• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER

DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non-parametik Chi Square untuk menganalisis hubungan antara data skala nominal dengan data skala ordinal dan Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara data skala ordinal dengan data skala ordinal. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp Sig. Jika Asymp Sig. (2-sided) atau p-value lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang nyata antara variabel-variabel yang diuji. Tanda bintang (*) pada koefisien korelasi juga menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diuji. Semakin banyak jumlah bintang (*), maka semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel yang diuji.

Tabel 24 Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011

Karakteristik Responden

Koefisien Korelasi

Asymp Sig. (2-sided)/

p-value Keterangan

Umur (median) -0,392* 0,032 Signifikan

Umur (BPS) -0,504** 0,005 Signifikan

Status

pernikahan 0,105 0,581 Tidak signifikan Tingkat

pendidikan 0,330 0,075 Tidak signifikan

Jenis usaha 0,405* 0,027 Signifikan

Tingkat

pendapatan 0,291 0,119 Tidak signifikan

Tabel 24 menyajikan data mengenai hasil analisis Chi Square dan Rank Spearman antara karakteristik individu peserta dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Dari keenam karakteristik tersebut, tiga variabel

(2)

signifikan atau memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, yaitu umur berdasarkan median, umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha. Hal ini ditunjukkan dari hasil p-value ketiga variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05. Nilai koefisien korelasi ketiga variabel tersebut juga memiliki tanda bintang (*) yang menunjukkan adanya hubungan antara umur (median), umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Ketiga variabel lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Umur berdasarkan median dan umur produktif bekerja (BPS) memiliki nilai koefisien korelasi yang negatif dengan kesetaraan gender sedangkan status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan memiliki nilai koefisien korelasi yang positif dengan kesetaraan gender. Nilai koefisien korelasi yang positif berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel-variabel yang diuji, misalnya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan kesetaraan gender memiliki arti, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan peserta maka kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi semakin setara. Hubungan negatif antara umur dengan kesetaraan gender memiliki arti, yaitu semakin tinggi umur peserta maka kesetaraan gender semakin tidak setara.

8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi

Pengkategorian umur berdasarkan nilai tengah (median) selang umur responden dibagi ke dalam dua kategori, yaitu umur kurang dari 45 tahun dan umur lebih besar sama dengan dari 45 tahun. Responden berumur kurang dari 45 tahun dan responden berumur lebih dari 45 tahun sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun jumlah persentase responden berumur kurang dari 45 tahun yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi lebih banyak daripada persentase responden berumur lebih dari 45 tahun yang menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Selisih persentase keduanya adalah 26,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 45 tahun lebih merasakan tingginya tingkat kesetaraan

(3)

gender dalam BMT Swadaya Pribumi daripada responden yang berumur lebih dari 45 tahun.

Tabel 25 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur (Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Umur (tahun)

Total n (%)

< 45 n (%)

≥ 45 n (%)

Tidak setara 0 (0,0) 4 (26,7) 4 (13,3)

Setara 15 (100,0) 11 (73,3) 17 (86,7)

Total n (%) 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan: p-value = 0,032 Taraf nyata = 0,05

Peserta yang dominan berumur kurang dari 45 tahun adalah peserta laki- laki sedangkan peserta yang dominan berumur lebih dari 45 tahun adalah peserta perempuan (lihat Tabel 11 pada BAB V). Hubungan antara umur peserta dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi juga menunjukkan bahwa peserta berumur kurang dari 45 tahun menyatakan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tinggi dan persentasenya lebih besar daripada peserta berumur lebih dari 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki memiliki karakteristik umur yang lebih muda daripada peserta perempuan dan persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada peserta perempuan.

Selain menggunakan pengkategorian umur berdasarkan median selang umur responden, pengkategorian umur juga dilakukan menurut umur produktif bekerja dari BPS yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori umur, yaitu umur produktif bekerja rendah (15-31 tahun), umur produktif bekerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif bekerja tinggi (49-64 tahun). Berdasarkan Tabel 26, terlihat bahwa responden pada kategori umur produktif kerja rendah (15-31 tahun), umur produktif kerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif kerja tinggi (49-64 tahun) sama-sama menyatakan bahwa kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah setara gender namun persentase kesetaraan gender dari ketiga kategori umur tersebut berbeda. Responden pada kategori umur

(4)

produktif bekerja rendah dan sedang yang termasuk ke dalam kategori umur muda, 100 persen menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender sedangkan responden pada kategori umur produktif bekerja tinggi yang termasuk ke dalam kategori umur tua hanya 60 persen yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pada kategori umur produktif bekerja muda (rendah dan sedang) lebih merasakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender dan peserta yang dominan berumur muda adalah peserta laki-laki (lihat Tabel 12 pada BAB V). Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara umur peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaaan BMT Swadaya Pribumi.

