister; atau

3. sesuai dengan kualifikasi dan jenjang pendidikan yang dipersyaratkan dalam pengangkatan JF yang mensyaratkan kualifikasi pendidikan tertentu pada jenjang tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. memiliki kesesuaian tugas, fungsi, pengalaman, atau pernah melaksanakan tugas yang berkaitan dengan tugas JF.

(4) Pengangkatan dalam JF melalui penyetaraan Jabatan diberikan Angka Kredit sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5) Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan 1 (satu) kali selama masa penyetaraan Jabatan.

Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian angka kredit penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5) dan Pasal 24 ayat (4) diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

(13)

Bagian Kelima Promosi Paragraf 1

Umum Pasal 26

Promosi dalam JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d dilaksanakan melalui:

a. promosi ke dalam atau dari JF; dan b. kenaikan jenjang JF.

Pasal 27

Pangkat PNS yang akan diangkat ke dalam JF melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a sesuai dengan pangkat yang dimilikinya.

Paragraf 2

Promosi ke dalam atau dari JF Pasal 28

(1) Promosi ke dalam atau dari JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a merupakan Perpindahan Diagonal.

(2) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. JF ahli utama ke dalam JPT madya dan JPT utama;

b. JF ahli madya ke dalam JPT pratama;

c. JF ahli muda ke dalam jabatan administrator;

d. JF penyelia dan ahli pertama ke dalam jabatan pengawas;

e. jabatan administrator dan JPT pratama ke dalam JF ahli utama;

f. jabatan pengawas ke dalam JF ahli madya; atau

g. jabatan pelaksana ke dalam JF ahli pertama, JF ahli muda, dan JF keterampilan.

(3) Pengangkatan ke dalam JF melalui promosi, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

b. memiliki Predikat Kinerja paling rendah sangat baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

c. memiliki rekam jejak yang baik;

d. tidak sedang menjalani proses hukuman disiplin PNS;

e. tidak pernah dikenakan hukuman karena melakukan pelanggaran kode etik dan profesi PNS dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir; dan

f. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau berat dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir.

(4) Dalam hal telah ditetapkan dalam undang-undang, ketentuan promosi JF pada jabatan tertentu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(5) Pengangkatan JF ke dalam JPT dan JA melalui promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai

(14)

dengan huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Pengangkatan dari JPT dan JA ke dalam JF melalui promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf g harus mempertimbangkan lowongan kebutuhan untuk jenjang JF yang akan diduduki.

(7) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan berdasarkan pertimbangan rekomendasi Tim Penilai Kinerja PNS.

Paragraf 3

Kenaikan Jenjang Jabatan Pasal 29

(1) Pengangkatan dalam JF melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b merupakan Perpindahan Vertikal melalui kenaikan jenjang JF.

(2) Promosi untuk kenaikan jenjang jabatan harus memenuhi persyaratan:

a. memenuhi Angka Kredit Kumulatif kenaikan jenjang jabatan;

b. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi kenaikan jenjang jabatan; dan

c. memiliki Predikat Kinerja paling rendah baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), JF tertentu yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada JF tersebut.

(4) Promosi untuk kenaikan jenjang jabatan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan rekomendasi Tim Penilai Kinerja.

Pasal 30

(1) Untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, Pejabat Fungsional harus telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif kenaikan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a.

(2) Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme kenaikan jenjang JF dan tata cara penghitungan Angka Kredit Kumulatif kenaikan jenjang JF diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

(15)

Bagian Keenam

Tata Cara Pengangkatan dalam JF Pasal 31

(1) Pengangkatan dalam JF ditetapkan oleh PPK atas usulan PyB, bagi:

a. JF ahli madya;

b. JF ahli muda;

c. JF ahli pertama;

d. JF penyelia;

e. JF mahir;

f. JF terampil; dan g. JF pemula.

(2) Pengangkatan dalam JF ahli utama ditetapkan oleh Presiden atas usulan PPK setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian Negara dan penetapan kebutuhan dari Menteri.

Bagian Ketujuh

Pendelegasian Pengangkatan dalam JF Paragraf 1

Pendelegasian Pengangkatan Pasal 32

(1) PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan dalam JF keterampilan dan JF keahlian selain JF ahli madya.

