• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR KREDIT MACET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITUR KREDIT MACET"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

SYIFA CHAIRUNISSA HUTASUHUT 170200041

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 1

(2)
(3)

i ABSTRAK

Syifa Chairunissa Hutasuhut *) Tan Kamello **)

Muhammad Husni ***)

Semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan berkembangnya usaha di sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pemberian kredit oleh Lembaga Bank maupun Lembaga Non-Bank. Pemberian kredit menggunakan Lembaga jaminan yang diatur dalam Peraturan PerUndang-Undangan.

Jaminan yang pada saat ini sedang banyak digunakan adalah Jaminan Fidusia. Fidusia berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Belum lama ini – tanggal 30 September 1999 – telah disahkan suatu undang-undang baru, yang mengatur tentang Hukum Jaminan, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Sumber data meliputi dua jenis yaitu sumber data primer dan data sekunder. Teknik dan alat pengumpulan data pada penelitian ini observasi dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Fidusia atau Fiduciarie Eigendomsovertdracht (FEO), ialah jaminan hak milik berdasarkan kepercayaan, yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda bergerak di samping gadai dan resi gudang, yang lahir dari Yurispundensi. Fidusia menurut Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sifat jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.Perjanjian kredit dengan fidusia sebagai lembaga jaminan pada saat ini cukup diminati oleh nasabah (debitor). Di dalam pemberian kredit oleh suatu bank, sebelumnya dilakukan penilaian atas permohonan kredit tersebut. Maksud penilaian terhadap permohonan kredit itu, pertama untuk meletakkan kepercayaan dan kedua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk diberikan. Sesuai dengan Pasal 4 UU Fidusia disebutkan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk melunasi suatu prestasi. Artinya bahwa pengikatan jaminan fidusia yang dituangkan dalam perjanjian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian kredit, atau perjanjian lainnya yang berkaitan dengan utang-piutang. Dalam fidusia mekanisme dan proses pemberian kredit lebih sederhana dibandingkan dengan kredit perbankan. Mekanisme pemberian kredit hanya terfokus pada dua yaitu mekanisme pembebanan dan mekanisme pendaftaran, karena pada prinsipnya perjanjian fidusia hanya didasarkan pada kepercayaan, jadi calon penerima kredit tidak terlalu dibebani oleh aspek-aspek teknis sebagaimana perjanjian kredit pada umumnya seperti 5C.

Kata kunci : Perjanjian, Jaminan, Fidusia, Kredit

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dengan kemampuan yang ada menyelesaikan tugas menyusun skipsi ini. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi untuk mencapai gelar kesarjanaan menyusun skripsi dalam hal ini penulis memilih judul

“IMPLEMENTASI PEMBERIAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP

DEBITUR KREDIT MACET (Studi di PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim)”

Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk mendekati kesempurnaan didalam skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

iii

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Fakultas Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik penulis.

10. PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk memberikan data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih khususnya kepada kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Papa saya Sofyan Ahmadi Hutasuhut dan Mama saya Syafrina Susilawaty Simanjuntak yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mendidik dan membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil, dan juga tiada hentinya

(6)

iv

mencari rezeki dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan penulis hingga saat ini, serta terima kasih atas do’a yang tiada henti dan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada penulis.

12. Terima kasih penulis kepada Arif Maulana Hutasuhut, Yusuf Ildo Vito Simanjuntak, Yunus Ildo Nito Simanjuntak, Muhammad Fathin Lutfhi dan Sarah Ursula Vivany Simanjuntak selaku abang dan kakak penulis yang selalu memberikan dorongan dan support, mendengarkan dan memberikan saran kepada penulis serta memberikan pelajaran yang nantinya akan selalu diingat oleh penulis.

13. Terima kasih penulis kepada keluarga besar Simanjuntak dan HuBis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima kasih atas do’a dan kasih saying yang tiada henti kepada penulis.

14. Terima kasih penulis kepada Rifky Pratama Arief yang telah membantu dan selalu memberikan semangat serta dorongan setiap harinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta menemani dan mendengarkan berbagai keluhan penulis.

15. Terima kasih penulis kepada teman dekat penulis yaitu Caca, Shinta, Sabet dan Dyssa yang tiada hentinya memberikan semangat kepada penulis sejak semester satu hingga saat ini.

(7)

v

16. Terima kasih penulis kepada teman dekat penulis Geroback yaitu Tasya, Nizzah, Intan, Nabila, Sarah, Dinda, Dara, Diriz dan Fahiza yang sudah menemani dan memberikan semangat kepada penulis sejak dibangku SMA hingga sekarang.

17. Terima kasih penulis kepada teman dekat penulis yaitu Aldha dan Nami yang selalu menemani penulis dan tidak pernah lupa memberikan dorongan serta semangat kepada penulis setiap harinya.

18. Terima kasih penulis kepada teman dekat penulis yaitu Ucat, Avi, Chindy, Rabun, Mancek, Ali, Doni, Jodie, Eem dan Apep yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

19. Terima kasih penulis kepada rekan-rekan perkuliahan penulis Averin, Reja, Puput, Ruth, Yohana dan para teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

20. Terima kasih penulis kepada Cumlaude Underground yaitu, Bita, Dian, Aan, Oka dan Anda yang sudah menemani penulis sejak dibangku SD dan tidak pernah lupa memberikan semangat kepada penulis.

