• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP HARTA Materi-5 MK Ekonomi Islam Dr. Yadi Nurhayadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP HARTA Materi-5 MK Ekonomi Islam Dr. Yadi Nurhayadi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP HARTA

Materi-5 MK Ekonomi Islam – Dr. Yadi Nurhayadi

Harta merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan manusia dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini, oleh karena itu harta sering disebut dengan wasilah al-hayat (sarana kehidupan manusia). Oleh karena itu, upaya serius dan kompetitif manusia untuk meraihnya merupakan suatu kewajaran. Akan tetapi, seringkali upaya mencari harta ini terlepas dari norma-norma kehidupan sehingga tidak jarang kemudian terjadi perselisihan antara manusia. Di samping itu, dalam menggunakan harta pun seringkali manusia melanggar ketentuan-ketentuan hukum agama yang telah memberikan rambu-rambu dalam penggunaan harta, akibatnya harta yang seharusnya berfungsi sebagai sarana kehidupan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah justru semakin menjauhkan dirinya dari yang Maha kuasa tersebut.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang konsep harta dalam Islam sangat penting bagi setiap manusia yang beragama guna membimbingnya ke jalan yang benar dalam memperoleh dan menggunakan harta.

A. Pengertian Harta

Dalam kitab fikih, untuk menunjukkan harta digunakan istilah al-mal yang bentuk jamaknya adalah al-amwal. Secara etimologi, al-mal berarti

“condong’ dan “berpaling” dari satu posisi-ke posisi lain. Dengan bahasa yang sederhana maal sering didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang dimiliki manusia baik secara individual maupun kolektif, seperti pekarangan, dirham, dinar, emas, perak, gandum, roti, hewan, baju, senjata dan lain-lain”.4

4 Muhammad Roas Qal’aji, Al-Muamalat al-Maliyah.., Op.Cit., h. 17

(2)

Dalam terminologi fiqih muamalah, terdapat beberapa pengertian tentang harta atau al-mal. Antara lain adalah definisi yang berkembang di kalangan para fuqaha’ Hanafiyah sebagai berikut:

“Segala sesuatu yang naluri manusia cenderung padanya dan dapat disimpan sampai batas waktu yang diperlukan, baik yang berupa harta bergerak maupun tidak bergerak” 6

Dalam pengertian diatas, fuqoha Hanafiah menentukan batasan harta pada term iddikhor (dapat disimpan) yang mensyaratkan pengecualian aspek manfaat. Menurut pandangan mereka “manfaat” tidak termasuk konsep harta, melainkan masuk kepada konsep milkiyah.

Fuqoha Hanafiah membedakan al-mal dan milkiyah sebagai berikut: al- mal ialah segala yang dapat disimpan untuk dimanfaatkan pada saat diperlukan, sedangkan milkiyah adalah sesuatu dimana kita dapat bertasarruf padanya secara ikthtishash, tidak dicampuri oleh orang lain, karena manfaat termasuk ke dalam bagian milik.7

Konsep harta yang berkembang dikalangan Jumhur fuqoha mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah adalah: “Sesuatu yang naluri manusia cenderung kepadanya dan dapat diserah terimakan dan orang lain terhalang mempergunakannya”.8

Pengertian diatas mengisyaratkan pandangan mereka bahwa harta tidak terbatas pada materi melainkan juga pada manfaat.

Dalam kedua definisi diatas yaitu definisi ulama Hanafiah dan jumhur ulama, terdapat perbedaan esensi harta yang dikemukakan jumhur ulama dengan ulama Hanafiyah. Menurut jumhur ulama, harta itu tidak saja

6 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar ‘ala ad-Dhurr al-Muktar, (Beirut darr al fikr, tt) jilid IV h.

3

7 Wahbah Zuhaili, Op. Cit, Jilid. 4., h. 2877

8 Musthofa Ahmad al-Zarqa’, Al-Madkhal Ila Nadhariyat al-Iltizam al-Ammah, (Beirut: Dar al-Qalam, 1999), h. 123

(3)

bersifat materi, melainkan juga manfaat dari suatu benda. Akan tetapi ulama Hanafi berpendirian bahwa yang dimaksud dengan harta itu adalah yang bersifat materi. Sedangkan manfaat termasuk ke dalam pengertian milik

Implikasi dari perbedaan pendapat ulama Hanafi dengan jumhur ulama yang muncul dari akibat perbedaan pengertian terhadap harta ini adalah perbedaan pendapat dari kasus sewa menyewa (al-ijaroh). Apabila seseorang menyewakan rumahnya kepada orang lain dan kesepakatan sewa menyewa telah disetujui kedua belah pihak, kemudian pemilik rumah meninggal dunia maka dalam kasus seperti ini, menurut ulama Hanafiyah, kontrak sewa rumah itu dibatalkan, karena pemilik rumah telah wafat dan rumah harus diserahkan kepada ahli warisnya, karena manfaat (sewa rumah yang dikontrakkan) tidak termasuk harta yang diwarisi.

