16 BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi Bahan Baku
1. Benzena (PT. Pertamina, 2016)
Wujud : Cairan
Warna : tidak berwarna
Titik didih, [oC] : 80,1
Densitas : 873,7 kg/m3
Komposisi :
a. Benzena : minimal 99,9 % berat
b. Toluena : maksimal 0,1 % berat
2. Etilena (PT. Chandra Asri Petro Chemical, 2016)
Wujud : Gas (6,8 atm, 30oC)
Titik didih, [oC] : -103,7
Densitas : 1,18 kg/m3
Komposisi :
a. Etilena : minimal 99,5 % mol
b. Metana : maksimal 0,3 % mol
c. Etana : maksimal 0,2 % mol
2.1.2. Spesifikasi Katalis (Zibo Yinghe Chemicals Co., Ltd, 2017)
Jenis : Zeolit ZSM-5
Bentuk : Spherical
Warna : Abu-abu
Wujud : Padat
Ukuran (diameter) : 1,5 mm
Bulk density : 0,6 g/mL
Luas area spesifik : ≥250 m2/g
2.1.3. Spesifikasi Produk
Etilbenzena (Ulmann’s, 2005)
Wujud : cairan
Bau : khas
Titik didih,[oC] : 136,9
Densitas : 862,6 kg/m3
Komposisi :
a. Etilbenzena : minimal 99,5 % berat
b. Benzena : 0,1%-0,4 % berat
c. Toluena : 0,1%-0,3 % berat
d. Dietilbenzena : 200 mg/kg max
2.2. Konsep Proses 2.2.1. Dasar Reaksi
Proses pembuatan etilbenzena dari benzena dan etilena merupakan proses alkilasi benzena pada fase gas yang dilakukan di dalam reaktor fixed bed sehingga menghasilkan produk etilbenzena dengan katalis Zeolit ZSM-5. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Kirk and Othmer, 1998):
Reaksi Alkilasi :
C6H6(g) + C2H4 (g) C6H5C2H5(g)
Reaksi Samping :
C6H5C2H5(g) + 2C2H4 (g) C6H4 (C2H5)2(g)
2.2.2. Kondisi Operasi
Kondisi operasi reaksi pembentukan etilbenzena adalah sebagai berikut:
Temperatur : 380-450 oC
Reaksi berlangsung adiabatis non-isotermal Tekanan :16 atm
Sifat Reaksi : eksotermis
Fase : gas-gas dengan katalis padat
Zeolit ZSM-5
380-450oC, 16 atm
Zeolit ZSM-5
380-450oC, 16 atm
2.2.3. Tinjauan Termodinamika 1. Panas Reaksi (∆HoR)
Panas reaksi (∆HoR) digunakan untuk mengetahui apakah reaksi eksotermis atau endotermis.
Pembentukan etilbenzena :
C2H4 (g) + C6H6 (g) C6H5C2H5 (g)
Tabel 2.1. Data Entalpi Standar pada 298 K (Yaws, 1999) Komponen ∆Hof (kJ/mol)
C2H4 52,30
C6H6 82,93
C6H5C2H5 29,79
∆HoR (298) = ∆Hof C6H5C2H5 - ( ∆Hof C2H4 + ∆Hof C6H6 ) = 29,79 - ( 82,93+ 52,30 )
= -105,44 kJ/mol Pembentukan dietilbenzena :
C6H5C2H2 (g) + C2H4 (g) C6H4(C2H5)2 (g)
Tabel 2.2. Data Entalpi Standar pada 298 K (Yaws, 1999) Komponen ∆Hof (kJ/mol)
C2H4 52,30
C6H5C2H5 29,79 C6H5(C2H5)2 -22,26
∆HoR (298) = ∆Hof C6H5(C2H5)2 - ( ∆Hof C2H4 + ∆Hof C6H5C2H5) = -22,26 – (52,23 + 29,79)
= -104,35 kJ/mol
Dari perhitungan di atas, diperoleh ΔHoR(298 K) bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi bersifat eksotermis.
2. Energi Bebas Gibbs (∆Gof) Pembentukan etilbenzena :
C2H4 (g) + C6H6 (g) C6H5C2H5 (g)
Tabel 2.3. Harga ∆Gof Komponen pada 298 K (Yaws, 1999) Komponen ∆Gof (kJ/mol)
C2H4 68,12
C6H6 129,66
C6H5C2H5 120,58
∆Go298 = ∆Gof C6H5C2H5 - ( ∆Gof C2H4 + ∆Gof C6H6 ) = 120,58 - ( 68,12 + 129,66 )
= - 77,2 kJ/mol Pembentukan dietilbenzena :
C2H4(g) + C6H5C2H5(g) C6H4 (C2H5)2 (g)
Tabel 2.4. Harga ∆Gof Komponen pada 298 K (Yaws, 1999) Komponen ∆Gof (kJ/mol)
C2H4 68,12
C6H5C2H5 120,58 C6H5(C2H5)2 137,86
∆Go298 = ∆Gof C6H4 (C2H5) - ( ∆Gof C2H4 + ∆Gof C6H5C2H5 ) = 137,86 - ( 68,12 + 120,58)
= - 50,84 kJ / gmol
Dari perhitungan tersebut diperoleh ΔG°(298K) negatif (∆G0 < 0). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi ini dapat berlangsung.