21. Terima kasih penulis kepada Asmirandai dan NKCTUI yang selalu menemani penulis dan tidak pernah lupa memberikan dorongan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

22. Terima kasih penulis kepada teman-teman Group B 17 Fakultas Hukum USU serta seluruh teman-teman tersayang penulis yang tidak dapat disebutkan namanya oleh penulis satu per satu.

(8)

vi

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Januari 2021 Penulis,

Syifa Chairunissa Hutasuhut

(9)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Metode Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka... 11

F. Keaslian Penulisan ... 22

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II EKSISTENSI LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Pengertian, Definisi dan Objek Jaminan Fidusia ... 28

B. Bentuk, Isi dan Lahirnya Jaminan Fidusia ... ... 31

C. Pengaturan Fidusia di Indonesia Sebelum Adanya UU No. 42/1999... 35

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL KREDIT MACET A. Prosedur Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia dalam Bentuk Piutang ... 39

B. Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Berupa Piutang yang Fiktif... 45

(10)

viii

C. Kendala-Kendala Dalam Menangani Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia ... 49 D. Analisis Akta Jaminan Fidusia PT. Candi Tanto Jaya Terhadap PT.

Bank Rakyat Indonesia ………. ... 57 BAB IV ANALISIS DATA IMPLEMENTASI JAMINAN FIDUSIA

DALAM PEMBERIAN KREDIT DI PT. BANK MANDIRI CABANG A.R HAKIM

A. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia di PT. Bank Mandiri Cabang A.R Hakim ... 69 B. Proses Eksekusi Jaminan Terhadap Kredit Macet di PT. Bank Mandiri

Cabang A.R Hakim ... 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat pada kendala oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang (kreditor) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitor) di lain pihak.1 Perjanjian utang piutang harus didukung adanya jaminan utang.

Dalam hukum jaminan dikenal dua bentuk jaminan, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang bersifat materil sedangkan jaminan perorangan adalah jaminan yang sifatnya immaterial. Jaminan perorangan Menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) merupakan suatu persetujuan dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda, mempunyai hubungan langsung atas

1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, h 1

(12)

benda, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan memiliki ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu serta bersifat mengikat dan melekat terhadap benda tersebut. Perjanjian utang piutang dengan jaminan perorangan atau jaminan lembaga ada umumnya banyak dilakukan di lembaga jasa keuangan seperti perbankan, pegadaian, perusahaan pembiayaan, dan lain-lain. Perjanjian utang piutang dengan jaminan perorangan atau jaminan Lembaga pada umumnya dilakukan jika debitor merupakan pelaku usaha mikro atau kecil, seperti dalam kasus penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Pemerintah melalui PT. Askrindo (Persero).2 Subekti menyatakan bahwa suatu hak kebendaan adalah sesuatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Hak kebendaan dalam KUHPerdata digolongkan menjadi dua jenis, yaitu yang pertama adalah hak kebendaan yang memberikan jaminan (Zakelijk Zekenheidsrecht) antara lain seperti gadai, hipotek, hak tanggungan dan fidusia.

Kedua, hak kebendaan yang memberikan kenikmatan (Zakelijk Genotsrecht) antara lain seperti hak milik dan bezit.

Semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan berkembangnya usaha di sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pemberian kredit oleh Lembaga Bank maupun Lembaga Non-Bank. Pemberian kredit menggunakan Lembaga jaminan yang diatur dalam Peraturan PerUndang- Undangan. Jaminan yang pada saat ini sedang banyak digunakan adalah Jaminan Fidusia. Fidusia berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan.

2 Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani dan R. Serfianto D. Purnomo, Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit, Yogyakarta, Penerbit ANDI, 2018, h 75

(13)

Belum lama ini – tanggal 30 September 1999 – telah disahkan suatu undang- undang baru, yang mengatur tentang Hukum Jaminan, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Lembaga jaminan fidusia sendiri bagi kita di Indonesia bukan merupakan suatu Lembaga baru.

Sudah sejak lama kita mengenal Lembaga jaminan tersebut, bahkan dalam Penjelasan atas UUJF tersebut di atas diakui, bahwa lembaga jaminan itu sudah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda. Bedanya hanyalah bahwa Lembaga fidusia yang selama ini kita kenal, didasarkan pada yurispundensi.3 UUJF salah satu fungsinya adalah untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan Fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Sebagaimana diketahui dana atau uang merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan dan mengembangkan suatu usaha ekonomi dan bisnis. Dalam memperoleh dana untuk menjalankan dan mengembangkan suatu usaha ekonomi dan bisnis dapat ditempuh dengan cara mengajukan peminjaman atau kredit kepada Lembaga perbankan dengan jaminan yang memadai. Kepercayaan merupakan landasan utama terlaksananya peminjaman kredit dalam dunia usaha.