(2) Kriteria pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:

a. jumlah ASN yang dibina dan penyebaran lokasi penempatannya; dan

b. struktur dan ruang lingkup organisasi.

(3) Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penandatanganan surat keputusan penetapan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari JF.

Paragraf 2

Tata Cara Pendelegasian Pengangkatan Pasal 33

(1) Pemberian kuasa ditetapkan sebagai berikut:

a. PPK Instansi Pusat dapat memberikan kuasa kepada paling rendah Pejabat Pimpinan Tinggi pratama yang membidangi kepegawaian di lingkungannya untuk penetapan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dalam dan dari JF, dan penetapan pengangkatan kembali JF di lingkungan Instansi Pusat untuk JF ahli pertama, JF ahli muda, dan/atau JF keterampilan;

b. PPK daerah provinsi dapat memberikan kuasa kepada paling rendah Pejabat Pimpinan Tinggi pratama yang membidangi kepegawaian di lingkungannya untuk

(16)

penetapan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dalam dan dari JF, dan penetapan pengangkatan kembali JF di lingkungan daerah provinsi untuk JF ahli pertama, JF ahli muda, dan/atau JF keterampilan; dan

c. PPK daerah kabupaten/kota dapat memberikan kuasa kepada PyB di lingkungannya untuk penetapan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dalam dan dari JF, dan penetapan pengangkatan kembali JF ahli pertama, JF ahli muda, dan/atau JF keterampilan.

(2) PPK menyampaikan tembusan keputusan pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(3) Pejabat yang menerima delegasi/pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menandatangani surat keputusan tersebut tidak untuk atas namanya sendiri tetapi atas nama PPK yang memberikan kuasa.

Bagian Kedelapan

Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Pasal 34

(1) Setiap PNS yang diangkat menjadi Pejabat Fungsional wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(2) Tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji JF dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI

PENGELOLAAN KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL Pasal 35

(1) Pengelolaan kinerja Pejabat Fungsional terdiri atas:

a. perencanaan kinerja yang meliputi penetapan dan klarifikasi Ekspektasi;

b. pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan kinerja yang meliputi pendokumentasian kinerja, pemberian umpan balik berkelanjutan, dan pengembangan kinerja Pejabat Fungsional;

c. penilaian kinerja Pejabat Fungsional yang meliputi evaluasi kinerja Pejabat Fungsional; dan

d. tindak lanjut hasil evaluasi kinerja Pejabat Fungsional yang meliputi pemberian penghargaan dan sanksi.

(2) Pengelolaan kinerja Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berorientasi pada:

a. pengembangan kinerja Pejabat Fungsional;

b. pemenuhan Ekspektasi Pimpinan;

c. dialog kinerja yang intens antara Pimpinan dan Pejabat Fungsional;

d. pencapaian kinerja organisasi; dan

e. hasil kerja dan perilaku kerja Pejabat Fungsional.

(3) Pengelolaan kinerja Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan

(17)

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan kinerja Pegawai ASN.

Pasal 36

(1) Evaluasi kinerja Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dilaksanakan secara periodik maupun tahunan.

(2) Evaluasi Kinerja Periodik Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling singkat 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan ditetapkan dalam Predikat Kinerja periodik Pejabat Fungsional.

(3) Evaluasi Kinerja Tahunan Pejabat Fungsional ditetapkan dalam Predikat Kinerja tahunan Pejabat Fungsional.

(4) Predikat Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) terdiri atas:

a. sangat baik;

b. baik;

c. cukup/butuh perbaikan;

d. kurang; atau e. sangat kurang.

(5) Penetapan Predikat Kinerja dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja.

Pasal 37

(1) Predikat Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikonversikan ke dalam perolehan Angka Kredit tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. sangat baik ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 150%

(seratus lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

b. baik ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 100% (seratus persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

c. cukup/butuh perbaikan ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

d. kurang ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 50% (lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF; dan

e. sangat kurang ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 25%

(dua puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF.

(2) Dalam hal Pejabat Fungsional memperoleh ijazah pendidikan formal yang lebih tinggi, diberikan tambahan Angka Kredit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai jenjangnya untuk 1 (satu) kali penilaian.

(3) Tambahan Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberikan bagi Pejabat Fungsional dengan Predikat Kinerja paling rendah baik.

