• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

89

HUBUNGAN KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

Ajeng Wahyu Puspitasari

1

, Ifana Anugraheni

2

, Hasan Nidlom

3

Abstract: Chronic Kidney Disease is a kind of disease which has a big role for people’s morbidity and mortality level in the world. Every person with chronic kidney disease most often followed by a hypertension. On the other hand chronic kidney disease is known as the cause of secondary hypertension.

Acording to earlier survey data, Chronic Kidney Disease was at the 3

rd

Ranking after CVA and Hypertension. The purpose of this research was to know the correlation among urea serum levels and serum creatinin levels with blood pressure of Chronic Kidney Disease patient in Gamburan Hospital, Kediri at 2014. This research is an observational analitic with cross sectional approach. The subject is 43 patients of chronic kidney disease in Gambiran hospital, Kediri at 2014, choosen by Systematic random sampling methode. Data was collected from the medical record, then analized by Pearson Correlation Test, which is achieved a significant relationship if p value < 0,05. The x1 variable was Urea serume levels, v2 variable was serume creatinine, and y variable was blood pressure. Statistic test show that the mean of urea serum = 88,635 mg/dl, the mean of serum creatinine = 10,4449 mg/dl and the mean of blood pressure = 148,140 mmHg. Pearson Correlation test between urea serum levels and blood pressure show P-value = 0,000 and r

= 0,520, instead of serum cretinine levels and blood pressure show P-value = 0,000 dan r = 0,605.. So, by the Pearson Correlation test can be concluded that there was a positive and significant relationship between plasma ureum and blood pressure in chronic kidney disease person. There was also a positive and significant relationship between creatinine serum and blood pressure. While the other variables (age, job and sex) didn’t show a significant relationship with blood pressure.

Keywords : blood pressure, creatinine serume, ureum, chronic kidney disease.

PENDAHULUAN

Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi penggantian ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit terminal dan apabila tidak mendapatkan terapi yang tepat dan sesuai maka akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut uremic state/sindrome uremic yang berujung pada kematian (USRDS, 2007).

Prevalensi penderita gagal ginjal di Indonesia hingga sekarang diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, prevalensi lebih rendah

dibandingkan dengan penderita gagal ginjal di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Inggris, yang dapat mencapai 77–283 per satu juta penduduk, sedangkan prevalensi yang menjalani dialisis antara 476–1150 per satu juta penduduk (Yagina, 2001).

Berdasarkan data yang

didapatkan peneliti, kasus gagal ginjal

kronik yang terjadi satu tahun terakhir di

RSUD Gambiran Kota Kediri tahun 2014

(terhitung dari bulan Januari sampai

Agustus) menempati ranking penyakit

kronis degeneratif ke3 setelah hipertensi-

CVA dan Diabetes melitus, dengan

jumlah sebanyak 233 kasus dan angka

kematian sebanyak 55 kasus atau sebesar

23,6%. Angka tersebut menunjukkan

tingginya angka mortalitas dan

kerentanan masyarakat untuk

mendapatkan penyakit gagal ginjal kronis

seiring dengan meningkatnya kejadian-

kejadian penyakit degeneratif lainnya,

(2)

90 seperti hipertensi dan Diabetes Melitus.

Sedangkan pada kenyataannya pasien dengan gagal ginjal kronis hampir selalu mengalami peningkatan tekanan darah baik dengan riwayat normotensi maupun hipertensi. Hal ini menunjukkan masih tingginya angka tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD gambiran Kota Kediri Tahun 2014.

Patogenesis peningkatan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik terlalu kompleks dan mungkin terdiri dari banyak faktor. Tetapi, yang telah diketahui bersama bahwa natrium, volume cairan dan sistem saraf simpatis memiliki peran penting dalam hal ini.

Volume cairan intravaskular adalah faktor utama penyebab peningkatan tekanan darah pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Sementara itu, volume intravaskuler pada pasien gagal ginjal kronik hampir selalu mengalami peningkatan akibat kegagalan ginjal dalam menjalankan fungsinya.

