1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pajak salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kekuasaan menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah berhak melakukan pungutan yang berupa pajak yaitu pajak daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahannya.
Fungsi pajak daerah dapat menentukan posisi keuangan daerah, karena itu peranan pajak daerah tidak bisa dikesampingkan. Pajak daerah menentukan keuangan daerah yang mandiri atau banyak bergantung pada alokasi dana pemerintah pusat. pengelolaan keuangan daerah yang diformulasikan dalam bentuk Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah (APBD) mencerminkan kemampuan keuangan daerah serta menjadi parameter kinerja pemerintahan.
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai pengelola kewenangan untuk memungut pajak provinsi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 2. Pajak Daerah terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), 4) Pajak Air Permukaan, dan 5) Pajak Rokok.
2
Pajak daerah yang dipungut oleh Provinsi tersebut termasuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah. Penerimaan Pajak Asli Daerah memiliki peran penting bagi pemerintah daerah, dikarenakan pada saat ini tiap daerah di Indonesia diharapkan dapat menghimpun dana sendiri untuk pembiayaan daerahnya masing-masing dengan mengurangi ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, bahwa pajak daerah ini adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang berdifat memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat daerah. Pajak daerah adalah sepenuhnya dimiliki oleh daerah dan diatur dalam peraturan yang telah disahkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bertujuan untuk memperbaiki kegiatan pelayanan masyarakat dan otonomi daerah.
Dasarnya ada dua jenis pajak daerah, yaitu jenis pajak daerah Provinsi dan pajak daerah Kabupaten/Kota. Salah satu sumber pajak yang berpengaruh cukup besar dalam pembangunan daerah di provinsi adalah pajak kendaraan bermotor (PKB). Pajak kendaraan bermotor sendiri secara sederhana merupakan pajak terhadap kepemilikan dan penguasaan suatu kendaraan bermotor. Pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Barat dilakukan oleh Pusat Pelayanan Pendapatan Daerah Provinsi (PPPD) yang tersebar di setiap wilayah kabupaten/kota dalam lingkup Provinsi Jawa Barat di bawah Bapenda Provinsi Jawa Barat..
Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Bandung dilakukan oleh 3 (tiga) PPPD, yaitu PPPD Bandung I Pajajaran, PPPD II Kawaluyaan, dan PPPD III Soekarno-Hatta. Dalam penelitian ini, penulis menjadikan Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Wilayah Kota Bandung III sebagai objek penelitian.
3
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor di PPPD wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta tidak sepenuhnya keberhasilan dijalankan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat, disamping itu keberhasilan dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor harus disadari oleh masyarakat setempat dikarenakan pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu penghasilan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat telah membuat berbagai prosedur dan aturan dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat seperti halnya nilai Pajak yang harus dibayarkan oleh Subjek Pajak yaitu sebagai berikut :
4 Tabel 1.1 Tarif PKB pribadi
sumber : Perda Jawa Barat No 13 Tahun 2011. 2020
Berdasarkan Tabel di atas bahwa Nilai Pajak Kendaraan Bermotor senilai 1,75% dan dan bertamnah 0,5% terhadap kepemilikan berikutnya. Pajak terutang tersebut harus dibayar sekaligus dimuka 12 bulan berturut-turut ditahun pajak yang terhitung dari pendaftaran kendaraan bermotor dan dibayarkan di Sistem Administrasi Satu Atap setempat (SAMSAT) di Jawa Barat.
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di PPPD wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta dinilai belum sepenuhnya optimal dan sesuai dengan target yang direncakan. Hal tersebut dapat dilhat dari target dan realisasi penerimaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di PPPD wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta sebagai berikut:
Tabel 1.2
Data Target dan realisasi PKB diwilayah PPPD Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta
No PKB Kepemilikan Nilai Pajak
1 Kepemilikan ke-1 1.75%
2 Kepemilikan ke-2 2.25%
3 Kepemilikan Ke-3 2.75%
4 Kepemilikan Ke-4 3.25%
5 Kepemilikan ke-5 dan seterusnya 3.75%
5
Tahun Target Realisasi Piutang persentase
2015 Rp. 276.350.000.000 Rp. 279.606.938.350 101,18%
2016 Rp. 309.978.000.000 Rp. 302.060.033.600 Rp. 7.917.966.400 96%
2017 Rp. 312.730.000.000 Rp. 329.891.722.500 105,49%
2018 Rp. 370.883.000.000 Rp. 380.262.120.200 102,53%
2019 RP. 411.733.000.000 Rp. 405.461.299.200 Rp. 6.271.700.800 98,48%
Sumber: PPPD Soekarno Hataa diolah Peneliti 2020
Berdasarkan Tabel diatas, menunjukan Bahwa target dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di PPPD wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta dinilai belum konsisten dalam pemungutan disetiap tahunya. Pada tahun 2016 realiasi dari Pajak Kendaraan Bermotor tidak memenuhi target, sedangkan pada Tahun 2017 realisasi dari pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Melebihi target yang sudah ditetapkan dan ditahun 2019 mengalami penurunan 1,52%
dari target realisasi pemungutan pajak kendaraan bermotor.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Implementasi Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor di Pusat Pengelolan Pendapatan Daerah wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta.
