• Tidak ada hasil yang ditemukan

COHESIVENESS without GROUPTHINK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COHESIVENESS without GROUPTHINK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

COHESIVENESS without

GROUPTHINK

Presented by :

(2)

Studi ini berusaha menguji peran kepaduan (Kohesi) yang berorientasi pada tugas dan hubungannya dengan kohesi emosional sosial dalam kerangka groupthink

Diprediksikan bahwa gejala-gejala groupthink setidaknya muncul ketika kohesi yang berorientasi tugas melampaui kohesi yang berorientasi emosional sosial

diprediksikan juga adanya gejala-gejala groupthink yang mungkin muncul ketika kohesi sosial pada suatu

emosional sosial yang tinggi.

gejala-gejala groupthink yang berfungsi sebagai vaiabel-variabel dependen.

Para anggota kelompok diminta menyebutkan sejauh mana mereka mengalami gejala-gejala groupthink setelah merampungkan tugas membuat keputusan. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi dari kohesi yang berorientasi pada tugas yang tinggi dan sosial-emosional yang rendah akan menyebabkan persepsi gejala-gejala groupthink yang rendah.

(3)

Janis (1982b) mengklaim bahwa KOHESI adalah sesuatu yang penting bagi pemikiran kelompok, juga merupakan sebuah kecenderungan mencari kesamaan yang mendorong pada pembuatan keputusan yang buruk dalam kelompok.

Semakin besar "esprit de corps" diantara para anggota sebuah kelompok dalam membuat keputusan, semakin besar bahaya, karena pemikiran kritis independen akan digantikan oleh

pemikiran kelompok, yang kemungkinan menyebabkan

tindakan irrasional dan dehumanisasi yang diarahkan pada luar kelompok.

Tingkat kohesi kelompok yang tinggi akan menyebabkan kesalahan-kesalahan struktural dalam organisasi (misalnya isolasi kelompok, tidak adanya norma dan kepemimpinan imparsial dan homogenitas para anggota kelompok) dan

konteks situasional yang provokatif (misalnya stres tinggi dan harga diri rendah)

(4)

Janis (1982b) berkomentar bahwa:

Ketika kohesi kelompok yang didasarkan terutama

pada peluang untuk berfungsi secara kompeten pada

tugas-tugas kerja dengan anggota kelompok yang

efektif dan penilaian cermat terhadap

alternatif-alternatif kebijakan, kemungkinan akan menjadi

sebuah norma kelompok yang dipatuhi secara sadar

oleh para anggotanya

(5)

Carron et al (1985) menyebut aspek sosial dari

kohesi sebagai "orientasi umum ke arah

pengembangan dan pemeliharaan hubungan

-hubungan sosial di dalam kelompok" sementara

aspek tugas adalah "orientasi umum ke arah

pencapaian tujuan dari suatu kelompok" (hal

248).

Pentingnya aktivitas kelompok sosial-emosional

dan dikenalkan oleh Parsons dan Bales (1953)

Seperti diamati oleh Mudrack (1989), dengan

berfokus pada definisi kohesi yang terlalu

simplistik, seperti daya tarik terhadap kelompok,

disini tidak mengakui sifat multidimensionalitas

gagasan secara tepat

(6)

Model groupthink Janis (1982b) nampak

dibatasi pada konteks dimana adanya

suatu kohesi sosial-emosional yang

dominan. Disini tidak membahas

kemungkinan efek positif dan negatif dari

tipe-tipe kohesi yang berbeda.

McCauley (1989) mencatat bahwa:

Tidak mungkin internalisasi menjadi lebih

besar ketika kohesi hanya didasarkan

pada daya tarik para anggota kelompok

atau prestis keanggotaan terhadap suatu

reward yang hanya berorientasi pada

(7)

• Tipe-tipe bias pembuatan keputusan dan tingkat

kesalahan yang terjadi dalam situasi groupthink

bisa dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori

Dinamika Kelompok yang lebih umum. Model

Dinamika Kelompok Lewin (1935), yang

membuat perbedaan antara kohesi kelompok

dan performa kelompok yang meliputi kohesi

tugas dan sosial. Sehingga tipe kohesi,akan

menentukan arah kelompok dan proses-proses

pembuatan keputusan.

• Tinjauan tentang riset kohesi (Tziner 1982a,

1982b) berkali-kali menunjukkan bahwa kohesi

sosial-emosional dan yang berorientasi tugas

akan mempengaruhi komunikasi interpersonal,

pengaruh sosial dan performa kelompok.