(4) Dalam hal Predikat Kinerja diperoleh melalui evaluasi kinerja yang dilaksanakan secara periodik maupun tahunan, konversi Predikat Kinerja ke dalam Angka Kredit dapat dihitung secara proporsional berdasarkan periode penilaian yang berjalan sepanjang terpenuhi Ekspektasi.

(18)

(5) Konversi Predikat Kinerja ke dalam Angka Kredit tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6) Konversi Predikat Kinerja ke dalam Angka Kredit dan penetapan Angka Kredit dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara penghitungan konversi Predikat Kinerja ke dalam Angka Kredit diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

BAB VII

KENAIKAN PANGKAT Bagian Kesatu Kenaikan Pangkat JF

Pasal 38

(1) Kenaikan pangkat 1 (satu) tingkat lebih tinggi dapat diberikan dan dipertimbangkan apabila telah memenuhi paling sedikit Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat.

(2) Angka Kredit Kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan akumulasi dari Angka Kredit tahunan dalam periode tertentu.

(3) Usulan kenaikan pangkat disampaikan oleh PyB kepada PPK berdasarkan pemenuhan Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) PPK menetapkan kenaikan pangkat berdasarkan pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS setelah mendapatkan pertimbangan teknis Badan Kepegawaian Negara.

(5) Mekanisme pengusulan dan penetapan kenaikan pangkat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Dalam hal Pejabat Fungsional telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan pangkat JF bersamaan dengan kenaikan jenjang JF, dilakukan kenaikan jenjang JF terlebih dahulu, dan dengan Angka Kredit yang sama diusulkan kenaikan pangkat.

(2) Dalam hal belum tersedia lowongan pada jenjang jabatan, Pejabat Fungsional yang telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi.

(3) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan tugas JF sesuai dengan jenjang JF.

(4) Kelebihan Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat JF dapat diperhitungkan kembali untuk kenaikan pangkat selanjutnya sepanjang dalam jenjang yang sama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme kenaikan pangkat JF dan tata cara penghitungan Angka Kredit

(19)

Kumulatif kenaikan pangkat JF diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

Bagian Kedua

Kenaikan Pangkat Istimewa Pasal 40

(1) Pejabat Fungsional yang memiliki penilaian kinerja dan keahlian yang luar biasa dalam menjalankan tugas JF dapat diberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat istimewa.

(2) Pemberian kenaikan pangkat istimewa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB VIII

PEMBERHENTIAN DARI JF Bagian Kesatu

Kriteria Pemberhentian dari JF Pasal 41

(1) Pejabat Fungsional diberhentikan dari jabatannya apabila:

a. mengundurkan diri dari Jabatan;

b. diberhentikan sementara sebagai PNS;

c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;

d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

e. ditugaskan secara penuh pada JPT, jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana; atau

f. tidak memenuhi persyaratan JF.

(2) Pejabat Fungsional yang diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang jabatan terakhir apabila tersedia kebutuhan JF.

(3) Pengangkatan kembali dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit Kumulatif terakhir yang dimiliki dalam jenjang jabatannya dan dapat ditambah dari penilaian kinerja tugas bidang JF selama diberhentikan.

(4) Pejabat Fungsional yang diberhentikan karena ditugaskan pada jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat disesuaikan pada jenjang sesuai dengan pangkat terakhir pada jabatannya paling singkat 1 (satu) tahun setelah diangkat kembali pada jenjang JF terakhir yang didudukinya dengan hasil evaluasi kinerja paling rendah berpredikat baik setelah mengikuti dan lulus Uji Kompetensi apabila tersedia kebutuhan JF.

(5) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f harus diperiksa terlebih dahulu dan mendapatkan izin dari PyB sebelum ditetapkan pemberhentiannya.

(20)

(6) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat diangkat kembali dalam JF yang sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

(1) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dapat dipertimbangkan dalam hal memiliki alasan pribadi yang tidak mungkin untuk melaksanakan tugas JF.

(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara tertulis kepada PPK dengan menyertakan alasan pengunduran diri.

(3) PPK menetapkan pemberhentian Pejabat Fungsional dan melaporkan kepada instansi pembina.

Pasal 43

Pejabat Fungsional yang tidak memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf f apabila:

a. Predikat Kinerja tahunan bagi Pejabat Fungsional kurang atau sangat kurang dan tidak menunjukkan perbaikan kinerja setelah diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. tidak memenuhi standar kompetensi yang ditentukan pada

JF yang diduduki.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemberhentian dari JF Pasal 44

(1) Usulan pemberhentian dari JF disampaikan oleh:

a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JF ahli utama; dan

b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JF selain JF ahli utama.