Namun, yang seringkali terjadi adalah kepercayaan semu yang disebabkan oleh timbulnya masalah-masalah dari pihak kreditur berupa kredit macet dalam

3 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Purwokerto, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, h 1

(14)

prakteknya. Pemberian kredit oleh bank pada dasarnya harus dilandasi keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya, dan wajib dilakukan atas dasar asas pemberian kredit yang sehat dan prinsip kehati- hatian agar pemberian kredit tersebut tidak merugikan kepentingan bank, nasabah debitor dan masyarakat penyimpan dana. Oleh karna itu, demi menghindari terjadinya kerugian yang besar pihak debitur harus memberikan jaminan kepada pihak kreditur/bank. Terkait dengan jaminan fidusia, benda yang dapat dijaminkan adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) yang tetap dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Pemberi Fidusia terhadap kreditor lainnya.4

Perjanjian fidusia banyak digunakan dalam perusahaan atau Lembaga pembiayaan. Pembebanan fidusia dilakukan dengan menggunakan akta jaminan fidusia yang diperoleh dengan adanya akta notaris dan didaftarkan kepada pejabat yang berwenang. Ciri-ciri jaminan fidusia yang kuat adalah memberikan kedudukan mendahulu kepada kreditor penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite).

4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

(15)

Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam hal debitor cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan title eksekutorial oleh penerima fidusia.

Berlakunya UUJF pada tanggal 30 September 1999 telah memberikan dasar yang kuat bagi lembaga jaminan fidusia yang selama ini didasarkan pada yurisprudensi.

Dalam pertimbangannya menyatakan bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Namun, Undang-Undang ini tidak berlaku terhadap Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar, Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isl kotor berukuran 20 (dua puluh) m3 atau lebih, Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar, Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isl kotor berukuran 20 (dua puluh) m3 atau lebih, Hipotek atas pesawat terbang serta Gadai. Akan tetapi meskipun pendaftaran akta jaminan fidusia adalah hal yang sangat penting ternyata dalam prakteknya masih banyak

(16)

perjanjian yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan tersebut tidak dibuat dalam akta notaris maupun tidak didaftarkan kepada pejabat berwenang. Hal ini banyak terjadi karena adanya keraguan mengenai pendaftaran jaminan fidusia. Timbulnya keraguan itu karena tidak adanya pengaturan mengenai batas waktu dari jaminan fidusia dan pengaturan benda jaminan fidusia yang tidak di daftarkan dalam UUJF.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk mengidentifikasikan permasalahan yang timbul, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi pemberian Jaminan Fidusia berdasarkan UUJF?

2. Bagaimana pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia di PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim?

3. Upaya apa yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim untuk menyelesaikan kredit macet dengan jaminan fidusia berupa piutang fiktif?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisa secara yuridis normatif terhadap kredit macet di PT. Bank Mandiri berdasarkan Peraturan

(17)

PerUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia di PT. Bank Mandiri.

b. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia di PT. Bank Mandiri dan bagaimana penyelesaiannya

2. Manfaat Penulisan

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penulisan ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah pemikiran bagi ilmu hukum terutama mengenai implementasi pemberian Jaminan Fidusia dalam upaya perlindungan hukum di PT. Bank Mandiri. Selain itu, dengan adanya tulisan ini penulis berharap dapat memberikan bahan masukan bagi penelitian yang sejenis berikutnya.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penulisan ini adalah memberi pengetahuan tentang prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia serta penyelesaian kredit dengan jaminan fidusia sehingga masyarakat tidak segan untuk melakukan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia.

(18)

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan berdasarkan data sekunder (kepustakaan), menelah hal yang bersifat teoretis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin- doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum, seperti asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang- undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan judul penelitian.5

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan guna memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menggambarkan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud menarik kesimpulan guna memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini.6 Penelitian deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi, menggambarkan dan menjelaskan berkaitan dengan Implementasi Pemberian Jaminan Fidusia Terhadap Kredit Macet.

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder, yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

5 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Peresada,2013, h 24

6 Ibid, h 10

(19)

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari informan dan kenyataan- kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dengan ibu Rosdiana selaku staff di PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim.7

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Bahan hukum primer

Data yang diambil dari sumber aslinya yang berupa undang- undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. Bahan hukum primer, antara lain:

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer dan diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata lain dikumpulkan oleh pihak lain, berupa buku-buku

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008), h 142.

(20)

hukum, jurnal hukum dan dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan penelitian ini.8

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, media massa, website dan ensiklopedia.9

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data, melalui :

a. Data sekunder

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara pengumpulan data sekunder berupa aturan-aturan, pendapat para ahli sarjana hukum, jurnal, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian dikategorisasikan menurut pengelompokan yang tepat, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan (library research). Metode ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan

8 Ibid, h 36

9 Soerjono Soekanto, Op.Cit, h 12

(21)

dengan masalah berkaitan dengan Implementasi Pemberian Jaminan Fidusia Terhadap Kredit Macet.

b. Data primer

Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara.