(8)

• McCauley (1989) mengamati bahwa manipulaisi

kohesi di masa lalu dalam studi-studi

eksperimental groupthink seringkali

menyebabkan efek yang lemah dan tidak pasti.

Problem ini dibuktikan dalam uji Callaway dan

Esser (1984) tentang efek -efek prosedur

problem solving dan kohesi pada pembuatan

keputusan kelompok. asumsinya, mereka adalah

kelompok terpilih dan kompatibel yang

diharapkan berperforma bagus.

• McCauley (1989) mencatat bahwa studi ini

menghasilkan sebuah efek untuk kohesi

kelompok. bahkan studi ini tidak secara tepat

mengakui sifat multidimensional kohesi.

(9)

• Uji parsial Leana (1985) dan model groupthink Janis (1982b) menguji efek-efek kohesi tinggi dan perilaku pemimpin.

Kelompok-kelompok kohesif membawa Informasi yang lebih banyak selama diskusi dan tidak menunjukkan reduksi dalam jumlah solusi yang diusulkan atau didiskusikan. Meski hasil-hasil ini bertentangan dengan model groupthink, manipulasi kohesi Leana mungkin memperburuk kohesi sosial-emosional dengan orientasi tugas.

• Menurut Janis 1982b, hal 245. Tipe nilai yang berasal dari keanggotaan kelompok bisa memiliki banyak bentuk, dan ini menjadi fokus studi. Agar sesuai dengan deskripsi Janis,

kohesi sosial-emosional ada ketika "esprit de crops" menjadi nilai penentu kelompok Sebaliknya, kohesi berorientasi tugas muncul ketika para anggota individu mendapatkan nilai dari keanggotaan kelompok "terutama berdasarkan pada peluang untuk berfungsi secara kompeten pada tugas-tugas kerja

dengan rekan-rekan kerja yang efektif" (Janis 1982 b, hal 247).

(10)

• Janis (1982) mengatakan :

• Studi ini mengusulkan untuk menguji efek-efek

orientasi kohesi pada fenomena groupthink.

• Hipotesis yang diusulkan:

Hipotesis 1: gejala-gejala groupthink akan kurang

nampak ketika kohesi berorientasi tugas lebih

tinggi dari kohesi sosial-emosional.

Hipotesis 2: gejala-gejala groupthink akan lebih

nampak ketika kohesi sosial-emosional tinggi.

(11)

• Meski memiliki dorongan tinggi untuk menyelesaikan

tugas, orientasi sosial emosional awalnya akan

mengganggu aktivitas-aktivitas tugas yang bisa

menghasilkan konflik di antara para anggota.

Kelompok-kelompok kohesif sosial-emosional akan

melakukan tindakan-tindakan yang memperkuat

hubungan-hubungan antar anggota meski

tindakan-tindakan mereka bisa mencegah kinerja kelompok

• Hipotesis diuji dengan membangun

kelompok-kelompok kohesif jangka pendek di dalam sebuah

seting laboratorium. Janis (1982b) menjelaskan bahwa

kelompok kohesi sosial dalam jangka panjang yang

diminta membuat serangkaian keputusan dan

kelompok kohesi sosial jangka pendek akan mengalami

tingkat kegagalan yang sama dalam membuat

(12)

• Leana (1985) mencatat bahwa kelompok-kelompok tanpa pengalaman sebelumnya bisa lebih rentan terhadap

groupthink daripada kelompok-kelompok jangka panjang. Ketika atmosfer sosial-emosional dibentuk sebagai

karakteristik penentu kelompok, jangka pendek atau panjang, kelompok diharapkan memfokuskan perhatian mereka pada kinerja yang efisien dari tugas. Karena

norma-norma sosial yang berkaitan dengan kesopanan, kelompok yang baru dibentuk ini cenderung menghindari konflik di antara para anggotanya daripada sebuah

kelompok di mana para anggotanya telah berinteraksi dalam waktu lama.

• Dengan keterbatasan riset kelompok jangka pendek di dalam laboratorium, kelompok-kelompok yang

dikembangkan dalam studi ini dimaksudkan untuk mensimulasi atau memperkirakan pola-pola Interaksi jangka panjang dari kelompok-kelompok yang sudah mapan.

(13)

SUBJECT

• Subyek-subyek dalam eksperimen ini adalah 138 wanita undergraduate dari University of North Caroline,

semuanya berpartisipasi untuk memenuhi ketentuan kursus psikologis pendahuluan.