Dampak mikro yang ditimbulkan dari adanya perubahan tekanan darah yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik tersebut diantaranya adalah stroke, gagal jantung, dan penyakit cerebro-cardiovascular lainnya yang pada dasarnya akan memberikan progress yang tidak baik untuk kesehatan pasien gagal ginjal kronik. Sedangkan dampak makro bagi negara adalah semakin meningkatnya demand untuk keperluan pelayanan medis pasien gagal ginjal kronik dengan hipertensi sehingga meningkatkan anggaran di bidang kesehatan dan menurunkan pendapatan negara akibat hilangnya hari kerja para pekerja denga gagal ginjal kronis tersebut.

Berdasarkan fenomena di atas bahwa banyaknya gangguan yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kesehatan pasien. Selain itu gagal ginjal kronik juga menyebabkan timbulnya berbagai macam komplikasi

yang kesemuanya mengancam jiwa.

Membuang cairan yang berlebihan melalui hemodialisis akan dapat menurunkan kembali tekanan darah pasien. Apabila hal ini tidak terjadi, maka harus menggunakan tehnik lain untuk menurunkan tekanan darahnya,misalnya dengan cara mengendalikan komposisi konstituen plasma yang ada di intravaskuler.

METODE

Rancangan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: berdasarkan lingkup penelitiannya termasuk jenis penilitian inferensial (kuantitatif).

Berdasarkan tempat penelitian termasuk jenis penelitian klinik. Berdasar waktu pengumpulan data termasuk jenis rancangan yang digunakan cross sectional. Berdasarkan ada tidaknya perlakuan termasuk jenis penelitian observasional (expose facto). Berdasar cara pengumpulan data termasuk survey.

Berdasar tujuan penelitian termasuk jenis analitik korelasi. Berdasarkan sumber data termasuk jenis data sekunder.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara sistematic random sampling. Prosedur penelitiannya adalah dengan cara mencatat seluruh nomor rekam medik pasien dengan Gagal Ginjal Kronik di RSUD Gambiran kota Kediri, kemudian dirandom dengan cara menghitung interval sampel pada populasi tersebut dengan rumus interval =

n

N . sehingga didapat

43

47 = 1,093, dan dilakukan pembulatan keatas sehingga diperoleh interval sampel 2. Sampel diambil dengan interval 2 hingga terpenuhi jumlah sampel yang telah ditentukan.

Variabel independent dalam

penelitian ini ada 2, yaitu kadar ureum

dan kreatinin serum. Sedangkan variabel

(3)

91 dependent dalam penelitian ini adalah tekanan darah, yaitu tekanan darah sistole. Ketiga variabel tersebut merupakan data numerik (Rasio). Pada data numerik atau kontinyu, peringkasan data dapat dilakukan dengan melaporkan sebarannya. Sebaran data yang dapat digunakan adalah rata-rata (mean), nilai tengah (median) dan modus (mode).

Sedangkan ukuran sebaran yang dapat digunakan adalah nilai minimum, maximum, range, standar deviasi dan persentil. Dari ukuran-ukuran tersebut, yang paling sering digunakan adalah rata-rata dan standar deviasi (Junaedi, 2010).

Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson (r).

Uji ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan data rasio dan rasio yang dipilih secara acak dan berdistribusi normal yang berpola linier.

Uji normalitas akan diinterpretasikan jika p value > α maka distribusi data dinyatakan normal, sedangkan jika p value < α, maka distribusi data dinyatakan tidak normal. Uji linearitas diinterpretasikan jika p value < α data dinyatakan tidak linear, sedangkan jika p value < α maka data dinyatakan linear (Sugiyono, 2011). Jika hasil uji normalitas menyatakan bahwa distribusi data tidak normal dan atau uji linearitas menyatakan bahwa data tidak linear, maka syarat uji parametrik tidak terpenuhi sehingga diambil uji alternatif non parametrik yaitu uji korelasi Spearman Rank.

Analisa data multivariate ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisa multivariate korelasi ganda (multiple corelation).

Korelasi ganda berkaitan dengan interkorelasi variabel-variabel

independent sebagaimana korelasi mereka dengan variabel dependent.

Korelasi Ganda (multiple correlation) dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (x 1 ,x 2 ) serta satu variabel terikat (y).