Metode ini dilakukan secara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten guna memperoleh keterangan data tentang subjek dan objek yang diteliti, yaitu dengan

4. Analisis Data

Data sekunder dari bahan hukum primer disusun secara sistematis dan kemudian substansinya dianalisis untuk memperoleh jawaban tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini secara kualitatif guna mendapatkan jawaban yang pasti dan hasil yang akurat, sedangkan data berupa teori diperoleh dikelompokkan sesuai sub bab pembahasan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan. Dengan analisis kualitatif, maka data yang diperoleh dari informan menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan salah satu dari sumber perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu pihak atau banyak pihak

(22)

dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan kepada debitur, memberikan hak pada pihak debitur untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitur yang tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditur berhak menuntut pelaksanaan perjanjian yang belum atau tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang tidak dipenuhi sesuai dengan yang diperjanjikan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa biaya, kerugian dan bunga yang telah dikeluarkan oleh kreditur.10 Pengertian perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata adalah : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

Perjanjian adalah sumber terpenting di samping sumber-sumber yang lain. Suatu perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua belah pihak itu saling setuju untuk melaksanakan sesuatu.11 b. Unsur-Unsur dan Syarat Sah Perjanjian

10 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2006, h 91

11 Subekti, Hukum Perjanjian, Bogor: PT Intermasa, 2002, h 1

(23)

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam Perjanjian. Unsur-unsur tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Unsur esensialia, adalah unsur yang harus ada dalam suatu

perjanjian, karena jika tidak ada unsur ini maka perjanjian tidak ada.

2. Unsur naturalia, adalah unsur yang telah diatur dalam undang- undang, sehingga jika tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, maka undang- undang yang mengaturnya.

3. Unsur aksidentalia, adalah unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya.12

Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata berbunyi: “Untuk sahnya perjanjian, diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab tertentu.”

c. Asas-Asas Perjanjian

Dalam beberapa pasal Buku III KUHPerdata termuat adanya asas – asas dalam hukum perjanjian, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

12 Hananto Prasetyo, “Pembaharuan Hukum Perjanjian Sportentertainment Berbasis Nilai Keadilan”, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume IV No. 1, Januari – April 2017, h 67

(24)

Asas ini terlihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.

Maksud dari asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang berhak mengadakan perjanjian dalam hal apapun dan dengan siapapun baik yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Terhadap asas kebebasan berkontrak dikenal pembatasannya yaitu dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang isinya bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan Undang- Undang.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme terlihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata bahwa persetujuan harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas konsensualisme dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan secara tegas. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata asas ini ditemukan dalam istilah ”semua”. Kata

”semua” menunjukkan pada setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya yang dirasa baik uantuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan berkontrak.

3. Asas Kepastian Hukum atau Asas Pacta Sunt Servanda

(25)

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah mengikat atau

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata). Asas ini memberikan kepastian hukum bagi mereka yang membuatnya.

4. Asas Kepribadian

Asas kepribadian menunjukkan personalia dalam suatu perjanjian. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1315 KUHPerdata.

Dalam pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam suatu perjanjian umumnya hanya mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Asas kepribadian yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1340 KUHPerdata yang disebutkan bahwa ada pengecualian dari asas kepribadian yaitu tentang janji untuk pihak ketiga yang ada dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Hak yang dijanjikan untuk pihak ketiga ini akan berlangsung sebagai beban yang diletakkan di atas pundak pihak lawan. Pengecualian dari asas kepribadian selain yang ada dalam Pasal 1317 KUHPerdata juga dapat ditemukan dalam Pasal 1318 KUHPerdata yang berbunyi : ”jika seseorang minta diperjanjikan suatu hal, maka dianggap bahwa itu adalah untuk ahli waris-ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian,bahwa tidak sedemikianlah maksudnya”

(26)

Pasal tersebut intinya bahwa pada umumnya hak-hak seseorang berpindah kepada ahli warisnya.

5. Asas Moral

Asas moral terlihat dari perikatan wajar dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari para debitur. Hal ini juga terlihat dalam zaakwarneming, dimana suatu orang melakukan perbuatan dan sukarela yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.

Asas moral terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang bunyinya :

”Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

6. Asas Kebiasaan

Asas kebiasaan diatur dalam Pasal 1339 jo. Pasal 1347 KUHPerdata. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal dalam keadaan dan kebiasan yang lazim diikuti. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan

(27)

dan undang-undang. Begitu pula Pasal 1347 KUHPerdata mengatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

7. Asas Itikad Baik

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik”.

Asas itikad baik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Itikad baik yang subyektif

Dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum.

2. Itikad baik yang obyektif

Yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian didasarkan atas norma kepatutan atau sesuai dengan norma yang berlaku di dalam masyarakat.

8. Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya

(28)

kepercayaan itu maka perjanjian tidak akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

Menurut Tan Kamelo, bahwa asas-asas jaminan sebagaimana terdapat dalam UUJF sebagai berikut:13

Pertama, bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya; Kedua, bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada;

Ketiga, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut asas asesoritas; Keempat, bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru aka nada; Kelima, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada benda yang aka nada; Keenam, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada bangunan/ rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain; Ketujuh, bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subyek dan obyek jaminan fidusia; Kedelapan, bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas obyek jaminan fidusia; Kesembilan, bahwa jaminan fidusia harus didaftar ke Kantor pendaftaran Fidusia; Kesepuluh, bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan

13 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung, PT. Alumni, 2006, h. 159-171

(29)

fidusia; Kesebelas, bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu ke kantor fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian; Kedua belas, bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai iktikad baik; Ketiga belas, bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi.

