• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan akan tercipta insan yang berbudi, bertaqwa, berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi kemajuan zaman. Dinamika dan kemajuan jaman dewasa ini mengharuskan setiap anak bangsa memiliki kemampuan atau kompetensi yang mumpuni agar tidak tergerus oleh arus modernisasi dan tertinggal dari bangsa lain, dan media utama untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah pendidikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya Dorai, 1997 Dalam Maarit 2009 mengatakan”

Pendidikan akan mengajarkan generasi muda sebuah keterampilan yang dibutuhkan dalam hidupnya”. Melalui pendidikan akan tercipta SDM-SDM yang berkualitas, berkompetensi, dan mempunyai daya saing tinggi yang dibutuhkan dalam pembangunan. Hal senada disampaikan Harbison (1973) “developing human capital is a foundation for national development” (Harbinson, 1973 in Heaton, 2008). Melihat pentingnya pendidikan tersebut maka setiap masyarakat

(2)

2

tentu ingin agar dirinya bisa mengenyam pendidikan sehingga bisa bertahan dalam arus dinamika dan globalisasi dewasa ini.

Sebagai warga negara yang memiliki hak dalam menikmati pendidikan, maka pemerintah menjamin hak-hak tersebut seperti yang termuat dalam pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Konsekwensi lanjutan dari bunyi pasal ini maka semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan, dimana dalam menikmati pendidikan tersebut tidak adanya diskriminatif atau membeda-bedakan satu dengan yang lainnya baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan. Konsekwensi ini juga menandakan tidak adanya sekat yang akan membatasi ruang aksessibilitas masyarakat dalam pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

Namun demikian, dalam kenyataannya masih kita lihat tidak semua warga negara bisa mengakses pendidikan secara baik dan sama. Kenyataan tersebut mau menunjukkan masih adanya kesenjangan antar kelompok masyarakat dalam mengakses pendidikan yaitu antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. Fenomena ini menempatkan posisi masyarakat yang kaya lebih mudah dibandingkan dengan masyarakat yang miskin atau kurang mampu ketika mengakses layanan pendidikan. Fenomena ini juga semakin nyata di Indonesia, dimana menurut pemberitaan di laman kompas.com tanggal 23 Juni 2014 ditemukan bahwa pada tahun 2013 tingkat ketimpangan antar kelompok masyarakat di Indonesia cukup tinggi yang dilihat dari rasio gini dibandingkan

(3)

3

dengan sepuluh tahun yang lalu. Berbagai latar belakang ditenggarai sebagai penyebab lahirnya disparitas ini, salah satunya adalah tingginya biaya pendidikan di Indonesia. Kondisi seperti ini lebih mudah direspon oleh mereka yang mempunyai penghasilan yang cukup atau dengan kata lain berasal dari keluarga mampu. Tingginya biaya pendidikan seperti iuran sekolah, harga buku, sepatu, baju seragam serta berbagai kebutuhan pendidikan lainnya cukup memberatkan masyarakat miskin dan kurang mampu, belum lagi ditambah dengan semakin tingginya biaya kebutuhan pokok lainnya yang sangat memberatkan masyarakat miskin dan kurang mampu tersebut.

Sebagai dampak yang dirasakan akibat adanya disparitas antar kelompok masyarakat dalam mengakses pendidikan ini, maka muncullah berbagai persoalan di bidang pendidikan yang sangat memprihatinkan. Salah satu persoalan tersebut adalah adanya siswa putus sekolah (drop out) yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut laporan UNICEF tahun 2015 terdapat 2,5 juta anak Indonesia putus sekolah yang terdiri dari 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD), dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana sebagian besar berasal dari keluarga miskin (kabar24.bisnis.com).

