• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

Budi Rohman

Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir - BAPETEN email: b.rohman@bapeten.go.id

ABSTRAK

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA.

Guna memperoleh keyakinan terhadap keselamatan operasi reaktor daya, perlu dilakukan evaluasi keselamatan terhadap desain instalasi sebagaimana tercermin di dalam Laporan Analisis Keselamatan.

Evaluasi keselamatan dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa desain instalasi telah memenuhi persyaratan keselamatan yang ditentukan dan bahwa instalasi dapat dioperasikan secara selamat dengan menggunakan fitur keselamatannya. Dalam evaluasi keselamatan reaktor daya, kondisi yang harus dikaji meliputi transien abnormal dan kecelakaan. Salah satu jenis kecelakaan yang harus dievaluasi adalah kejadian yang masuk dalam kategori insersi reaktivitas secara abnormal atau perubahan cepat pada daya reaktor.

Contoh kejadian ini adalah kecelakaan insersi reaktivitas (reactivity insertion accident [RIA]) yang dapat disebabkan oleh jatuhnya batang kendali pada reaktor BWR atau terlontarnya batang kendali pada reaktor PWR. Untuk menilai kecukupan desain instalasi terhadap persyaratan keselamatan, perlu ditetapkan kriteria penerimaan yang terkait dengan kejadian ini. Penentuan kriteraia penerimaan untuk RIA dalam kajian ini ini dilakukan melalui studi literatur terhadap berbagai program riset mengenai perilaku bahan bakar nuklir dalam kondisi insersi reaktivitas yang cepat. Studi ini menghasilkan kriteria untuk RIA pada reaktor daya yang mencakup entalpi bahan bakar maksimum, tekanan maksimum pada dinding penahan tekanan, paparan radiasi pada masyarakat umum, serta integritas bejana tekan reaktor.

Kata kunci: kriteria penerimaan, kecelakaan insersi reaktivitas, reaktor daya, BWR, PWR.

ABSTRACT

ACCEPTANCE CRITERIA FOR REACTIVITY INSERTION ACCIDENT IN NUCLEAR POWER PLANTS. In order to assure the safety of nuclear power plants, safety evaluation shall be conducted to the design of the plants as reflected in the Safety Analysis Report. Safety evaluation is intended to confirm that the design of the plants meet the predetermined safety requirements and that the plants can be safely operated by safety equipment designed to ensure their safety. In the safety evaluation, plants’ conditions including abnormal transients as well as accidents shall be assessed. One of the accidents that shall be evaluated is event categorized as abnormal reactivity insertion or rapid changes in reactor power. The typical example of this accident is reactivity insertion accident (RIA). This accident might be triggered by control rod drop for BWR plants or control rod ejection for PWR plants. In order to judge the appropriateness of the plants’ design with the safety requirements, acceptance criteria related to this event shall be determined. The determination of the acceptance criteria for RIA is performed through literature study to various research programs on the behavior of fuel element under rapid reactivity insertion. This study resulted in the criteria for RIA covering peak fuel enthalpy, maximum pressure to the pressure boundary, radiation exposure to the neighboring public, and integrity of reactor pressure vessel.

Keywords: acceptance criteria, reactivity insertion accident, nuclear power plant, BWR, PWR.

PENDAHULUAN

Guna memenuhi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat dari waktu ke waktu, Indonesia merencanakan untuk membangun reaktor daya. Selain memiliki kapasitas besar dalam membangkitkan listrik, reaktor daya juga aman serta bersahabat dengan lingkungan

karena tidak mengeluarkan gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang merupakan penyebab pemanasan global sebagaimana sudah mulai dirasakan saat ini.

Ketika reaktor daya dibangun dan dioperasikan, aspek paling penting adalah terjaminnya keselamatan dan kesehatan bagi

(2)

pekerja instalasi dan anggota masyarakat serta lingkungan hidup. Agar diperoleh keyakinan bahwa reaktor daya dioperasikan dengan selamat, harus dilakukan pengawasan yang memadai oleh Badan Pengawas. Di Indonesia pengawasan ini dilakukan oleh BAPETEN, yang berkewajiban untuk melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir. Pengawasan ini dilakukan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran[1].

