Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008 HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI WADER PARI
BI-01 (Rasbora lateristriata) DI SUNGAI NGRANCAH, KABUPATEN KULONPROGO
Agus Arifin Sentosa, Djumanto dan Eko Setyobudi
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan wader pari pada habitat pemijahan di Sungai Ngrancah, Kabupaten Kulonprogo. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2007. Penangkapan ikan sebelum memijah dilakukan dengan jala tebar dan sesudah memijah dengan bubu pada tempat pemijahan yang menyerupai cekungan di tepian sungai. Sampel ikan yang diperoleh diawetkan dalam larutan alkohol 70% kemudian diukur panjang total dan beratnya. Hasil penelitian diperoleh hubungan panjang-berat ikan jantan: W = 0,004 L 3,175 (R2 = 0,9229) dan betina W = 0,005 L 3,074 (R2 = 0,9225). Berdasarkan uji t diketahui nilai b tidak berbeda nyata dengan 3 (P>0,05) sehingga pertumbuhannya bersifat isometrik. Analisis faktor kondisi relatif (Kn) menunjukkan kisaran nilai 1,002 – 1,010 (jantan) dan 1,003 – 1,041 (betina). Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan yang memijah berada pada kondisi yang relatif sama.
Kata kunci: Hubungan panjang-berat, Faktor kondisi, Wader pari
Pengantar
Sungai Ngrancah merupakan sungai yang menjadi sumber pasokan air utama bagi Waduk Sermo sehingga fluktuasi debit airnya sangat berpengaruh terhadap elevasi waduk tersebut (Triyatmo, 2001). Sungai tersebut merupakan salah satu perairan umum yang terdapat di Kabupaten Kulonprogo dengan pemanfaatannya yang bersifat terbuka (open access) dan pemilikannya bersifat umum (common property). Sungai Ngrancah telah dimanfaatkan sebagai tempat mencari ikan, pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, kegiatan penambangan pasir dan bebatuan sungai (Suharno, 1999).
Wader pari atau Rasbora lateristriata (Schuster & Djajadiredja, 1952; Saanin, 1984) merupakan salah satu ikan endemik yang berada di aliran Sungai Ngrancah yang menjadi salah satu sumber biodiversitas bagi sumber daya ikan di sungai tersebut dan Waduk Sermo. Ikan tersebut memiliki daerah sebaran yang cukup luas dan merupakan ikan asli pada perairan tawar seperti sungai. Ukuran tubuhnya relatif kecil dan umumnya hidup di bagian pinggir sungai yang arusnya tidak deras dan bersifat omnivor (Sjafei et al., 2001). Secara ekologis, wader pari merupakan salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati di Sungai Ngrancah dan sebagai pengisi relung bagi pemakan plankton dan hewan air lainnya yang menjadi makanannya.
Pemanfaatan wader pari di Sungai Ngrancah oleh masyarakat setempat dilakukan melalui kegiatan penangkapan dengan jala tebar, pancing dan bubu. Wader pari merupakan salah satu ikan konsumsi sehingga dapat menjadi sumber pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat. Ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan harga jual sekitar Rp 12.000 – 15.000/kg untuk ikan segar. Masyarakat setempat dapat memperoleh penghasilan tambahan dari hasil menangkap dan menjual wader pari. Upaya pengelolaan perikanan perlu dilakukan agar sumber daya ikan, khususnya wader pari yang terdapat di Sungai Ngrancah dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan.
Pengelolaan sumber daya ikan membutuhkan data biologi spesies ikan tersebut. Data biologi perikanan yang secara umum digunakan adalah data mengenai hubungan panjang-berat dan faktor kondisi spesies yang bersangkutan. Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi merupakan gambaran pertumbuhan ikan. Pertumbuhan pada dasarnya merupakan penambahan panjang dan berat dalam jangka waktu tertentu. Analisis hubungan panjang-berat dan faktor kondisi memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan perikanan karena bermanfaat untuk memprediksi pola pertumbuhan ikan dan bermanfaat bagi pengkajian stok suatu ikan.
Informasi dan data biologi wader pari di Sungai Ngrancah masih sangat sedikit sehingga penelitian mengenai hal tersebut penting untuk dilakukan. Penelitian yang mengkaji mengenai aspek biologi wader pari di Sungai Ngrancah belum ada. Penelitian ini berusaha mengkaji aspek
Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008
pertumbuhan wader pari ditinjau dari hubungan panjang-berat dan nilai faktor kondisi relatif (Kn) pada masa mijah. Kajian tersebut dapat menjadi dasar bagi pengelolaan perikanan dan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai aspek biologi perikanan, terutama yang terkait dengan pertumbuhan wader pari di Sungai Ngrancah.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan dengan melakukan penangkapan wader pari pada masa mijah (bulan Juli-Agustus 2007) di Sungai Ngrancah bagian hilir dekat dengan bangunan checkdam Sungai Ngrancah I (Gambar 1). Lokasi tersebut terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Penangkapan wader pari dilakukan dua kali dalam satu kali sampling, yaitu pada waktu sebelum mijah dan sesudah mijah. Penangkapan sebelum mijah dilakukan dengan jala. Penangkapan sesudah mijah dilakukan dengan bubu yang dipasang pada pintu masuk tempat pemijahan yang menyerupai cekungan di tepian sungai. Sampel ikan yang tertangkap diawetkan dalam larutan alkohol 70% untuk keperluan pengukuran panjang total (cm) dan berat (gram) di laboratorium.