3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi ΔGo = - RT.ln K
Dimana :
ΔG˚ = Energi Gibbs standard
R = konstanta gas = 8,314 J/mol.K T = temperatur (K)
K = konstanta keseimbangan reaksi
Dalam tinjauan termodinamika, hubungan antar panas reaksi, suhu dan konstanta kesetimbangan adalah sebagai berikut (Smith, J.M., and Van Ness, H.C., 2001) :
2
ln 0
RT H dT
K
d R
Bila persamaan tersebut diintegralkan menjadi :
f R
T T R H K
K
Re 0
298
1 ln 1
Pembentukan Etilbenzena :
Harga konstanta kesetimbangan pada keadaan standard ( T = 298 K ) adalah ΔGo = - RT. ln K
K298 = e - ∆G / RT
= e – ( -77200 / 8,314 x 298 )
= 3,41x 1013
Harga konstanta kesetimbangan pada keadaan temperatur 702 K.
𝑙𝑛 (𝐾702
𝐾298) = −∆𝐻𝑅0 𝑅 (1
𝑇2− 1 𝑇1) ln 𝐾702− ln 𝐾298 =−(−117920)
8,314 ( 1
702− 1 298) 𝑙𝑛𝐾702 = −(−117920)
8,314 ( 1
702− 1
298) + 𝑙𝑛𝐾298 𝐾702 = 43,32
Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi searah (irreversible). Dengan demikian reaksi utama adalah reaksi eksotermis dan searah.
Pembentukan dietilbenzena :
Harga konstanta kesetimbangan pada keadaan standar ( T = 298 K )
∆G = - RT ln K
K298 = e - ∆G / RT
= e – ( -50840 / 8,314 x 298 )
= 8,16 x 108
Harga konstanta kesetimbangan pada keadaan temperatur 702 K 𝑙𝑛 (𝐾702
𝐾298) = ∆𝐻𝑅0 𝑅 (1
𝑇2− 1 𝑇1) ln 𝐾702− ln 𝐾298 =−(−91730)
8,314 ( 1
702− 1 298) 𝑙𝑛𝐾702 = −(−91730)
8,314 ( 1
702− 1
298) + 𝑙𝑛𝐾298 𝐾702 = 0,45
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi bolak-balik (reversible). Dengan demikian reaksi samping adalah reaksi eksotermis dan bolak-balik.
2.2.4. Tinjauan Kinetika
Reaksi alkilasi pembuatan etilbenzena merupakan reaksi eksotermis sehingga selama reaksi berlangsung akan terjadi pelepasan panas dan ini akan mempengaruhi kecepatan reaksi. Adapun harga k (konstanta kecepatan reaksi) pada pembuatan etilbenzena dari etilena dan benzena adalah sebagai berikut:
Pembentukan Etilbenzena :
C2H4(g) + C6H6(g) → C6H5C2H5(g) E + B → EB 𝑟1 = 𝑘1.𝑃𝐸. 𝑃𝐵− 𝑘−1.𝑃𝐸𝐵
(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵)2
Pembentukan dietilbenzena
C2H4(g) + C6H5C2H5(g) → C6H4 (C2H5)2 (g)
E + EB → DEB 𝑟2 = 𝑘2.𝑃𝐸𝐵. 𝑃𝐸 − 𝑘−2.𝑃𝐷𝐸𝐵
(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸 + 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵)2
Dengan harga k (konstanta kecepatan reaksi) sebagai berikut :
k1 = 255,3 exp(-49.896/RT) k-1 = 5,13 exp(-68.741/RT) k2 = 52,41 exp(-53.148/RT) k-2 = 2,667 exp(-73.491/RT) KE = 0,457 exp(7.769/RT) KB = 6,77 x 10-3 exp(12.436/RT) KEB = 3,19 x 10-3 exp(10.173/RT) KDEB = 8,58 x 10-4 exp(14.059/RT)
Kondisi reaksi pada proses alkilasi benzena adalah bahwa etilena yang teradsorbsi akan bereaksi dengan benzena yang teradsorbsi dan etilbenzena yang terbentuk. Reaksi pada permukaan katalis merupakan pengendali reaksi pada proses ini (You et al., 2006).
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi I : E + B EB
Reaksi pengendalinya adalah reaksi permukaan.
