• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN UMUM

PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

(PDPKAH)

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

(2)

KATA PENGANTAR

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Kinerja pembangunan pertanian menunjukkan peningkatan dan terbukti mampu berperan sebagai sektor andalan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Di sisi lain sejak sepuluh tahun terakhir kontribusi subsektor hortikultura terhadap pembangunan pertanian juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keberhasilan pembangunan subsektor hortikultura akan terus ditingkatkan melalui Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura yang merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian.

Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura

membutuhkan dukungan inovasi teknologi, kelembagaan dan kebijakan. Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi berperan penting terhadap keberhasilan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Dalam kaitan ini diperlukan koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

Panduan Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pemangku kepentingan dalam melaksanakan program tersebut. Keterkaitan antar fungsi yang menjadi mandat tiap institusi sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan dukungan inovasi dalam penerapan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura.

Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada nara sumber yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Panduan Umum ini. Saran dan kritik bagi penyempurnaan Panduan Umum ini sangat kami hargai.

Jakarta, Januari 2012 Kepala Badan,

(3)

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Panduan Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) merupakan penjelasan umum yang disusun sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura di lingkup Badan Litbang Pertanian dan instansi pendukung terkait lainnya. Materi Panduan Umum meliputi Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura, Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura dan Implementasi Program Dukungan. Panduan Umum ini berfungsi sebagai garis besar pedoman yang akan dijabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai kebutuhan.

Puslitbang Hortikultura berperan dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara proaktif dengan Ditjen Hortikultura dan unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian yang terkait untuk memberikan dukungan inovasi terhadap pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Koordinasi sangat diperlukan untuk mengharmonisasikan keterlibatan institusi di lapangan. Dengan demikian diperoleh sinergi kinerja yang positif untuk mempercepat tercapainya target yang ditetapkan.

Semoga Panduan Umum ini dapat bermanfaat dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Jakarta, Januari 2012 Kepala Pusat,

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... vi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 1.3. Keluaran ... 2 1.4. Manfaat ... 2 1.5. Indikator Kinerja ... 3 1.6. Ruang Lingkup ... 3 1.7. Dasar Hukum ... 4

1.8. Pengertian dan Definisi ... 6

II. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 9

2.1. Pengertian Dasar ... 9

2.2. Perkembangan Kawasan Hortikultura ... 11

III. PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 14

3.1. Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura ... 14

3.2. Pengembangan Teknologi Inovatif Melalui Kemitraan ... 18

3.3. Pemilahan Inovasi dalam Kemitraan ... 20

3.4. Rencana Implementasi Dukungan Inovasi ... 22

3.5. Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi Hortikultura ... 25 3.6. Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah 25

(5)

IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN

KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 28

4.1. Persiapan ... 28

4.2. Pelaksanaan ... 29

4.3. Monitoring ... 30

4.4. Pelaporan ... 31

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Diseminasi Teknologi di Dalam Kawasan Hortikultura... 16

Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan

Kawasan Hortikultura ... 19

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor hortikultura menempati posisi strategis di dalam pembangunan sektor pertanian. Kontribusi subsektor hortikultura terhadap pembangunan sektor pertanian dari tahun ke tahun cenderung meningkat yang ditandai dengan peningkatan beberapa indikator makro, seperti Produk Domestik Bruto (PDB), volume ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tukar petani (NTP). Tahun 2008 subsektor hortikultura menyumbang sekitar 18,55% dari total PDB sektor pertanian. Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalam subsektor hortikultura sekitar 8,4 juta rumah tangga. Jumlah ini meningkat sebesar 76,69% dibandingkan dengan hasil Survei Pertanian tahun 1993, yaitu sebesar 4,7 juta rumah tangga. Di bidang produksi hortikultura, penyerapan tenaga kerja meningkat sekitar 5 – 35 % per tahun. Nilai tukar petani (NTP) hortikultura meningkat dari 103,36 pada tahun 2009 menjadi 106,97 pada tahun 2010. Kontribusi ekspor buah-buahan Indonesia ke pasar internasional meningkat menjadi 0,8% (BPS 2010).

Pengembangan subsektor hortikultura memerlukan dukungan penerapan inovasi untuk meningkatkan daya saing global. Badan Litbang Pertanian melalui UPT-UPT di bawah koordinasi Puslitbang Hortikultura (buah, sayuran, dan tanaman hias), dan Puslitbang Perkebunan (biofarmaka) telah menghasilkan berbagai inovasi unggul yang bermanfaat dalam pengembangan subsektor hortikultura di dalam negeri. Inovasi tersebut perlu dikembangkan secara luas agar memberi dampak nyata terhadap kinerja subsektor hortikultura. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Litbang Pertanian menetapkan program akselerasi alih teknologi hortikultura yang dilaksanakan untuk mendukung program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) yang menjadi program unggulan Ditjen Hortikultura.

(9)

PKAH merupakan salah satu implementasi program pengembangan komoditas unggulan Kementerian Pertanian. Badan Litbang Pertanian mendukung pelaksanaan program tersebut melalui pengembangan inovasi sesuai kebutuhan. Pemberian dukungan inovasi ke dalam program tersebut perlu dirumuskan dalam suatu panduan umum yang menjadi acuan bagi seluruh Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terlibat. Pengembangan inovasi ke dalam PKAH menggunakan model integrasi inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura yang diharapkan berdampak luas terhadap peningkatan daya saing, nilai tambah dan kesejahteraan petani. Model integrasi inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura memerlukan keterlibatan instansi terkait, sehingga dibutuhkan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi di dalam implementasinya.

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan Panduan Umum Program Dukungan

Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) ialah

memberikan acuan umum pelaksanaan dukungan inovasi hortikultura ke dalam Program PKAH.

1.3 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari panduan umum ini ialah tersedianya acuan pelaksanaan dukungan teknologi inovatif dalam Program PKAH.

1.4 Manfaat

Manfaat Panduan Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) ialah :

a) Terbangunnya keselarasan persepsi para pihak terkait terhadap dukungan inovasi dalam program PKAH;

b) Terbangunnya komitmen untuk bersinergi dan berinteraksi dalam melaksanakan dukungan inovasi dalam program PKAH;

(10)

c) Terlaksananya kegiatan dukungan inovasi dalam program PKAH dalam bentuk model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura.

1.5 Indikator Kinerja

Indikator kinerja PDPKAH ialah :

a) Dipahaminya prinsip dasar dan mekanisme kerja program dukungan inovasi dalam PKAH oleh Unit Kerja dan UPT lingkup Badan Litbang Pertanian.

b) Tersusunnya rancang bangun pilot model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing.

c) Terlaksananya rancang bangun pilot model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing.

d) Diadopsinya inovasi sebagai komponen utama peningkatan daya saing dalam PKAH.

e) Terbangunnya komitmen kerja antar lembaga secara sinergis dan harmonis dalam pelaksanaan program dukungan inovasi.