Berbagai kondisi buruk ini ibarat mata rantai yang saling berkaitan dan sulit dipisahkan antara persoalan yang satu dengan persoalan lainnya. Dampak lanjutan akibat kondisi putus sekolah ini maka mutu pendidikan di Indonesia masih begitu rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Diambil dari laman indonesianreview.com, 29-10-2016 ditemukan

(4)

4

bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain seperti Malaysia, Singapura bahkan dengan Laos, Vietnam, dan Filipina. Berbagai persoalan tersebut harus segera diatasi dan membutuhkan campur tangan pemerintah secara penuh melalui kebijakan maupun program yang dijalankan. Hal ini dimaksudkan agar persoalan- persoalan tersebut bisa diatasi atau sekurang-kurangnya bisa meminimalisir dampak buruk yang akan muncul akibat berbagai persoalan tersebut.

Salah satu program yang diberikan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan dimaksud adalah program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program Bantuan Siswa Miskin adalah Program Nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa miskin memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak serta mencegah putus sekolah melalui mekanisme pemberian dana bagi siswa miskin. Dana yang diberikan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk membantu meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat miskin seperti yang tertuang dalam pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat.

Pada tahun 2015 anggaran yang diberikan pemerintah dalam program Bantuan Siswa Miskin atau Program Indonesia Pintar mencapai Rp.

11.099.032.750.000,- dengan sasaran sebanyak 17.920.270 siswa (Kemendikbud, 2015).

(5)

5

Sebagai sebuah program nasional, program Bantuan Siswa Miskin/PIP dijalankan oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Manggarai. Pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin di Kabupaten Manggarai dimaksudkan untuk membantu siswa dari keluarga miskin/ tidak mampu agar terus bersekolah. Kabupaten Manggarai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi. Berdasarkan data statistik yang diambil dari buku Manggarai Dalam Angka 2014, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Manggarai mencapai 65200 jiwa atau 21,06% dari dari total penduduknya. Persentase ini lebih tinggi dari rata-rata provinsi yakni 20,24% seperti yang tertera dalam tabel dan grafik di bawah ini.

NO KABUPATEN/KOTA TOTAL PENDUDUK(JIWA)

PENDUDUK

MISKIN(JIWA) %

1 Timor Tengah Selatan 451992 126000 27,88

2 Kupang 328688 101500 30,88

3 Sumba Barat Daya 306195 82700 27,01

4 Sumba Timur 240190 68800 28,64

5 Manggarai Timur 264979 66100 24,95

6 Manggarai 309614 65200 21,06

7 Ende 266909 56200 21,05

8 Timor Tengah Utara 239503 51800 21,63

9 Manggarai Barat 240905 44100 18,31

10 Alor 196613 39600 20,14

11 Sikka 309008 39200 12,69

12 Rote Ndao 137181 39100 28,50

13 Sumba Barat 117787 34200 29,04

14 Kota Kupang 368199 33800 9,18

15 Lembata 126704 29600 23,36

16 Belu 199997 29300 14,65

17 Sabu Raijua 80897 25300 31,27

18 Sumba Tengah 66314 21300 32,12

19 Flores Timur 241590 19600 8,11

20 Ngada 150186 16900 11,25

21 Nagekeo 136201 16500 12,11

RATA-RATA PROPINSI 20,24

Sumber: Manggarai Dalam Angka 2014

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Miskin di NTT

(6)

6

Tingginya jumlah penduduk miskin ini merupakan sebuah persoalan serius yang masih ditemukan dan harus segera diatasi secara tepat. Persoalan ini berimplikasi terhadap rendahnya tingkat partisipasi pendidikan masyarakat pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Manggarai. Berdasarkan laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskikan (TNP2K) tahun 2010, tingkat partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Manggarai masih begitu rendah. Persoalan ini dilihat dari indikator Angka Partisipasi Murni (APM) dan juga Angka Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang SD dan SMP.