1. E + S E. S Adsorbsi
2. B + S B. S Adsorbsi
3. E.S + B.S EB. S + S Reaksi Permukaan
4. EB.S EB + S Desorpsi
Untuk reaksi 1 (Adsorbsi Etilena) 𝑟𝐸 = 𝑘𝐸 𝑃𝐸𝜃𝑣− 𝑘−𝐸𝜃𝐸
𝑟𝐸 = 𝑘𝐸 (𝑃𝐸𝜃𝑣−𝜃𝐸
𝐾𝐸) ... (1) dimana 𝐾𝐸 = 𝑘𝐸
𝑘−𝐸 𝑟𝐸 = 0, sehingga :
𝜃𝐸 = 𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸 ... (2)
k-EB
kEB
k-E
kE
k-B
kB
k-S
kS
Untuk reaksi 2 (Adsorbsi Benzena) 𝑟𝐵 = 𝑘𝐵 𝑃𝐵𝜃𝑣− 𝑘−𝐵𝜃𝐵
𝑟𝐵 = 𝑘𝐵 (𝑃𝐵𝜃𝑣−𝜃𝐵
𝐾𝐵) ... (3) dimana 𝐾𝐵 = 𝑘𝐵
𝑘−𝐵 𝑟𝐵 = 0, sehingga :
𝜃𝐵 = 𝑃𝐵𝜃𝑣𝐾𝐵 ... (4)
Untuk reaksi 4 (Desorpsi Etilbenzena) 𝑟𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣− 𝑘−𝐸𝐵𝜃𝐸𝐵
𝑟𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵(𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣 −𝜃𝐸𝐵
𝐾𝐸𝐵) ... (5) dimana 𝐾𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵
𝑘−𝐸𝐵 𝑟𝐸𝐵 = 0, sehingga :
𝜃𝐸𝐵 = 𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵 ... (6)
Untuk reaksi 3 (Reaksi permukaan) 𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 𝜃𝐸𝜃𝐵− 𝑘−𝑆𝜃𝐸𝐵𝜃𝑣
𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 (𝜃𝐸𝜃𝐵−𝜃𝐸𝐵𝜃𝑣
𝐾𝑆 ) ... (7) dimana 𝐾𝑆 = 𝑘𝑆
𝑘−𝑆
Persaman (2), (4) dan (6) disubstitusi ke persamaan (7), menjadi : 𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 (𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸. 𝑃𝐵𝜃𝑣𝐾𝐵−𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵 𝜃𝑣
𝐾𝑆 ) …... (9) 𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 . 𝐾𝐸. 𝐾𝐵. 𝜃𝑣2(𝑃𝐸. 𝑃𝐵− 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵
𝐾𝑆.𝐾𝐸.𝐾𝐵) ... (10)
Konstanta kesetimbangan Keq
E + B EB
𝐾𝑒𝑞= 𝑃𝐸𝐵
𝑃𝐸. 𝑃𝐵 = 𝑘1 𝑘−1
𝐾𝑒𝑞=
𝜃𝐸𝐵 𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵 𝜃𝐸 𝜃𝑣𝐾𝐸 . 𝜃𝐵
𝜃𝑣𝐾𝐵
k1
k-1
𝐾𝑒𝑞= (𝜃𝐸𝐵. 𝜃𝑣
𝜃𝐸. 𝜃𝐵) . (𝐾𝐸. 𝐾𝐵 𝐾𝐸𝐵 ) 𝐾𝑒𝑞= 𝐾𝑠. (𝐾𝐸. 𝐾𝐵
𝐾𝐸𝐵 ) Dimana, 𝐾𝑠 = (𝜃𝐸𝐵.𝜃𝑣
𝜃𝐸.𝜃𝐵)
𝑘1 = 𝑘𝑆 . 𝐾𝐸. 𝐾𝐵 dan 𝑘−1 = 𝑘−𝑆 . 𝐾𝐸𝐵 = 𝑘1
𝐾𝑒𝑞
Dengan penyederhanaan, persamaan (10) menjadi : 𝑟𝑆 = 𝑘. 𝜃𝑣2(𝑃𝐸. 𝑃𝐵−𝑃𝐸𝐵
𝐾𝑒𝑞) ... (11)
Neraca permukaan
Karena 𝜃𝑣 + 𝜃𝐸+ 𝜃𝐵+ 𝜃𝐸𝐵+ 𝜃𝐷𝐸𝐵 = 1
𝜃𝑣+ 𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝜃𝑣𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐷𝐸𝐵 = 1 𝜃𝑣(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵) = 1
𝜃𝑣 = 1
(1+𝑃𝐸𝐾𝐸+𝑃𝐵𝐾𝐵+𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵) ... (12) Persamaan (12) disubstitusikan ke persamaan (11), maka :
𝑟1 = 𝑟𝑠 =
𝑘1(𝑃𝐸. 𝑃𝐵−𝑃𝐸𝐵
𝐾𝑒𝑞)
(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸 + 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵)2 𝒓𝟏 = 𝒓𝒔 = 𝒌𝟏.𝑷𝑬. 𝑷𝑩− 𝒌−𝟏.𝑷𝑬𝑩
(𝟏 + 𝑷𝑬𝑲𝑬+ 𝑷𝑩𝑲𝑩+ 𝑷𝑬𝑩𝑲𝑬𝑩+ 𝑷𝑫𝑬𝑩𝑲𝑫𝑬𝑩)𝟐
Reaksi 2 : EB + E DEB
1. EB + S EB. S Adsorbsi
2.