1.6 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kerja PDPKAH ialah :

a) Menyediakan dan mendiseminasikan inovasi, mendorong inisiasi

dan pengembangan kelembagaan, serta memberikan

rekomendasi kebijakan untuk mendukung berkembangnya kawasan agribisnis industrial hortikultura berbasis inovasi;

b) Membangun pilot model pengembangan inovasi sebagai embrio terwujudnya sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing;

c) Mengkoordinasikan keterlibatan instansi terkait di sektor hulu dan hilir untuk memperkuat kerja sama pengembangan inovasi di dalam kawasan agribisnis hortikultura.

(11)

1.7 Dasar Hukum

Dasar hukum Padum PDPKAH ialah :

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Teknologi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4378);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraNomor 4437);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4724);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4866);

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5068);

9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586);

(12)

11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jis Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 141);

12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142)

13. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418);

14. Keputusan Presiden Nomor 157/M Tahun 2010 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/OT.140 /10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan;

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140 /9/2009 tentang Kriteria Kawasan Peruntukan Pertanian;

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140 /10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayuran yang Baik;

18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140 /10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/Permentan/OT.140 /2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan;

20. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal

(13)

Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

1.8 Pengertian dan Definisi

Istilah/pengertian dan definisi yang digunakan dalam PDPKAH ialah : 1) Aglomerasi adalah pengelompokan jenis usaha tertentu

sehingga membentuk suatu kawasan khusus.

2) Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman

atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

3) Champion Hortikultura adalah para pelopor usaha dalam

bidang hortikultura yang memiliki keterkaitan fungsi dengan segmen rantai pasok.

4) Konektivitas adalah hubungan antar wilayah yang saling

melengkapi membentuk satu kesatuan kawasan.

5) Good Agricultural Practices (GAP) adalah norma budidaya tanaman hortikultura sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar dan tepat.

6) Intensifikasi kebun adalah upaya untuk meningkatkan

produktivitas tanaman melalui penerapan input dan teknologi produksi secara intensif.

7) Interdependensi adalah ketergantungan antar segmen usaha di

dalam dan antar wilayah sehingga membentuk suatu kesatuan unit usaha bersama yang saling menguntungkan.

8) Kebun/lahan usaha adalah tempat membudidayakan tanaman

hortikultura dengan sistem pengelolaan tertentu.

9) Kemitraan adalah kerja sama antar pihak terkait yang saling

mendukung dan saling melengkapi melalui kesepakatan tertentu. 10) Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah suatu ruang geografis yang didelineasi oleh ekosistem dan disatukan oleh fasilitas

(14)

infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikutura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya.

11) Komunal adalah hal-hal yang terkait dengan peran, fungsi dan keberadaan komunitas.

12) Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indeks kemampuan daya beli petani dalam membiayai kebutuhan hidup rumah tangga yang merupakan rasio antara harga tertimbang setiap komoditas yang diterima petani dengan harga tertimbang konsumsi makanan, konsumsi non-makanan, biaya produksi dan penambahan barang modal yang dibayar petani.

13) Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan.

14) Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi, atau badan usaha yang bergerak di bidang budidaya hortikultura.

15) Peremajaan Kebun adalah penggantian tanaman yang tidak produktif dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap.

16) Perlindungan tanaman adalah upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

17) Pewilayahan komoditas adalah penentuan wilayah yang

diperuntukkan bagi pengembangan suatu komoditas

berdasarkan kesesuaian tanah dan agroklimat, sosio ekonomi dan pemasaran serta persediaan prasarana, sarana dan teknologinya.

18) Standard Operating Procedure (SOP) adalah uraian langkah-langkah operasional standar dari kegiatan tertentu.

(15)

19) Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan penerapan GAP.

20) Spillover technology adalah pemanfaatan teknologi di luar suatu kawasan target/lokasi utama.

21) Supply Chain Management (SCM) adalah pengelolaan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user.

22) Tanaman buah adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman buah pohon, tanaman buah merambat dan semusim, tanaman buah terna, dan tanaman buah perdu.

23) Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk terna, merambat, semak, perdu, ataupun pohon, yang sengaja ditanam orang sebagai komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau sebagai komponen karangan bunga.

24) Tanaman sayuran adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman sayuran buah, tanaman sayuran daun, tanaman sayuran umbi, dan jamur.

25) Unit Kerja (UK) adalah satuan organisasi di lingkungan Badan Litbang Pertanian yang meliputi Pusat, Puslit, dan Puslitbang. 26) Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah satuan organisasi penelitian

dan pengembangan pertanian yang melaksanakan tugas teknis dan atau tugas teknis operasional penunjang, meliputi balai besar, balai dan loka penelitian dan/atau pengembangan dan/atau pengkajian.

(16)

II. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA 2.1 Pengertian Dasar

Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura bahwa Kawasan hortikultura adalah hamparan sebaran usaha hortikultura yang disatukan oleh faktor pengikat tertentu, baik faktor alamiah, sosial budaya, maupun faktor infrastruktur fisik buatan. Definisi tersebut dijabarkan lebih lanjut oleh Ditjen Hortikultura sebagai berikut : kawasan agribisnis hortikultura ialah suatu ruang geografis yang mempunyai keserupaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya.

Konsep “kawasan” merupakan pendekatan yang paling sesuai dalam pembangunan ekonomi daerah. Saat ini pembangunan kawasan semakin luas diterapkan di berbagai negara yang sedang

berkembang mengingat pembangunan kawasan mampu

meningkatkan kinerja ekonomi daerah dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya secara

berkelanjutan. Kebijakan pengembangan ekonomi kawasan

menggunakan konsep ekonomi pertumbuhan yang mengimplemen-tasikan hubungan komunal, kegiatan ekonomi dan lingkungan secara harmonis.

Alasan yang mendasari pembentukan kawasan ialah: (a) penghimpunan pasar tenaga kerja yang terampil dan terspesialisasi secara sektoral dan geografis, (b) pemusatan dukungan input dan jasa-jasa, dan (c) difusi teknologi yang efektif. Sementara itu kawasan memiliki ciri : (a) komunalitas, keserupaan, kebersamaan, dan

kesatuan, ialah bahwa berbagai bisnis beroperasi dalam bidang yang

“serupa” dan terkait satu dengan lainnya untuk pengembangan pemasaran bersama, (b) konsentrasi, ialah bahwa terdapat

(17)

pengelompokan berbagai bisnis yang saling berinteraksi, dan (c)

konektivitas, ialah bahwa terdapat organisasi yang saling terkait

(interconnected/linked/interdependent organizations) dengan

beragam jenis hubungan yang berbeda. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura memerlukan pendekatan kerangka kerja yang bersifat holistik. Salah satu pendekatan holistik yang relevan untuk digunakan sebagai kerangka kerja pengembangan kawasan yaitu pendekatan rantai nilai (value chain) seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya.