PEMBAHASAN DAN HASIL

Hasil

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

No. Usia Fre kue nsi

Pros (%) 1. < 20 tahun 1 2,33 2. 20-45

tahun

12 27,91

3. > 45 tahun 30 69,76

Jumlah 43 100

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1. 2 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit

KardiovaskularResponden Di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

No. Riwayat Penyakit Kar-vas

Freku ensi

Pros (%)

1. Tidak ada

riwayat

18 41,8

6

2. Ada

riwayat

25 58,1

4

Jumlah 43 100

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden Di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

No Jenis Pekerjaan Frekue nsi

Pros (%)

1. Pelajar/Mhs 1 2,3

2. PNS 8 18,6

3. Swasta 20 46,5

4. Buruh 5 11,6

5. Tani 8 18,6

6. Pedagang/wirasw

asta 1 2,3

(4)

92

Jumlah 43 100

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Di RSUD Gambiran Kediri Tahun 2014 No Jenis

Kelamin

Frekuen si

Pros (%) 1. Perempuan 17 39,54 2. Laki- laki 26 60,46

Jumlah 43 100

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1.5 Persebaran Data Kadar Ureum Responden Di RSUD Gambiran Kota KediriTahun 2014

Nilai

Mean 88,635

Median 78,000

Modus 65,0

Sandar Deviasi 53,06

Range 241,3

Minimum 26,0

Maximum 267,3

Q1 53,000

Q2 78,000

Q3 5,000

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1.6 Persebaran Data Kadar Kreatinin Serum Responden Di RSUD Gambiran Kediri Tahun 2014

Nilai

Mean 10,4449

Median 9,7000

Modus 9,20

Sandar Deviasi 5,38226

Range 28,70

Minimum 1,80

Maximum 30,50

Q1 6,50

Q2 9,7000

Q3 13,3000

Sumber : data primer, 2014

Tabel 1.7 Persebaran Data Tekanan Darah Sistole Responden Di

RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Nilai

Mean 148,140

Median 150,000

Modus 130,0

Sandar Deviasi 23,1204

Range 1,0

Minimum 120,0

Maximum 230,0

Q1 130,000

Q2 150,000

Q3 160,000

Sumber : data primer, 2014

Sebagian besar usia responden pada penelitian ini berada para kelompok usia > 45 tahun. Sebagaimana pada umumnya semakin tua seseorang, maka akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan kardiovaskular. Pada usia di atas 45 tahun, elastisitas pembuluh darah akan menurun sehingga akan terjadi peningkatan tegangan pembuluh darah.

Usia lansia cenderung memiliki pembuluh darah yang kurang elastis.

Tekanan darah yang tinggi terjadi sebagai dampak dari degenerasi sistemik akibat proses penuaan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki riwayat penyakit kardiovaskular menunjukkan bahwa orang dengan riwayat gangguan kardiovaskular beresiko lebih besar mengalami disfungsi ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada pasien Gagal Ginjal Kronik terjadi karena riwayat yang memang sudah ada kemudian ditambah dengan gangguan metabolik dari kerusakan ginjal, atau dapat pula tejadi sekunder akibat terjadinya Gagal Ginjal Kronik.

Sebagian besar responden

merupakan pekerja swasta, diperkirakan

bahwa jenis pekerjaan mempengaruhi

terjadinya Gagal Ginjal Kronik. Hal ini

dimungkinkan karena setiap jenis

pekerjaan membutuhkan stamina, nutrisi,

hidrasi dan latihan fisik yang berbeda.

(5)

93 Jika permintaan stamina yang tinggi dipenuhi dengan berbagai minuman enbergi dan tanpa disertai dengan olahraga maupun hidrasi yang adekuat, maka resiko GGK akan meningkat.

Sebagian besar responden memiliki jenis kelamin laki-laki, hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa laki-laki berisiko terkena hipertensi daripada perempuan. Diperkirakan bahwa insiden hipertensi pada perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon estrogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung pada proses degenerasi vaskular. Namun setelah perempuan tersebut mengalami menopause, besar resiko terkena penyakit kardiovaskular antara laki-laki dan perempuan menjadi sama. Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketika produksi estrogen

berkurang dalam proses

menopause,risiko gangguan kardiovaskular pada wanita meningkat dengan drastis. Alasan lain mengapa laki- laki lebih berisiko yaitu karena laki-laki banyak memiliki banyak faktor risiko lain dibanding perempuan. Misalnya, lebih banyak laki-laki yang merokok, mengkonsumsi alkohol, meminum minuman berenergi dan sebagainya.

Sementara itu, resiko penyakit GGK meningkat seiring dengan terjadinya gangguan kardiovaskular, salah satunya adalah hipertensi.