3. E + S E. S Adsorbsi
4. EB.S + E.S DEB. S + S Reaksi Permukaan
5. DEB.S DEB + S Desorpsi
k-E
kE
k-S
kS
kS
k-DEB
kDEB
k-EB
kEB
Untuk reaksi 1 (Adsorbsi Etilbenzena) 𝑟𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵 𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣 − 𝑘−𝐸𝐵𝜃𝐸𝐵
𝑟𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵 (𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣 −𝜃𝐸𝐵
𝐾𝐸𝐵) ... (1) dimana 𝐾𝐸𝐵 = 𝑘𝐸𝐵
𝑘−𝐸𝐵 𝑟𝐸𝐵 = 0, sehingga :
𝜃𝐸𝐵 = 𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵 ... (2)
Untuk reaksi 2 (Adsorbsi Etilena) 𝑟𝐸 = 𝑘𝐸 𝑃𝐸𝜃𝑣− 𝑘−𝐸𝜃𝐸
𝑟𝐸 = 𝑘𝐸 (𝑃𝐸𝜃𝑣−𝜃𝐸
𝐾𝐸) ... (3) dimana 𝐾𝐸 = 𝑘𝐸
𝑘−𝐸 𝑟𝐸 = 0, sehingga :
𝜃𝐸 = 𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸 ... (4)
Untuk reaksi 4 (Desorpsi Dietilbenzena) 𝑟𝐷𝐸𝐵 = 𝑘𝐷𝐸𝐵𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣− 𝑘−𝐷𝐸𝐵𝜃𝐷𝐸𝐵 𝑟𝐷𝐸𝐵 = 𝑘𝐷𝐸𝐵(𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣−𝜃𝐷𝐸𝐵
𝐾𝐷𝐸𝐵) ... (5) dimana 𝐾𝐷𝐸𝐵 = 𝑘𝐷𝐸𝐵
𝑘−𝐷𝐸𝐵 𝑟𝐷𝐸𝐵 = 0, sehingga :
𝜃𝐷𝐸𝐵 = 𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐷𝐸𝐵 ... (6)
Untuk reaksi 3 (Reaksi permukaan) 𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 𝜃𝐸𝐵𝜃𝐸 − 𝑘−𝑆𝜃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣
𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 (𝜃𝐸𝐵𝜃𝐸 −𝜃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣
𝐾𝑆 ) ... (7) dimana 𝐾𝑆 = 𝑘𝑆
𝑘−𝑆
Persaman (2), (4) dan (6) disubstitusi ke persamaan (7), menjadi : 𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 (𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵. 𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸−𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐷𝐸𝐵 𝜃𝑣
𝐾𝑆 ) ... (9)
𝑟𝑆 = 𝑘𝑆 . 𝐾𝐸𝐵. 𝐾𝐸. 𝜃𝑣2(𝑃𝐸𝐵. 𝑃𝐸 −𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵
𝐾𝑆.𝐾𝐸𝐵.𝐾𝐸) ... (10)
Konstanta kesetimbangan Keq
EB + E DEB
𝐾𝑒𝑞= 𝑃𝐷𝐸𝐵
𝑃𝐸𝐵. 𝑃𝐸 = 𝑘2 𝑘−2 𝐾𝑒𝑞=
𝜃𝐷𝐸𝐵 𝜃𝑣𝐾𝐷𝐸𝐵 𝜃𝐸𝐵 𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵 . 𝜃𝐸
𝜃𝑣𝐾𝐸
𝐾𝑒𝑞= (𝜃𝐷𝐸𝐵. 𝜃𝑣
𝜃𝐸𝐵. 𝜃𝐸) . (𝐾𝐸𝐵. 𝐾𝐸 𝐾𝐷𝐸𝐵 ) 𝐾𝑒𝑞= 𝐾𝑠. (𝐾𝐸𝐵. 𝐾𝐸
𝐾𝐷𝐸𝐵 ) Dimana, 𝐾𝑠 = (𝜃𝐷𝐸𝐵.𝜃𝑣
𝜃𝐸𝐵.𝜃𝐸)
𝑘2 = 𝑘𝑆 . 𝐾𝐸𝐵. 𝐾𝐸 dan 𝑘−2= 𝑘−𝑆 . 𝐾𝐷𝐸𝐵 = 1
𝐾𝑒𝑞
Dengan penyederhanaan, persamaan (10) menjadi : 𝑟𝑆 = 𝑘. 𝜃𝑣2(𝑃𝐸𝐵. 𝑃𝐸 −𝑃𝐷𝐸𝐵
𝐾𝑒𝑞 ) ... (11)
Neraca permukaan
Karena 𝜃𝑣 + 𝜃𝐸+ 𝜃𝐵+ 𝜃𝐸𝐵+ 𝜃𝐷𝐸𝐵 = 1
𝜃𝑣+ 𝑃𝐸𝜃𝑣𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝜃𝑣𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝜃𝑣𝐾𝐷𝐸𝐵 = 1 𝜃𝑣(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵) = 1
𝜃𝑣 = 1
(1+𝑃𝐸𝐾𝐸+𝑃𝐵𝐾𝐵+𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵) ... (12) Persamaan (12) disubstitusikan ke persamaan (11), maka :
𝑟2 = 𝑟𝑠 =
𝑘2(𝑃𝐸𝐵. 𝑃𝐸−𝑃𝐷𝐸𝐵
𝐾𝑒𝑞 )
(1 + 𝑃𝐸𝐾𝐸+ 𝑃𝐵𝐾𝐵+ 𝑃𝐸𝐵𝐾𝐸𝐵+ 𝑃𝐷𝐸𝐵𝐾𝐷𝐸𝐵)2 𝒓𝟐 = 𝒓𝒔 = 𝒌𝟐𝑷𝑬𝑩. 𝑷𝑬− 𝒌−𝟐.𝑷𝑫𝑬𝑩
(𝟏 + 𝑷𝑬𝑲𝑬+ 𝑷𝑩𝑲𝑩+ 𝑷𝑬𝑩𝑲𝑬𝑩+ 𝑷𝑫𝑬𝑩𝑲𝑫𝑬𝑩)𝟐
k2
k-2
2.2.5. Perbandingan Mol Reaktan
Pada reaksi alkilasi pembentukan etilbenzena perbandingan reaktan antara mol benzena/etilena adalah sebesar 3-20 (You et al., 2006). Pada perancangan ini digunakan perbandingan reaktan antara mol benzena/etilena adalah sebesar 7.