(2) Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(3) Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX KOMPETENSI Bagian Kesatu Standar Kompetensi

Pasal 45

(1) Setiap jenjang JF memiliki standar kompetensi yang terdiri atas:

a. kompetensi teknis;

b. kompetensi manajerial; dan c. kompetensi sosial kultural.

(21)

(2) Penyusunan standar kompetensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Pengembangan Kompetensi Pasal 46

(1) Pejabat Fungsional wajib mengembangkan kompetensi secara berkelanjutan sesuai dengan minat dan kebutuhan pelaksanaan tugas JF yang diduduki dalam sistem pembelajaran terintegrasi.

(2) Instansi pembina menyusun konten pembelajaran, strategi, dan program pengembangan kompetensi untuk mendukung percepatan pengembangan kompetensi Pejabat Fungsional.

(3) Selain dukungan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi pembina melaksanakan pembinaan JF lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Untuk pembinaan JF sebagaimana dimaksud pada ayat (3), instansi pembina berkoordinasi dengan organisasi profesi.

(5) Pelaksanaan pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA Pasal 47

(1) Instansi pembina merupakan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau kesekretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi pembina suatu JF.

(2) Instansi pembina mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menyusun pedoman formasi JF;

b. menyusun standar kompetensi JF;

c. menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;

d. menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman penilaian kualitas hasil kerja Pejabat Fungsional;

e. menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas JF;

f. menyusun kurikulum pelatihan JF;

g. menyelenggarakan pelatihan JF;

h. membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan;

i. menyelenggarakan Uji Kompetensi JF;

j. menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF;

k. melakukan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;

l. mengembangkan sistem informasi JF;

m. memfasilitasi pelaksanaan tugas pokok JF;

n. memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;

(22)

o. memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku JF;

p. melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara;

q. melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan JF tersebut;

r. melakukan koordinasi dengan instansi pengguna dalam rangka pembinaan karier Pejabat Fungsional; dan s. menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi

jabatan.

(3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah pengguna JF setelah mendapat akreditasi dari instansi pembina.

(5) Instansi pembina dalam melaksanakan tugas pengelolaan wajib menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k, huruf 1, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, huruf r, dan huruf s, pengelolaan JF yang dibinanya sesuai dengan perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan tembusan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(6) Instansi pembina menyampaikan secara berkala setiap tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p kepada Menteri dengan tembusan Kepala Lembaga Administrasi Negara.

Pasal 48

(1) Menteri melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas instansi pembina JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), terdiri atas:

a. pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan JF oleh instansi pembina; dan

b. pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan JF pada Instansi Pemerintah.

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan JF dilaksanakan berdasarkan laporan pimpinan instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) dan ayat (6).

(3) Pengawasan terhadap pelaksanaan JF dilaksanakan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 49

(1) Dalam hal hasil pengawasan pelaksanaan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Menteri berwenang mempertimbangkan untuk mencabut penetapan JF.

(2) Pejabat Fungsional yang pada saat penetapan JF dicabut masih menduduki JF, dapat dialihkan ke dalam jabatan lain sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi jabatan dan

(23)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

BAB XI

ORGANISASI PROFESI Bagian Kesatu

Umum Pasal 50

(1) Setiap JF yang telah ditetapkan harus memiliki 1 (satu) organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.

(2) Setiap Pejabat Fungsional harus menjadi anggota organisasi profesi JF.

(3) Pembentukan organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh instansi pembina.

(4) Organisasi profesi JF mempunyai tugas:

a. menyusun kode etik dan kode perilaku profesi;

b. memberikan advokasi; dan

c. memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.

(5) Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditetapkan oleh organisasi profesi JF setelah mendapat persetujuan dari pimpinan instansi pembina.

Bagian Kedua

Syarat dan Tata Cara Pembentukan Organisasi Profesi dan Hubungan Kerja

Pasal 51

Organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 harus memenuhi syarat meliputi:

a. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

b. memiliki tujuan dan sasaran pembentukan;

c. memiliki visi dan misi yang jelas dan tergambar dalam program kerja;

d. terdapat sumber pendanaan yang jelas;

e. berdomisili alamat;

f. memiliki pembagian kerja dan tugas dan wewenang yang jelas berdasarkan struktur organisasi; dan

g. berbadan hukum.