Tabel 1.8 Hasil Uji Korelasi Pearson Hubungan Antara Kadar Ureum dengan Tekanan Darah di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Nilai Kreatini

n

Tekanan Darah Sistole Nilai

Kreatinin

Pearson Correlation

1 ,615

**

Sig. (2- tailed)

,000

N 43 43

Tekanan Darah Sistole

Pearson Correlation

,615

**

1 Sig. (2-

tailed)

,000

N 43 43

Berdasarkan uji Korelasi Pearson, P- value yang diperoleh sebesar 0,000 yang berarti <0,05 sehingga P-value < α, maka H 1 diterima dan H 0 ditolak berarti ada hubungan antara kadar ureum dengan tekanan darah pada pasien dengan Gagal Ginjal kronis di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014. Dengan nilai r = 0,520 yang berarti memiliki kekuatan hubungan “sedang” dan arah hubungan positif, artinya semakin tinggi kadar ureum, maka tekanan darah akan semakin naik pada pasien dengan Gagal ginjal Kronik di RSUD Gambiran Tahun 2014 atau sebaliknya semakin rendah kadar ureum, maka tekanan darah akan semakin turun pada pasien dengan Gagal ginjal Kronik di RSUD Gambiran Tahun 2014.

Tabel 1.9 Hasil Uji Korelasi Spearman Rank Hubungan Antara Kadar Kreatinin Serum dengan Tekanan Darah di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Nilai Ureu

m

Tekanan Darah Sistole

Nilai Ureum

Pearson Correlation

1 ,520

**

Sig. (2- tailed)

,000

N 43 43

Tekanan Darah Sistole

Pearson Correlation

,520

*

*

1 Sig. (2-

tailed)

,000

N 43 43

Berdasarkan uji Korelasi Pearson data yang diperoleh dari nilai P sebesar 0,000 yang berarti <0,05 sehingga nilai P

< α, maka H 1 diterima dan H 0 ditolak

berarti ada hubungan antara kadar

kreatinin serum dengan tekanan darah

(6)

94 pada pasien dengan Gagal Ginjal kronis di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014. Dengan nilai r = 0,615 yang berarti memiliki kekuatan hubungan “kuat” dan arah hubungan positif, artinya semakin tinggi kadar kretinin serum, maka tekanan darah akan semakin naik pada pasien dengan Gagal ginjal Kronik di RSUD Gambiran Tahun 2014 atau sebaliknya semakin rendah kadar kreatinin serum, maka tekanan darah akan semakin turun pada pasien dengan Gagal ginjal Kronik di RSUD Gambiran Tahun 2014.

Tabel 1.10 Tabel Model Summary Hubungan Antara Kadar Ureum dan Kreatinin Serum dengan Tekanan Darah di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Mod el

R R

Squa re

Adjust ed R Square

Std.

Error of the Estima te

Durbin- Watson

1 ,615

a

,379 ,363 18,447 1,628

Tabel 1.11 Tabel Coefficients Hubungan Antara Kadar Ureum dan Kreatinin Serum dengan Tekanan Darah pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Model Unstandardized Coefficients

Standa rdized Coeffi cients

t Sig.

B Std.

Error Beta

1

Cons. 120,53 4

6,199 19,

444 ,000 Nilai

Kreati nin

2,643 ,529 ,615 4,9 98

,000

Tabel 1.12 Tabel Excluded variable Hubungan Antara Kadar Ureum dan Kreatinin Serum dengan Tekanan Darah pada Pasien

dengan Gagal Ginjal Kronik di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Model Beta In

t Sig. Parti al Corr elati on

Collinearity Statistics Tolerance

1 Nilai Ureu

m

,224

b

1,446 ,15 6

,223 ,614

Tabel 1.13 Tabel ANOVA Hubungan Antara Kadar Ureum dan Kreatinin Serum dengan Tekanan Darah pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik di RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2014

Model Sum of Squares

Df Mean Squar

e

F Sig.

1

Regressi on

8499,044 1 8499, 044

24, 975

,000

b

Residual 13952,11 9

41 340,2 96 Total 22451,16

3

42

Pembahasan

Kadar Ureum dalam darah dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain intake protein yang dikonsumsi, tingkat kerusakan ginjal pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan nitrogen yang negatif. Misalnya terjadi demam, penyakit yang menyebabkan atrofi, tirotoksikosis, koma diabetika atau setelah trauma ataupun operasi besar.

