• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan interaksi yang dilakukan secara verbal maupun non verbal antara dua individu atau lebih untuk saling bertukar informasi. Menurut West & Turner (2017: 5) komunikasi merupakan suatu proses sosial dimana individu menggunakan simbol untuk membangun dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Lingkungan komunikasi yang berlaku bagi setiap individu terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan dan lain sebagainya dilihat dari posisi individu saat melakukan proses komunikasi.

Komunikasi keluarga merupakan interaksi yang dibangun oleh anggota keluarga baik ayah, ibu, atau anak secara verbal maupun non verbal untuk mengungkapkan maksud tertentu. Komunikasi inti dalam keluarga dibangun oleh orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dan mempersiapkan untuk menghadapi dunia luar. Rahmawati & Ghazali (2018: 166) berpendapat pola komunikasi orang tua merupakan suatu bentuk interaksi komunikasi dalam keluarga yang dilakukan secara sistematis yang melibatkan ayah dan ibu sebagai komunikator dan anak sebagai komunikan yang saling mempengaruhi, serta adanya timbal balik antara keduanya atau dengan istilah komunikasi dua arah.

Setiap keluarga memiliki pola komunikasi yang berbeda yang bergantung pada masing-masing individu yang terdapat dalam keluarga, kebutuhan komunikasi, dan latar belakang komunikasi. Beberapa topik yang dibahas didalam komunikasi keluarga terkait dengan hal-hal yang bersifat umum seperti hal yang dialami dalam satu hari hingga ke komunikasi yang bersifat khusus seperti ciri-ciri pubertas yang baru dialami oleh anak.

Pubertas sendiri merupakan masa transisi dari usia anak-anak menuju usia

remaja yang ditandai oleh beberapa perubahan baik secara fisik maupun non fisik

individu. Menurut Kusumawati, dkk (2018: 2) pubertas merupakan suatu periode

(2)

dimana kematangan organ (fisik) dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada masa awal remaja. Lebih lanjut, Kusumawati, dkk (2018: 2) juga menjelaskan bahwa kematangan seksual yang merupakan suatu rangkaian dari perubahan- perubahan terjadi pada masa remaja ditandai dengan perubahan pada seks primer dan seks sekunder. Perkembangan kematangan seks pada individu biasanya mengikuti suatu urutan tertentu, namun urutan dari kematangan seksual tidak sama pada setiap anak. Umumnya pubertas terjadi pada rentang usia 10-11 tahun untuk perempuan dan 11-13 tahun pada laki-laki, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pubertas terjadi lebih cepat yang berkisar antara 8-13 tahun pada perempuan dan 9-14 tahun pada laki-laki (Raishing Children Australia, 2021).

Tanda kematangan seksual pada remaja yang memasuki masa pubertas umumnya dapat dilihat dari beberapa tanda signifikan, seperti pada perempuan akan mengalami menstruasi sedangkan pada laki-laki akan mengalami mimpi basah pada periode tertentu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan sesuatu yang baru dan asing bagi anak ketika pertama kali mengalami pubertas, sehingga banyak yang harus disiapkan khususnya dari orangtua untuk memberikan edukasi kepada anak terkait apa yang sedang dialami dan bagaimana menyikapinya. Menurut Amin &

Amiruddin (2019: 64) orangtua memiliki beberapa peranan yang besar dalam

mendidik dan membimbing anak terutama pada usia pubertas seperti: 1)

melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak, 2)

memberikan kasih sayang, 3) merencanakan karir, 4) mempersiapkan ke

pernikahan, 5) mendidik anak dan mengembangkan kemampuan intelektualnya,

6) menanamkan ilmu akidah, nilai-nilai kehidupan, dan etika. Dalam hal ini

orangtua, terutama ibu, memiliki peran yang besar dalam memberikan penjelasan

kepada anak secara telaten bahwasanya perubahan yang terjadi merupakan hal

alamiah dan dialami oleh semua individu, baik anak normal maupun anak yang

berkebutuhan khusus.

(3)

Farida (2015: 83) mengungkapkan bahwa kedekatan antara ibu dan anak yang sudah terjalin sejak dalam kandungan memberikan peluang yang untuk membantu tumbuh kembang dengan kasih sayang yang besar. Selain itu berdasarkan penelitian sebelumnya terkait pola komunikasi remaja yang dilakukan oleh Firdanianty (2016: 128) didapatkan hasil bahwa pada pola komunikasi remaja dengan ibu di semua dimensi yang diteliti (topik, durasi, frekuensi, media, dan situasi komunikasi) lebih tinggi dibandingkan pola komunikasi remaja dengan ayah secara signifikan. Kedekatan yang terjalin antara ibu dan anak serta kasih sayang dan penerimaan yang ditunjukkan oleh ibu dapat menimbulkan rasa nyaman pada anak, sehingga anak lebih terbuka dalam berkomunikasi dengan ibu terutama saat membahas topik khusus seperti pubertas dan perubahan yang terjadi pasca pubertas.