3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan a. Pengertian Jaminan

Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima. Pasal 1131 KUHPerdata berbunyi :

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”.

Meskipun dalam pasal tersebut diatas tidak ada menyebutkan pengertian dari jaminan namun sudah tertera jelas didalamnya bahwa adanya perlindungan terhadap kreditur.

b. Penggolongan Lembaga-Lembaga Jaminan

Pada umumnya jenis-jenis Lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam Tata Hukum Indonesia dapat digolong-golongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagai berikut:

(30)

1. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian.

Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh Undang-Undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak yaitu misalnya adanya ketentuan Undang-Undang yang menentukan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, baik benda- benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan bagi seluruh perutangannya.14

2. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus.

Jaminan umum merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur dan sebagainya, artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan untuk kreditur, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditur seimbang dengan piutangnya masing-masing.15 Jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ataupun jaminan yang bersifat perorangan.16

14 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2003, h 43

15 Ibid, h 45

16 Ibid, h 46

(31)

3. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan.

Jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri: mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan (contoh: hipotik, gadai dan lain-lain). Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya (contoh:

borgtocht).17

4. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak.

Jika jaminan itu berupa benda bergerak, maka dapat dipasang lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau fidusia, sedang jika benda jaminan itu berbentuk benda tetap maka sebagai lembaga jaminan dapat dipasang hipotik atau credietverband.18

5. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya.

Jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditur lebih aman terutama jika tertuju pada benda bergerak, yang gampang

17 Ibid, h 47

18 Ibid, h 49

(32)

dipindahkan dan berubah nilainya. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya dalam praktek banyak terjadi, hal ini menguntungkan debitur si pemilik benda jaminan yang justru memerlukan memakai benda jaminan itu.19

4. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia a. Pengertian Fidusia

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.20

b. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia juga secara tegas menyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan

19 Ibid, h 57

20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

(33)

sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Sifat jaminan fidusia menurut Gunawan Wijaya adalah :

1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok.

2. Keabsahanya semata – mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok.

3. Hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi

c. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 19 UUJF menjelaskan bahwa pengalihan atas piutang yang dijaminkan dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru yang sebagaimana dimaksud didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut.

Hapusnya Jaminan Fidusia adalah Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

(34)

F. Keaslian Penulisan

Penelusuran telah dilakukan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera baik secara fisik maupun online, tidak ditemukan judul tersebut di atas, namun ada beberapa penelitian sebelumnya mengangkat tema Jaminan Fidusia, antara lain :

1. Satria Luthfi Tarigan. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2017), dengan judul penelitian Perubahan Objek Jaminan Fidusia pada Perjanjian Kredit di PT. Bank Sumut KCP USU. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Penyebab terjadinya perubahan objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit.

2. Bentuk jaminan fidusia dalam perjanjian kredit.

3. Eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut KCP USU.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penyebabnya terjadinya perubahaan objek jaminan fidusia akan menawarkan kembali sejumlah dana kepada debitur yang memiliki kemampuan usaha yang baik untuk mengembangkan usaha dan hal ini pada praktiknya ditawarkan pada waktu debitur pada saat akan mengakhiri perjanjian perubahaan mengenai objek jaminan fidusia, perubahaan nilai objek jaminan fidusia, perubahaan mengenai nilai pinjaman. Jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang dimintakan kepada debitur untuk menjamin pelunasan utangnya, dan obyek dari Jaminan Fidusia tersebut dalam hal

(35)

ini adalah benda bergerak. Jaminan Fidusia merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Pembebanan Jaminan Fidusia dibuat dalam bentuk akta otentik/notariil dan berbahasa Indonesia. Untuk menjamin kepastian hukum dari pembebanan jaminan fidusia maka akta perjanjian jaminan fidusia tersebut selalu di daftarkan ke kantor Pendaftaran Fidusia untuk dapat diterbitkannya Sertipikat Jaminan Fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Akibat hukum perjanjian kredit terhadap perubahan objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit apabila debitur wanprestasi adalah memberikan hak kepada kreditur untuk melakukan eksekusi. Eksekusi objek Jaminan Fidusia di PT. Bank Sumut dilakukan terhadap customer yang melakukan wanprestasi dengan pengambilan kembali barang jaminan dari tangan customer maupun di tangan pihak ketiga penerima fasilitas, yang merupakan upaya terakhir PT. Bank Sumut Medan untuk penyelamatan aset dalam upaya meminimalisasi kerugian, apabila debitur tidak sanggup lagi melakukan pembayaran angsuran dengan melakukan penjualan barang jaminan, hasil dari penjualan tersebut untuk melunasi sisa utang debitur.