Salah satu penerapan pengawasan reaktor daya dilakukan melalui evaluasi aspek- aspek keselamatan operasi reaktor sebagaimana diuraikan di dalam dokumen Laporan Analisis Keselamatan (LAK). Evaluasi ini dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa tujuan analisis keselamatan, yakni untuk mengkonfirmasikan bahwa dasar desain untuk sistem, struktur dan komponen (SSK) yang penting bagi keselamatan, telah memadai. Selain itu juga untuk memperoleh keyakinan bahwa desain instalasi secara keseluruhan mampu untuk memenuhi segala batas yang ditentukan berkenaan dengan dosis radiasi dan pelepasannya untuk masing-masing kategori kondisi instalasi[2].

Kecukupan dasar desain untuk SSK ini dijustifikasi dengan pemenuhannya terhadap kriteria penerimaan pada berbagai kondisi operasi reaktor, termasuk kondisi kecelakaan.

Salah satu kecelakaan yang harus dipertimbangkan di reaktor daya adalah kecelakaan insersi reaktivitas (reactivity insertion accident [RIA]), di mana perilaku bahan bakar yang diakibatkannya telah diteliti secara intensif akhir-akhir ini. Penelitian mengenai perilaku bahan bakar pada saat terjadinya RIA ini dilakukan misalnya dalam program uji CABRI di Perancis untuk bahan bakar PWR pada kurun waktu 1993-2002. Penelitian lain dalam bidang ini dilakukan oleh NSRR (Nuclear Safety Research Reactor) di Jepang pada tahun 1989- 2003 untuk bahan bakar BWR maupun PWR.

Pada dasarnya kedua penelitian ini mempelajari mengenai mekanisme kegagalan bahan bakar reaktor pada saat terjadinya RIA sebagai fungsi kandungan entalpi serta pengaruh fraksi bakar[3].

Ketika reaktor mengalamai kecelakaan insersi reaktivitas, dapat dipastikan bahwa kandungan entalpi bahan bakar, terutama yang berada di sekitar daerah insersi, akan meningkat dengan cepat. Peningkatan kandungan energi yang berlebihan dan cepat ini dapat menimbulkan kerusakan apabila nilainya telah melewati ambang ketahanannya. Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai nilai-nilai entalpi terkait dengan integritas bahan bakar sehingga dapat ditetapkan kriteria penerimaan untuk kategori kecelakaan insersi reaktivitas.

Kajian mengenai kaitan antara nilai entalpi bahan bakar reaktor daya dengan integritasnya dalam tulisan ini dilakukan melalui studi literatur dari berbagai hasil penelitian mengenai perilaku bahan bakar dalam kecelakaan insersi reaktivitas seperti yang dilakukan dalam program CABRI di Perancis dan NSRR di Jepang. Hasil kajian ini berupa kriteria penerimaan untuk kecelakaan insersi reaktivitas pada reaktor daya yang diharapkan dapat diterapkan dalam evaluasi LAK ketika reaktor daya dibangun di Indonesia.

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR DAYA Struktur, sistem, dan komponen reaktor daya diperlukan untuk melakukan fungsi tertentu baik pada kondisi operasi normal maupun abnormal guna menjamin keselamatan operasi reaktor. Guna membuktikan bahwa desain keselamatan fasilitas reaktor telah terpenuhi, kondisi abnormal dari reaktor daya harus dianalisis dan dievaluasi.

Ruang Lingkup Evaluasi Keselamatan Reaktor Daya

Ruang lingkup dalam evaluasi keselamatan reaktor daya meliputi kondisi transien abnormal dan kecelakaan yang terjadi

(3)

selama operasi reaktor. Definisi kedua kategori kejadian tersebut adalah sebagai berikut[4, 5]:

• Transien abnormal (kejadian operasional terantisipasi) adalah kejadian yang menyebabkan kondisi abnormal yang dapat disebabkan oleh kegagalan atau malfungsi komponen reaktor, kesalahan operator, atau dari penyebab eksternal, yang terjadi selama masa operasi reaktor. Kejadian ini diperkirakan terjadi satu atau beberapa kali selama umur reaktor.