Menurut Badan Pusat Statistik, APK merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan berapapun usianya terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. Sedangkan APM merupakan

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

Timor Tengah Selatan Kupang Sumba Barat Daya Sumba Timur Manggarai Timur Manggarai Ende Timor Tengah Utara Manggarai Barat Alor Sikka Rote Ndao Sumba Barat Kota Kupang Lembata Belu Sabu Raijua Sumba Tengah Flores Timur Ngada Nagekeo

Jumlah Penduduk Miskin di NTT

Timor Tengah Selatan Kupang

Sumba Barat Daya Sumba Timur Manggarai Timur Manggarai Ende

Timor Tengah Utara Manggarai Barat Alor

Grafik 1.1. Jumlah Penduduk Miskin di NTT

(7)

7

persentase jumlah anak pada sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah bersangkutan (bps.go.id). Khusus pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), persentase APK dan APM di Kabupaten Manggarai masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa kabupaten lainnya di Provinsi NTT. Hal ini dapat pada tabel dan grafik di bawah ini:

Tabel 1.2. Perbandingan APK, APM SD dan SMP

No Nama Kabupaten SD SMP

APK APM APK APM

1 Timor Tengah

Selatan 114,42 92,73 75,13 49,26

2 Kupang 116,82 92,08 66,16 59,99

3 Sumba Barat Daya 123,21 94,05 74,8 49,64 4 Sumba Timur 113,39 90 71,13 46,15 5 Manggarai Timur 109,08 95,45 65,19 51,38 6 Manggarai 109,27 91,98 53,97 39,98

7 Ende 123,74 93,06 68,22 51,66

8 Timor Tengah Utara 126,8 94,28 63,65 41,85 9 Manggarai Barat 110,22 95,44 56,95 47,05

10 Alor 114,26 94,08 79,08 62,72

11 Sikka 117,26 93,83 59,34 46,59

12 Rote Ndao 115,21 92,72 82,25 57,83 13 Sumba Barat 119,87 92,45 63,63 46,7 14 Kota Kupang 106,42 82,15 97,89 54,9 15 Lembata 112,38 96,45 68,76 50,83

16 Belu 116,42 91,08 68,53 46,33

17 Sumba Tengah 109,08 86,27 65,42 41,08 18 Flores Timur 112,18 96,23 63,84 49,41

19 Ngada 101,52 91,08 80,27 64,27

20 Nagekeo 104,99 89,95 91,92 63,12 Propinsi NTT 114,45 92,46 69,93 50,21 Indonesia 110,42 94,37 81,25 67,43

Sumber: Laporan TNP2K, 2010

(8)

8

Berdasarkan data yang ditampilkan di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat partisipasi pendidikan di Kabupaten Manggarai pada jenjang pendidikan dasar khususnya SMP tahun 2010 masih lebih rendah dari beberapa Kabupaten lainnya di provinsi NTT. Hal ini berarti jumlah penduduk di Kabupaten Manggarai yang berpartisipasi atau mengenyam pendidikan belum menunjukkan hasil yang baik, sehingga hal ini merupakan persoalan yang cukup serius dalam perkembangan pendidikan di Kabupaten Manggarai. Selain rendahnya tingkat partisipasi pendidikan, persoalan lain yang muncul di Kabupaten Manggarai adalah adanya siswa putus. Berdasarkan data profil rangkuman kecamatan pada dinas PPO Kabupaten Manggarai tahun 2014 ditemukan adanya siswa putus sekolah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 jumlah siswa putus sekolah pada jenjang SD dan SMP sebanyak 547 siswa, jenjang SMA 262 siswa. Pada tahun 2012 siswa SD dan SMP yang putus sekolah sebanyak 143 siswa, SMA 62 siswa, dan tahun 2013 siswa SD dan SMP yang putus sekolah sebanyak 658

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00

Timor Tengah Kupang Sumba Barat Daya Sumba Timur Manggarai Timur Manggarai Ende Timor Tengah Utara Manggarai Barat Alor Sikka Rote Ndao Sumba Barat Kota Kupang Lembata Belu Sumba Tengah Flores Timur Ngada Nagekeo Propinsi NTT Indonesia

APK SD APM SD APK SMP APM SMP Grafik 1.2. Perbandingan APK, APM SD dan SMP

(9)

9

siswa, SMA 342 siswa. Selanjutnya pada tahun 2014 siswa SD dan SMP yang putus sekolah, yang dikeluarkan maupun yang mengundurkan diri dari sekolah di Kabupaten Manggarai mencapai 1051 siswa seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini.