Perubahan pasca pubertas yang dialami oleh anak diantaranya adalah perubahan secara hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial (Baharuddin, 2019:

613). Perubahan penyerta pubertas lainnya yang dialami oleh anak juga terkait dengan kognitif, moral, emosi, dan sosial sebagai bentuk pengembangan diri pada remaja (Hurlock dalam Baharuddin, 2019: 613). Perubahan ini dialami oleh seluruh anak yang mengalami pubertas, baik anak normal maupun anak autis yang tergolong anak berkebutuhan khusus dan menimbulkan tantangan tersendiri bagi orangtua dalam memberikan edukasi terkait dengan pubertas.

Tantangan yang dihadapi oleh orang tua dengan anak remaja penyandang autisme akan lebih besar dibandingkan dengan orang tua dengan anak normal.

Besarnya tantangan ini dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh anak autis dan perilaku penyerta dimana anak autis memiliki gejolak emosi yang tidak stabil bahkan sebelum anak memasuki masa pubertas serta kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengatasi pubertas anak autis. Indrawati dan Wahyudi (2017:

113) mengungkapkan bahwa orang tua remaja autis mengalami keresahan dalam

menghadapi pubertas anak mereka dikarenakan ketidaksiapan dan juga kurangnya

informasi dalam mengatasi pubertas anak autis. Kenny, Crocco & Long (2021:

(4)

360) menyebutkan bahwa orang tua anak autis memiliki kekhawatiran yang lebih banyak terhadap pendidikan seksual anak mereka dibandingkan anak normal lainnya. Ballan (2012: 679) juga mengungkapkan hasil penelitian, didapati orangtua anak autis memiliki keinginan yang besar utuk membangun komunikasi tentang seksualitas dengan anak mereka, tetapi mereka merasa belum cukup siap untuk melakukannya. Ketidaksiapan orang tua dalam membangun komunikasi seksual dengan anak autis dikarenakan anak autis memiliki hambatan komunikasi sehingga membutuhkan persiapan yang matang agar apa yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh anak autis.

Hambatan komunikasi yang dimiliki oleh anak autis disebabkan karena

adanya gangguan dalam berbahasa baik secara verbal maupun non verbal

(Mansur, 2016: 88). Kondisi ini menyebabkan anak autis memiliki keterbatasan

dalam mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat memasuki masa

pubertas. Anak autis cenderung memiliki kosakata yang terbatas dan

mengungkapkan maksud dengan kalimat yang pendek sehingga sulit untuk

dipahami. Ketika tidak mampu mengungkapkan dengan menggunakan kata-kata,

anak autis akan beralih kepada perilaku untuk menunjukkan apa yang dimaksud

(Mansur, 2016: 88). Perilaku yang ditunjukkan oleh anak autis seringkali

mengarah pada perbuatan yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi di

sekitarnya, sehingga tercermin perilaku yang kurang pantas dan melanggar norma

sosial. Berdasarkan Penelitian Volkmar, Lord, Bailey et al. dalam Indrawati dan

Wahyudi (2017: 113) diungkapkan bahwa kemampuan keterampilan sosial anak

autis yang kurang berkembang dan juga kurangnya pemahaman sosial, banyak

remaja autis yang dilaporkan menunjukkan perilaku seksual yang tidak pantas di

depan umum. Indrawati dan Wahyudi (2017: 113) menjelaskan bahwa perilaku

seksual kurang pantas yang ditunjukkan oleh anak autis di muka umum

diantaranya adalah masturbasi, menggosokkan alat kelamin mereka dan bahkan

membuka baju.

(5)

Berdasarkan hasil pengamatan observasi peneliti saat Focus Group Discussion (FGD) bersama 15 orang tua anak autis yang dilaksanakan sebelum

penelitian, banyak orang tua dengan anak autis usia remaja yang telah memasuki masa pubertas mengungkapkan bahwa anak sering melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan di tempat umum seperti memegang alat kelamin, minta dicium, memeluk, dan saat tertarik dengan lawan jenis selalu mengucap bahwa orang itu adalah pacarnya. Tentunya hal ini menjadikan salah satu tantangan besar bagi orang tua dalam memberikan pemahaman kepada anak autis terkait dengan pubertas dan apa saja yang boleh atau tidak boleh dilakukan saat ditempat umum.

Saat mengetahui perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anaknya di tempat umum biasanya orang tua akan melarang anak untuk melakukan hal tersebut.