Pasal 52

(1) Dalam hal suatu organisasi profesi sudah terbentuk sebelum JF ditetapkan, organisasi profesi dapat dikukuhkan sebagai organisasi profesi JF dalam keputusan pimpinan instansi pembina JF terkait.

(2) Dalam hal suatu organisasi profesi belum terbentuk, pembentukan organisasi profesi ditetapkan melalui keputusan pimpinan instansi pembina berdasarkan usulan pengurus/calon pengurus kepada pimpinan instansi pembina dan/atau berdasarkan usulan dari

(24)

perkumpulan profesi JF dengan rekomendasi dari instansi pembina.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri dengan tembusan Kepala Badan Kepegawaian Negara dan Kepala Lembaga Administrasi Negara.

Pasal 53

Hubungan kerja antara instansi pembina dengan organisasi profesi JF bersifat koordinatif dan fasilitatif untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pembinaan JF.

Pasal 54

Dalam melaksanakan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, instansi pembina dapat:

a. memberikan fasilitasi dalam penyusunan dan persetujuan dalam penetapan kode etik dan kode perilaku profesi JF;

b. menjalin kerja sama dengan organisasi profesi sebagai mitra dalam penegakan kode etik profesi, penyusunan standar kompetensi profesi, penyelenggaraan Uji Kompetensi dan sertifikasi kompetensi, pemberian advokasi dan pengembangan profesi, serta pengembangan ilmu pengetahuan, metode, dan inovasi bagi profesi;

c. memberikan dukungan kepada organisasi profesi sepanjang rencana kegiatannya mendorong peningkatan profesionalitas, memberikan advokasi, dan penegakan kode etik JF; dan

d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas organisasi profesi dalam pembinaan dan peningkatan profesional JF.

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 55

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pejabat Fungsional yang diangkat melalui penyetaraan jabatan pada Instansi Pemerintah tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Mei 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional yang akan naik pangkat pada periode kenaikan pangkat April dan Oktober 2023 dapat dipertimbangkan untuk diberikan:

a. kenaikan pangkat reguler satu kali pada pangkat puncak dalam jabatan administrasinya; atau

b. kenaikan pangkat karena penyesuaian pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Dalam hal Pejabat Fungsional tidak mendapatkan kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud pada

(25)

ayat (1) huruf a kenaikan pangkat dapat dilakukan apabila telah memperoleh Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai dengan jenjang jabatannya.

(3) Penilaian Angka Kredit Kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sejak dilantik dalam JF.

Pasal 56

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara kegiatan tugas JF dengan tugas dan fungsi organisasi, Pejabat Fungsional yang diangkat melalui penyetaraan jabatan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dapat mengajukan penyelarasan kegiatan dan hasil kerja ke dalam butir kegiatan JF untuk dinilai dan ditetapkan sebagai capaian Angka Kredit.

(2) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim penilai Angka Kredit dengan mempertimbangkan persetujuan Pejabat Penilai Kinerja dengan kriteria:

a. kesesuaian kegiatan pada unit organisasi dengan kegiatan pada kedudukan JF dalam peta;

b. memiliki kesesuaian kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural dengan standar kompetensi JF yang diduduki; atau

c. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pencapaian target kinerja organisasi dan tugas dan fungsi unit organisasi Pejabat Fungsional yang bersangkutan.

(3) Instansi Pemerintah dapat melakukan koordinasi dengan instansi pembina dalam melakukan penyelarasan kegiatan JF.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelarasan kegiatan dan hasil kerja JF ke dalam butir kegiatan JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Angka Kredit Kumulatif yang telah diperoleh berdasarkan ketentuan JF masing-masing, disesuaikan ke dalam Angka Kredit Kumulatif berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 31 Desember 2023.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian Angka Kredit Kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan lembaga pemerintah

(26)

nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional.

Pasal 58

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, hasil kerja Pejabat Fungsional yang dilaksanakan sampai dengan 31 Desember 2022, tetap dinilai Angka Kreditnya berdasarkan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai JF masing-masing.