• Kecelakaan adalah kejadian yang lebih parah dari pada kejadian transien abnormal, yang probabilitas kemunculannya kecil akan tetapi perlu dipostulasikan karena berpotensi menimbulkan pelepasan zat radioaktif dari instalasi reaktor nuklir ke lingkungan.

KECELAKAAN PADA REAKTOR DAYA

Kecelakaan merupakan kejadian yang harus dipostulasikan guna menilai keselamatan fasilitas reaktor. Kecelakaan merupakan kondisi yang tingkat keparahannya melampaui transien abnormal yang mungkin terjadi selama operasi reaktor. Kecelakaan sebenarnya merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi tetapi perlu diasumsikan karena memiliki potensi untuk melepaskan zat radioaktif dari instalasi reaktor ke lingkungan.

Pada reaktor daya berpendingin air ringan, terdapat empat kategori kejadian kecelakaan yang perlu dievaluasi[4] yang meliputi:

• Kehilangan air pendingin reaktor atau perubahan besar pada kondisi pendinginan teras.

• Penyisipan reaktivitas secara abnormal atau perubahan cepat pada daya reaktor.

• Pelepasan zat radioaktif secara abnormal ke lingkungan

• Perubahan yang abnormal pada parameter pengungkung.

Pada kategori penyisipan reaktivitas secara abnormal atau perubahan cepat pada daya reaktor, kejadian yang perlu dianalisis untuk

reaktor daya utama yang saat ini beroperasi adalah sebagai berikut[5]:

Kejadian BWR PWR

Jatuhnya batang kendali √

Terlontarnya batang kendali √ Kriteria Penerimaan untuk Kecelakaan pada Reaktor Daya

Dalam evaluasi kejadian kecelakaan, harus dikonfirmasi bahwa instalasi reaktor sudah didesain sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pelelehan teras atau kerusakan parah teras yang lain, kejadian tidak memicu kegagalan tambahan yang dapat menimbulkan transien yang lain, serta desain penghalang terhadap pelepasan zat radioaktif telah memadai. Kriteria umum yang digunakan untuk menilainya adalah sebagai berikut[4]:

(1) Teras tidak mengalami kerusakan secara meluas, dan pendinginan teras yang memadai harus tersedia.

(2) Entalpi bahan bakar tidak melampaui batas yang telah ditetapkan.

(3) Tekanan pada dinding penahan tekanan pendingin reaktor tidak melampaui 1,2 kali tekanan kerja maksimum yang ditetapkan.

(4) Tekanan pada dinding sungkup reaktor tidak melampaui tekanan kerja maksimum yang ditetapkan.

(5) Masyarakat umum sekitar tapak tidak menerima paparan radiasi melebihi nilai yang ditetapkan.

KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

Kecelakaan insersi reaktivitas (Reactivity Insertion Accident [RIA]) merupakan kejadian di mana daya reaktor naik sehingga mengakibatkan kandungan energi atau entalpi bahan bakar juga naik. Kejadian ini timbul akibat terjadinya insersi reaktivitas secara cepat, misalnya karena jatuhnya batang kendali pada reaktor BWR atau terlontarnya batang kendali pada reaktor PWR yang posisinya dapat dilihat di Gambar 1. Pada prinsipnya, kejadian dikategorikan sebagai RIA apabila insersi

(4)

reaktivitasnya bernilai lebih dari 1 dollar ketika reaktor sedang berada pada kondisi kritis atau

mendekati kritis[6]

Gambar 1. Skema teras reaktor daya dan posisi batang kendali. (a) BWR, (b) PWR.

Satu contoh kejadian RIA di reaktor daya terjadi di Shika Nuclear Power Station Unit-1 (BWR) yang dioperasikan oleh Hokuriku Electric Power Co., Inc., Jepang, yang memiliki daya nominal 540 MWe. Kejadiannya berlangsung pada tanggal 18 Juni 1999 ketika dalam pemeriksaan, 3 batang kendali jatuh dari teras akibat kesalahan pengoperasian katup, yang membawa reaktor ke kondisi kritis[8].