Identifikasi spesies wader pari (R. lateristriata) dilakukan berdasarkan Saanin (1984), Kottelat et al. (1993) dan Sterba (1989). Wader pari (Gambar 2) dapat dikenali melalui garis belang warna hitam memanjang mulai dari operkulum hingga pangkal sirip ekor. Ikan tersebut memiliki gurat sisi yang lengkap dengan 29 - 33 sisik berpori hingga mencapai ekor dengan 7 baris sisik antara gurat sisi dengan pertengahan batang (caudal peduncle). Tepi sirip ekor wader pari berwarna kehitaman (Kottelat dkk., 1993). Posisi mulutnya berada di ujung dengan ukuran agak kecil, terdapat bonggol sambungan tulang penyusun rahang bawah dan tidak bersungut. Mulutnya miring dengan ujung depan setinggi mata dan rahang atas meluas di bawah batas mata (Saanin, 1984).
Wader pari betina memiliki ciri seksual sekunder berupa bentuk perut yang lebih gendut sedangkan yang jantan bentuk perutnya lebih ramping. Pemijahannya membutuhkan kondisi kualitas air yang sesuai. Pemijahan terjadi selama beberapa hari pada musim pemijahan.
Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008
Beberapa jenis Rasbora melakukan pemijahan secara bergerombol. Telur yang telah dibuahi bersifat semi-adhesif yang kemudian diletakkan di atas substrat berpasir (Sterba, 1989).
Gambar 2. Wader pari (Rasbora lateristriata); TL 9,35 cm
Hubungan panjang-berat dianalisis menggunakan regresi linier dengan memisahkan jantan dan betina. Hubungan panjang-berat ikan ditentukan menggunakan persamaan (Biswas, 1993):
W = aLb
dengan W adalah berat ikan dalam gram, L adalah panjang total ikan dalam cm (Biswas, 1993). Nilai konstanta a dan b diestimasi melalui analisis regresi linier. Nilai b diuji ketepatannya terhadap nilai b = 3 menggunakan uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis kovarian dilakukan untuk menguji perbedaan hubungan panjang-berat antara ikan jantan dengan ikan betina (Effendie, 1979).
Analisis faktor kondisi wader pari dilakukan dengan membandingkan faktor kondisi relatif (Kn) wader pari untuk fase sebelum dan setelah mijah perminggu penangkapan. Penentuan faktor kondisi yang digunakan adalah faktor kondisi relatif (Kn) yang diberikan oleh Le Cren (1951) cit. Biswas (1993) dengan persamaan:
Kn = W/aLb
dengan aLb atau Ŵ adalah berat (g) yang diestimasi dari nilai panjang total (cm) berdasarkan hubungan panjang-beratnya. Konstanta a dan b diperoleh dari hubungan panjang-berat wader pari yang dianalisis untuk fase sebelum dan sesudah mijah. Uji statistik untuk faktor kondisi dilakukan menggunakan analisis varians dengan bantuan program SPSS. Uji tersebut digunakan untuk menguji ada tidaknya beda nyata antara nilai faktor kondisi wader pari sebelum mijah dengan yang setelah mijah.
Hasil dan Pembahasan
1. Hubungan panjang-berat
Hubungan panjang dan berat menggambarkan pola pertumbuhan ikan pada suatu lokasi dan periode waktu tertentu. Hasil studi hubungan panjang-berat ikan mempunyai nilai praktis yang dapat digunakan untuk konversi nilai panjang ke dalam nilai berat ikan atau sebaliknya (Anderson & Gutreuter, 1983). Hasil analisis hubungan panjang total dengan berat tubuh wader pari pada masa mijah (periode Juli – Agustus 2007) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan panjang-berat wader pari pada masa mijah (periode Juli-Agustus 2007)
Jenis Kelamin
Jumlah
Individu Hubungan Panjang-Berat Log W = log a + b log L R
2
r
Jantan 446 W = 0,004 L 3,175 Y = -2,366 + 3,175 X 0,92 0,96
Betina 275 W = 0,005 L 3,074 Y = -2,241 + 3,074 X 0,92 0,96
Hubungan panjang-berat wader pari pada masa mijah dibedakan berdasarkan jenis kelamin ikan. Hubungan panjang-berat bagi ikan jantan adalah W = 0,004 L3,175 dan bagi ikan
Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008
betina adalah W = 0,005 L 3,074.Plot nilai panjang total dan berat tubuh wader pari disajikan dalam Gambar 3. Plot hubungan panjang-berat tersebut menunjukkan pola kurva yang bersifat parabolik atau eksponensial.