Justifikasi utama penggunaan kerangka kerja rantai nilai di dalam kawasan ialah probabilitas pencapaian sasaran yang efektif dan efisien di dalam skema kerja sama yang melibatkan berbagai kelompok usaha yang berbeda. Urgensi penerapan rantai nilai kawasan ialah : (a) semakin jelasnya pembagian dan spesialisasi baik tenaga kerja (division of labor) maupun komponen-komponen produksi, serta semakin berkembangnya kebersaingan sistemik (sistemic competitiveness) (b) meningkatnya efisiensi produksi, dan (c) peningkatan kemampuan penetrasi ke dalam pasar global yang memungkinkan dicapainya pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan.

Rantai nilai kawasan memiliki potensi untuk memperluas pasar dengan memberikan insentif bagi investor swasta untuk melakukan investasi jangka panjang di bidang agro-prosesing dan agribisnis. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk memecahkan secara simultan kendala-kendala kelembagaan dan lainnya yang menghambat perkembangan investasi serta perdagangan di dalam dan antar kawasan. Keunggulan kompetitif serta potensi perdagangan antar kawasan dapat diwujudkan melalui penanganan optimal skala ekonomis (pada semua mata rantai komoditas), koordinasi vertikal (antar fase-fase rantai komoditas yang berbeda), dan diversifikasi komplementer maupun spesialisasi (antar kawasan dan antar sub-kawasan).

(18)

2.2 Perkembangan Kawasan Hortikultura

Mulai tahun 2007, Ditjen Hortikultura memperkenalkan dan melaksanakan pembangunan hortikultura melalui pendekatan Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAH), yang dirancang berdasarkan kesesuaian potensi daerah dan bersifat multi komoditas, memperhatikan kesesuaian dan kelayakan agro-ekosistem, keterkaitan antar wilayah pengembangan, kesamaan infrastruktur ekonomi, serta berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan KAH merupakan suatu terobosan dan perubahan paradigma dalam pembangunan hortikultura dengan memperhatikan kepentingan pelaku usaha dan petani, serta dukungan dari berbagai institusi, sehingga hasilnya lebih optimal, menguntungkan dan berkelanjutan. Sebenarnya konsep pengembangan kawasan telah diinisiasi para pemangku kebijakan periode sebelumnya, tetapi pada saat itu konsep kawasan dipahami sebagai upaya membangun jaringan kerja sama antar pelaku dalam gabungan wilayah yang memiliki kondisi agroklimat yang sama, misalnya program kerjasama wilayah KAHS dan JABALSUKANUSA.

Penanganan komoditas hortikultura di dalam kawasan umumnya belum optimal. Padahal potensi bisnis di dalam kawasan tersebut cukup besar. Indikasi itu dapat dilihat dari jumlah komoditas yang telah mencapai 323 varietas, terdiri dari 80 varietas sayuran, 60 varietas buah, 117 tanaman hias, dan 66 varietas tanaman biofarmaka. Volume ekspor komoditas hortikultura banyak berasal dari tanaman buah, seperti nenas, manggis, dan pisang, serta sayuran, seperti cabai, kacang panjang, buncis, kangkung sangat potensial untuk keperluan ekspor. Peningkatan ekspor juga terjadi pada berbagai spesies tanaman hias.

Pencanangan program pengembangan kawasan agribisnis berdampak terhadap pembangunan komoditas hortikultura di tanah air. Pada tahun 2008, anggaran APBN dialokasikan untuk pembangunan komoditas unggulan daerah mencakup 29 komoditas yang tersebar di 90 kabupaten dalam bentuk PMUK, terdiri atas duku

(19)

(3 kabupaten), semangka (2 kabupaten), nenas (1 kabupaten), salak (3 kabupaten), melon (4 kabupaten), sirsak (2 kabupaten), apel (1 kabupaten), anggur (3 kabupaten), rambutan (5 kabupaten), markisa (3 kabupaten), jambu (1 kabupaten), bawang putih (2 kabupaten), kubis (2 kabupaten), jamur (2 kabupaten), paprika (3 kabupaten), tomat (1 kabupaten), sayuran organik (7 kabupaten), sayuran dataran rendah (5 kabupaten), tanaman hias meliputi: krisan, cordyline, dracaena, melati, sansiviera, polycias, raphis, sedap malam (36 kabupaten), lidah buaya (1 kabupaten), dan biofarmaka (3 kabupaten). Saat ini telah teridentifikasi 66 KAH potensial di berbagai daerah, dan dari jumlah tersebut sebanyak 36 kawasan akan dijadikan sebagai prioritas dalam perencanaan pembangunan hortikultura pada jangka menengah dan jangka panjang.

Sosialisasi dan penerapan GAP telah dilakukan berkaitan dengan pengembangan kawasan hortikultura. Kegiatan tersebut terdiri atas penerapan GAP sayuran sebanyak 15 kali dilaksanakan di 15 propinsi yang mencakup 210 kelompok, GAP/SOP tanaman hias dilaksanakan di 74 lokasi di 21 provinsi serta GAP/SOP tanaman buah dilaksanakan 10 kali di 9 kabupaten. Dukungan pengembangan kawasan hortikultura juga diberikan dalam bentuk penataan area produksi. Registrasi kebun buah dilaksanakan di 699 kebun untuk 22 komoditas yang tersebar di 25 kabupaten/kota. Program tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pertanian No 61/Permentan/OT.160 /11/2006 tanggal 26 Nopember 2006 tentang GAP Buah.

Seiring dengan pengembangan kawasan, intensitas kegiatan usaha hortikultura meningkat dari waktu ke waktu yang diinisiasi melalui pola kemitraan. Kemitraan usaha telah terbentuk di daerah, yang terdiri atas 42 kemitraan tanaman sayuran dengan 131 kelompok tani, kemitraan tanaman hias terdiri atas 24 kelompok tani dengan 5 perusahaan serta kemitraan tanaman buah sebanyak 172 kelompok tani dengan 24 perusahaan.

Salah satu kegiatan usaha di dalam kawasan ialah penataan rantai pasokan yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini.

