6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini, akan dibahas mengenai model discovery learning serta keaktifan dan hasil belajar. Konsep dasar teori metode pembelajaran akan dibahas mengenai teori yang dikemukakan para ahli dari bebagai yang mendukung penelitian, kelemahan dan kelebihan metode discoveri learning, dan implementasi pembelajaran IPA.
2.1.1 Teori Belajar a. Pengertian Belajar
Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosial menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya property sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah, sebab seperti dikatakan Reber, belajar adalah the proces of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.
Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009) menyatakan, bahwa belajar adalah disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan sesorang secara alamiah.
Djamarah (2000: 45), mengemukakan, bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Harold Spears (dalam Agus Suprijono, 2009) mengemukankan, learning is to observe, to read, to imitate, to try something thenselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).
Slameto (2003: 2) berpendapat, bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dilepaskan berdasarkan atas tanggapan bawaan.
Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat di simpulkan bahwa, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang secara sadar untuk melakukan perubahan tingkah laku. Dari belajar sesorang dapat mengetahui sesuatu yang pada dasarnya belum mereka ketahui. Belajar merupakan proses dari tidak tahu menjadi tahu.
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009) menyatakan, bahwa hasil belajar berupa :
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip
keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merpakan kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono, 2009) menyatakan, bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi initiatory, pre-rautine, dan rauntinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan yang belum mereka ketahui kemudian mereka ketahui memalui pengalaman belajarnya. Setiap individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar.
c. Pentingnya Hasil Belajar
Untuk mengetahui perkembangan sudah sampai dimana hasil yang telah yang telah diperoleh peserta didik dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi pada akhir pembelajaran. Untuk menentukan kemajuan yang harus di capai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah di tentukan sehingga dapat di ketahui seberapa besar pengaruh strategi yang digunakan terhadap keberhasilan peserta didik atau siswa.
Surakhmad dan Jemmars (1980 : 25) mengemukakan, bahwa keberhasilan dalam belajar yang dilakukan oleh siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa.
Winkel (1989:82) menyatakan, bahwa keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni adalah perstasi belajar siswa disekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.
Berdasarkan pernyataan menurut para ahli diatas tentang hasil belajar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan adalah hasil prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa yang dapat diukur deng an angka.
d. Pengukuran Hasil Belajar
Dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam menurut Sudjana (2011:5) yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian penempatan. Dalam penelitian ini penilaian yang dilakukan adalah penilaian formatif yaitu penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan bukan tes (nontes). Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan) ada tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai dan uraian.
Sedangkan bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, dan lain-lain.
2.1.2 Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Yang dimaksud dengan keaktifan disni adalah bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.
Sardiman (2001: 98) menyatakan, bahwa belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Rachman Natawijaya (dalam Depdiknas, 2005:31) menyatakan, bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keaktifan dalam belajar adalah mengaktifkan siswa secara fisik, namun dalam hal tersebut tidak hanya fisiknya saja tetapi juga merujuk pada kemampuan berpikir siswa, mental dan emosional peserta didik dalam proses pembelajaran.
a. Pentingnya Keaktifan Belajar
Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa aktifitas. Pengalaman belajar hanya dapat di peroleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang guru dapat menyajikan dan menyediakan bahan pelajaran, tapi siswalah yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakangnya. Keaktifan siswa penting dalam dalam proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan dan sikap tidak dapat ditranfer begitu saja tetapi harus siswa sendiri yang mengolahnya terlebih dahulu.
Menurut E. Mulyasa (2002:32), pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.
Sardiman A.M (2005: 44) menyatakan, bahwa belajar mengacu pada kegiatan siswa dan menagjar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.
Berdasarkan pernyataan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran keaktifan di dalam kelas tidak hanya di dominasi oleh guru akan tetapi siswa diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran dengan materi yang telah disiapka dan di sajikan oleh guru.
b. Pengukuran Keaktifan
Dalam menganalisis tentang keaktifan terdapat beberapa indikator yang dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari kriteria berikut ini (1) perhatian siswa terhadap penjelasan guru; (2) kerjasamanya dalam kelompok; (3) kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok; (4) memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok; (5) mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat; (6) memberi gagasan yang cemerlang; (7) membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang; (8) keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain; (9) memanfaatkan potensi anggota kelompok; serta (10) saling membantu dan menyelesaikan masalah (Ardhana, 2009: 2).
2.1.3 Pengertian Metode Pembelajaran
Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar yang bertujuan yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik.
Nana Sudjana (1988:76) menyatakan, bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Sutomo (1993:155) menyatakan, bahwa metode mengajar adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai, sehingga semakin baik penggunaan metode mengajar semakin berhasillah pencapai tujuan, artinya apabila guru dapat memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan bahan pengajaran, murid, situasi kondisi, media pengajaran maka semakin berhasillah tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
a. Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Metode pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perorangan, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Makanya, anak harus berperan aktif di dalam belajar. Peran aktif anak dalam belajar ini diterapkan melalui cara penemuan. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberi instruksi. Dengan demikian, pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Menurut Budiningsih (2005), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan melalui proses mental, yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi.
b. Tujuan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Menurut Bell (1978), beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrampolate) informasi tambahan yang diberikan.
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling memberi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
c. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Menurut Gilstrap (dalam Suryosubroto, 2002) langkah-langkah metode pembelajaran discovery learning adalah sebagai berikut :
1. Mengamati/menilai kebutuhan dan minat siswa untuk digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan yang nyata.
2. Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajari. 3. Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya
arus bebas pikiran siswa.
4. Berkomunikasi dengan siswa untuk membantu menjelaskan peranan penemuan.
5. Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah untuk dipecahkan. 6. Mengecek pengertian siswa tentang masalah untuk merangsang minat
belajarnya.
