BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum a. Diklofenak Rumus Bangun : Rumus Molekul : C14H11Cl2NO Rumus bangun : 2
Sinonim : 2-[(2,6-Dichlorophenyl)amino]benzenacetic acid Berat : 296,2
Pemerian : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan, agak higroskopis Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam alkohol; agak mudah
larut dalam aseton; sangat mudah larut dalam metil alkohol
Sinonim : α methyl-4-(2-Methylprophyl)benzenacetic acid Berat : 206,3
Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol;
dalam metanol dalam aseton dan dalam klorofom; sukar larut dalam etil asetat.
c. ketoprofen
Rumus Bangun :
Rumus Molekul : C16H14O3
Sinonim : 3-Benzoyl-α-methyl benzenacetic acid Berat : 254,3
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak atau hampir tidak berbau..
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter; praktis tidak larut dalam air.
2.2 Analgetika Non Narkotik
Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai berat, sehingga sering disebut analgetik ringan, juga untuk menrunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan saraf pusat.
Mekanisme Kerja 1. Analgesik
Analgetika non narkotika menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin serotonin, protasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
2. Antipiretik
Analgetika non narkotika menimbulkan efek antipiretik dengan meningkat eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus.
3. Antiradang
Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat,yang kemudian diubah menjadi prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetik non narkotik menimbulkan efek antiradang melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosinteis dan pengluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme yang lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang. Analgetika non narkotik efektif untu mengurangi keradangan tetapi tidak dapat mencegah kerusakan jaringan pada penderita artritis.
Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan N-arilantranilat, turunan asam arilasetat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain-lain.
TURUNAN ASAM ARILASETAT
Turunan ini mempunyai aktivitas antiradang analgesik yang tinggi, dan terutama digunakan sebagai antirematik.
Contoh turunan asam arilasetat :
1. Diklofenak Na (Voltaren, Neurofenac) dan diklofenak K (Cataflam),
mempunyai aktivitas antirematik, antiradang dan analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada
berbagai keadaan rematik dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka.
Diklofenak diserap secara cepat dan sempurna didalam lambung, kadar plasma tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh antara 6-15 jam.
Dosis : 25-50 mg 3 kali sehari
2. Ibuprofen (Brufen, Ifen, Motrin), mempunyai aktivitas antirematik,
antiradang dan analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai kondisi rematik dan artritis.
Ibuprofen diserap dengan cepat dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi terjadi dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh 1,8-2 jam.
Dosis : 400 mg 3-4 kali sehari.
3. Ketoprofen (Profenid), mempunyai aktivitas antiradang dan
analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan rematik dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka.
Ketoprofen diserap secara cepat dan sempurna dalam saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh 2-3 jam.
2.2 Hubungan struktur-aktivitas turunan asam arilasetat
Turunan asam ariasetat secara umum mempunyai gambaran struktur sebagai berikut :
b. Mempunyai gugus karbonil atau ekivalennya seperti asam enolat, sulfonamida yang terpisah oleh satu atom C dari inti aromatik datar. Pemisahan dengan lebih dari sau atom C, misal pada turunan asam propionat atau butirat, akan menurunkan aktivitas.
c. Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradangnya.
Contoh : ibufenak, tidak mempunyai gugus α-metil dan bersifat hepatotoksik,turunan metilnya (ibuprofen) mempunyai aktivitas antir α-metildang yang lebih tinggi dibanding ibufenak.
Makin panjang jumlah atom C aktivitasnya makin menurun.
d. Adanya α-substitusi menyebabkan senyawa bersifat optis-aktif dan kadang-kadang isomer satu lebih aktif dibanding yang lain. Konfigurasi yang aktif adalah bentuk isomer S.
Contoh : S( + )-ibuprofen lebih aktif disbanding isomer ( - ), sedang isomer ( + ) dan ( - )-fenoprofen mempunyai aktivitas yang sama.
e. Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada atom C inti aromatikpada posisi meta atau para dari gugus asetat.
f. Turunan ester dan amida juga mempunyai aktivitas antiradang secara in vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya. Demikian pula untuk turunan alkohol dan aldehida, secara in vivo dioksidasi menjadi gugus karboksil.