(20)

Pembinaan champion (pelopor usaha hortikultura) dibutuhkan untuk menggerakkan kelembagaan tani dan meningkatkan posisi tawar petani. Pada tahun 2008 para champion yang telah terinventarisir terdiri atas pelaku usaha tanaman sayuran dan biofarmaka sebanyak 214 orang dan tanaman buah sebanyak 36 orang serta tanaman hias sebanyak 13 orang.

Jenis komoditas yang dikembangkan di dalam kawasan hortikultura meliputi :

 Tanaman buah : mangga, manggis, jeruk, dan pisang;

 Tanaman sayuran : cabe, kentang, paprika, jamur, dan bawang

merah;

(21)

III. PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

Penerapan teknologi inovatif secara massal dan berkelanjutan dalam pembangunan kawasan hortikultura diperlukan untuk menjamin peningkatan produksi, kualitas hasil, kontinuitas pasokan, nilai tambah, dan daya saing komoditas hortikultura. Strategi diseminasi yang efisien dan efektif merupakan komponen penting untuk menjamin akselerasi adopsi teknologi inovatif di dalam kawasan.

3.1. Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura

Inovasi teknologi yang dihasilkan litbang hortikultura harus memiliki nilai tambah komersial dan ilmiah sesuai kebutuhan para pelaku agribisnis di dalam negeri. Di samping itu, pembentukan daya inovasi dan akselerasi adopsi teknologi diperlukan untuk menghasilkan produk-produk berdaya saing tinggi. Keduanya harus didukung oleh harmonisasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dari awal pengadaan teknologi sampai dengan adopsi teknologi. Hasil penelitian perlu dikaji secara objektif sebelum dikembangkan secara luas kepada pengguna teknologi di daerah.

Pengkajian teknologi dimaksudkan untuk memperoleh inovasi dengan menerapkan komponen teknologi pada kondisi agroekosistem spesifik. Modifikasi teknologi sesuai dengan kondisi sosial ekonomi setempat perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan daya guna teknologi yang akan dikembangkan. Teknologi yang lolos dari proses pengkajian selanjutnya dikembangkan dengan melibatkan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Dinas Pertanian di daerah. Oleh karena proses pengembangan teknologi tersebut melibatkan sejumlah instansi yang terkait, maka diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi untuk mendukung optimasi kinerja secara keseluruhan. Alur diseminasi teknologi hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 1.

(22)

Dukungan penyediaan teknologi bagi pengembangan hortikultura sangat penting dalam rangka peningkatan daya saing produk hortikultura. Di dalam memberikan dukungan teknologi perlu memperhatikan beberapa aspek, di antaranya jenis teknologi yang akan dikembangkan, kondisi biofisik, sosial budaya, komunitas pengguna, sinergisme instansi yang terlibat, dan metode penyampaian (delivery system) teknologi. Informasi semua aspek tersebut perlu diketahui dan dirumuskan secara mendalam guna penyusunan strategi dan rencana diseminasi teknologi di lapangan. Dengan perencanaan yang sistematis, maka proses diseminasi dapat dilakukan secara efektif dan adopsi teknologi dapat berjalan dengan cepat. Informasi kondisi biofisik diperlukan untuk mengetahui kespesifikan lahan dan agroklimat di lokasi yang menjadi target pengembangan teknologi. Demikian pula informasi tentang sosial budaya sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi penyampaian teknologi yang tepat sesuai kebiasaan dan norma yang berlaku di dalam komunitas target. Sementara informasi tentang aspek sinergisme kelembagaan diperlukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses penyampaian teknologi sesuai tupoksi masing-masing instansi melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia.

(23)

Gambar 1. Alur Diseminasi Teknologi di dalam Kawasan Hortikultura

Sejauh ini pengguna teknologi dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu Pemerintah Daerah (cq. Dinas Pertanian atau dinas teknis terkait lainnya), perusahaan swasta dan kelompok tani. Untuk mengefektifkan proses alih teknologi diperlukan pola kerja sama yang mengikat. Salah satu pola kerja sama yang dapat dikembangkan ialah melalui pembentukan kemitraan alih teknologi. Berdasarkan berbagai kajian di lapangan diketahui bahwa penerapan pola kemitraan terbukti dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam proses alih teknologi.

Gambar 1 menjelaskan, bahwa di dalam memberikan dukungan inovasi, Badan Litbang Pertanian melakukan koordinasi dengan Ditjen Hortikultura. Koordinasi difokuskan pada identifikasi

(24)

kebutuhan jenis teknologi, lokasi pengembangan, komoditas unggulan, pemberdayaan kelompok tani dan komitmen kontribusi Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hasil koordinasi tersebut, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penyediaan inovasi oleh tiap Unit Kerja (UK) lingkup Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Hortikultura sebagai Unit Kerja yang memiliki mandat penelitian dan pengembangan hortikultura berperan sebagai koordinator dalam menetapkan langkah-langkah operasional penyediaan dukungan inovasi dengan melibatkan UPT di bawahnya. Langkah operasional yang terkait dengan bidang tugas Unit Kerja lain dilakukan melalui koordinasi horisontal secara intensif sehingga diperoleh dukungan kongkrit yang diperlukan, termasuk jenis inovasi dan sistem pengembangannya.

UPT lingkup Puslitbang Hortikultura bersama BPTP menindaklanjuti program dukungan inovasi dengan menyusun rancang bangun model pengembangan inovasi. Model tersebut diharapkan menjadi embrio pengembangan kawasan agribisnis berbasis inovasi pada skala industri. Rancang bangun selanjutnya disosialisasikan kepada Dinas Pertanian dan lembaga terkait lainnya sebelum diimplementasikan di lapangan. Di dalam rancang bangun diuraikan tentang rumusan jenis inovasi, pola diseminasi, pengembangan inovasi skala industri, integrasi inovasi ke dalam

sistem agribisnis, inisiasi kelembagaan, dan pembinaan

implementasi model secara berkelanjutan. Implementasi model pengembangan inovasi dilakukan di dalam kawasan hortikultura bersama instansi terkait di Pusat dan Daerah. Partisipasi intansi lain dilakukan melalui kerjasama kemitraan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kesepakatan kerja sama.

(25)

3.2. Pengembangan Teknologi Inovatif Melalui Kemitraan

Pola pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada umumnya dilakukan melalui introduksi langsung kepada pengguna. Salah satu kelemahannya ialah tidak adanya kewajiban yang mengikat dari para pihak untuk menjaga kesinambungan adopsi teknologi. Oleh karena itu, pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada masa mendatang perlu dibangun melalui kemitraan. Penerapan pola kemitraan memiliki beberapa keuntungan, yaitu adanya deliniasi peran masing-masing pihak yang terlibat, pemanfaatan sumberdaya secara terpadu, dan keterikatan komitmen secara adil dan berimbang.