No Kecamatan Jumlah Siswa Putus Sekolah Total

SD SMP

1 Cibal 20 31 51

2 Cibal Barat 19 14 33

3 Langke Rembong 14 430 444

4 Lelak 35 0 35

5 Rahong Utara 46 21 67

6 Reok 16 48 64

7 Reok Barat 34 7 41

8 Ruteng 39 37 76

9 Satar Mese Barat 20 43 63

10 Satarmese 41 59 100

11 Wae Ri`I 38 39 77

Total 322 729 1051

Sumber: Profil Rangkuman Kecamatan Dinas PPO Tahun 2014/2015

Seperti yang sudah dijelaskan lahirnya program Bantuan Siswa Miskin adalah untuk membantu siswa miskin agar terhindar dari persoalan-persoalan tersebut di atas. Sampai dengan tahun 2015 jumlah siswa miskin jenjang SD dan SMP yang dilayani dalam program Bantuan Siswa Miskin di Kabupaten Manggarai cenderung meningkat seperti yang terlihat dalam tabel dan grafik di bawah.

Tabel 1.3. Angka Putus Sekolah Jenjang Dikdas di KabupatenManggarai Tahun 2014

(10)

10

Tabel 1.4. Realisasi Siswa Penerimaan BSM di Kabupaten Manggarai

No Tahun SD SMP TOTAL

1 2012 23499 1908 25407

2 2013 39969 5000 44969

3 2014 26183 4299 30482

4 2015 29180 15256 44436

Grafik 1.3. Realisasi Siswa Penerimaan BSM di Kabupaten Manggarai

Adanya trend peningkatan jumlah siswa miskin yang terakomodir tersebut merupakan sesuatu yang positip, namun demikian hal itu belumlah cukup untuk mengatakan bahwa program Bantuan Siswa Miskin ini telah berhasil secara sempurna. Sebaliknya keberhasilan sebuah program BSM harus dilihat dari keseluruhan proses pelaksanaan atau implementasi program dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh program itu sendiri.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

2012 2013 2014 2015

Realisasi Siswa Penerima BSM Jenjang SD dan SMP di Kabupaten Manggarai

SD SMP Sumber: Laporan Realisasi Penerima BSM Dinas PPO Kabupaten Manggarai Tahun 2015

(11)

11

Sebagai sebuah program nasional yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan di tingkat daerah maka tahapan implementasi program Bantuan Siswa Miskin menjadi tahapan krusial yang perlu diperhatikan. Tahap ini sangat penting karena begitu banyak program dari pemerintah pusat apabila dilaksanakan pada tataran pemerintah daerah masih menemui keagalan. Kegagalan dalam mengimplementasikan program tersebut tentu membawa konsekwensi kerugian bagi masyarakat banyak sebagai penerima program apalagi kalau dalam program tersebut disertai dengan anggaran yang sangat besar. Terkait dengan hal ini ditegaskan oleh Purwanto dan sulistyastuti, 2012 yang mengatakan bahwa “berbagai kebijakan dan program pembangunan yang dirancang secara baik oleh pemerintah ketika diimplementasikan ternyata pencapaiannya jauh dari apa yang diharapakan”.

Dalam pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin di beberapa daerah di Indonesia masih menemui berbagai persoalan yang mengakibatkan implementasi program BSM di beberapa daerah tersebut menjadi gagal. Ada beberapa faktor yang menyebakan kegagalan implementasi program BSM di beberapa daerah tersebut misalnya implementasi Program BSM SD di Kecamatan Sambas dimana ditemukan adanya kegagalan program akibat faktor komunikasi yang kurang baik antara implementor dan orang tua siswa.