7. Menyediakan berbagai alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran.
8. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan bekerja dengan data.
9. Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya sendiri.
10. Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.
11. Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam kelangsungan kegiatannya.
12. Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
13. Mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa.
14. Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul.
15. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan tingkat yang sederhana.
16. Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar.
17. Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta.
18. Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan, misalnya siswa yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa siswa yang mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri.
19. Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan.
20. Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya.
Menurut Richard Scuhman (dalam Suryosubroto,2002:199) langkah-langkah metode pembelajaran discovery learning adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi kebutuhan siswa.
2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3. Seleksi bahan, dan problema serta tugas-tugas.
4. Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa.
5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
8. Membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa.
9. Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
10. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.
11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan. 12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil
penemuannya.
d. Kelemahan dan Kelebihan Metode Penemuan (Discovery Learning) 1. Kelebihan Metode Discovery Learning
Dalam artikel The Act of Discovery, Bruner menyebutkan ada beberapa keuntungan jika suatu bahan dari suaru mata pelajaran disampaikan dengan menerapkan pendekatanpendekatan yang berorientasi pada discovery learning, yaitu (Bruner,1969) :
a) Adanya suatu kenaikan dalam potensi intelektual. b) Ganjaran intrinsik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.
c) Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.
d) Murid lebih senang mengingat-ingat materi.
Selain yang dijelaskan Bruner tersebut, Ausubel dan Robinson (1969) juga mengemukakan keuntungan-keuntungan dari penerapan metode discovery .
a) Discovery mempunyai keuntungan dapat mentransmigrasikan suatu konten mata pelajaran pada tahap operasi-operasi konkret. Terwujudnya hal ini apabila pelajar mempunyai segudang informasi sehingga ia dapat secara mudah menghubungkan konten baru yang disajikan dalam bentuk expository. b) Discovery dapat dipergunakan untuk mengetes meaning fulness (keberartian)
belajar. Tes yang dimaksudkan hendaklah mengandung pertanyaan kepada pelajar untuk menggenerasi hal-hal (misalnya konsep-konsep) untuk diapikasikan.
c) Belajar discovery perlu dalam pemecahan problem jika diharapkan murid-murid mendemonstrasikan apakah mereka telah memahami metode-metode pemecahan problem yang telah mereka pelajari.
d) Transfer dapat ditingkatkan bila generalisasi-generalisasi telah ditemukan oleh pelajar dari pada diberikan kepadanya dalam bentuk final.
e) Menggunakan discovery mungkin mempunyai efek-efek superior dalam menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar discovery sangat dihargai oleh masyarakat kontemporer.
2. Kelemahan Metode Discovery Learning Menurut Suryosubroto (2002) :
a. Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai;
b. Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak. c. Memerlukan waktu yang relatif banyak.
d. Karena biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, hasil pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan;
e. Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang lebih diutakan adalah pengertian;
f. Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, kemungkinan tidak ada; g. Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif dan tidak semua pemecahan
masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
2.1.4 Pengertian IPA
Menurut Webster (1981) natural science knowlegge concerned with the physical world and its phenomena”, yang artinya adalah ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya.
Sedangkan di dalam Purnell’s Concise Dictionary of Science (1983) tercantum definisi “ Science the broad field of human knowledge, acquired by systematic observation and experiment, and explained by means of rulers, laws, principles, theories, and hypotheses”, artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah
pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan exsperimen yang sistemik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa-hipotesa.
Pendapat ahli diatas tentang IPA dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Sebelumnya telah banyak penelitian dengan topik yang relevan dengan penelitian ini. Berikut akan dilakukan pengkajian terhadap beberapa penelitian yang relevan dengan metode pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini. Puji Santoso 2009 melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Discovery Learning Pada Siswa Kelas V SD Negeri 03 Pilangpayung Kecamatan Toroh Kabupaten Grobokan Tahun Pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajar an IPA melalui pendekatan pembelajaran discovery learning pada siswa kelas V SD Negeri 03 Pilangpayung Kecamatan Toroh Kabupaten Grobokan Tahun Pelajaran 2009/2010.
Aris Kukuh Prasetyo (2010) melakukan penelitian dengan judul “ Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Metode Discovery Learning di SDN Sidorejo Lor 05 Kecamatan Sidorejo Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010.
Dari penelitian di atas diketahui bahwa metode pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun demikian, berbeda dengan penelitia sebelumnya, pada penelian ini peneliti akan menggunakan mata pelajaran IPA. Penelitian ini dilakukan secara
penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas IV SDN Kutowinangun 12 Salatiga.
2.3 Kerangka Berpikir
Keaktifan belajar siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena dengan keaktifan dalam belajar sangat berpengaruh pada hasl belajar yang akan diperoleh siswa dan penentu keberh asilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik. Siswa kelas IV SDN Kutowinangun 12 Tahun ajaran 2013/2014 Semester II, memiliki keaktifan dan hasil belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon dan keseriusan siswa dalam mengikuti mata pelajaran karena dalam proses pembelajaran siswa jarang diikutsertakan guru untuk aktif dalam pembelajaran, siswa hanya menjadi pendengar yang baik dan hanya mendengar penjelasan serta menunggu pertanyaan yang diberikan oleh guru dan dalam pembelajaran siswa hanya tahu dari buku saja tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari tanpa melibatkan untuk mencari tahu sendiri apa yang belum mereka ketahui sebenarnya dalam pembelajaran IPA.
Siklus 1 Siklus II
Gambar Siklus menurut Tripp (dalam Subyantoro, 2009) Perencanaan Refleksi Tindakan Observasi Perencanaan refleksi Tindakan Observasi
2.4 Hipotesa Tindakan
Hipotesa dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran discovery learning yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas IV di SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014 semester II.