Kemitraan dapat dilakukan dengan komunitas target yang mencakup pemerintah daerah, perusahaan swasta dan gapoktan/poktan. Kemitraan tersebut dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Hortikultura sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di dalam program kemitraan tersebut, Puslitbang Hortikultura berperan sebagai koordinator dalam memobilisasi dan mengkoordinasikan unit kerja lainnya pada lingkup Badan Litbang Pertanian untuk penyediaan informasi dan teknologi yang terkait dengan pengembangan hortikultura, seperti kesesuaian lahan dan agroklimat, teknologi pasca panen, produk bioteknologi, mesin dan alat pertanian, informasi sosial ekonomi, demografi, serta komunikasi.

Ruang lingkup kerjasama di dalam pengembangan kawasan hortikultura sangat luas sejalan dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan di lapangan, mencakup pengembangan (1) infra struktur, (2) industri hulu (benih, pupuk, pestisida, media, dan pembiayaan), industri on farm (kegiatan budidaya, sertifikasi kebun), (3) industri off farm (sertifikasi mutu, grading, sortasi, pengemasan, dan transportasi), serta (4) bidang pendukung (karantina, perizinan, dan pelatihan). Setiap bidang kerjasama tersebut menyangkut tugas pokok instansi pemerintah di pusat dan daerah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, asosiasi pengusaha,

(26)

dan lembaga swadaya masyarakat dan pelaku usaha. Oleh karena itu koordinasi antar para pihak yang terlibat sangat diperlukan untuk mencapai target pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Koordinasi diikuti dengan penyusunan rencana aksi dan pelaksanaan kegiatan secara terintegrasi. Dengan demikian permasalahan yang terjadi di lapangan dapat diatasi secara cepat. Hubungan kelembagaan di dalam kawasan hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura

Penerapan pola kemitraan merupakan suatu keharusan untuk meraih tujuan tertentu melalui kerjasama dengan para pihak yang kompeten. Beberapa pertimbangan dalam membangun kemitraan pengembangan agribisnis hortikultura adalah adanya kepentingan bersama untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi

(27)

petani, dan komitmen berbagi sumberdaya, beban dan risiko, serta keuntungan (benefit) bagi pihak-pihak yang terkait.

3.3. Pemilihan Inovasi dalam Kemitraan

Penerapan pola kemitraan dalam program dukungan teknologi inovatif pengembangan kawasan agribisnis hortikultura perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Kriteria Inovasi

Inovasi dapat berupa ide atau gagasan, metode atau praktek dan produk atau jasa. Inovasi tersebut harus bersifat ‘baru’ tetapi tidak selalu berasal dari penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Dengan demikian, sifat baru pada inovasi perlu dilihat dari sudut pandang petani atau penggunanya. Pada tataran pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan lembaga penelitian dapat berwujud teknologi,

kelembagaan, dan kebijakan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang diintroduksikan ke dalam program pengembangan inovasi, harus yang tepat guna, yaitu sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan budaya di komunitas target. Dalam strategi pemilihan inovasi hortikultura, kriteria yang harus dipertimbangkan adalah:

1. Dirasakan sebagai kebutuhan pengguna; 2. Mudah diterapkan, sederhana dan tidak rumit; 3. Dapat dijangkau oleh kondisi ekonomi pengguna;

4. Memberikan keuntungan secara kongkrit bagi pengguna; 5. Mempunyai keselarasan dengan pola pengembangan yang

(28)

kepercayaan, gagasan yang dikenal sebelumnya dan keperluan yang dirasakan pengguna;

6. Dapat mengatasi faktor-faktor pembatas dengan mengacu pada kondisi sumberdaya lokal;

7. Mudah dievaluasi.

b. Teknologi Spesifik Lokasi

Program litbang hortikultura memiliki keterkaitan erat dengan program pengkajian teknologi di BPTP khususnya pada kelompok komoditas yang pengembangannya memerlukan kondisi ekologi dan teknologi spesifik. Di dalam pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi spesifik pada komoditas tertentu dilakukan melalui proses sinkronisasi, konsultasi dan asistensi dengan Balai Penelitian lingkup Puslitbang Hortikultura dan UK terkait lingkup Badan Litbang Pertanian.

Program litbang hortikultura berbasis wilayah mencakup : (1) karakterisasi dan analisis zona agroekologi, (2) penelitian adaptif dan komoditas spesifik lokasi, (3) rekayasa usaha agribisnis berbasis komoditas, (4) pengkajian sistem agribisnis berbasis komunitas, (5) sosial ekonomi budaya masyarakat pedesaan dan (6) diseminasi inovasi hortikultura.

c. Sistem Penyampaian Teknologi (Delivery System of Technology)

Kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan (peneliti dan penyuluh). Diseminasi inovasi dapat dilakukan melalui berbagai sarana komunikasi (multi-channel). Penyuluhan merupakan salah satu sarana diseminasi yang kelembagaannya sudah terstruktur. Oleh karena itu, pemilihan metode penyuluhan yang tepat dan efektif merupakan salah satu faktor penentu dalam adopsi teknologi. Berdasarkan kelompok target, penyuluhan diklasifikasikan atas : (a) metode penyuluhan

(29)

kelompok, (b) metode penyuluhan individu, dan (c) metode penyuluhan media masa.

3.4. Rencana Implementasi Dukungan Inovasi

Inovasi teknologi hortikultura diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu wilayah dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu (i) agroekosistem, (ii) agribisnis, (iii) wilayah, (iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti implementasi inovasi dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis diartikan bahwa implementasi inovasi teknologi hortikultura perlu memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah diartikan bahwa penggunaan lahan untuk kegiatan usaha hortikultura mengacu pada satu kawasan. Pemilihan inovasi yang akan diterapkan dalam satu kawasan perlu mempertimbangkan risiko ekonomi akibat fluktuasi harga.

Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan model

pengembangan inovasi tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan aturan yang berlaku di lokasi. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan.

Pengembangan kawasan berbasis inovasi dilakukan untuk mendorong terciptanya sistem agribisnis yang mengkonsolidasikan semua segmen usaha secara vertikal maupun horisontal berbasis kelembagaan ekonomi masyarakat. Di dalam memberikan dukungan inovasi perlu disusun rancang bangun yang mendesain pengintegrasian inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura

(30)

dalam bentuk “pilot model sebagai embrio berkembangnya usaha industrial yang memadukan seluruh segmen usaha hortikultura berbasis unggulan lokal dari hulu sampai ke hilir dalam ikatan kelembagaan yang efektif dan berkelanjutan”. Inisiasi pembentukan usaha industrial tersebut harus dikaitkan dengan program dan kegiatan serupa di berbagai instansi dan lembaga di tingkat pusat maupun daerah, sehingga pelaksanaannnya di lapangan berjalan terintegrasi.