Akan tetapi, jumhur ulama berpendirian bahwa kontrak sewa menyewa berlangsung terus sampai habis masa kontaraknya, sekalipun pemilik rumah telah wafat, karena manfaat adalah harta yang boleh diwariskan kepada ahli waris. Terhentinya akad sewa menyewa hanya dengan jatuhnya tempo penyewaan, bukan karena wafatnya pemilik rumah.9

B. Kedudukan Harta

Kedudukan harta bagi manusia sangat penting. Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga para ulama ushul fiqh memasukkan persoalan harta dalam salah satu adh-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Dalam ayat-ayat al-Qur’an, harta memiliki kedudukan antara lain:

9Ibid., h. 2878

(4)

1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah swt Manusia hanyalah pemegang amanah untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Sedangkan pemilik harta sebenarnya tetap pada Allah swt.

ْﻢُﻜْﻨِﻣ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﻟﺎَﻓ ِﻪﻴِﻓ َﲔِﻔَﻠْﺨَﺘْﺴُﻣ ْﻢُﻜَﻠَﻌَﺟ ﺎِﳑ اﻮُﻘِﻔْﻧَأَو ِﻪِﻟﻮُﺳَرَو ِﻪﻠﻟﺎِﺑ اﻮُﻨِﻣآ ِﺒَﻛ ٌﺮْﺟَأ ْﻢَُﳍ اﻮُﻘَﻔْـﻧَأَو ٌﲑ

) ﺪﻳﺪﳊا / 57 : 7 (

Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan pahala yang besar”. (Q.S. Al Hadid: 7)

ْﻢُﻛﺎَﺗآ يِﺬﻟا ِﻪﻠﻟا ِلﺎَﻣ ْﻦِﻣ ْﻢُﻫﻮُﺗآَو

Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian”. (Q.S. An Nur : 33)

2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta. Firman-Nya:

ِﺐَﻫﺬﻟا َﻦِﻣ ِةَﺮَﻄْﻨَﻘُﻤْﻟا ِﲑِﻃﺎَﻨَﻘْﻟاَو َﲔِﻨَﺒْﻟاَو ِءﺎَﺴﻨﻟا َﻦِﻣ ِتاَﻮَﻬﺸﻟا ﺐُﺣ ِسﺎﻨﻠِﻟ َﻦﻳُز ِﻔْﻟاَو ُﻩَﺪْﻨِﻋ ُﻪﻠﻟاَو ﺎَﻴْـﻧﺪﻟا ِةﺎَﻴَْﳊا ُعﺎَﺘَﻣ َﻚِﻟَذ ِثْﺮَْﳊاَو ِمﺎَﻌْـﻧَْﻷاَو ِﺔَﻣﻮَﺴُﻤْﻟا ِﻞْﻴَْﳋاَو ِﺔﻀ

ِبﺂَﻤْﻟا ُﻦْﺴُﺣ )

ناﺮﻤﻋ لآ /

3 : 14 (

“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik”. (Q.S. Ali Imran/3 : 14).

(5)

ﺎَﻴْـﻧﺪﻟا ِةﺎَﻴَْﳊا ُﺔَﻨﻳِز َنﻮُﻨَـﺒْﻟاَو ُلﺎَﻤْﻟا )

ﻒﻬﻜﻟا /

18 : 46 (

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (Al-Kahfi/18: 46), Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggaan diri (Q.S. Al ‘Alaq/96: 6-7)

3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak Allah berfirman

ٌﻢﻴِﻈَﻋ ٌﺮْﺟَأ ُﻩَﺪْﻨِﻋ ُﻪﻠﻟاَو ٌﺔَﻨْـﺘِﻓ ْﻢُﻛُد َﻻْوَأَو ْﻢُﻜُﻟاَﻮْﻣَأ ﺎَﳕِإ )

15 (

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi Allahlah pahala yang besar (al-Taghabun/64: 15)

4.

Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infaq, dan shadaqah (Q.S. At Taubah/9: 41; 60; Ali Imran/3 : 133).

C. Cara Memperoleh Harta

Islam tidak membatasi cara seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian itu tetap diberlakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan baik. Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin, karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah swt sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.