Pemecahan protein yang berlebihan, misalnya pada leukimia, pelepasan protein leukosit menyokong urea plasma yang tinggi.

Pada pasien Gagal Ginjal Kronik,

akan terjadi gangguan pada hal-hal yang

(7)

95 berhubungan dengan fungsi eksresi ginjal, salah satunya adalah proses ekskresi ureum yang seharusnya pada keadaan fisiologis akan diekskresikan bersama dengan urin, feses dan keringat.

Gangguan ekskresi ureum tersebut akan menyebabkan tertahan dan tertumpuknya sebagian besar ureum dalam darah sehingga akan meningkatkan molekul isi dari darah.

Banyaknya kreatinin yang disusun selama satu hari hampir tidak berubah kecuali jika banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau oleh suatu penyakit. Dalam keadaan normal, ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan. Berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya ekskresi kreatinin oleh tubuli.

Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal. Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar krearinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75% (Soeparman et.al, 2001).

Beberapa variabel yang mempengaruhi regulasi kardiovaskuler yaitu curah jantung (cardiac output), tahanan periperal (peripheral resistance), dan tekanan darah (blood pressure). Regulasi kardiovaskuler bertujuan untuk menjaga perubahan aliran darah tepat waktu, berada di dalam area yang benar dan tidak menimbulkan perubahan tekanan dan aliran darah secara drastis pada organ vital.

Mekanisme yang mempengaruhi regulasi kardiovaskular yaitu mekanisme autoregulasi lokal, saraf, dan hormonal (Martini, 2001).

Tekanan darah merupakan suatu bentuk tekanan yang timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah.

Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat (Hayens, 2003).

Pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran pernafasan, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Keadaan tersebut mengakibatkan

terganggunya fungsi filtrasi, absorpsi dan

ekskresi ginjal yang mengakibatkan

kembalinya zat-zat yang seharusnya

dimetabolisme oleh ginjal. Pada uremic

syndrome stage, dimana terjadi

peningkatan kadar ureum dalam darah,

akan terjadi peningkatan jumlah

konstituen dalam plasma. Hal tersebut

menyebabkan viskositas darah meningkat

dan menyebabkan peningkatan tahanan

perifer. Keadaan ini secara sistemik

akan mempengaruhi peripheral

ressistance, dan akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Dari hasil

penelitian yang saya lakukan hasil

penelitian menunjukkan nilai rata-rata

kadar ureum responden sebesar 88,635

mg/dl dan nilai rata-rata tekanan darah

adalah 148,140 mmHg yang berarti

semakin tinggi kadar ureum maka

(8)

96 semakin tinggi pula tekanan darah pada pasien Gagal Ginjal Kronik.

Sama dengan ureum, kreatinin merupakan zat buangan yang seharusnya diekskresikan oleh ginjal. Namun, pada kondisi Gagal Ginjal Kronik, semua produk buangan yang seharusnya diekskresi oleh ginjal tidak dapat dieliminasi. Hal ini yang menyebabkan pasien Gagal Ginjal Kronik mengalami Azotemia dan jatuh pada kondisi Uremia (Corwin, 2009).

Pada kondisi ini, kreatinin yang seharusnya diekskresikan akan tetap berada dalam pembuluh darah. Kreatinin tidak dapat berekstravasasi, berbeda dengan ureum yang dapat berekstravasasi ke sistem integumen. Hal ini menyebabkan kadar kreatinin yang akan terus menerus bertambah dan menumpuk di dalam pembuluh darah dan menyebabkan isi vaskular semakin penuh kemudian kreatinin akan bermetastase ke jantung dan melakukan perusakan pada organ tersebut. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya viskositas darah dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu, pasien dengan gagal ginjal kronik membutuhkan terapi hemodialisis untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Konsentrasi kreatinin serum yang tinggi merupakan penanda untuk peningkatan risiko penyakit serebrovaskular baik pada orang dengan tekanan darah yang normal maupun pada pasien dengan hipertensi. Temuan ini mendukung bukti yang menunjukkan bahwa penurunan fungsi ginjal merupakan faktor untuk peningkatan risiko penyakit cardio-cerebrovaskular (Wannamethe, 2005).