Tabel 26 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Umur (tahun)

Total n (%) 15 – 31

n (%)

32 – 48 n (%)

49 – 64 n (%)

Tidak setara 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (40,0) 4 (13,3) Setara 4 (100,0) 16 (100,0) 6 (60,0) 26 (86,7) Total n (%) 4 (100,0) 16 (100,0) 10 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan: p-value = 0,005 Taraf nyata = 0,05

8.2 Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi

Karakteristik responden berikutnya yang dihubungkan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah status pernikahan. Sebagian besar responden telah berstatus menikah dan hanya dua orang responden perempuan yang berstatus janda. Responden yang berstatus menikah dan responden yang berstatus cerai (janda) sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender (lihat Tabel 27). Hasil uji statistik non-parametik Chi Square juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status pernikahan

(5)

peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (2-sided) = 0,581 lebih besar dari 0,05 sehingga tolak H0, yaitu tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.

Tabel 27 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Status pernikahan

Total n (%) Belum

menikah n (%)

Menikah

n (%) Cerai n (%)

Tidak setara 0 (0,0) 4 (14,3) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 0 (0,0) 24 (85,7) 2 (100,0) 26 (86,7) Total n (%) 0 (0,0) 28 (100,0) 2 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan: Asymp Sig (2-sided) = 0,581 Taraf nyata = 0,05

Baik responden yang berstatus menikah maupun responden yang berstatus janda sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan tidak membeda-bedakan peserta berdasarkan status pernikahan peserta.

8.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi

Tingkat pendidikan responden terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah apabila pendidikan terakhir responden adalah tidak tamat atau tamat SD, sedang apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMP, dan tinggi apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMA. Nilai p-value dari uji korelasi Rank Spearman hubungan antar variabel tingkat pendidikan dengan kesetaraan gender adalah 0,075 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan. Baik responden pada tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendidikan sedang dan tinggi yang menyatakan

(6)

pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendidikan rendah dengan selisih sebesar 23,5 persen (lihat Tabel 28). Karakteristik responden yang berpendidikan tinggi dominan dimiliki oleh responden laki-laki sedangkan responden perempuan dominan berpendidikan rendah (lihat Tabel 15 pada BAB V).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik dari peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah berpendidikan lebih tinggi daripada peserta perempuan dan memiliki tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi yang juga lebih tinggi daripada peserta perempuan.

Tabel 28 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Tingkat pendidikan Total n (%) Rendah

n (%) Sedang

n (%) Tinggi n (%)

Tidak setara 4 (23,5) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 13 (76,5) 7 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total n (%) 17 (100,0) 7 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan: p-value = 0,075 Taraf nyata = 0,05

8.4 Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi

Jenis usaha responden digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu jenis usaha makanan dan jenis usaha non-makanan. Hasil uji non-parametik Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis usaha peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

Baik responden yang menekuni jenis usaha makanan maupun non-makanan sama- sama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah telah setara gender, namun persentase responden yang menekuni usaha non-makanan dan menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang menekuni usaha makanan dengan selisih yang cukup besar, yaitu 30,8 persen (lihat Tabel 29). Peserta laki- laki dominan menekuni jenis usaha non-makanan sedangkan peserta perempuan dominan menekuni jenis usaha makanan (lihat Tabel 17 pada BAB V).

(7)

Karakteristik laki-laki yang lebih cenderung menekuni jenis usaha non-makanan menunjukkan bahwa peserta laki-laki yang cenderung menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender.

Tabel 29 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Penggolongan jenis usaha

Jumlah n (%) Makanan

n (%)

Non-makanan n (%)

Tidak setara 4 (30,8) 0 (0,0) 4 (13,3)

Setara 9 (69,2) 17 (100,0) 26 (86,7)

Jumlah n (%) 13 (100,0) 17 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan: p-value = 0,027 Taraf nyata = 0,05

8.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi

Tingkat pendapatan yang diperoleh responden selama satu bulan dikategorikan ke dalam tiga kateori, yaitu pendapatan Rp400.000,00- Rp4.499.000,00 per bulan, pendapatan Rp4.500.000,00-Rp8.599.000,00 per bulan, dan pendapatan lebih dari Rp8.600.000,00 per bulan.

Tabel 30 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011

Tingkat kesetaraan gender

Tingkat pendapatan (Rp)

Total n (%) 1

n (%)

2

n (%) 3

n (%)

Tidak setara 4 (21,1) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 15 (78,9) 5 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total n (%) 19 (100,0) 5 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0)

Keterangan : p-value = 0,119 Taraf nyata = 0,05 1 : Pendapatan Rp400.000,00 s.d Rp 4.499.000,00 2 : Pendapatan Rp4.500.000,00 s.d Rp8.599.000,00 3 : Pendapatan ≥Rp8.600.000,00

Uji statistik korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan

(8)

tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi sehingga keduanya tidak saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan peserta, maka semakin tinggi kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.

Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa sebagian besar responden yang berpendapatan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendapatan sedang dan tinggi yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendapatan rendah dengan selisih 21,1 persen.

8.6 Ikhtisar

Peserta perempuan dan peserta laki-laki memiliki karakteristik yang berbeda. Dari segi umur, peserta laki-laki berumur produktif bekerja yang lebih muda daripada peserta perempuan sehingga peserta laki-laki cenderung menekuni usaha berdagang pada usia produktif muda sedangkan peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berumur produktif bekerja tua. Peserta berumur muda menyatakan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tinggi. Peserta yang berumur muda merupakan karakteristik dari peserta laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati yang lebih besar daripada peserta perempuan.

Dari segi pendidikan, peserta perempuan menempuh tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada peserta laki-laki. Peserta perempuan hanya menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) sedangkan peserta laki- laki telah mencapai pendidikan formal pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Perempuan yang berpendidikan rendah cenderung memiliki posisi tawar yang lemah dalam keluarganya sehingga sulit memutuskan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan peserta maka semakin tinggi tingkat kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Pendidikan yang tinggi merupakan karakteristik dari

(9)

peserta laki-laki sehingga peserta laki-laki memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan.

Dari segi status pernikahan, sebagian besar peserta laki-laki maupun peserta perempuan telah berstatus menikah hanya sebagian kecil peserta yang berstatus janda. Peserta yang berstatus menikah tidak memiliki kuasa atau kendali yang bebas seperti pada saat dia berstatus belum menikah atau berstatus cerai.

Laki-laki sebagai suami dan kepala keluarga cenderung dominan dalam pengambilan keputusan keluarga. Oleh karena itu, perempuan yang ingin mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi harus memperoleh izin terlebih dahulu dari suami mereka. Peserta perempuan yang berstatus janda memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta yang berstatus berkeluarga.

Dari segi jenis usaha, peserta perempuan cenderung menekuni usaha makanan skala kecil yang dapat dikerjakan dirumah sambil mengurusi dan merawat keluarga (domestik) seperti membuka warung di depan rumah, berjualan gado-gado, es campur, dan jenis usaha makanan lainnya di rumah. Berbeda dengan peserta perempuan, peserta laki-laki menekuni jenis usaha yang lebih beragam. Tidak hanya jenis usaha makanan tetapi juga jenis usaha non-makanan, seperti percetakan, mebel, dan lain-lain yang menghasilkan omset lebih besar daripada jenis usaha makanan dalam skala kecil. Peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan cenderung menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling, seperti ketoprak keliling, baso keliling, dan lain-lain. Sehingga peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan dengan cara bekeliling memiliki lebih besar peluang dalam memperoleh pembeli daripada hanya berjualan di depan rumah. Peserta yang menekuni usaha jenis non-makanan menyatakan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi lebih tinggi daripada peserta yang menekuni jenis usaha makanan. Jenis usaha non-makanan menjadi karakteristik jenis usaha yang ditekuni oleh peserta laki- laki. Hal ini menunjukkkan bahwa peserta laki-laki memiliki akses yang besar

(10)

terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan.

Dari segi pendapatan, peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama berada pada kategori pendapatan yang rendah. Pendapatan tinggi biasa dimiliki oleh peserta yang memiliki usaha dalam skala besar dan memiliki lebih dari satu jenis usaha dengan manajemen keuangan yang baik.

Tiga dari enam karakteristik individu peserta yang berbeda memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tiga karakteristik individu peserta tersebut adalah umur berdasarkan median selang umur responden, umur berdasarkan umur produktif bekerja dari BPS, dan jenis usaha yang ditekuni oleh peserta. Umur peserta menunjukkan koefisien korelasi yang negatif, yaitu semakin muda umur peserta maka semakin tinggi kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

Sedangkan karakteristik lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan menunjukkan nilai koefisien yang positif.

Gambar

Tabel 29  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT  Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di  Desa Kembang Kuning, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Metode Vernam Cipher merupakan algoritma berjenis symmetric key kunci yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi yang menggunakan kunci yang

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-2014 dengan 21 perusahaan.. Metode pengambilan sampel

hasil belajar matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dengan kelompok siswa yang mengikuti

dianalisis maka yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dari hasil analisis. temuan data

® copyright 2018 Kementerian Agama - Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Website: www.um-ptkin.ac.id; e-mail: info@um-ptkin.ac.id.. DAFTAR KELULUSAN UM

Untuk ruang kelas III/4 penggunaan material untuk bukaan dengan 2 macam kaca, yakni peramen dan kaca yang dapat dibuka dan ditutup oleh penghuni bangunan dengan

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat islam, iman, dan ihsan kepada kita semua, terutama dalam kesempatan kali ini, sehingga

komunikasi antar perusahaan dengan para pelanggan tanpa harus memikirkan antara jarak, waktu dan lokasi. Internet dapat menjadi sarana penyaluran sumber informasi yang