PROSEDUR

• Subyek ditempatkan dalam 46 kelompok yang terdiri atas 3 orang, 2 kelompok pada satu waktu. Semua sesi

dilakukan oleh mahasiswa graduate pria usia 23 tahun. Banyak prosedur berikut didasarkan pada teknik-teknik yang digunakan oleh Hammond (1965) dan Back (1951).

(14)

• Ketika para subyek datang, diberitahu bawah

mereka akan menyelesaikan dua uji, mempelajari

sebuah tugas, dan kemudian mendiskusikan

tugas dalam kelompok-kelompok kecil. Tanpa

perkenalan lebih lanjut, para subyek didudukkan

di tempat-tempat terpisah dan menggunakan skil

sosial bagus dan uji skill problem solving

,

• Setelah menyelesaikan test, para subyek

ditunjukkan bagaimana menggunakan dek kartu

informasi. Instruksi-instruksi tertulis dan

(15)

• Pengujian Subyek melalui dua tahap:

1.Tahap Training

Tahap training mengajari subyek untuk

bergantung pada petunjuk-petunjuk tertentu

yang ditanamkan dalam tugas pembuatan

keputusan

2.Tahap Konflik

Dalam tahap ini para Subyek bertemu untuk

membuat keputusan bersama berkaitan dengan

problem.

(16)

Hasil Pengujian ini adalah :

• Kohesi sosial-emosional terdapat pernyataan :

Saya merasa orang-orang dalam kelompok saya punya skil sosial yang tinggi dan kelompok saya berfokus menjaga atmosfer sosial positif

• Demikian pula, Kohesi berorientasi tugas

terdapat pernyataan:

Saya merasa bahwa orang-orang dalam kelompok saya memiliki skil problem solving yang tinggi dan Saya merasa kelompok saya berfokus menyelesaikan tugas

(17)

• Kelompok-kelompok dengan kohesi sosial-emosional

tinggi mengembangkan sebuah norma untuk

interaksi kelompok yang santai dan nyaman (yaitu

interaksi sosial).

• Demikian pula, kelompok dengan kohesi orientasi

tugas tinggi akan kurang menilai kelompok mereka

terhadap sikap sosial tersebut. Orietansi pada tugas

dinyatakan lebih berkatian dengan kinerja.

• Sehingga tujuan dan sasaran kelompok-kelompok

kohesif sosial-emosional secara subyektif berbeda

dari kelompok-kelompok kohesif yang berorientasi

tugas.

(18)

• Ketika berusaha meningkatkan kinerja

kelompok, para manajer dalam organisasi

menghadapi tugas yang sulit dalam

menyeimbangkan rasa kohesi

sosial-emosional dengan produktivitas kelompok.

• Jika para anggota kelompok ditekan untuk

berkinerja dengan mengorbankan kohesi

emosional sosial, maka para pekerja bisa

dengan cepat tidak puas dengan partisipasi

kelompok.

(19)

Janis menampilkan teknik untuk melawan

kecenderungan groupthink :

• Yaitu dengan mengizinkan para anggota kelompok untuk mengambil keputusan

• Kebijakan dari kelompok-kelompok independen untuk melakukan evaluasi dan diskusi.

• Para ahli dari luar harus diundang secara teratur untuk menghadiri pertemuan kelompok dan

memberikan evaluasi imparsial tentang tindakan-tindakan kelompok.

• Kelompok harus yakin membentuk sub kelompok untuk memungkinkan diskusi yang lebih detail dan mendukung atmosfer yang lebih ramah bagi

(20)

• Langkah preventif tersebut bisa mencegah terjadinya

groupthink dan juga mendukung kohesi berorientasi tugas di dalam kelompok. Selain itu, kohesi yang berorientasi pada tugas bisa didukung dengan membuat kelompok individu dengan skil-skil dan latar belakang yang berbeda untuk

mendukung diskusi tentang alternatif-alternatif yang berbeda • Studi ini memberi dasar kerja untuk menentukan bagaimana

groupthink bisa dipromosikan dan dilawan dalam kelompok-kelompok yang baru berkembang. Disini dapat diketahui

kelompok mana yang beresiko tinggi. Sehingga kelompok-kelompok tersebut bisa dipantau untuk mencegah kesalahan dalam pembuatan keputusan.

Referensi

Dokumen terkait