Di samping itu dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan , tetapi alat untuk mencapai keridhaan Allah.

(6)

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya secara garis besar ada dua bentuk:

Pertama, memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun. Cara seperti ini sering disebut dengan penguasaan harta bebas (ihrazu al-mubahat). Salah satu bentuk yang jelas dari mendapatkan bebas adalah menghidupkan (menggarap) tanah mati yang belum dimilik atau ihya al-mawat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan dari Said bin Zubair menurut tiga perawi hadits yang mengatakan: “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka ia berhak memilikinya”. Di samping itu juga harta bebas bisa diperoleh melalui berburu hewan, mengumpulkan kayu dan rerumputan di hutan rimba, dan menggali barang tambang yang berada di perut bumi selama belum ada pihak yang menguasainya, baik individu maupun negara.

Kedua: Memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi atau akad. Bentuk ini dipisahkan pada dua cara. Pertama peralihan harta berlangsung dengan sendirinya atau disebut juga ijbari yang siapapun tidak dapat merencanakan atau menolaknya seperti melalui warisan. Kedua peralihan harta berlangsung tidak dengan sendirinya, dengan arti atas kehendak dan keinginan sendiri, yang diebut ikhtiyari, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau pemberian, maupun melalui kehendak dan perjanjian timbal balik antara dua atau beberapa pihak seperti jual beli.

D. Pembagian Harta dan Akibat Hukumnya

Harta dalam hukum Islam dibedakan dalam beberapa kategori.

Masing-masing kategori mempunyai ciri khusus, dan untuk masing-masing kategori bisa berlaku hukum yang berbeda.

(7)

a. Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta dibagi menjadi dua yaitu Maal Mutaqowim dan ghair mutaqawim. Yang dimaksud dengan mutaqawim adalah sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut syara’. Sedangkan ghair mutaqawim adalah sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan menurut ketuntuan syara’, seperti babi dan khamr.

Perbedaan kedua bentuk harta ini membawa akibat kepada: (a) umat Islam tidak diperbolehkan memanfaatkan bangkai, babi, khamar, dan darah, sebagai obyek transaksi untuk mencari harta; dan (b) bebasnya umat Islam dari tuntutan ganti rugi bila mereka merusak atau melenyapkan harta yang tidak halal dimanfaatkan oleh umat Islam.

Menurut ulama Hanafiyah, apabila babi dan khamr itu milik kafir dzimah (kafir yang hidup dan tunduk di bawah perundang-undangan negara Islam), dirusak atau dilenyapkan oleh seorang muslim, maka muslim ini wajib mengganti rugi, karena benda-benda tersebut termasuk mutaqowim bagi kafir dzimmi. Akan tetapi jumhur ulama berpendirian bahwa dalam kasus seorang muslim merusak atau melenyapkan babi atau khamr milik kafir dzimmi tidak boleh dituntut ganti rugi, karena kedua benda tersebut tidak bernilai harta dalam Islam.

b. Harta dilihat dari jenisnya terbagi menjadi harta bergerak (mal-ghoiru uqar) dan harta tidak bergerak (mal-uqar).

Harta bergerak (mal-ghoiru uqar) adalah harta benda yang dapat dipindahkan dari tempat semula ke tempat lain seperti hewan dan perhiasan. Harta tidak bergerak (mal-uqar) adalah harta benda yang tidak mungkin dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain seperti tanah dan rumah.

Perbedaan jenis harta seperti ini mengakibatkan berbagai konsekwensi hukum, misalnya hubungan ketetanggaan terhadap mal-uqar menimbulkan hak suf’ah, yakni hak prioritas tetangga dekat untuk

(8)

membeli mal-uqar, sebelum pemilik hendak menjualnya kepada orang lain. Hak prioritas seperti ini tidak terdapat pada mal ghoiru uqar.

Contoh yang lain adalah bahwa Mal-uqar dapat dijadikan obyek wakaf tanpa ada perselisihan di kalangan fuqoha’. Sedangkan wakaf mal-ghoiru uqar ulama Hanafiyah mempersyaratkan sifatnya yang tidak dapat dipisahkan dari harta yang tidak bergerak. Menurut fuqoha jumhur semua jenis benda baik bergerak maupun tidak bergerak dapat dijadikan wakaf.

c. Dilihat dari pemanfatannya, harta dibedakan menjadi Mal isti’mali dan Mal istihlaki.

Mal isti’mali adalah harta benda yang dapat diambil manfaatnya beberapa kali dengan menimbulkan perubahan dengan kerusakan zatnya dan tidak berkurang nilainya, seperti kebun, pakaian, perhiasan, dan lain sebagainya.