Selanjutnya implementasi kebijakan Bantuan Siswa Miskin di SMP Islam Ibnurusyd Lampung Utara masih menemui kendala dimana pencairan dana yang tidak tepat waktu, orang tua dan siswa masih kurang paham terkait dengan program Bantuan Siswa Miskin, serta kendala dana yang masih dirasa kurang

(12)

12

oleh siswa miskin. Kemudian pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM-SMA/SMK) di SMK Asshodiqiyah Semarang, dimana ditemukan adanya pungutan-pungutan seperti uang gedung, SPP, Buku Paket Pelajaran dengan jumlah yang sangat memberatkan orang tua siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Berbagai contoh kegagalan implementasi ini menunjukkan bahwa meskipun sebuah program berhasil dirumuskan secara baik di tingkat pusat namun ketika diimplementasikan di tingkat daerah masih menemui berbagai hambatan, dimana hambatan-hambatan ini terkadang tidak terpikirkan secara tepat oleh pembuat kebijakan tersebut.

Kondisi yang hampir sama ditemui juga dalam implementasi program BSM di Kabupaten Manggarai. Dalam pelaksanaan program BSM di Kabupaten Manggarai masih ditemui berbagai pengaduan dan keluhan dari masyarakat di beberapa kecamatan yang disampaikan ke Dinas PPO Kabupaten Manggarai.

Menurut laporan staf pengelola BSM tingkat Kabupaten Manggarai, mayoritas alasan dari masyarakat yang mengadu tersebut dikarenakan anak mereka tidak diakomodir dalam program BSM, dimana pengaduan paling banyak berasal masyarakat Kecamatan Rahong Utara dan Kecamatan Ruteng.

“memang selama ini ada keluhan yang datang dari masyarakat. Mengapa anak kami tidak dimasukan dalam program BSM, itu rata-rata keluhan mereka...Biasa yang sering itu dari Kecamatan Rahong Utara dan Kecamatan Ruteng ”(staf pengelola BSM, 16-8-2015).

Merujuk pada berbagai realitas tersebut dapat dikatakan bahwa tahap implementasi sangat berperan penting dalam membawa keberhasilan maupun

(13)

13

kegagalan sebuah program pemerintah. Edward R, 2009 dalam disertasinya mengatakan“Policy implementation has become an important concept in understanding and analyzing policy”. Menurutnya implementasi kebijakan merupakan konsep penting dalam memahami analisis kebijakan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melihat bagaimana pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin di Kabupaten Manggarai itu dijalankan serta apa saja faktor pendukung maupun penghambat dalam mengimplementasikan program ini. Sehingga secara garis besar dapat dijelaskan beberapa alasan yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu : Pertama, masih banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan ketika diimplementasikan oleh pemerintah daerah cenderung gagal termasuk program Bantuan Siswa Miskin. Kedua, masih adanya berbagai persoalan dalam bidang pendidikan di Indonesia sehingga berimplikasi terhadap tingginya angka putus sekolah (drop out). Ketiga, masih rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang pendidikan dasar yang dilihat dari indikator APK dan APM di Kabupaten Manggarai dibanding dengan beberapa kabupaten lainnya di NTT (TNP2K, 2010). Keempat masih ditemukan adanya siswa putus sekolah di Kabupaten Manggarai dari tahun ke tahun, dan kelima masih ditemukan adanya sejumlah keluhan dan pengaduan dari masyarakat dalam program BSM di Kabupaten Manggarai.

Dalam studi ini pula penulis memfokuskan kajian pada jenjang pendidikan dasar, hal ini dikarenakan pada jenjang ini tingkat putus sekolah cukup tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan menengah, dan untuk

(14)

14

melakukan penelitian ini penulis menggunakan judul yaitu ” Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) Jenjang Pendidikan Dasar di Kabupaten Manggarai”.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan merumuskan beberapa perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Program Bantuan Siswa Miskin Jenjang Pendidikan Dasar di Kabupaten Manggarai?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin di Kabupaten Manggarai berhasil maupun gagal?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui Pelaksanaan Program Bantuan Siswa Miskin Jenjang Pendidikan Dasar di Kabupaten Manggarai.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebakan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Manggarai.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap beberapa hal sebagai berikut:

(15)

15

1. Untuk ilmu pengetahuan dimana penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai implementasi program Bantuan Siswa Miskin khususnya di daerah-daerah terpencil serta mempunyai tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Di samping itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian serupa.