Mekanisme Kegagalan Bahan Bakar dalam Kecelakaan Insersi Reaktivitas

Ketika terjadi insersi reaktivitas, daya reaktor naik dengan cepat. Ini menyebabkan entalpi bahan bakar naik dengan cepat sehingga temperatur juga naik terutama di sekitar lokasi terjadinya insersi. Akibat kenaikan entalpi ini, dapat terjadi sekuensi kerusakan bahan bakar yang mekanismenya berlangsung menurut tingkat entalpi di dalam bahan bakar. Mekanisme kerusakan yang dapat timbul adalah sebagai berikut[6]:

1. Kerusakan bahan bakar karena waterlog. Ini terjadi ketika pembangkitan panas pada bahan bakar meningkat dengan tajam sehingga air pendingin di sekitarnya memuai dan berubah menjadi uap dengan cepat

sehingga impuls-nya dapat merusak kelongsong bahan bakar. Ketika pelet bahan bakar menjadi terbuka terjadilah interaksi antara bahan bakar dengan pendingin yang menimbulkan ejeksi uap air dengan cepat.

2. Kerusakan bahan bakar akibat interaksi mekanis antara pelet-kelongsong (Pellet- Cladding Mechanical Interaction [PCMI]).

Kerusakan ini terjadi karena pelet bahan bakar memuai sehingga terjadi kontak fisik dengan kelongsong. Dalam peristiwa ini terjadi hamburan partikel-partikel bahan bakar ke air pendingin yang disertai dengan pelepasan gas hasil fisi dengan cepat.

3. Pecahnya bahan bakar karena temperatur tinggi. Ketika kandungan energi di dalam bahan bakar semakin meningkat, temperatur bahan bakar menjadi berlebihan yang dapat menyebabkan bahan bakar menjadi pecah.

4. Kerusakan karena oksidasi dan perapuhan.

Ketika temperatur bahan bakar semakin inggi lagi, maka oksidasi berlangsung dengan sangat cepat. Selain itu, juga terjadi perapuhan pada matriks bahan bakar.

5. Pelelehan bahan bakar. Ketika temperatur bahan bakar mencapai titik lelehnya, ia akan meleleh. Titik leleh bahan bakar sangat

(5)

bergantung pada berbagai faktor.

Temperatur leleh bahan bakar berkurang dengan meningkatnya fraksi bakar, terdapatnya gadolinium, plutonium, dsb.

Ilustrasi mengenai kerusakan bahan bakar dalam kaitannya dengan kenaikan kandungan entalpi dapat dilihat di Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme kerusakan bahan bakar dalam RIA.

Kandungan Entalpi dan Kerusakan Bahan Bakar

Kerusakan bahan bakar dalam kejadian RIA berkaitan erat dengan kandungan entalpinya. Berbagai penelitian telah dilakukan

untuk mengetahui nilai entalpi di mana bahan bakar reaktor daya mengalami kerusakan. Salah satunya dilakukan oleh NSRR (Nuclear Safety Research Reactor) yang melakukan penelitian untuk kegagalan bahan bakar akibat PCMI serta kerusakan bahan bakar akibat temperatur tinggi serta oksidasi dan perapuhan[3,6,7] yang hasilnya dijelaskan di bagian ini.

Kerusakan bahan bakar akibat kontak mekanis antara pelet dengan kelongsong (PCMI) dievaluasi pada daerah awal kenaikan entalpi dalam kecelakaan insersi reaktivitas. Untuk reaktor daya, penelitian dilakukan untuk bahan bakar reaktor air mendidih (BWR) dan reaktor air tekan (PWR). Kegagalan bahan akibat PCMI dipengaruhi oleh fraksi bakar atau lama pemakaian bahan bakar dalam membangkitkan daya sebagaimana dapat dilihat di Gambar 3 (a).

Berdasarkan hasil penelitian ini ditetapkan nilai ambang entalpi untuk kerusakan PCMI, sebagaimana dapat dilihat di Gambar 3 (b), yang nilainya berada di bawah nilai entalpi merusak.