Mal istihlaki adalah harta benda yang menurut kebiasaannya hanya dapat dipakai dengan menimbulkan kerusakan zatnya atau berkurang nilainya. Seperti korek api, makanan, miuman, kayu bakar, dan lain sebagainya.

Pembedaan harta benda seperti ini menimbulkan akibat hukum dalam hal menjadi obyek transaksi. Ada harta yang bersifat isti’mali dapat dijadikan obyek akad yang mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya seperti akad ijarah, yakni akad yang mentransaksi manfaat suatu harta dengan imbalan tertentu. Akad ijarah seperti ini tidak dapat dilakukan terhadap mal isti’mali, hanya memungkinkan pemiliknya mentasarufkan manfaat barang untuk tujuan ta’awun (tolong- menolong), seperti pada akad ariyah, yakni taransaksi atas manfaat barang yang tidak disertai imbalan.

(9)

d. Dilihat dari segi ada atau tidak adanya harta sejenis di pasaran, harta dibagi menjadi Misliy dan Qimiy.

Misliy adalah harta yang memiliki persamaan atau padanan dengan tidak mempertimbangkan adanya perbedaan antara satu dengan yang lainnya dalam kesatuan jenisnya. Biasanya al-misliy berupa harta benda yang dapat ditimbang, diukur, dan ditakar kuantitasnya. Kebanyakan komoditas barang dagangan tergolong jenis ini seperti buah-buahan, sayur mayur, garmen, dan sebagainya.

Qimiy adalah harta yang tidak mempunyai persamaan atau padanan;

atau harta yang memiliki padanan namun terdapat perbedaan kualitas yang sangat diperhitungkan, seperti perhiasan, binatang peliharaan, naskah kuno, barang antik, dan lain sebagainya.

Perbedaan jenis harta seperti ini, mengakibatkan beberapa konsekwensi hukum. Pertama, sistem jual beli barter antara mal-qimiy tidak memungkinkan terjadi riba fuduli, karena jenis satuannya tidak sama. Tetapi jual beli barter terhadap mal misli dimungkinkan transaksi jual beli yang menjurus kepada praktek riba fuduli. Kedua, dalam perserikatan harta yang bersifat misliy dapat mengambil bagiannya ketika teman atau mitra sekutunya tidak ada ditempat (bil ghoib). Sebaliknya dalam persekutuan harta yang bersifat qimiy, masing-masing pihak yang besekutu tidak boleh mengambil bagiannya selama pihak lain tidak sedang berada ditempat.

e. Dilihat dari segi statusnya harta dibagi menjadi: mal mamluk, mal mahjur, dan mal mubah.

Mal mamluk adalah harta benda yang statusnya berada dalam kepemilikan seseorang atau badan hukum seperti pemerintah atau yayasan.

(10)

Mal mahjur adalah harta yang menurut syara tidak dapat dimiliki dan diserahkan kepada orang lain lantaran telah diwakafkan atau diperuntukkan untuk kepentingan umum, seperti jalan, masjid sekolah, dan lain sebagainya.

Mal mubah adalah segala harta selain yang termasuk kedua kategori benda di atas. Setiap orang dapat mengusai dan memiliki jenis benda ini sesuai kesanggupannya. Orang yang lebih dahulu menguasainya maka ialah pemiliknya., seperti ikan di laut, rumput, binatang buruan, dan lain sebagainya.

f. Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta tersebut, baik hasilnya itu melalui hasil manusia maupun dengan sendirinya berdasarkan ciptaan Allah, maka ulama fiqih mambaginya kepada : Mal Ashal dan Mal Tsamar.

Mal ashal adalah harta benda yang dapat menghasilkan harta lain sedangkan mal tsamar adalah harta benda yang tumbuh dan dihasilkan oleh Mal ashal, tanpa menimbulkan kerugian atau kerusakan atasnya.

Misalnya sebidang kebun menghasilkan buah-buahan.

Pembagian kedua bentuk harta ini membawa akibat hukum yang sangat luas dalam fiqih Islam. Diantaranya adalah ashal harta wakaf tidak berhak dibagi-bagikan kepada yang berhak menerima wakaf, tetapi buah dan hasilnya boleh dibagi kepada mereka. Akibat hukum yang lain adalah harta yang diperuntukkan kepada kepentingan umum, ashalnya tidak boleh dibagi-bagikan, tetapi hasilnya boleh dimiliki oleh siapapun.

g. Mal ul qismah dan mal ghoirul qismah.