Kemudian saat sampai dirumah anak baru akan diberikan penjelasan terkait dengan apa yang telah dilakukan. Edukasi yang diberikan oleh orangtua dan tingkat pemahaman anak terhadap kalimat yang diucapkan oleh orangtua sangat bergantung pada kemampuan anak dalam berkomunikasi serta keterampilan anak dalam menerima informasi baru. Saat membicarakan topik pubertas, orangtua terkhusus ibu harus mengulang beberapa kali dan memberikan contoh kepada anak mereka supaya dapat memahami apa yang disampaikan. Salah satu ibu anak autis menjelaskan bahwa cara mengatasi kesulitan komunikasi anaknya dengan membawa permasalahan anak dalam forum komunikasi keluarga yang sering dilakukan saat sore hari serta melibatkan angota keluarga lain untuk ikut memberikan pemahaman kepada anak autis. Beberapa ibu lainya menjelaskan bahwa anak mereka harus diberikan contoh supaya dapat memahami apa yang disampaikan oleh ibu.

Perbedaan cara komunikasi antar orang tua dan anak yang ditemukan saat

kegiatan Focus Group Discussion (FGD) menimbulkan pertanyaan mengapa

kemampuan komunikasi anak bisa sangat berbeda? bagaimanakah pola

komunikasi yang diterapkan oleh ibu pada anak autis sehingga terdapat perbedaan

antara anak satu dengan yang lainnya dalam memahami topik pubertas?

(6)

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan studi literatur terkait dengan kemampuan komunikasi anak yang berbeda-beda menarik peneliti untuk menggali lebih dalam bagaimana pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu, apakah menggunakan cara komunikasi seperti layaknya berkomunikasi dengan remaja normal atau menggunakan cara komunikasi khusus, apakah hanya dengan berbicara atau dengan memberikan beberapa contoh. Berdasarkan kasus yang peneliti temukan di lapangan, maka peneliti memfokuskan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi orangtua khususnya ibu dalam memberikan pemahaman kepada remaja autis terkait dengan topik pubertas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pola Komunikasi Ibu dalam Memberikan Pemahaman Pubertas terhadap Remaja Penyandang Autisme.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui Pola Komunikasi Ibu dalam Memberikan Pemahaman Pubertas terhadap Remaja Penyandang Autisme.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan tambahan informasi dan pengetahuan dibidang pendidikan dan

pengasuhan anak berkebutuhan khusus terutama di bidang komuunikasi siswa

autis, khususnya terkait pola komunikasi orang tua dalam memberikan

pemahaman pubertas kepada anak penyandang autisme.

(7)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek dan Pihak Keluarga

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pola komunikasi yang diberikan dalam memberikan pemahaman pubertas terhadap anak autis untuk dan menjadi sarana untuk menambah pengetahuan terkait pola komunikasi yang diberlakukan dalam keluarga.

b. Bagi Peneliti

Selama proses penelitian, peneliti belajar banyak terkait pola komunikasi yang diberlakukan dari keluarga terhadap anak penyandang autisme terutama dalam memberikan pemahaman terkait pubertas sehingga dapat menambah informasi dan pengetahuan peneliti tentang pola komunikasi anak berkebutuhan khusus.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam

melaksanakan penelitian kedepannya tentang anak berkebutuhan khusus,

terutama dalam penelitian yang terkait dengan pola komunikasi orang tua

terhadap anak penyandang autisme.

Referensi

Dokumen terkait

Zendrato (2008) menyatakan Orangutan dewasa pada fokal Jenggot di Pusat pengamatan Orangutan Sumatera beberapa kali dijumpai menghabiskan waktu yang sangat lama melakukan

Suryono, 2005, Mikrokontroler ISP MCS-5,Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika Undip. Suryono, 2005, Workshop Elektronika Dasar, Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika

hadis yang pertama diwakili oleh penelitian terhadap riwayat Ahmad bin Hanbal melalui jalur sanad Umu Mubasyir, hadis yang kedua diwakili oleh penelitian Ahmad bin

Mereka juga ingin terlihat cantik dan mewah seperti artis favoritnya, sehingga secara sadar atau tidak, budaya pop Korea yang disebarkan melalui media memproduksi apa yang

Badan Usaha Milik Desa : badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas,

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persentase larutan kapur sirih terbaik untuk bahan perendaman pada pembuatan keripik talas ketan adalah 20% dan lama

Oleh karena itu, substrat yang digunakan sebagai sampel dalam mengisolasi bakteri proteolitik dapat diperoleh dari berbagai tempat yang banyak mengandung protein

Work family conflict berpengaruh terhadap stres kerja dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirakristama (2011) bahwa konflik peran ganda berpengaruh