Gambar 3. Hubungan panjang-berat wader pari pada masa mijah (periode Juli-Agustus 2007) Nilai b wader pari jantan diketahui sebesar 3,175 dan ikan betina sebesar 3,074. Nilai b tersebut berada pada kisaran nilai b secara umum, yaitu 2,5 – 4,0 (Hile, 1936; Martin, 1948 cit. Biswas, 1993). Effendie (2002) menyatakan bahwa nilai b dapat menggambarkan tipe pertumbuhan ikan. Berdasarkan uji t diketahui bahwa nilai b tidak berbeda nyata dengan nilai 3 (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa wader pari jantan dan betina yang melakukan pemijahan di hilir Sungai Ngrancah memiliki pola pertumbuhan yang bersifat isometrik.
Pertumbuhan isometrik berarti pertambahan panjang wader pari tersebut sebanding dengan pertambahan beratnya sehingga memenuhi hukum kubik dengan berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie, 2002). Pertumbuhan tersebut relatif berbeda dengan ikan depik (Rasbora tawarensis) di perairan Danau Laut Tawar, Aceh Tengah yang memiliki pola pertumbuhan yang bersifat allometrik, baik positif maupun negatif (Brojo dkk., 2001). Perbedaan pertumbuhan tersebut diduga akibat faktor genetik dan lingkungan yang berbeda.
Nilai koefisien determinasi (R2) dan korelasi (r) persamaan hubungan panjang-berat jantan dan betina yang diperoleh secara keseluruhan cukup tinggi sebesar 92% dengan r sebesar 0,96. Nilai r yang mendekati 1 tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara panjang total dengan berat dengan nilai berat yang sebanding dengan nilai panjangnya. Nilai R2 yang tinggi menunjukkan model yang diperoleh dapat menjelaskan hubungan panjang-berat dengan baik. Hubungan panjang berat tersebut menjelaskan nilai prediksi berat wader pari dipengaruhi oleh nilai panjangnya sebesar 92%, sedangkan sisanya sebesar 8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model. Pertumbuhan ikan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja. Fujaya (2004) menyatakan bahwa pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah suhu dan zat hara yang meliputi makanan dan faktor pendukung lingkungan lainnya.
Analisis kovarian menunjukkan hubungan panjang-berat wader pari jantan dan betina pada masa mijah tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan sampel wader pari yang tertangkap pada masa mijah dapat dianggap homogen sehingga sampel ikan jantan dan betina dapat digabungkan dalam analisis pertumbuhan. Analisis kovarian juga menunjukkan bahwa wader pari jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan yang sama. Kesamaan tersebut diduga akibat populasi wader pari yang berada pada satu habitat, tingkat kematangan gonad dan musim yang sama.
2. Faktor kondisi relatif
Faktor kondisi merupakan suatu nilai yang dapat digunakan untuk menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie, 2002). Nilai faktor kondisi relatif (Kn) wader pari pada masa mijah dihitung berdasarkan koefisien a dan b yang terdapat pada persamaan hubungan panjang-berat yang dianalisis untuk fase sebelum mijah dan
Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008
sesudah mijah perminggu penangkapan. Kisaran nilai Kn wader pari pada masa mijah tersebut disajikan dalam Gambar 4.
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Betina 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Jantan Sebelum Mijah - - - Sesudah Mijah F a k to r Ko n d is i R e la ti f (Kn )
Gambar 4. Faktor kondisi relatif (Kn) wader pari pada masa mijah (periode Juli – Agustus 2007) Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa nilai Kn wader pari pada fase sebelum dan sesudah mijah cenderung memiliki nilai yang relatif sama karena nilai reratanya yang relatif sejajar. Nilai Kn wader pari sebelum mijah untuk ikan jantan berkisar antara 0,714 – 2,113 dengan kisaran rerata 1,002 – 1,010 dan ikan betina berkisar antara 0,768 – 1,513 dengan kisaran rerata 1,003 – 1,009. Nilai Kn wader pari sesudah mijah untuk ikan jantan berkisar antara 0,681 – 1,635 dengan kisaran rerata 1,003 – 1,009 dan ikan betina berkisar antara 0,813 – 2,346 dengan kisaran rerata 1,004 – 1,041.