Gambar 3. Korelasi antara entalpi dengan kerusakan bahan bakar akibat PCMI[6, 7]. (a) Penelitian, (b) nilai ambang.

Kerusakan bahan bakar karena temperatur tinggi serta oksidasi cepat dan perapuhan terjadi pada tingkat kandungan entalpi yang lebih tinggi.

Penelitian memperlihatkan bahwa mode kerusakan ini dipengaruhi beda tekan antara bagian eksternal dan internal bahan bakar.

Semakin besar beda tekannya, semakin rentan bahan bakar terhadap kerusakan jenis ini. Kaitan antara beda tekan dengan kandungan entalpi yang dapat merusak ini diperlihatkan di Gambar 4

(6)

Gambar 4. Korelasi antara entalpi dengan kegagalan bahan bakar akibat temperatur tinggi serta oksidasi dan perapuhan[6, 7].

NILAI AMBANG ENTALPI KERUSAKAN BAHAN BAKAR

Guna menghindari kerusakan bahan bakar akibat kejadian kecelakaan insersi reaktivitas pada reaktor daya maka ditetapkan nilai ambang entalpi untuk masing-masing jenis kerusakan tersebut. Nilai ambang ini diambil di bawah nilai entalpi merusak untuk masing- masing jenis kerusakan sedemikian sehingga sekiranya nilai ambang tidak terlampaui maka jenis kerusakan yang terkait tidak akan timbul.

Dalam evaluasi keselamatan, nilai ambang yang diambil lazimnya adalah nilai untuk kejadian yang paling parah yakni melelehnya bahan bakar. Nilai ambang entalpi untuk bahan bakar UO2 yang digunakan di reaktor daya berpendingin air ringan seperti BWR dan PWR untuk masing- masing jenis kerusakan dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Nilai ambang kerusakan bahan bakar [6]. No. Mekanisme Kerusakan Ambang Entalpi

(cal/g)

1. Waterlog 65

2. PCMI 40∼110

3. Temperatur tinggi 65∼137 4. Oksidasi cepat dan

perapuhan 170

5. Leleh 230-ΔE*)

Catatan:

ΔE= Entalpi yang besarnya setara dengan pengurangan titik leleh bahan bakar akibat meningkatnya

fraksi bakar, penambahan gadolinium, plutonium, dsb

DASAR DALAM PENENTUAN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS

Kriteria penerimaan untuk kecelakaan insersi reaktivitas didasarkan pada mekanisme kerusakan bahan bakar serta dampaknya terhadap komponen lain di reaktor. Akibat dari

(7)

tiap-tiap jenis kerusakan bahan bakar dalam kejadian ini menghasilkan kriteria spesifik yang kemudian digabungkan untuk dijadikan sebagai kriteria penerimaan untuk kejadian kecelakaan penyisipan reaktivitas.

Pada dasarnya, dalam kejadian ini pelelehan bahan bakar hendaknya dihindari.

Untuk maksud ini ditetapkan nilai ambang kriteria penerimaan untuk mekanisme kerusakan pelelehan bahan bakar sebesar (230-ΔE) cal/g.

Selama nilai ambang ini tidak terlampaui, pelelahan bahan bakar dapat dihindarkan.

Dalam kejadian pelelehan bahan bakar terjadi ejeksi lelehan disertai dengan interaksi bahan bakar-pendingin. Peristiwa ini dapat menimbulkan hentakan tekanan yang sangat besar yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada dinding penahan tekanan reaktor. Untuk itu dikenakan kriteria bahwa tekanan maksimum pada dinding penahan tekanan tidak boleh melampaui 1.2 kali tekanan desain.

Kerusakan bahan bakar akibat oksidasi yang sangat cepat dan temperatur tinggi dapat berpotensi menimbulkan paparan radiasi ke lingkungan dan masyarakat. Terhadap kerusakan jenis ini diterapkan kriteria bahwa dalam kejadian ini masyarakat umum sekitar tapak tidak boleh menerima paparan radiasi melebihi nilai yang ditetapkan.