Yang dimaksud dengan mal qismah adalah harta benda yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dengan tidak menimbulkan kerusakan atau kekurangan manfaat masing-masing bagian dibandingkan sebelum dilakukan pembagian, seperti emas batangan, kayu, daging, dan lain

(11)

sebagainya. Sedangkan mal ghoiru qismah adalah harta yang tidak dapat dibagi sebagaimana yang dilakukan terhadap mal qismah.

Perbedaan jenis harta seperti ini mengakibatkan berbagai konsekwensi hukum. Pertama, perselisihan terhadap mal-qismah yang menjadi milik bersama diselesaikan oleh keputusan hakim melalui qismatul tafriq yakni membagi benda menjadi bagian-bagian yang tepisah.

Jika perselisihan ini terjadi kepada mal ghoiru qismah, diselesaikan melalui pembagian atas dasar kerelaan. Kedua, persekutuan terhadap mal ghoiru qismah yang belum ditentukan bagian masing-masing, maka pemilik bagian tersebut sah melimpahkan pemilikan tersebut kepada orang lain.

Terhadap mal-qismah, pembagian seperti diatas tidak sah sebelum dilakukan pembagian terlebih dahulu.

h. Mal ul Khas dan Mal ul ‘Amm.

Yang dimaksud malul khos adalah harta yang dimiliki oleh pribadi seseorang dan orang lain tercegah memilikinya atau memanfaatkannya tanpa seizin pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud malul ‘amm adalah harta benda yang menjadi milik masyarakat, yang sejak semula dimaksudkan untuk kepentingan umum.

Malul khas dapat berubah menjadi malul ‘amm demikian juga sebaliknya karena sebab-sebab antara lain, pertama, karena kehendak pemiliknya dan penguasanya, seperti sebidang tanah untuk masjid, sebelum diperuntukkan oleh pemiliknya adalah tergolong sebagi malul- khas yang dikuasai oleh sang pemilik. Demikian juga pemerintah berhak melelang harta umum sehingga malul ‘amm tesebut berubah menjadi malul-khas. Kedua, karena ketetapan syara’ atau karena undang-undang seperti pembatasan tanah hak milik untuk kepentingan umum.

Pembedaan jenis harta ini menimbulkan beberapa konsekwensi hukum antara lain: malul khas dapat ditasharrufkan oleh pemiliknya secara

(12)

bebas sesuai dengan syara’, sedangkan malul ‘amm tidak dapat ditasharufkan secara bebas. Selain itu, Apabila seseorang menggunakan malul ‘amm tanpa kesepakatan pihak-pihak yang berwenang untuk kepentingan pribadinya, maka ia dituntut ganti rugi.10

10 Wahbah Zuhaili, Op. Cit, Jilid. 4, h. 2878-2891,Muhammad Rusydi Muhammad Ismail, Al-Uqud fi al-Syari’ah al-Islamiyah, (Mesir: t.t, 1986), h. 8-12, Muhammad Roas Qal’aji, Al-Muamalat al-Maliyah.., Op.Cit., h. 18-20., Musthofa Ahmad al-Zarqa’, Al-Madkhal Ila Nadhariyat.., Op.Cit., h. 131-241.

Referensi

Dokumen terkait

Renstra ini menjabarkan tujuan, sasaran, dan indikator kegiatan LPMP Provinsi Sulawesi Selatan serta arah kebijakan dan strategi untuk mencapai sasaran kegiatan yang

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah mendeskripsikan: (1) kinerja dosen Universitas Pendidikan Ganesha dalam bidang pendidikan dan

Adapun isi pesan yang ingin disampaikan iklan layanan masyarakat versi SME Tower adalah Upaya pemberdayaan UKM dengan didirikan SME Tower, anjuran untuk menggunakan

Seperti pada pembelajaran pada umumnya, pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP juga masih dominan berpusat pada guru. Metode pembelajaran IPS

Hasil informasi ini akan menjadi rekomendasi masyarakat pada khususnya untuk mencari sarana layanan kesehatan yang tepat sebagai tempat untuk berobat sesuai dengan penyakit

Instagram menjadi sosial media yang banyak sekali peluang untuk berbisnis para penggunanya bisa dimanfaatkan sebagai media komunikasi pemasaran, melalui share foto-foto

Tingkat kemudahan pembacaan simbol pada peta multiskala cetak dan web diperoleh hasil sebesar 74% responden memilih web cartography sebagai bentuk penyajian peta multiskala yang

berbentuk kuis dan pemberian pertanyaan inilah yang dapat menjadi konsep dalam evaluasi siswa terhadap hasil pembelajaran atau pemberian materi selama kegiatan