2.3 Mekanisme Reaksi Diklofenak Ibuprofen dan Ketoprofen a. Diklofenak NH Cl Cl C O Cl C O Cl NH+ Cl Cl C O Cl -O -Cl -HCl N Cl Cl O O Cl REAGEN -δ Al Cl Cl Cl N Cl Cl O O δ δδ δ δ -+ -+ -H H N Cl Cl CH O OH N Cl Cl H2 C O H2 -H2O HOH DALAM BASA NH Cl Cl H2 C C O OH DIKLOOFENAK
b. Ibuprofen O H N O O S O OH O H S O O O OH -H + N O O N O O + -H-OH HO H2C CH CH3 CH3 H2 C CH H3C H3C NO2 Zn+ HCl o N N OH H + HO H -N N+ N N + -H2 C CH H3C H3C H 2 C CH H3C H3C H2 C CH H3C H3C CH 2 CO OC 2H5 CO OC 2H5 H2 C CH H 3C H3C CH CO OC 2H5 CO OC 2H5 CH3I -HI a. Ketoprofen H 2 C C H H 3 C H 3 C C COOC2H5 COOC2H5 C H 3 H 3 O + -CO2 -C2H5OH H 2 C C H H 3 C H 3 C C H COOC2H5 C H 3 + H + + H 2 O - C 2 H 5 O H H 2 C C H H 3 C H 3 C C H COOH C H 3
. N O OH + H+ O N OH H + - H2O N O + N H H N O + NUKLEOPILIK ELEKTROPILIK LAMBAT O H N O O S O OH O H S O O O OH -H + N O O N O O + -H-OH HO H2C CH CH3 CH3 NO2 Zn+ HCl C O KE META C O N H H N O + -H+ N H N O CEPAT PROTONS REARR N N OH H + N N OH H + HOH -N N+ -C O C O C O C O C O
3 H C C O SCoA - A T P C O O - H O C H C H H C C H N H H N O ( C H ) C O O H + + C H C H H 2 C S C H N H N O ( C H 2 ) 4 C O O H C O O - ENZIM BIOTIN -COO -A D P + P i ENZIM BIOTIN H 2 C C O SCoA - - O O C M A LO N IL -C OA N N + CH2 COOC2H5 COOC2H5 CH COOC2H5 COOC2H5 CH3I -HI C COOC2H5 COOC2H5 CH3 H3O+ -CO2 -C2H5OH C H COOC2H5 CH3 + H+ + H2O -C2H5OH C H COOH CH3 C O C O C O C O C O KETOPROFEN 2.4 Sintesis Prostaglandin HS CH2CH2NH C O CH2CHNH2 C O C H OH C CH3 CH3 CH2O P O -CH2 O H H H O OH P O HO O -H N N N N NH2 COENZYM A
O S 912 O2+NADH+H+ H2O + NA+D K o A O S K o A 9 1 2 9 1 2 6 6 SATURASI LINOLEIL-KOENZIMA( -OKTADEKADIONIL-KoA) gLINOLEIL-KOENZIMA6(912 -OKTADEKATRIONIL-KoA) 2HC COOH C O S-KoA MELONIL-KoA C2 1 8 1 8 1 1 1 4 8 2 0 C O S K o A SISTEMELONGASE RANYAIMIKROSOMAL (ELONGASE) O2+NADH+H+ H2O + NA+D 5 SATURASI 1 1 1 4 8 2 0 C O S K o A 5 DIHOMO-g-LINOLEIL-KOA( 8 11 14ELKOSATRIOL-KoA) ARAKIDONIL-KoA( 5 8 11 14-EIKOSATETRAENOIL-KoA)
PERUBAHAN ARAKHIDONAT ASPIRIN INDOMETASIN IBUBRUFEN O OH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 _ 13 14 15 δ δ δ δ δ δ δ δ δ δ - -+ + + + + + δ δ δ -12 O O O OH O OH 1 11 2 3 4 5 6 7 8 9 12 13 14 15 16 10 O O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 CH CH2O C H2 C O (CH2)nCH3 O P O O -RO FOSFOLIPID-ESTER ARACHIDONAT ARACHIDONAT (AA) FOSFOLIPASE A2 12-HIDROPEROXYARACHIDONAT (12-HPAA) (12-HIROKSIARACIDONAT=12HAA) 2O2 AA SIKLOOKSIGENASE OH O O(O)H O O PROSTAGLANDIN ENDOPEOCID H2 (G2) {PGH2{PGG2}] PROSTASIKLIN SINTESIS DENGAN PENATAAN ULANG O COOH HO OH PROSTASIKLIN (PGI2) HO HO COOH OH O 6-KETO-PGF14 O O OH COOH DENGAN PENATAAN ULANG TROMBOKSAN SINTESIS TROMBOKSAN A (TXA2) PENATAAN ULANG O COOH HO OH TROMBOXAN B2 (TXB2) ? ? DENGAN PENATAAN ULANG TROMBOKSAN SINTESIS ANTAGONIS TROMBOKSAN
OH O O(O)H + 2HC C C O O H H HYROXHEPTADECATRIONIKACID (HHT) MALONALDEHID 1. SINTESIS PGE2 2. SINTESIS PGD2 3. SINTESIS PGF 2 OH O O(O)H O O
1. PGE2 ; R1=O, R2 = α OH, H 2. PGD2 ; R1 = α OH, H, R2 = O 3. PGF2; R1 = R2 = αΟΗ, Η
2.3 Sifat Kimia Fisika dan Aktivitas Biologis
Salah satu sifat kimia fisika yang berhubungan dengan aktivitas biologis dan penting dalam rancangan obat antara lain adalah ionisasi. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi adapula yang aktif dalam bentuk ionnya. Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses transpor obat dan interaksi obat-reseptor.