Umpan benzena dibuat berlebih karena dengan perbandingan tersebut dapat meminimalisir terjadinya reaksi samping yaitu, reaksi pembentukan dietilbenzena.
Umpan etilena yang masuk reaktor akan lebih cenderung bereaksi dengan umpan benzena daripada etilbenzena yang terbentuk karena benzena memiliki konsentrasi yang lebih besar daripada dengan etilbenzena.
2.3. Diagram Alir Proses 2.3.1. Diagram Alir Kualitatif
Diagram alir kualitatif dapat dilihat pada gambar 2.1.
2.3.2. Diagram Alir Kuantitatif
Diagram alir kualitatif dapat dilihat pada gambar 2.2.
2.3.3. Diagram Alir Proses
Diagram alir proses dapat dilihat pada gambar 2.3.
2.3.4. Langkah Proses
Langkah proses pembuatan etilbenzena terbagi dalam tiga tahapan proses : 1. Tahap persiapan bahan baku
2. Tahap pembentukan etilbenzena 3. Tahap pemisahan dan pemurnian hasil 1. Tahap Persiapan Bahan Baku
Tahap ini bertujuan untuk mengkondisikan benzena dan gas etilena sebelum siap direaksikan dalam reaktor. Bahan baku etilena didapat dari PT.
Chandra Asri Petro Chemical yang selanjutnya disimpan dalam kondisi cair pada compress gas tank (T-02) bersuhu -83oC dan tekanan 6 atm dengan kapasitas penyimpanan 2 hari. Umpan segar Etilena diubah fasenya menjadi gas dengan Expansion Valve yang kemudian akan dicampur dengan recycle condenser parsial yang sebelumnya telah dinaikkan tekanannya di kompresor (C-02). Kemudian tekanannya dinaikkan menjadi 16 atm menggunakan kompresor (C-01). Setelah dinaikkan tekanannya suhu etilena akan naik menjadi 29,9oC, setelah itu etilena siap masuk ke furnace (F-01).
Benzena disimpan dalam tangki silinder (T-01) pada suhu 30oC dan tekanan 1 atm dengan kapasitas penyimpanan 30 hari. Umpan segar benzena dicampur dengan recycle benzena dari hasil atas menara distilasi 1 (T-01) yang bersuhu 72oC. Campuran benzena ini mempunyai suhu akhir sebesar 66oC Kemudian menggunakan pompa (J-01) benzena akan dinaikkan tekanannya menjadi 16 atm. Kemudian dinaikkan suhunya hingga 100,5oC menggunakan heat exchanger (E-01). Benzena kemudian dilakukan pre-heating dalam furnace (F-01) hingga suhu 380oC. Selanjutnya benzena dicampur dengan etilena dan siap diumpankan ke dalam reaktor alkilasi.
2. Tahap Pembentukan Etilbenzena
Tahap pembentukan produk ini bertujuan untuk :
a. Mereaksikan benzena dengan etilena membentuk produk utama etilbenzena dan produk samping dietilbenzena.
b. Memanfaatkan panas keluaran dari tahap pembentukan produk sebagai pemanas benzena dan etilena di dalam heat exchanger.
Benzena dan etilena diumpankan dari tahap persiapan bahan baku menuju bagian puncak reaktor secara kontinyu. Di dalam reaktor alkilasi (R-01) jenis fixed bed yang dioperasikan pada suhu 380oC dan tekanan 16 atm, reaksi terjadi antara benzena dengan etilena membentuk etilbenzena dan reaksi antara etilena sisa dengan etilbenzena membentuk dietilbenzena.