Setiap usaha komoditas di dalam model agribisnis hortikultura tidak lagi berdiri sendiri melainkan tergabung dalam kelembagaan usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (dari hulu hingga hilir). Model tersebut memiliki karakteristik lengkap secara fungsional (hulu s/d hilir), satu kesatuan tindak, dan ikatan langsung secara institusional. Untuk mendukung integrasi segmen diperlukan dukungan kegiatan yang mencakup (a) perancangan dan fasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis, (b) pembangunan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar dan prototipe alat/mesin pertanian) secara luas dan desentralistik, (c) penyediaan sistem informasi, dan (d) fasilitasi dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis, (e) penerapan teknologi inovatif tepat guna, (f) pembangunan model percontohan sistem dan usaha agribisnis yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis, (g) percepatan proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi, dan (h) pengembangan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

Analisis potensi ekonomi, sosial dan budaya dilakukan terlebih dahulu sebelum menerapkan program dukungan inovasi yang kemudian diikuti dengan penyusunan rencana kegiatan pengem-bangan inovasi yang diinginkan. Rencana kegiatan tersebut dirumuskan berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA)

(31)

dan Rapid Rural Appraisal (RRA), yang berarti bahwa pengembangan inovasi direncanakan dari dan oleh masyarakat tani bersama pemangku kepentingan pembangunan hortikultura. Petani dan pemangku kepentingan diberikan motivasi untuk membangun kawasan hortikultura dengan memasukkan unsur inovasi sebagai elemen utama di dalamnya.

Kegiatan dukungan inovasi di dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terdiri atas beberapa tahapan, yaitu :

a) Perencanaan (penganggaran, penentuan lokasi, dan pelatihan

bagi pelaksana;

b) Pengorganisasian;

c) Sosialisasi (dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan

kabupaten);

d) Pelaksanaan:

- Pemetaan kesesuaian sumber daya lahan; - Pelaksanaan PRA/RRA;

- Analisis rantai nilai;

- Penyusunan rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura;

- Implementasi inovasi teknologi dengan prinsip partisipatif, pemberdayaan, dan sinergi antar pemangku kepentingan. e) Monitoring dan evaluasi;

f) Koordinasi dan pembinaan.

Lokasi dukungan inovasi dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a) Memiliki peluang keberhasilan, ditinjau dari segi sumber daya

alam dan SDM;

b) Respon positif pengguna;

(32)

d) Kesesuaian dengan kebijakan dan program pemerintah daerah; e) Potensi komoditas unggulan yang akan dikembangkan sesuai

dengan unggulan nasional atau daerah;

f) Aksesibilitas memadai;

g) Sinkronisasi lokasi kawasan agribisnis hortikultura yang telah ditetapkan.

3.5. Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi Hortikultura

Penetapan komoditas prioritas atau unggulan di dalam program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura mengacu pada kriteria pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekosistem. Secara nasional, komoditas unggulan hortikultura yang diprioritaskan adalah: pisang, mangga, manggis, jeruk, durian, kentang, cabai merah, bawang merah, anggrek, krisan dan rimpang. Namun, keleluasaan juga diberikan untuk memilih komoditas spesifik di masing-masing kawasan pengembangan agribisnis hortikultura dengan tetap mengacu pada Kepmentan Nomor 511 tahun 2006 yang mengakomodasi 323 jenis komoditas hortikultura, terdiri dari 80 jenis buah, 60 jenis sayuran, 66 jenis tanaman biofarmaka dan 117 jenis tanaman hias. Di dalam program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, penetapan komoditas spesifik akan ditempuh melalui PRA dan analisis rantai nilai.

3.6. Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah

Pelaksanaan kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura memerlukan koordinasi antar para pihak yang terlibat, termasuk instansi Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, Balai Penelitian Komoditas, BPTP, Unit Kerja Ditjen Hortikultura, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Ditjen P2HP, pemerintah daerah dan kelembagaan kelompok/gabungan kelompok

(33)

tani. Masing-masing instansi tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas di dalam ruang lingkup kerja yang saling mendukung. Adapun peran setiap Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis diuraikan sebagai berikut :

1. Puslitbang Hortikultura berperan sebagai penyusun Panduan Umum PDPKAH, koordinator dan penyedia teknologi inovatif hortikultura;

2. Unit Kerja terkait lainnya di lingkup Badan Litbang Pertanian berperan memberi dukungan informasi dan teknologi inovatif yang diperlukan sesuai kondisi biogeofisik di lokasi target;

3. Unit Kerja lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura, Ditjen

Prasarana dan Sarana Pertanian, dan Ditjen P2HP memberi

dukungan teknis sesuai dengan kebijakan dan program masing-masing;

4. Pemda berperan memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pengembangan dan adopsi teknologi di tingkat daerah melalui dukungan kebijakan yang kondusif;

5. Dinas Pertanian, sebagai salah satu komponen dari pemerintah daerah, berperan melakukan pembinaan dan penyediaan sumberdaya yang diperlukan mendukung percepatan adopsi teknologi inovatif;

6. Perusahaan swasta berperan sebagai pengguna teknologi dan obyek pembinaan yang berkewajiban menyediakan fasilitas pendukung dan sumberdaya yang diperlukan untuk proses transfer teknologi;

7. Gapoktan merupakan target pembinaan yang berperan mengikuti proses diseminasi inovasi teknologi secara tertib dan partisipatif di tingkat provinsi dan kabupaten;

8. Balit berperan menyediakan teknologi, melayani konsultasi dan memberikan asistensi;

(34)

9. BPTP berperan menyediakan teknologi spesifik lokasi dan secara aktif sebagai pengambil inisiatif pertemuan dan mengkonsul-tasikannya kepada para pihak terkait di daerah.

Implementasi program dukungan inovasi teknologi hortikultura memerlukan dukungan semua pihak dalam rangka percepatan diseminasi dan adopsi inovasi yang dipandang mampu memberikan manfaat kepada pembangunan pertanian secara signifikan, antara lain :

a) Meningkatnya muatan inovasi dalam sistem agribisnis hortikultura;

b) Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat;

c) Meningkatnya efisiensi dan sinkronisasi sumber daya pertanian dan dana pemerintah, terutama yang dialokasikan pada Kementerian Pertanian.

Keberhasilan program tersebut ditentukan oleh komitmen dan kemampuan berkoordinasi semua pihak yang terkait secara sinergis dalam setiap tahap kegiatan. Kegiatan dukungan inovasi teknologi dibiayai dari dana APBN yang dialokasikan oleh Puslitbang Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, APBD provinsi dan kabupaten, serta sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Dana-dana pemerintah tersebut tetap dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) masing-masing sesuai dengan DIPA yang bersangkutan, yang penggunaannya diarahkan ke lokasi target.