2. Muliana. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2009), dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Mengenai Kredit Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM) Dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

(36)

1. Pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh.

2. Pemberian Jaminan Fidusia dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bank BPD Aceh.

3. Penyelesaian sengketa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang di kaitkan dengan Jaminan Fidusia di Bank BPD Aceh .

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Bank BPD Aceh adalah diawali dengan mengisi formulir daftar isian permohonan kredit yaitu untuk memudahkan Bank memperoleh data yang diperlukan, maka Bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, setelah itu Bank BPD Aceh mengadakan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan berkas permohonan, permohonan dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan, menurut jenis kreditnya. Kemudian setelah pihak Bank melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan berkas permohonan, pihak bank juga melakukan penyelidikan investigasi dan analisa kredit.

Persetujuan permohonan kredit setelah pihak Bank mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit maka dalam proses berikutnya pihak bank tetap melakukan pengawasan dan pembinaan kredit dalam pelaksanaan penyusunana dana yang diberikan kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah. Bank BPD Aceh juga terus mengambil berbagai

(37)

langkah kebijakan dan menerapkan dalam memberikan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dikaitkan dengan Jaminan Fidusia, namun tetap secara konsisten mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku, terutama yang berkait dengan penerapan prinsip kehati-hatian, pemberian Modal, penyediaan dana, dan pemberian bantuan dana bergulir. Penyelesaian apabila terjadi Sengketa dalam Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dikaitkan dengan jaminan fidusia adalah penyelesaian secara damai yakni tindakan-tindakan yang dijalankan agar dalam jangka waktu tertentu masalah tersebut dapat diselesaikan seluruhnya atau sebagian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dalam hal ini Bank BPD Aceh perlu meneliti antara lain, sejauh mana terhadap barang tersebut telah atau tidak diikat melalui suatu lembaga jaminan yang berlaku. Jika telah diikat melalui suatu lembaga jaminan, maka Bank BPD Aceh akan meneliti lebih lanjut tentang keabsahan dan kesempurnaan pengikatannya sehingga akan dapat di ketahui kedudukan bank sebagai penerima jaminan. berikutnya secara hukum. Semantara itu bila tidak diikat melalui lembaga jaminan, maka perlu diteliti tentang keterkaitannya dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit atau dokumen lainnya. Sehubungan dengan kejelasan mengenai pengikatan barang tersebut sebagai jaminan utang pihak lain, maka akan dapat diketahui permasalahannya dalam hal barang yang bersangkutan kemudian disetujui sebagai jaminan kredit oleh bank.

Bank BPD Aceh akan dapat mengetahui kedudukannya sebagai kreditor

(38)

konkuren dan permasalahan yang di hadapinya dalam hal jaminan yang telah terikat dengan utang-piutang lain diterimanya sebagai jaminan kredit.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terlihat persamaan dan perbedaan dalam penelitian, dimana penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu, pendapat para ahli, jurnal dan ensiklopedia. Penulis dapat mempertanggungjawabkan baik secara akademik maupun secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, maka penulisan hukum ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, antara satu bab dengan bab lainnya saling berkaitan. Berikut sistematika penulisan hukum ini terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang. Permasalahan. Tujuan dan Manfaat Penulisan. Metode Penelitian. Tinjauan Pustaka.

Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II EKSISTENSI LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Bab ini berisi pengertian dan definisi serta objek jaminan fidusia.

Bentuk, isi serta lahirnya jaminan fidusia. Pengaturan jaminan fidusia sebelum adanya UU No. 42 Tahun 1999

(39)

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL KREDIT MACET

Bab ini berisikan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia dalam bentuk piutang. Penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia berupa piutang yang fiktif. Kendala-kendala dalam menangani kredit macet dengan jaminan fidusia.

BAB IV ANALISIS DATA IMPLEMENTASI JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT DI PT. BANK MANDIRI CABANG AR HAKIM

Bab ini berisi pelaksanaan pemberian kredit macet dengan jaminan fidusia di PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim. Proses eksekusi jaminan fidusia terhadap kredit macet di PT. Bank Mandiri Cabang AR Hakim.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran yang direkomendasikan berdasarkan pengalaman di lapangan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

(40)

30

A. Pengertian, Definisi dan Objek Jaminan Fidusia

Fidusia atau Fiduciarie Eigendomsovertdracht (FEO), ialah jaminan hak milik berdasarkan kepercayaan, yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda bergerak di samping gadai dan resi gudang, yang lahir dari Yurispundensi.21 Fidusia menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Hubungan hukum antara debitor (Pemberi Fidusia) dengan kreditor (Penerima Fidusia) merupakan suatu hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi Fidusia percaya bahwa kreditor mau mengembalikan hak milik yang telah diserahkan kepadanya setelah debitor melunasi utangnya. Kreditor juga percaya bahwa debitor tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya dan

21 Djaja S. Meilala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan Revisi Keenam, Bandung, Penerbit Nuansa Aulia, 2019, h 37

(41)

mau memelihara barang tersebut selaku “bapak rumah yang baik”.22 Menurut Prof. R. Subekti, SH., Fiducia dapat diartikan “pemindahan milik secara kepercayaan” atau fiduciarie eigendomsoverdracht atau sering disingkat F.E.O.