Reaksi alkilasi pada reaktor alkilasi (R-01) bersifat eksotermis sehingga suhu keluaran reaktor akan naik menjadi 430oC dan tekanannya akan turun menjadi 15,6 atm. Sebelum diproses lebih lanjut, produk keluaran reaktor alkilasi akan diturunkan tekanannya terlebih dahulu menggunakan throttling valve hingga tekanan keluaran menjadi 1,2 atm dan suhunya turun menjadi 424 oC. Panas keluaran reaktor yang tinggi dimanfaatkan sebagai media pemanas bahan baku benzena pada heat exchanger (HE-01), dan reboiler menara distilasi 1 (RB-01), dan reboiler menara distilasi 2 (RB-02). Setelah melewati throttling valve, produk keluaran reaktor alkilasi kemudian dilewatkan reboiler menara distilasi 2 (RB-02) dan reboiler menara distilasi 1 (RB-01), suhu keluarannya turun menjadi sebesar 153oC. Selanjutnya masuk ke heat exchanger (HE-01), suhu keluarannya turun menjadi sebesar 111,4oC.
3. Tahap Pemisahan dan Pemurnian Hasil
Tahap pemurnian produk ini bertujuan untuk :
a. Memisahkan inert berupa metana, etana dan sisa etilena pada kondenser parsial dan sebagian besar di recycle..
b. Memisahkan sisa benzena dan etilbenzena serta dietilbenzena pada menara distilasi I (MD-01). Benzena ini digunakan sebagai recycle bersama fresh feed benzena.
c. Memisahkan etilbenzena sebagai hasil atas dan dietilbenzena sebagai hasil bawah pada menara distilasi 2.
Produk keluaran reaktor alkilasi (R-01) yang telah dimanfaatkan panasnya sebagai media pemanas umpan dan reboiler, kemudian akan dipisahkan metana, etana dan sisa etilena yang tidak bereaksi menggunakan kondenser parsial (CP-01).
Gas metana, etana dan etilena akan keluar sebagai hasil atas, kemudian sebagian akan di recycle ke aliran menuju reaktor dan sebagian lagi akan di-purging.
Sedangkan cairan hasil keluaran dari kondenser parsial diumpankan menuju menara distilasi 1 (MD-01).
Umpan masuk pada menara distilasi 1 (MD-01) dalam kondisi cair jenuh dan yaitu pada suhu 84oC dan tekanan 1,2 atm. Hasil atas menara distilasi 1 (MD- 01) berupa benzena yang akan digunakan kembali sebagai umpan reaktor alkilasi (R-01). Sedangkan hasil bawah berupa produk etilbenzena dan produk samping dietilbenzena.
Umpan masuk menara distilasi 2 (MD-02) dalam kondisi cair jenuh yaitu pada suhu 142oC. Hasil atas menara distilasi berupa produk etilbenzena. Sedangkan hasil bawah berupa produk samping berupa dietilbenzena. Sebelum disimpan pada tangki penyimpanan pada suhu 40oC dan tekanan 1 atm, produk etilbenzena diturunkan dahulu suhunya dengan cara dilewatkan pada heat exchanger (HE-02) dan produk samping dietilbenzene diturunkan suhunya dengan cara dilewatkan pada heat exchanger (HE-02).
2.4. Neraca Massa dan Panas 2.4.1. Neraca Massa
1. Tee-01
Tabel 2.5. Neraca Massa Tee-01
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 1 Arus 11 Arus 3
C6H6 11.719,15 72.092,83 83.811,97 C7H8 11,73 3,61 15,34 C8H10 - 10,82 10,83 Total 11.730,88 72.107,25 83.838,13 83.838,13 83.838,13
2. Tee-02
Tabel 2.6. Neraca Massa Tee-02
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 2 Arus 6 Arus 4
C2H4 4.223,08 81,79 4.304,87 C2H6 0,46 8,81 9,27 CH4 0,37 7,05 7,42 C6H6 - 132,95 132,95 C7H8 - 0,01 0,01 C8H10 - 4,98 4,98 C10H14 - 0,01 0,01 Total 4.223,91 235,60 4.459,51 4.459,51 4.459,51
3. Tee-03
Tabel 2.7. Neraca Massa Tee-03
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 4 Arus 3 Arus 5
C2H4 4.304,87 - 4.304,87 C2H6 9,27 - 9,27 CH4 7,42 - 7,42 C6H6 132,95 83.811,97 83.944,93 C7H8 0,01 15,34 15,35 C8H10 4,98 10,82 15,80 C10H14 0,01 0,00 0,01 Total 4.459,51 83.838,13 88.297,64 88.297,64 88.297,64
4. Reaktor
Tabel 2.8. Neraca Massa Reaktor
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 5 Arus 6
C2H4 4.304,87 86,10 C2H6 9,27 9,27 CH4 7,42 7,42 C6H6 83.944,93 72.288,57 C7H8 15,35 15,35 C8H10 15,80 15.726,11 C10H14 0,01 164,82 Total 88.297,64 88.297,64
5. Kondenser Parsial
Tabel 2.9. Neraca Massa Kondenser Parsial
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 6 Arus 7 Arus 10
C2H4 86,10 86,10 - C2H6 9,27 9,27 - CH4 7,42 7,42 - C6H6 72.288,57 139,95 72.148,62 C7H8 15,35 0,01 15,34 C8H10 15.726,11 5,24 15.720,86 C10H14 164,82 0,01 164,81 Total 88.297,64 248,00 88.049,64