(35)

IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

Program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut.

4.1. Persiapan

 Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi PDPKAH

antara Badan Litbang Pertanian dengan Ditjen Hortikultura, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Ditjen P2HP, serta Badan SDM Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Substansi materi koordinasi meliputi :

1. Rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, spesifikasi komoditas prioritas; 2. Dukungan teknologi inovatif;

3. Lokus penerapan rencana kegiatan dukungan; 4. Keterlibatan instansi dan kelembagaan terkait; 5. Deliniasi tugas dan fungsi antar instansi;

6. Pemanfaatan sumberdaya secara terarah dan terpadu.

 Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi program

dukungan kawasan agribisnis hortikultura antara Puslitbang Hortikultura dengan UK dan UPT lingkup Badan Litbang tentang perumusan rencana dukungan kegiatan, roadmap, identifikasi teknologi inovatif dan pemanfaatan sumberdaya instansi secara sinergis. Dukungan teknologi inovatif diarahkan untuk menjawab permasalahan agribisnis hortikultura dari hulu sampai ke hilir.

 Menyiapkan langkah-langkah operasional sebagai penjabaran

program yang telah disepakati bersama. Langkah-langkah operasional memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

(36)

1. Kebutuhan teknologi spesifik lokasi; 2. Metode diseminasi teknologi inovatif;

3. Pembentukan dan pelibatan kelembagaan terkait; 4. Deliniasi peran antar instansi;

5. Pelibatan komunitas target binaan.

 Membuat rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan

agribisnis hortikultura di lokasi terpilih melalui pola kemitraan dengan pemda dan swasta, serta pola Sekolah Lapang dengan gapoktan/poktan melibatkan BPTP setempat.

 Menyusun dokumen pendukung, terdiri atas :

1. Perjanjian kerja sama pelaksanaan dukungan; 2. Kerangka acuan;

3. Jadwal palang kegiatan dan perangkat monev.

Jadwal palang kegiatan yang akan diimplementasikan mencakup lokasi kawasan, komoditas unggulan, teknologi yang dibutuhkan, dan pola hubungan kerja institusional dalam upaya pencapaian target yg telah ditetapkan.

 Mengumpulkan data dan informasi pendukung yang meliputi

kegiatan PRA/RRA dan analisis rantai nilai.

 Melaksanakan seminar/lokakarya rencana pelaksanaan dengan

melibatkan seluruh instansi terkait dan kelompok sasaran. Pelaksanaan seminar dimaksudkan sebagai sarana komunikasi para pihak sebelum mengimplementasikan kegiatan di lapangan.

4.2. Pelaksanaan

1. Kegiatan dukungan inovasi diimplementasikan di lapangan sesuai dengan kerangka acuan yang disepakati oleh para pihak yang terlibat. Program dukungan PKAH dilaksanakan mulai

(37)

tahun 2010, difokuskan di lokasi kawasan prioritas berdasarkan lokus yang telah dikonsultasikan dengan Ditjen Hortikultura. 2. Implementasi kegiatan dukungan inovasi PKAH disesuaikan

dengan kebutuhan mitra (gapoktan/poktan di lokasi calon Sekolah Lapang, pemda setempat atau swasta yang akan terlibat). Dukungan kegiatan PKAH yang melibatkan kemitraan dengan Pemda diarahkan pada topik spesifik sesuai kebutuhan. Kemitraan dengan perusahaan swasta difokuskan pada pengembangan dan komersialisasi teknologi inovatif sesuai dengan kesepakatan. Kemitraan dengan gapoktan/poktan diarahkan pada pengembangan kegiatan PKAH melalui Sekolah Lapang dengan melibatkan BBP2TP, BPTP, serta Dinas Pertanian setempat.

3. Kegiatan dilakukan dengan pentahapan sebagai berikut :

a. Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan paradigma penelitian untuk pembangunan; b. Membangun model percontohan sistem dan usaha

agribisnis berbasis teknologi inovatif yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis; c. Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan

teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi;

d. Mengembangkan agribisnis industrial berdasarkan

karakteristik agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

4.3. Monitoring

 Monitoring dan evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim

Puslitbang Hortikultura dengan melibatkan instansi terkait lingkup Badan Litbang Pertanian. Monev dilaksanakan terhadap kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan program,

(38)

perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dengan mengacu pada Road Map Pelaksanaan Dukungan PKAH.

 Monev dilakukan untuk perbaikan atau penyempurnaan

pelaksanaan dukungan PKAH. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan seoptimal mungkin berdasarkan kriteria yang dapat dinilai secara kuantitatif, sehingga langkah perbaikan dapat ditentukan secara lebih terukur. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimum dua kali dalam satu tahun.

 Kegiatan Monev terdiri atas evaluasi laporan kemajuan kegiatan

dan pemantauan lapangan ke lokasi penerapan kegiatan PKAH, 1 – 2 kali setahun sesuai keperluan.

4.4. Pelaporan

 Pelaporan pelaksanaan Program Dukungan PKAH disusun oleh

masing-masing UK/UPT dengan format baku. Laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban dalam pemanfaatan sumberdaya. Puslitbang Hortikultura membentuk tim yang akan mengintegrasikan laporan-laporan tersebut dalam bentuk laporan akhir.

 Laporan memuat data dan informasi tentang semua kegiatan

yang dilaksanakan, hasil yang dicapai, permasalahan yang dihadapi dan jalan keluar yang telah dilakukan.

 Laporan akhir akan dipresentasikan dalam lokakarya yang

dihadiri oleh para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan penerapan dukungan PKAH.