2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual bagi pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Manggarai untuk perbaikan kebijakan khususnya dalam program Bantuan Siswa Miskin.

1.5. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin ini antara lain dilakukan oleh Ramadhan (2013) yang meneliti tentang Implementasi Program Bantuan Siswa Miskin SD di Kecamatan Sambas. Pada penelitiannya dia melihat faktor dominan melalui pengujian variabel dan dia menyimpulkan bahwa kurang efektifnya pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin di Kecamatan Sambas disebabkan karena faktor komunikasi yang kurang baik antara implementor dan orang tua siswa. Penelitian selanjutnya Syafri, dkk (2014) meneliti tentang implementasi kebijakan Bantuan Siswa Miskin di SMP Islam Ibnurusyd Lampung Utara, studi ini menekankan pengelolaan Bantuan Siswa Miskin dilihat dari indikator akses serta strategi dalam mencegah putus sekolah. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa Akses pelayanan pendidikan bagi siswa miskin di SMP Islam Ibnurusyd Kotabumi Lampung

(16)

16

Utara sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Sedangkan strategi yang dijalankan yaitu dengan mengurangi beban pengeluaran orang tua siswa serta mensinergikan kebijakan dan program BSM. Ulfa M, dkk (2015) melakukan evaluasi pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM- SMA/SMK) di SMK Asshodiqiyah Semarang. Penelitian ini lebih difokuskan pada kegiatan evaluasi program Bantuan Siswa Miskin dan hasil evaluasinya menyimpulkan bahwa terdapat pungutan-pungutan seperti uang gedung, SPP, Buku Paket Pelajaran dengan jumlah yang sangat memberatkan orang tua siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Beberapa penelitian terdahulu tersebut masih difokuskan pada peran beberapa implementor serta pada beberapa indikator saja. Selain itu penelitian-penelitian yang sudah dijalankan itu lebih ditekankan pada pengujian variabel serta evaluasi program. Sedangkan dalam penelitian ini fokus penulis lebih luas yaitu melihat pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin dan peran semua implementor yang ada secara menyeluruh tidak hanya pada satu indikator penilaian.

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Grafik 1.1. Jumlah Penduduk Miskin di NTT
Tabel 1.2. Perbandingan APK, APM SD dan SMP
Grafik 1.3. Realisasi Siswa Penerimaan BSM di Kabupaten Manggarai

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini memberitahukan bahwa setelah diadakan Penetapan oleh Pejabat Pengadaan barang/jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran maka diberitahukan Pemenang Pengadaan

Potensi nutrien yaitu protein kasar dan energi yang dinyatakan dalam TDN dari setiap wilayah kecamatan, dihitung dengan cara mengalikan potensi rumput dan

In order to explore the development and consequences of frames related to social media use in organizations this study considers three related research questions: (a) Across work

Banyaknya perusahaan- perusahaan angkutan umum yang sering terlambat baik pergi maupun datang dari dank e terminal Perusahaan wajib untuk menjamin tepatnya waktu

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara asupan energi dan aktivitas fisik anak sekolah dasar dengan gizi lebih di daerah perdesaan Kecamatan Penebel

Manajemen pengetahuan tidak saja menjadi topik hangat untuk diperbincangkan, lebih dari itu, telah menjadi kunci utama pengembangan sumber daya manusia yang berkompeten

Subdirektorat Pengawasan Penangkapan Ikan Wilayah Timur mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,

Tujuan asuhan kebidanan komprehensif adalah memonitor dan mendeteksi kesehatan ibu dan janin selama kehamilan, persalinan, BBL, nifas dan terkait dengan penggunaan