88.297,64 88.297,64
6. Tee-04
Tabel 2.10. Neraca Massa Tee-04
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 7 Arus 8 Arus 9
C2H4 86,10 81,79 4,30 C2H6 9,27 8,81 0,46 CH4 7,42 7,05 0,37 C6H6 139,95 132,95 7,00 C7H8 0,0116 0,0111 0,0006 C8H10 5,24 4,98 0,26 C10H14 0,01 0,01 0,00 Total 248,00 235,60 12,40
248,00 248,003
7. Menara Distilasi 1
Tabel 2.11. Neraca Massa Menara Distilasi 1
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 10 Arus 11 Arus 12
C6H6 72.148,62 72.092,83 55,780 C7H8 15,34 3,61 11,73 C8H10 15.720,86 10,82 15.710,05 C10H14 164,81 - 164,81 Total 88.049,64 72.107,25 15.942,39
88.049,64 88.049,64
8. Menara Distilasi 2
Tabel 2.12. Neraca Massa Menara Distilasi 2
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 12 Arus 13 Arus 14
C6H6 55,80 55,80 - C7H8 11,73 11,73 - C8H10 15.710,05 15.703,32 6,72 C10H14 164,81 3,46 161,36 Total 15.942,39 15.774,31 168,08
15.942,39 15.942,39
9. Neraca Massa Total
Tabel 2.13. Neraca Massa Menara Total
Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)
Arus 1 Arus 2 Arus 9 Arus 13 Arus 14
C2H4 - 4223,08 4,30 - -
C2H6 - 0,46 0,46 - -
CH4 - 0,37 0,37 - -
C6H6 11719,15 - 7,00 55,80 -
C7H8 11,73 - 0,00 11,73 -
C8H10 - - 0,26 15703,32 6,72
C10H14 - - 0,00 3,46 161,36
Total 11730,88 4223,91 12,40 15774,31 168,08
15954,79 15954,79
2.4.2. Neraca Panas
Basis perhitungan : 1 jam operasi Suhu referensi : 298 K
1. Tee-01
Tabel 2.14. Neraca Panas Tee-01
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Arus 1 103.971,22 -
Q Arus 11 6.120.948,10 -
Q Arus 3 - 6.224.919,32
Total 6.224.919,32 6.224.919,32
2. Tee-02
Tabel 2.15. Neraca Panas Tee-02
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Arus 2 33.265,44 -
Q Arus 8 58.244,89 -
Q Arus 4 - 824.751,72
Total 91.510,33 91.510,33
3. Tee-03
Tabel 2.16. Neraca Panas Tee-03
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Arus 3 44.341.842,66 -
Q Arus 4 3.235.588,59 -
Q Arus 5 - 47.577.431,25
Total 47.577.431,25 47.577.431,25
4. Reaktor
Tabel 2.17. Neraca Panas Reaktor
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Arus 5 47.577.431,25 -
Q Arus 6 - 63.378.503,71
Q Reaksi 15.885.344,41 -
Total 63.462.775,67 63.378.503,71
5. Kondenser Parsial
Tabel 2.18. Neraca Panas Kondenser Parsial
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Desuperheating - 1.801.733,29
Q Condensing - 35.306.992,16
Q Beban Kondensor 37.108.725,45 -
Total 37.108.725,45 37.108.725,45
6. Tee-04
Tabel 2.19. Neraca Panas Tee-04
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Arus 7 20.877,48 -
Q Arus 8 - 19.833,61
Q Arus 9 - 1.043,88
Total 20.877,48 20.877,48
7. Menara Distilasi 1
Tabel 2.20. Neraca Panas Menara Distilasi 1
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Umpan 9.533.702,18 -
Q Hasil Atas - 6.120.948,10
Q Hasil Bawah - 3.413.195,78
Q Beban Kondensor - 41.367.286,05
Q Beban Reboiler 41.367.727,75 -
Total 50.901.429,93 50.901.429,93
8. Menara Distilasi 2
Tabel 2.21. Neraca Panas Menara Distilasi 2
Komponen Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Q Umpan 3.412.593,41 -
Q Hasil Atas - 3.178.256,65
Q Hasil Bawah - 58.423,27
Q Beban Kondensor - 8.115.564,85
Q Beban Reboiler 7.939.651,36 -
Total 11.352.244,77 11.352.244,77
9. Neraca Panas Total
Tabel 2.22. Neraca Panas Total
Panas Masuk (kJ/jam) Panas keluar (kJ/jam)
Arus 1 103.971,22 Arus 13 410.423,45
Arus 2 -268.122,96 Arus 14 4.861,71
Panas furnace 72.510.560,80 Arus 9 1.043,88
Panas reaksi 15.885.344,41 Panas dari pendingin :
1. CP-01 37.108.725,45
2. CD-01 41.367.286,05
3. CD-02 8.115.564,85
4. HE-02 2.767.833,19
5. HE-03 53.561,56
Total 88.231.753,46 89.829.300,15
2.5. Lay Out Pabrik dan Peralatan 2.5.1. Lay Out Peralatan
Tata letak peralatan proses pada perancangan pabrik ini dapat dilihat pada gambar 2.5. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lay out peralatan proses pada pabrik ini, antara lain :
1. Aliran bahan baku dan produk
Pengaliran bahan baku dan produk yang tepat akan memberikan keuntungan ekonomi yang besar, serta menunjang kelancaran dan keamanan produksi.