1. Obat Yang Aktif Dalam Bentuk Tidak Terionisasi
Sebagian besar obat yang bersifat asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat memberikan efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membran sel atau didalam sel. Obat modern sebagian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa lemah, dan derajat ionisasi atau bentuk ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan oleh nilai Ka dan suasana pH
Hubungan antara pKa dan fraksi obat terionisasi dan yang tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basa lemah, dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut :
Untuk asam lemah : pKa = pH + log Cu/Ci
Cu : fraksi asam yang tidak terionisasi Ci : fraksi asam terionisasi
Contoh :
RCOOH RCOO- + H+
pKa = pH + log (RCOOH) / (RCOO-) (H+
RNH
) Untuk basa lemah :
pKa = pH + log Cu/Ci
Cu : fraksi basa yang tidak terionisasi Ci : fraksi basa terionisasi
Contoh :
3+ RNH2 + H+
pKa = pH + log (RNH3+) / (RNH2
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah besar, bentuk tidak terionisasi berambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus membran biologis semakin kecil. Akibatnya,
)
Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi obat. Garam dari asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorbsi oleh saluran cerna, dan aktivitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas yang tedapat dalam cairan tubuh.
kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan aktivitas biologisnya semakin menurun.
Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah kecil, bentuk tidak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus membran biologis bertambah besar pula. Akibatnya, kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya semakin meningkat.
2. Obat Yang Aktif Dalam Bentuk Ion
Beberapa senyawa menunjukkan aktivitas biologis yang makin meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Karena kesulitan bentuk ion untuk menembus membran biologis diduga bahwa senyawa tipe ini memberikan efek biologis diluar sel.
Bell dan Robin ( 1942), mengatakan bahwa aktivitas antibakteri turunan sulfonamida mncapai maksimum bila mempunyai pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfonamida terionisasi ± 50 %. Pada pKa 3-5, sulfonamida terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membran sehingga aktivitas antibakterinya rendah.
Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas antibakterinya akan maksimal. Pada pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan jumlah sulfonamida yang terionisasi, jumlah senyawa yang menembus membran kecil, sehingga aktivitas antibakterinya rendah.
Harga pKa senyawa kimia yang terionisasi lemah merupakan ukuran yang mudah dalam hal kecenderungannya melepaskan atau menarik proton dalam larutan air. Secara tepat, pKa adalah logaritma negatif Ka yang secara matematika tidak praktis atau tetapan disosiasi asam. Makin kuat senyawa asam, makin rendah pKa-nya dan makin besar ionisasinya dalam air. Makin kuat senyawa basa, makin tinggi pKa asam yang bersangkutan, dan makin besar ionisasinya dalam air.
Jadi harga pKa dapat digunakan untuk membandingkan kekuatan relatif senyawa asam lemah maupun basa lemah. Harga pKa senyawa obat sering digunakan bersama-sama dengan tetapan fisikokimia lain, termasuk data kelarutan dan koefisien partisi, untuk berbagai jenis penerapan analitik, klinik, peracikan, dan penelitian. Misalnya, diketahui bahwa yang menghasilkan efek farmakologi hanyalah beberapa jenis obat yang terionisasi atau yang mempunyai angka-banding tertentu antara yang terionisasi dan yang tidak teionisasi.
Suatu senyawa dapat mempunyai beberapa harga pKa, tergantung pada jumlah gugus fungsi yang dapat terionisasi. Senyawa itu digolongkan sebagai amfoter jika mempunyai substituen ionisasi asam (pemberi proton) maupun basa (penerima proton), misalnya tetrasiklindan semua asam amino.
Harga pKa gugus pengionisasi terentu dapat sangat dipengaruhi oleh adanya substituen kimia lain yang mengionisasi atau tidak mengionisasi dan memberi dan menarik electron dalam sutau sistem resonansi atau induksi. Penafsiran dasar-dasar kimia organik yang tepat dapat diterapkan dengan memakai harga pKa senyawa yang telah pasti untuk memperkirakan pKa analog kimianya yang dekat, yang harga pKa-nya belum pernah dilaporkan.
2.7 SPEKTROFOTOMETRI
Spektrofotometri ultraviolet adalah salah satu cara analisa spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik dekat (190-380) dengan memakai instrumen spektrofotometer(Mulja dan Suharman, 1995).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi didaerah ultraviolet dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π*, yang menyerap pada λ max kecil dari 200 nm (tidak terkonjugasi), isalnya pada >C=C< dan -C≡C-. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Noerdin, 1985; Dachriyanus, 2004).
Gugus fungsi seperti –OH, -NH2, dan Cl yang mempunyai elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang yang lebhh pendek, yag sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul (Noerdin, 1985; Dachriyanus, 2004).