(39)

Tabel 1. Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura

TUJUAN

Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura Dikawasan PKAH

Pendapatan

Petani 110 110% 120% 150% 175% 200%

Indikator

Kemajuan Daftarpermasalahan agribisnis hortikultura dan daftar rekayasan inovasi, rekayasa kelembagaan dan tersedianya konsep Rancang Bangun dukungan inovasi dan rencana pelaksanaan (lokasi, komoditas, pola dukungan, jadwal kegiatan). Partisipasi PEMDA, Swasta, Kelompok tani, Produksi, produktivita s, mutu hasil Adopsi inovasi oleh petani kooperator Adopsi inovasi (varietas, teknologi perbenihan, teknologi pengendalian OPT, teknologi budidaya) dan rencana inisiasi Pilot Model Agribisnis Industrial Terlaksana nya demarea dan inisiasi kelembaga-an Adopsi inovasi skala industri, Terbinanya fungsi kelembagaan sarana produksi, pemasaran dan pelatihan dan terbangunnya integrasi vertikal fungsi kelembagaan agribisnis Pengembang-an dukungPengembang-an inovasi skala regional Transfer teknologi Pengembang-an Pemantapan Penumbuhan Implementasi teknologi dan kelembagaan Gelar Teknologi: Demplot varietas, dan perbenihan, teknologi budidaya dan pengendali-an OPT Demarea inovasi , Inisiasi dan pembinaan kelembagaan agribisnis, pelatihan teknis, koordinasi integrasi vertikal kelembagaan Penerapan pilot model agribisnis industrial berbasis inovasi Pengembang-an model agribisnis industrial berbasis inovasi Regionalisasi dukungan inovasi dalam PKAH Persiapan Perancangan Rencana Kegiatan Dukungan PKAH PRA/RRA, analisis rantai nilai, rencana kegiatan Perencana-an demplot gelar varietas dan perbenihan, teknologi budidaya pengendali-an OPT Rencana demarea inovasi, inisiasi dan pembinaan kelembagaan agribisnis, pelatihan Integrasi vertikal fungsi kelembagaan agribisnis Persiapan pembinaan penerapan inovasi skala industri, advokasi pengemban gan kelembaga an agribisnis, pendampin gan integrasi usaha terpadu Pembinaan penerapan inovasi skala industri, advokasi pengembang-an kelembagaan agribisnis, pendamping-an integrasi usaha terpadu Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(40)

Tahapan pelaksanaan kegiatan dukungan PKAH tersebut disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur Proses Implementasi Kegiatan Dukungan PKAH Penjelasan Gambar 3 :

1. Badan Litbang Pertanian memberikan dukungan inovasi yang dibutuhkan dalam PKAH. Jenis dukungan inovasi yang dibutuhkan diidentifikasi melalui konsultasi dengan Ditjen Hortikultura.

(41)

2. Di dalam mengembangkan dukungan inovasi di lokasi PKAH, Badan Litbang membutuhkan kerja sama sinergis dengan Ditjen P2HP, Ditjen PSP, Badan Karantina dan Badan SDM. Kerja sama sinergis dengan instansi terkait diperlukan untuk mendorong penerapan inovasi hortikultura skala industri.

3. Badan Litbang Pertanian menunjuk Puslitbang Hortikultura menjadi koordinator pelaksana lapangan dalam mengimplementasikan program dukungan inovasi dalam PKAH. Puslitbang Hortikultura berkoordinasi dengan Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian dan Unit Kerja lingkup Ditjen Hortikultura untuk merumuskan model integrasi inovasi di dalam sistem agribisnis hortikultura.

4. Balai Penelitian lingkup Puslitbang Hortikultura bersama dengan BPTP menindaklanjuti pelaksanaan rumusan model integrasi inovasi di dalam sistem agribisnis hortikultura di lokasi PKAH.

5. Di dalam mengimplementasikan rumusan model integrasi inovasi di dalam sistem agribisnis hortikultura di tiap lokasi PKAH, Balai Penelitian dan BPTP masing-masing mengacu pada Panduan Umum dan Petunjuk Pelaksanaan yang telah tersedia.

6. Dukungan inovasi yang diberikan dapat berupa teknologi varietas, perbenihan, budidaya, pasca panen, rekayasa kelembagaan dan rekomendasi kebijakan sesuai dengan permasalahan di lokasi PKAH. 7. Koordinasi, supervisi dan Monev dilakukan oleh UK dan UPT dengan

(42)

IV. PENUTUP

Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian yang mampu meningkatkan produksi, kualitas hasil, dan produktivitas hortikultura secara nasional, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan, kesempatan berusaha, kesejahteraan, dan kebersamaan komunitas di sekitar kawasan. Program tersebut akan berhasil apabila didukung oleh komitmen semua pihak terkait dari hulu sampai hilir.

Dukungan teknologi inovatif hortikultura di dalam kawasan agribisnis hortikultura selayaknya dibangun melalui kemitraan. Penerapan pola kemitraan memiliki beberapa keuntungan, yaitu adanya deliniasi peran masing-masing pihak yang terlibat, pemanfaatan sumberdaya secara terpadu, dan keterikatan komitmen secara adil dan berimbang. Kemitraan dapat dilakukan dengan komunitas target yang mencakup pemerintah daerah, perusahaan swasta dan gapoktan/poktan. Kemitraan tersebut dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerja sama Penelitian dan Pengembangan Hortikultura sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Di dalam memberikan dukungan inovasi, Puslitbang Hortikultura berperan sebagai koordinator yang bertugas mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan keterlibatan Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, Ditjen Hortikultura, eselon I lainnya dalam mendukung pengembangan kawasan agribisnis hortikultura.

Implementasi dukungan PKAH membutuhkan Panduan Umum yang disusun sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan Monev. Panduan Umum tersebut perlu dijabarkan oleh Unit Kerja masing-masing dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai kebutuhan.

Gambar

Gambar 1. Alur Diseminasi Teknologi di dalam Kawasan Hortikultura
Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura
Tabel 1. Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura
Gambar 3.  Alur Proses Implementasi Kegiatan Dukungan PKAH Penjelasan Gambar 3 :

Referensi

Dokumen terkait

(Plutella xylostella) dapat disimpulkan bahwa: 1) Pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) berpengaruh positif terhadap mortalitas ulat daun (Plutella xylostella);

Kegiatan Pengkajian APBN terdiri dari Pendampingan SL-PTT, Pendampingan Program Pengembangan Kawasan Hortikultura, Pendampingan PSDS Provinsi

Untuk menentukan tata letak parkir pesawat Boeing 737-800NG pada hangar PT. Batam Aero Technic divisi base maintenance Surabaya dengan menentukan luas area hangar

pada tahap ini yang dilakukan guru adalah menyampaikan topic materi yang diajarkan pada awal pembelajaran, Guru mengelompokkan siswa secara berpasangan, Guru

Katekis merupakan salah satu sosok yang berperan penting dalam perkembangan gereja masa depan oleh karena itu spiritualitas Santo Vinsensius A Paulo dalam mengobarkan

• Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) merupakan salah satu implementasi dari program pengembangan komoditas unggulan hortikultura Kementrian

Dukungan inovasi diberikan dalam bentuk implementasi model integrasi inovasi pada sistem agribisnis industrial yang ditunjang oleh kerja sama antar stakeholder melalui pola

Keberadaan madrasah berbasis tahfidz yang dikelola oleh yayasan Islam Taqwiyatul Wathon diharapkan menjadi potret implementasi tugas lembaga pendidikan Islam pada intinya