2. Aliran udara
Aliran udara di dalam dan di sekitar area proses perlu diperhatikan kelancarannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara pada suatu tempat sehingga mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
3. Cahaya
Penerangan seluruh pabrik harus memadai selain itu pada tempat-tempat proses yang berbahaya atau berisiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan.
4. Lalu lintas manusia
Dalam perancangan lay out pabrik perlu diperhatikan agar pekerja dapat mencapai seluruh alat proses dengan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan apabila terjadi gangguan pada alat proses dapat segera diperbaiki.
Keamanan pekerja selama menjalani tugasnya juga diprioritaskan.
5. Pertimbangan ekonomi
Dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya operasi dan menjamin kelancaran dan keamanan produksi pabrik.
6. Jarak antar alat proses
Untuk alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi, sebaiknya dipisahkan dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi ledakan atau kebakaran pada alat tersebut, maka kerusakan dapat diminimalkan.
6 3
1
9 8
E-2
4
5
Keterangan :
1. Tangki Benzena 6. Reaktor Alkilasi
2. Tangki Etilena 7. Heat Exchanger
3. Tangki Etilbenzena 8. Menara Distilasi 1
4. Tangki Dietilbenzena 9. Menara Distilasi 2
5. Kompresor 10. Control Room
Skala: 1:200
E-1 E-3 E-4 E-5
E-6 E-7 E-8 E-9 E-10
E-11
C-01 C-02
7
10
1 1
1
3 3
3
E-12
2
Gambar 2.4. Tata Letak Peralatan
2.5.2. Lay Out Pabrik
Tata letak pabrik merupakan suat pengaturan yang optimal dari seperangkat fasilitas-fasilitas dalam pabrik. Pada prarancangan pabrik ini, tata letak pabrik dapat dilihat pada gambar 2.5.
Untuk mencapai kondisi yang optimal, maka hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tata letak pabrik adalah :
1. Kemungkinan perluasan pabrik sebagai pengembangan pabrik di masa depan.
2. Sistem kontruksi yang direncanakan adalah outdoor untuk menekan biaya bangunan dan gedung.
3. Letak masing-masing alat produksi sedemikian rupa sehingga memberikan kelancaran dan keamanan bagi tenaga kerja.
4. Alat-alat yang berisiko tinggi harus diberi jarak yang cukup sehingga aman dan mudah mengadakan penyelamatan jika terjadi kecelakaan, kebakaran, dan sebagainya.
5. Jalan-jalan dalam pabrik harus cukup lebar dan memperhatikan faktor keselamatan manusia, sehingga lalu lintas dalam pabrik dapat berjalan dengan baik.
6. Letak kantor dan gudang mudah dijangkau dari jalan utama (Vilbrandt, F.C., and Dryden, C.E., 1959).
Secara garis besar lay out dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu:
a. Daerah perkantoran, laboratorium dan ruang kontrol
Daerah ini merupakan pusat kegiatan administrasi pabrik yang mengatur kelancaran operasi. Laboratorium dan ruang kontrol sebagai pusat pengendalian proses, kualitas dan kuantitas bahan yang akan diproses serta produk yang dijual.
b. Daerah proses
Daerah proses merupakan daerah dimana alat proses diletakkan dan proses berlangsung.
c. Daerah penyimpanan bahan baku dan produk.
Daerah ini merupakan daerah untuk tangki bahan baku dan produk.
d. Daerah gudang, bengkel, dan garasi.
Daerah ini merupakan daerah untuk penampung bahan-bahan yang diperlukan oleh pabrik dan untuk keperluan perawatan peralatan proses.
e. Daerah utilitas
Daerah ini merupakan daerah untuk kegiatan penyediaan bahan pendukung proses berlangsung dipusatkan (Vilbrandt, F.C., Dryden, C.E., 1959).
12
13
17 16
18 15 11
9
4 4
6 8 5
7 1
3
14
2
10
Keterangan : 1. Pos Keamanan 2. Pos Keamanan 3. Kantor Keamanan 4. Parkir 5. Masjid 6. Kantin 7. Kantor 8. Perpustakaan 9. Poliklinik 10. Ruang Kontrol 11. Laboratorium 12. Proses 13. Utilitas 14. Ruang Generator 15. Bengkel 16. Garasi 17. Gudang 18. Pemadam Area Perluasan Taman Jalur Masuk Kantor Jalur Masuk Pabrik
Skala :1:200
U
Gambar 2.5. Tata letak pabrik Etilbenzena