perkataan “Fiduciair” yang berarti “secara kepercayaan” ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal-balik oleh satu pihak kepada yang lain, bahwa apa yang “keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik”, sebenarnya (kea lam) hanya suatu “jaminan” atas suatu utang. Jaminan fidusia mula-mula ditujukan kepada jaminan yang berupa barang bergerak, namun lama-kelamaan juga sudah dipakai terhadap benda tetap. Untuk barang-barang tetap yang tidak bisa diberikan dalam Hipotek, maka Prof. Dr. Sri Soedewi Maschun Sofwan, S.H., dalam disertasinya menganjurkan pemakaian Lembaga fidusia.23

Dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 butir 2 dan 4 serta Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda apa pun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT atau Hipotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 Kitab Undang-Undang Dagang jis Pasal 1162 dst. Kitab Undang-Undang Perdata.24

Objek dari jaminan fidusia adalah antara lain sebagai berikut:

22 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia, 1984, Cetakan 1

23 R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Penerbit PT. Alumni, Cetakan ke-2, h 75-76

24 Gunawan Widjaja, Op.Cit, h 141

(42)

1. barang bergerak, berwujud dan tidak berwujud;

2. rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri, serta benda lainya, yang merupakan kesatuan dengan tanah hak pakai milik negara;

3. satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak miilik negara;

4. tanah hak pakai atas tanah milik negara beserta rumah susun yang akan dibangun;

5. kapal yang tidak terdaftar;

6. perumahan;

7. tanah girik.25

Ruang lingkup jaminan fidusia tertera dalam Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas lagi dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan tegas menyatakan bahwa Undang- Undang Jaminan Fidusia tidak berlaku terhadap :

A. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang lain yang dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan UUHT, dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

B. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor 20 m3 atau lebih.

25 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, h 99

(43)

C. Hipotek atas pesawat terbang.

D. Gadai.

B. Bentuk, Isi dan Lahirnya Jaminan Fidusia

Sifat jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan cara berikut ini :

1. Dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia. Akta jaminan sekurang-kurangnya memuat :

c. identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia;

d. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

e. uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;

f. nilai penjaminan;

g. nilai benda yang menjadi jaminan fidusia.

2. Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan fidusia adalah : a. utang yang telah ada;

b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau

c. utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

d. Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia;

(44)

e. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atau benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri, kecuali diperjanjikan lain, seperti :

1. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia

2. Jaminan fidusia meliputi klain asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.

Jaminan fidusia biasanya dituangkan dalam akta notaris. Substansi perjanjian fidusia ini telah dibakukan oleh pemerintah. Ini dimaksudkan untuk melindungi pemberi fidusia. Hal-hal yang kosong dalam akta jaminan fidusia ini meliputi tanggal, identitas para pihak, jenis jaminan, nilai jaminan, dan lain-lain.26

Alasan undang-undang menetapkan dengan akta notaris, adalah:

1. Akta notaris adalah akta autentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian sempurna

2. Obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak 3. Undang-undang melarang adanya fidusia ulang.

26 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Depok, PT RajaGrafindo Persada, 2019, Cetakan 11, h 65-66

(45)

Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia sehingga melahirkan jaminan fidusia bagipenerima fidusia, memberi kepastian hukum kepada kreditor lain mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia dan memberikan hakyang didahulukan terhadap kreditor lain dan untuk memenuhi asas publisitas karena kantor pendaftaran terbuka untuk umum. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Setelah pendaftaran fidusia dilakukan, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia yang merupakan salinan dari bukudaftar fidusia memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakan dalam pendaftaran jaminan fidusia, dan jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia pada buku daftar fidusia. Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata: “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Apabila terdapat perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor pendaftaran fidusia. Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sertifikat fidusia.

(46)

Menurut H. R. Daeng Naja, syarat-syarat terjadinya Fidusia meliputi :

a. Harus ada lebih dulu Perjanjian Utang Piutang sebagai perjanjian pokok b. Harus ada Perjanjian Fidusia sebagai perjanjian ikutan (accessoir) c. Harus ada Perjanjian Konsensuil, artinya debitor meminjam sejumlah

uang dan berjanji akan menyerahkan hak miliknya secara Fidusia sebagai jaminan kepada kreditor.

d. Harus ada Perjanjian Kebendaan secara constitutum possessorium, artinya barang jaminan tetap berada dalam kekuasaan debitor.

e. Harus ada Perjanjian Pinjam Pakai.27

Menurut Munir Fuady, pemberian fidusia melalui suatu proses yang dikenal dengan istilah constitutum possessorium, yang terdiri atas tiga fase yaitu :

1. Fase Perjanjian Obligatoir. Perjanjian Obligatoir dapat berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan fidusia antara Pemberi Fidusia (debitor) dengan Penerima Fidusia (kreditor).

2. Fase Perjanjian Kebendaan. Perjanjian Kebendaan berupa penyerahan hak milik dari debitor kepada kreditor yang dilakukan secara constitutum possessorium atau penyerahan hak milik tanpa menyerahkan fisik benda.