Dalam mekanisme kegagalan bahan bakar akibat PCMI dan waterlog terjadi ejeksi gas, interaksi bahan bakar-pendingin, serta ejeksi uap air. Peristiwa ini berpotensi menimbulkan gelombang kejut (shock wave) serta efek palu air (water hammer) yang menghantam bejana tekan reaktor. Terhadap dampak dari kerusakan jenis ini dikenakan kriteria penerimaan tambahan untuk RIA, yakni bahwa bejana tekan reaktor tidak boleh mengalami kerusakan akibat kejadian ini.

Dengan didasarkan pada mekanisme kegagalan yang mungkin terjadi, ditetapkanlah kriteria penerimaan untuk kecelakaan insersi reaktivitas sebagai berikut[6]:

1. Entalpi bahan bakar tidak melampaui batas yang telah ditetapkan. Entalpi bahan bakar maksimum tidak boleh melampui (230-ΔE) cal/g.

2. Tekanan pada batas penahan tekanan pendingin reaktor tidak melampaui 1,2 kali tekanan kerja maksimum yang ditetapkan.

3. Masyarakat umum di sekitar tapak tidak menerima paparan radiasi melebihi nilai yang ditetapkan.

4. Bejana tekan reaktor tidak boleh mengalami kerusakan akibat gelombang kejut dan efek palu air.

PEMBAHASAN

Salah satu kategori kecelakaan yang dievaluasi pada reaktor daya adalah insersi reaktivitas secara abnormal atau perubahan cepat pada daya reaktor, yang dapat terjadi karena jatuhnya batang kendali pada reaktor BWR atau terlontarnya batang kendali pada reaktor PWR. Pada kejadian ini diidentifikasi terdapat lima mekanisme kerusakan bahan bakar yang dapat timbul yang bergantung pada tingkat kandungan energi atau entalpi bahan bakar.

Mekanisme tersebut meliputi kerusakan bahan bakar akibat waterlog, kerusakan karena interaksi mekanis antara pelet dengan kelongsong, pecahnya bahan bakar karena temperatur tinggi, kerusakan akibat oksidasi yang cepat dan perapuhan, dan yang paling parah adalah pelelehan bakar bakar ketika nilai entalpinya mencapai titik ini.

Masing-masing mekanisme kerusakan terjadi ketika entalpi bahan bakar mencapai nilai tertentu. Untuk mengurangi resiko akan tercapainya nilai tersebut, ditetapkan ambang entalpi bahan bakar untuk masing-masing mekanisme kerusakan yang diperoleh dari hasil penelitian. Nilai ambang tersebut diambil di bawah nilai entalpi merusak agar diperoleh margin keselamatan yang cukup. Nilai ambang entalpi untuk tiap-tiap mekanisme kerusakan tersebut meliputi kerusakan waterlog 65 cal/g, PCMI 40∼110 cal/g, temperatur tinggi 65∼137

(8)

cal/g, oksidasi cepat dan perapuhan 170 cal/g, serta pelelehan 230-ΔE cal/g. ΔE adalah entalpi yang besarnya setara dengan pengurangan titik leleh bahan bakar akibat meningkatnya fraksi bakar, penambahan gadolinium, plutonium, dsb.

Nilai ambang yang diterapkan di kriteria penerimaan adalah nilai yang paling besar yang terkait dengan kerusakan paling parah yang dapat terjadi, yakni melelehnya bahan bakar.

Selama nilai ambang ini tidak terlampaui, maka tidak akan terjadi pelelehan bahan bakar pada reaktor daya.

Pada reaktor daya jenis BWR dan PWR, kriteria yang diterapkan dalam kecelakaan insersi reaktivitas meliputi tiga hal yang terkait dengan kriteria penerimaan umum untuk kecelakaan sebagaimana telah dijelaskan di atas, yakni entalpi maksimum bahan bakar, tekanan maksimum pada dinding penahan tekanan pendingin reaktor, dan paparan maksimum pada masyarakat umum. Selain itu ditentukan satu kriteria tambahan, yakni yang terkait dengan integritas bejana tekan reaktor akibat potensi timbulnya gelombang kejut serta efek palu air dari air pendingin.