B. Identifikasi Masalah
1. Optimalisasi dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor 2. Respon masyarakat terhadap pajak kendaraan bermotor 3. Penghambat pemungutan pajak kendaraan bermotor
6
4. Komunikasi antara organisasi dan aktivitas pelaksana pemungutan pajak kendaraan bermotor
5. Kondisi lingkungan ekonomi masyarakat C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ukuran dan tujuan kebijakan dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
2. Bagaimana sumber daya dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
3. Bagaimana karakteristik agen pelaksana dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
4. Bagaimana sikap para pelaksana dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
5. Bagaimana komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
6. Bagaimana kondisi lingkungan, ekonomi dan politik dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor?
D. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ukuran dan kebijakan dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor 2. Untuk mengetahui sumber daya dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor
3. Untuk mengetahui sikap agen pelaksana dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor 4. Untuk mengetahui sikap para pelaksana dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor 5. Untuk mengetahui komunikasi antar organisasi dan aktivitas para pelaksana dalam
pemungutan pajak kendaraan bermotor
6. Untuk mengetahui kondisi lingkungan, ekonomi dan politik dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor
7 E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoretis
a. Memahami wawasan bagi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pemerintahan khususnya.
b. Menjadikan saran bagi PPPD Wilayah Kota Bandung III tentang pemungutan PKB.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti
Untuk menyelesaikan perkuliahan Program Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
b. Bagi Instansi
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi PPPD Kota Bandung.
c. Bagi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Menjadikan bahan kajian mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya mahasiswa Program Studi Administrasi Publik.
F. Kerangka Pemikiran
Untuk mengatur tingkat keberhasilan implementasi kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, peneliti menggunakan Kerangka berfikir implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Van Matter dan Van horn. Adapun terori implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Van Matter dan Van horn dalam (Agustino, 2017:133-136) sebagai berikut :
1. Ukuran dan tujuan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilanya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio kultur yang mengada di level pelaksanaan kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik sehingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumber daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan
8
suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang di isyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik.
3. Karakteristik agen pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaanya. Selain itu, cakupan atas luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala berkehendak menentukan agen pelaksana.
4. Sikap atau kecenderungan para pelaksana
Sikan penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
5. Komunikasi antar Organisasi dan aktivitas pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik
sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan lingkungan politik yang tidak kondusif dapat menjadikan biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimpelmentasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondusi lingkungan eksternal. dukungan bagi implementasi kebijakan
9 Umpan Balik
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Jawa Barat No. 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah untuk jenis Pungutan Pajak kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermootor
Implementasi Kebijakan Menurut Van Metter & Van Horn:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya 3. Karakteristik
agen pelaksana 4. Sikap atau
kecenderungan (disposisi) parapelaksana 5. Komunikasi
antar organisasi dan aktivitas para pelaksana 6. Lingkungan
ekonomi, sosial dan politik
Implementasi kebijakan pemungutan pajak kendaraan bermotor ( studi
pada Pusat Pengelolaan
Pendapatan Daerah Wilayah
Kota Bandung III Soekarno-
Hatta
10 G. Proposisi
Implementasi kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor di PPPD wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta dinilai akan berjalan dengan baik menurut menggunakan teori Donald van Metter & Carl van Horn .ada enam variabel 1) ukuran dan tujuan kebijakan, 2) sumber daya, 3) karakteristik agen pelaksana, 4) disposisi agen pelaksana, 5) komunikasi antar organisasi, 6) kondisi lingkungan ekonomi,sosial,dan,politik.