3. Fase Perjanjian Pinjam Pakai. Dalam fase ini dilakukan perjanjian pinjam pakai, dimana benda yang menjadi objek Fidusia yang hak miliknya telah berpindah kepada kreditor dapat dipinjampakaikan kepada debitor. Ini berarti

27 Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani dan R. Serfianto D. Purnomo, Op.Cit, h 105

(47)

setelah diikan dengan jaminan fidusia maka benda yang menjadi objek fidusia secara fisik tetap dikuasai debitor.28

C. Pengaturan Fidusia Di Indonesia Sebelum Adanya UU No. 42/1999 Latar belakang timbulnya lembaga jaminan fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat.29 Dengan adanya kelemahan-kelemahan dalam praktik, timbul lembaga baru yaitu fidusia. Di Indonesia lembaga jaminan fidusia ini mulai disebut resmi dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Satuan Rumah Susun (Undang- Undang Sarusun), yang menyatakan bahwa Rusun atau Sarusun (apartemen) dapat dibebani Hipotek dan Hak Tanggungan, jika hak tanahnya hak milik maupun hak guna bangunan, atau dengan Fidusia jika tanahnya hak pakai atas tanah negara.

Sekarang ini, hak pakai ini telah menjadi objek hak tanggungan (Pasal 27 Undang-Undang Hak Tanggungan).30

Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum Romawi.31 Timbulnya fiducia cum creditore ini disebabkan kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan. Pada waktu itu dirasakan adanya suatu kebutuhan yang akan adanya hukum jaminan ini belum diatur oleh konstruksi hukum. Dengan fiducia cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki kreditor akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang diserahkan

28 Abdul R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan:

Teori dan Contoh Kasus, Jakarta, Penerbit Prenada Media, 2005, h 37

29 Ibid, h 57

30 Djaja S. Meilala, Loc.Cit

31 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, h 119

(48)

sebagai jaminan.32 Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda, pranata jaminan jaminan yang diatur adalah gadai untuk barang bergerak dan hipotek untuk barang tidak bergerak. Pada mulanya kedua pranata jaminan dirasakan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat itu dalam bidang perkreditan. Tetapi karena terjadi krisis pertanian yang melanda negara-negara Eropa pada pertengahan sampai akhir abad ke- 19, terjadi penghambatan pada perusahaan-perusahaan pertanian untuk memperoleh kredit. Pada waktu itu tanah sebagai jaminan kredit menjadi agak kurang populer, dan kreditor menghendaki jaminan gadai sebagai jaminan tambahan di samping jaminan tanah tadi. Kondisi seperi ini menyulitkan perusahaan-perusahaan pertanian. Dengan menyerahkan alat-alat pertaniannya sebagai jaminan gadai dalam pengambilan kredit sama saja dengan bunuh diri.

Apalah artinya kredit yang diperoleh kalau alat-alat pertanian yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sudah berada dalam penguasaan kreditor. Terjadilah perbedaan kepentingan antara kreditor dan debitor yang cukup menyulitkan kedua pihak. Untuk melakukan gadai tanpa penguasaan terbentur pada ketentuan 1152 ayat (2) BW yang melarangnya. Sebagai salah satu jajahan negara Belanda, Indonesia pada waktu itu juga merasakan imbasnya. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debitor. Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia diakui oleh

32 Ibid, h 120

(49)

yurispundendi berdasarkan keputusan Hooggereschtsh of (HGH) tanggal 18 Agustus 1932.33 Fidusia mengalami pertumbuhan yang dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah dan pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya. Terutama setelah perang dunia pertama dimana kebutuhan akan kredit bagi pengusaha kecil sangat tinggi untuk keperluan menjalankan dan menghidupkan usahanya. Kebutuhan kredit demikian, tentunya memerlukan jaminan demi keamanan modal pemberi kredit. Dalam keadaan demikian Lembaga hipotik tidak mungkin dipergunakan, sebab mereka tidak mempunyai tanah sebagai jaminan.

Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja. Sistem hukum adat dan sistem hukum perdata barat sangat dominan mempengaruhi perkembangan hukum jaminan nasional, antara lain bahwa dalam Hukum Adat membedakan benda dalam dua golongan yaitu benda tanah dan benda bukan tanah, sedangkan hukum Perdata Barat yaitu hukum Perdata yang diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata (BW) membagi benda dalam benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak berwujud, perbedaan tersebut sangat berpengaruh pada

33 Ibid, h 126

Referensi

Dokumen terkait

seorang perempuan usia 26 th datang keklinik telah melahirkan 6 bulan lalu, belum Kb, ingin memakai alat kontrasepsi dan sedang menyusui.. Hasil pemeriksaaan

Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tertinggi dicirikan oleh Fmsy dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY (Maximum

Terdapat delapan elemen yang diatur dalam PKMA-APIP ini, yaitu Penyusunan Rencana Strategis, Pengendalian Mutu Perencanaan Audit APIP, Pengendalian Mutu Penyusunan Rencana dan

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan

Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam perlu membentuk

Guru menggerakkan pion kekotak berikutnya dijalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu, kemudian menyebutkan gambar yang ada pada jalur papan ular tangga dimana pion