Perbedaan nilai Kn yang terdapat selama masa mijah tersebut secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil uji ANOVA (Lampiran 2) dengan beda nyata terkecil atau LSD (Least Significant Difference) menunjukkan tidak ada beda nyata antar nilai Kn wader pari pada masa mijah (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan kondisi wader pari jantan dan betina pada fase sebelum dan sesudah mijah dapat dikatakan memiliki kondisi yang sama.
Pembuahan telur wader pari terjadi di luar tubuh (eksternal) dengan pola pemijahan yang bertahap (parsial) sehingga keadaan tersebut diduga tidak berpengaruh terhadap kondisi ikan pada waktu mijah. Kapasitas fisik untuk reproduksi berupa energi untuk pemijahan tidak langsung habis saat melakukan pemijahan mengingat pola pemijahan parsial diduga dapat memberikan kesempatan bagi ikan untuk menyimpan energinya untuk pemijahan berikutnya. Kenyataan tersebut diduga yang menyebabkan kondisi wader pari pada masa sebelum mijah relatif sama dengan yang sesudah mijah.
Kesimpulan dan Saran
Persamaan hubungan panjang-berat wader pari (R. lateristriata) jantan pada masa mijah adalah W = 0,004 L 3,175 (R2 = 0,9229) dan ikan betina W = 0,005 L 3,074 (R2 = 0,9225)dengan pola pertumbuhan isometrik. Wader pari jantan dan betina memiliki pertumbuhan yang sama. Nilai rerata faktor kondisi relatif (Kn) wader pari jantan dan betina pada mijah mendekati nilai satu dengan tidak terdapat perbedaan yang nyata antarnilai Kn selama masa mijah.
Penelitian yang terkait dengan hubungan panjang-berat dan faktor kondisi wader pari perlu dilakukan di luar musim pemijahannya. Penelitian yang mengarah pada domestikasi wader pari perlu dilakukan agar ikan tersebut memiliki potensi untuk dibudidayakan sehingga dapat mengurangi tekanan penangkapan terhadap populasi wader pari di alam.
Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008
Semnaskan_UGM/Biologi/Fisiologi/BI-01 6
Daftar Pustaka
Anderson, R.O. and S.J. Gutreuter.1983. Length, Weight and Associated Structural Indices. In
Fisheries Techniques, Nielsen, L.A. and D.L. Johnson, (eds.), American Fisheries Society,
Virginia. 289 – 298p.
Biswas, S.P. 1993. Manual of Methods in Fish Biology. South Asian Publishers. New Delhi. 157p. Brojo, M., S. Sukimin dan I. Mutiarsih. 2001. Reproduksi Ikan Depik (Rasbora tawarensis) di
Perairan Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 1 No. 2: 19 – 23. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163p. Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112p.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. 179p.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus-EMDI. Hongkong. 289p.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I. Bina Cipta. Bandung. 508p.
Schuster, W.H. dan R.R. Djajadiredja. 1952. Common Names of Indonesian Fishes. Van Hoeve. Bandung.
Sjafei, D.S., S. Wirjoatmodjo, M.F. Rahardjo dan Setyo Budi Susilo. 2001. Fauna Ikan di Sungai Cimanuk Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 1 No. 1: 1-6.
Sterba, G. 1989. Freshwater Fishes of The World. Volume I. Falcon Books, New Delhi.
Suharno. 1999. Arahan Pengelolaan Lahan Dalam Rangka Konservasi Daerah Aliran Sungai Ngrancah Kabupaten Kulon Progo. Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Tesis. 136p.
Triyatmo, B. 2001. Kajian Morfometri Berdasarkan Kondisi Topografi dan Estimasi Potensi Perikanan Waduk Sermo. Jurnal Perikanan UGM III(2): 27-35
Tanya Jawab
Penanya : Lili Sholichah
Pertanyaan : 1. Apakah ada strain Rasbora lainnya selain R. Lateristriata?
2. Apakah pertumbuhan yang isometrik juga berlaku pada indukan ikan yang memijah?
Jawaban : 1. Ada, tetapi tidak diamati karena populasinya relatif sedikit.
2. Pengamatan dilakukan pada saat wader pari melakukan pemijahan dan hasil analisis menunjukkan pertumbuhan isometrik berlaku bagi indukan wader pari yang memijah. Analisis faktor kondisi menunjukkan tidak ada beda nyata antara indukan wader pari pada fase sebelum dan sesudah mijah.
Penanya : Siti Nurul Aida
Pertanyaan : Apa yang mendasari penyataan Saudara bahwa ikan wader pari memijah pada dini hari?
Jawaban : Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ikan wader pari memang
melakukan pemijahan pada dini hari menjelang subuh. Hal tersebut terbukti oleh pengamatan pada tengah malam dimana ikan-ikan memasuki cekungan yang dibuat tetapi belum melakukan pemijahan.