KESIMPULAN

• Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap perilaku bahan bakar akibat terjadinya insersi reaktivitas yang besar dan cepat seperti dalam kecelakaan insersi reaktivitas, bahan bakar dapat mengalami kegagalan dengan berbagai mekanisme yang bergantung pada kenaikan nilai entalpi bahan bakar serta fraksi bakarnya.

• Mekanisme kegagalan bahan bakar yang dapat menyertai kejadian kecelakaan insersi reaktivitas meliputi kerusakan bahan bakar akibat waterlog, PCMI, pecah karena tingginya temperatur, oksidasi cepat dan perapuhan, serta melelehnya bahan bakar.

• Sebagai dasar penilaian dalam evaluasi keselamatan, perlu ditetapkan kriteria penerimaan berdasarkan jenis kejadiannya.

Untuk kecelakaan insersi reaktivitas, kriteria ini didasarkan pada mekanisme kegagalan bahan bakar serta efeknya terhadap komponen reaktor. Kriteria ini mencakup entalpi bahan bakar, tekanan maksimum terhadap dinding penahan tekanan pendingin reaktor, paparan radiasi terhadap masyarakat, serta integritas bejana tekan reaktor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran.

2. International Atomic Energy Agency, Safety Assessment and Verification for Nuclear Power Plants (IAEA Safety Standards No.

NS-G-1.2). IAEA, Vienna, 2001.

3. Nuclear Energy Agency, Committee on the Safety of Nuclear Installations, Review of High Burn-Up RIA and LOCA Database and Criteria. NEA/CNSI, Paris, November 2006.

4. Japan Nuclear Energy Safety Organization, Safety Evaluation of Japanese LWR. JNES, December 2004.

5. Ebata, S., Safety Design and Evaluation of BWR/PWR Plant System Initiating Events.

Incorporated Administrative Agency, JNES, September 2007.

6. Nakajima, T., RIA Criteria in Japan. JNES, September 2007.

7. Nakajima, T., Three Dimensional Analysis of RIA in PWR and BWR with High Burnup Fuel. JNES, September 2007.

8. Utsuno, Hideaki, Safety Analysis of BWR.

Incorporated Administrative Agency, JNES, September 2007.

Gambar

Gambar 1. Skema teras reaktor daya dan posisi batang kendali. (a) BWR, (b) PWR.
Ilustrasi mengenai kerusakan bahan  bakar dalam kaitannya dengan kenaikan  kandungan entalpi dapat dilihat di Gambar 2
Gambar 4. Korelasi antara entalpi dengan kegagalan bahan bakar akibat temperatur tinggi serta oksidasi  dan perapuhan [6, 7]

Referensi

Dokumen terkait

dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa amina sekunder kemungkinan besar terdapat pada endapan hidrolisat dan bukan pada filtrat, mengingat asam-asam amino yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepuasan Pelanggantidak berpengaruh secara signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan.Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Kumala

Dari nilai kebutuhan ruang parkir kendaraan diatas, kemudian dilakukan penataan terhadap ruang parkir yang tersedia di kawasan penelitian, dengan melihat bahwa

Persamaan Dirac untuk potensial Posch-Teller Hiperbolik Terdeformasi-q pada kasus pseudospin simetri bagian radial dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Iterasi

2. Pas Photo berwarna terbaru ukuran 2x3 cm sebanyak 2 lembar. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh petugas pengelola pasar setempat dicatat dalam buku register

Sekretariat DPRD Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan terhadap DPRD Kabupaten Jembrana, serta memfasilitasi terwujudnya hubungan yang harmonis

Nilai batas bawah dan batas atas dari selang kepercayaan 95% untuk nilai risiko relatif penyakit demam Dengue stadium lanJut dengan metoda hampiran Normal, uji eksak Mid-P, dan

Kalau suatu saham nilainya jatuh, sedangkan saham lain nilainya naik maka kerugian dan keuntungan ini akan saling mengkompenisir.Dengan cara diversifikasi, fluktuasi