SIMPULAN

Ureum dan kreatinin merupakan ekskresi (sampah) metabolisme yang seharusnya dibuang bersama dengan urin pada kondisi fisiologis. dimana kadar kreatinin serum akan secara konstan

diproduksi oleh tubuh berdasarkan metabolisme otot seiring dengan kerusakan progresif pada ginjal yang mana ginjal tidak mampu mengekskresi produk metabolik seperti kreatinin sehingga kreatinin akan terus menerus menumpuk di dalam vaskuler dan secara signifikan akan mempengaruhi tekanan darah. Kadar ureum yang juga merupakan sampah metabolik tidak selamanya berada dalam vaskuler meskipun ginjal telah mengalami kerusakan yang progresif. Ureum dapat keluar dari dalam vaskuler (ekstravasasi) kemudian menyebar ke seluruh tubuh, bahkan sampai merusak kulit.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dasar untuk penelitian yang lebih mendalam di masa yang akan datang mengenai bagaimana cara mengendalikan tingginya kadar ureum dan kreatinin serum pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, selain dengan menggunakan teknik hemodialisa yang pada kenyataannya memiliki resiko cukup tinggi terhadap sistem kardiovaskular.

DAFTAR RUJUKAN

Junaedi. (2010). Modul SPSS. Jakarta : Besral : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : Rineka Cipta Corwin, Elizabeth. (2009). Patofisiologi.

Edisi 3. Jakarta: EGC

Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22. Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C. (2007). Fisiologi dan

Mekanisme Penyakit. Edisi III.

(9)

97 Terjemahan Petrus Andrianto.

Jakarta: EGC

Hayens, B. (2003). Buku Pintar Menaklukan Hipertensi. Jakarta : Penerbit Ladang Pustaka dan Intimedia.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). (2000). Penyebab Gagal Ginjal yang Mengalami Hemodialisa.

Price & Wilson. (2002). Pathophysiologi : clinical consepts of disease procces. Mosby : Michigan University.

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. (2005).

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Rekam Medik RSUD Gambiran Periode

2013-2014.

Smeltzer & Bare (2006). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Edisi 3, Vol 8. Jakarta: EGC

Soegondo, S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, Pranoto A, Arsana PM, Permana H. (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dibetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.

Perkeni : Jakarta

Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND.

Bandung : Penerbit ALFABETA USRDS. (2012). Anual Data Report

Atlas of End Stage Renal Dissease in the United States. National Institutes Of Health, National Institute Of Diabetes & Digestive & Kidney Diseases Division Of Kidney, Urologic, & Hematologic Diseases.

Wannamethee SG, Shaper AG, Ebrahim S. (2005). HDL-Cholesterol, total cholesterol, and the risk of stroke in middle-aged British men. British : Oxford University Perss

Yagina. (2008). Prevalensi Gagal Ginjal Kronik di Indonesia. Jakarta : Yagina

Soeparman. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI

Martini, F. (2009). Fundamentals of Anatomy and Physiology 7 th Edition.

USA : Pearson Education Inc

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri

2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri

3 Dosen Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Kadiri

(10)

98

(11)

99

Referensi

Dokumen terkait

o Rasa ingin tahu, o Mandiri, o Kreatif, o Kerja keras o Disiplin, o Demokratis o Tanggung- jawab , o Menghargai Prestasi o Gemar membaca o Berorientasi tugas dan

Berdasarkan hal tersebut, penulis mempunyai tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut: Untuk mengetahui secara jelas mengenai bagaimana dasar dan fungsi dipakainya

Berdasarkan parameter kromatogram, uji kemurnian isolat andrografolid untuk profil sidik jari memberikan hasil yang terbaik pada panjang gelombang 230 nm dengan sistem

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan

Produksi gas kumulatif hasil fermentasi substrat jerami padi oleh isolat mikroba rumen kerbau yang telah disimpan selama 8 bulan di refrigerator dan freezer

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 4 dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah mencoba mengembangkan data dari hasil foto udara dengan memanfaatkan data Digital Surface Model (DSM) yang di olah menjadi

Dalam penelitian ini akan dibahas tentang pengaruh faktor produksi terhadap kelangsungan usaha industri tenun ikat tradisional di desa Troso, masalah penyerapan tenaga kerja