(2) Proses penilaian Angka Kredit terhadap hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 30 Juni 2023.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 59

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penilaian Angka Kredit JF berdasarkan konversi predikat Evaluasi Kinerja Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilaksanakan untuk evaluasi kinerja berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 155) yang ditetapkan untuk periode kinerja mulai 1 Januari 2023.

Pasal 60

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18/MENPAN/2/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Jaksa sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 41/1990;

b. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 42/KEP/M.PAN/12/2000 tentang Jabatan Fungsional Administrator Kesehatan dan Angka Kreditnya;

c. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 23/KEP/M.PAN/4/2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya;

d. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 23/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Jabatan Fungsional Inspektur Minyak dan Gas Bumi dan Angka Kreditnya;

e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 129/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/04/M.PAN/1/2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 129/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan

(27)

Fungsional Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan dan Angka Kreditnya;

f. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 136/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pengamat Gunung Api dan Angka Kreditnya;

g. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 139/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya;

h. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 141/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Dokter Gigi dan Angka Kreditnya;

i. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 150/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor dan Angka Kreditnya;

j. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/12/M.PAN/3/2006 tentang Perubahan Atas atas Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis dan Angka Kreditnya;

k. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/18/M.PAN/2/2004 tentang Jabatan Fungsional Pengamat Meteorologi dan Geofisika dan Angka Kreditnya;

l. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/192/M.PAN/11/2004 tentang Jabatan Fungsional Teknisi Penerbangan dan Angka Kreditnya;

m. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/195/M.PAN/12/2004 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Keselamatan Pelayaran dan Angka Kreditnya;

n. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/47/M.PAN/4/2005 tentang Jabatan Fungsional Refraksionis Optisien dan Angka Kreditnya;

o. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara PER/48/M.PAN/4/2005 tentang Jabatan Fungsional Terapis Wicara dan Angka Kreditnya;

p. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/122/M.PAN/12/2005 tentang Jabatan Fungsional Ortotis Prostesis dan Angka Kreditnya;

q. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/123/M.PAN/12/2005 tentang Jabatan Fungsional Okupasi Terapis dan Angka Kreditnya;

r. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/08/M.PAN/3/2006 tentang Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan dan Angka Kreditnya;

s. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/27/M.PAN/5/2006 tentang Jabatan

(28)

Fungsional Pengendali Frekuensi Radio dan Angka Kreditnya;

t. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/4/2007 tentang Jabatan Fungsional Teknisi Transfusi Darah dan Angka Kreditnya;

u. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/06/M.PAN/4/2007 tentang Jabatan Fungsional Teknisi Gigi dan Angka Kreditnya;

v. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara PER/07/M.PAN/5/2007 tentang Jabatan Fungsional Kataloger dan Angka Kreditnya;

w. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/06/M.PAN/4/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya;

x. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/08/M.PAN/4/2008 tentang Jabatan Fungsional Asisten Apoteker dan Angka Kreditnya;

y. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/10/M.PAN/5/2008 tentang Jabatan Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Angka Kreditnya;

z. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/11/M.PAN/5/2008 tentang Jabatan Fungsional Psikolog Klinis dan Angka Kreditnya;

aa. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/12/M.PAN/5/2008 tentang Jabatan Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya;

bb. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/17/M.PAN/9/2008 tentang Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis dan Angka Kreditnya;

cc. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;

dd. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya;

ee. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya;

ff. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya;

gg. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1271);

(29)

hh. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 2 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Bibit Ternak dan Angka Kreditnya;

ii. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 873);

jj. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 877);

kk. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Medik Veteriner dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 940);

ll. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Paramedik Veteriner dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 941);

mm. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Penyelidik Bumi dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 223);

nn. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 376) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 47 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 152);

oo. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 466) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan

(30)

Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 151);

pp. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 794);

qq. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 26 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Paten dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 998);

rr. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 28 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Teknisi Elektromedis dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1048);

ss. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Radiografer dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1049);

tt. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Perekam Medis dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1097);

uu. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Merek dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1307);

vv. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Desain Industri dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1340);

ww. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1342);

xx. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 284);

yy. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 409);

zz. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.. Peraturan

KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DOSEN DAN ANGKA KREDITNYA,.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya, sehingga

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, khusus pada pasal 17

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2012 Tentang Jabatan Fungsional Medik Veteriner Dan Angka

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi