• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Umbi Minor Gadung sebagai Bahan Baku Produksi Gula Cair Menggunakan Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Umbi Minor Gadung sebagai Bahan Baku Produksi Gula Cair Menggunakan Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pemanfaatan Umbi Minor Gadung sebagai Bahan Baku Produksi Gula Cair

Menggunakan Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Amna Hartiati and IW. Gede Sedana Yoga

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Email : amnahartiati@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan umbi minor berupa gadung sebagai bahan baku produksi gula dengan menggunakan proses likuifikasi dan sakarifikasi secara enzimatis. Target khusus yang ingin dicapai adalah (1) memperoleh kondisi konsentrasi enzim α-amilase dan suhu proses yang optimum pada likuifikasi. (2) memperoleh konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses sakasifikasi (3) menentukan karakteristik gula dari umbi gadung sesuai dengan SNI 01-2978-1992.Penelitian terdiri dari tiga tahap.Tahap pertama adalah proses likuifikasi yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dengan dua factor yaitu konsentrasi enzim α-amylase dan suhu hidrolisis. Konsentrasi enzim α-amilase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg pati (K3). Suhu hidrolisis terdiri dari 3 level yaitu 90oC (S1), 95oC (S2) dan 100oC (S3). Pengamatan proses likuifikasi meliputi kadar gula reduksi, total gula dan dextrose equivalent. Hasil terbaik dari tahap likuifikasi dipergunakan pada tahap kedua yaituproses sakarifikasi yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses. Konsentrasi enzim amiloglukosidase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg pati (K3). Suhu proses 50oC (S1), 55oC (S2) dan 60oC (S3). Pada proses sakarifikasi variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi, dan rendemen.Hasil tahapan likuifikasi adalah pati ubi gadung : ensim 1,2 ml/kg pati pada suhu 95ºC dengan DE 43,23% dan hasil tahapan sakarifikasi adalah karakteristik gula cair pati ubi gadung d belum sesuai dengan SNI 01-2978-1992 pada kadar air dan warna masih agak yang seharusnya tidak berwarna sampai kekuning – kuningan dengan derajat kemanisan tertinggi untuk gula cair pati ubi gadung (55,20% Brix) pada konsentrasi ensim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati, suhu 65 ºC

Kata kunci: gula, pati ubi gadung, likuifikasi, sakarifikasi

PENDAHULUAN

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, setiap tahun, Indonesia hanya memproduksi 2,1 juta ton gula, sementara itu, kebutuhan untuk konsumsi mencapai 3 juta ton atau sekitar 12 kilogram per kapita. Kondisi ini artinya bahwa produksi gula hanya mampu mencukupi sekitar 60 persen dari kebutuhan (Triyatna, 2012). Melihat kondisi belum terpenuhinya kebutuhan gula secara nasional ini, menyebabkan pemerintah menerapkan kebijakan mengimpor gula pasir. Impor gula tahun 2012 mencapai 2,53 juta ton,meningkat dari 2,43 juta ton tahun 2011, dan diperkirakan menjadi 2,7 juta ton tahun 2013 dan 3,7 juta ton pada tahun 2020 (Sutawi, 2012).

Melihat kondisi tersebut, dimana kita masih mengimpor gula, sedangkan usaha untuk produksi gula terbentur dan sangat tergantung pada persediaan bahan baku tebu, maka pemerintah seharusnya dapat mencari solusi lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan gula masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mencari alternative sumber-sumber bahan baku gula selain tebu. Sumber gula alternative selain tebu dapat diperoleh dari komoditi-komoditi yang mengandung karbohidrat terutama pati. Pati banyak dijumpai pada umbi-umbian. Umbi-umbi yang dapat dipergunakan adalah kelompok umbi-umbian utama seperti ubi kayu dan ubi jalar (major root crops) dan kelompok umbi-umbian minor seperti gadung, gadung, suweg, uwi, gembili (minor root crops).

(3)

masyarakat belumlah optimal. Adanya potensi penggunaan pati dari umbi-umbi minor untuk bahan baku gula berarti telah ada upaya mencari gula alternatif selain gula tebu.

Gula alternative berbahan baku pati dapat berupa sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol, dan sorbitol, yang semuanya mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu, bahkan beberapa jenis lebih manis. Di antara contoh-contoh gula pati tersebut sirup glukosa dan fruktosa paling mempunyai prospek untuk mensubstitusi gula pasir (Richana, 2010).

Sirup glukosa merupakan cairan jernih dan kental yang mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat dilakukan secara enzimatis ataupun secara kimia. Dalam aplikasinya, sirup glukosa banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, serta industri farmasi. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%.Pada aplikasi pembuatan produk, misalnya es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku dan untuk kue dapat menjaga kue tetap segar dalam waktu lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih disenangi karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis, dan memperbaiki tekstur.

Dari uraian diatas, jika Indonesia mampu memanfaatkan berbagai gula alternative, maka ada beberapa keuntungandapat diraih, yaitu pasokan gula tidak hanya dari gula sukrosa/gula pasir tapi juga darigula fruktosa dan jenis gula pati lain. Hal tersebut secara langsung akan memanfaatkansumber bahan berpati di Indonesia yang sangat melimpah. Dengan produksi yangmeningkat maka akan dapat menekan harga sehingga harga dapat bersaing dengan gulapasir. Seandainya semua industri sirup, soft drink, candy, biskuit, jelly semuamenggunakan glukosa atau fruktosa maka tentu saja akan mengurangi kebutuhan gulapasir, bahkan mungkin tidak perlu impor gula.

Kebanyakan gula inidiproduksi oleh industri-industri besar yang telah menggunakan teknologi dan peralatanyang canggih. Padahal sebetulnya teknologi pembuatan gula ini terutama sirup glukosadapat dilakukan dengan cara sederhana yang dapat dilakukan di pedesaan dengan memanfaatkan umbi-umbian lokal.

METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioindustri dan Pengolahan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian di bulan Agustus-September 2014. Bahan Penelitian dan Analisis

Bahan yang dipergunakan adalah pati kayu dan pati umbi-umbi minor antara lain: pati ubi gadung. Enzim yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah azim α-amilase (Novo, Thermamyl), amiloglukosidase (Novo, Thermamyl), arang aktif. Bahan kimia yang dipergunakan adalah HCl, NaOH, glukosa standar , H2SO4, asam 3,5-dinitrolisilat (DNS), Reagen Nelson, reagen

Arsenomolibdat,Na-K Tatrat, fenol, Na-Metabisulfit, asam sitrat, CuSO4.5H2O, Na2CO3.10H2O,

indikator fenolftalin, aquades, dan bahan-bahan lai untuk keperluan analisa parameter penelitian. Alat

Alat-alat yang dipergunakan adalah water bath, pipet mikro, spektrofotometer, evaporator, refraktometer, oven, timbangan analitik dan alat-alat gelas.

Tahapan penelitian

(4)

Preparasi bahan baku

Bahan baku dipreparasi dengan cara menyortir ubi gadung yang rusak kemudian dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih.

Ekstraksi pati ubi gadung

Ubi kayu dan ubigadung diparut dan dihancurkan dengan blender dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:1. Bubur pati kemudian disaring dengan menggunakan kain saring guna memisahkan ampasnya. Filtrat hasil penyaringan kemudian diendapkan. Endapan yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara membuang airnya dan di oven pada suhu 50 oC sampai kadar air sekitar 12%. Pati yang diperoleh selanjutnya dikarakterisasi dengan analisa proksimat.

Tahap I : Penentuan konsentrasi enzim α-amilase dan suhu proses likuifikasi

a. Rancangan percobaan

Penelitian pada tahap inidiperlakukan pada pati kontrol yaitu ubi kayu dengan alasan pati ubi kayu merupakan pati umbi mayor yang telah banyak dipergunakan dalam aplikasi produk pangan dan industri. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Pada tahap likuifikasi diperlakukan konsentrasi enzim α-amylase dan suhu hidrolisis. Konsentrasi enzim α -amilase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg pati (K3) sedangkan suhu hidrolisis terdiri dari 3 level yaitu 90oC (S1), 95oC (S2) dan 100oC (S3). Dengan demikian terdapat 9 perlakuan kombinasi dengan dua kelompok waktu pengolahan sehingga terdapat delapan belas unit percobaan. Dari rancangan ini akan diperoleh kondisi terbaik dari konsentrasi enzim dan suhu proses likuifikasi yang selanjutnya akan dicobakan pada proses sakarifikasi.

b. Pelaksanaan penelitian

Pati ubi kayu sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 1000 ml, pH diatur sampai 5 dengan menggunakan buffer sitrat. Suspensi pati kemudian dipanaskan dalam water bath sampai tergelatinisasi. Penambahan enzim dan pengaturan suhu proses disesuaikan dengan perlakuan yaitu konsentrasi enzim α -amilase 0,8 ml/kg pati, 1 ml/kg pati dan 1,2 ml/kg pati sedangkan suhu hidrolisis 90oC, 95oC dan 100oC. Proses ini dilakukan selama 60 menit. Produk yang dihasilkan dari masing-masing kombinasi perlakuan selanjutnya dilakukan analisa total gula, gula reduksinya dan dextrose equivalent-nya.

c. Variabel yang diamati dan analisis data

Hasil proses likuifikasi diukur kadargula reduksi,total gula dan dextrose equivalen. Data yang diperoleh pada tahap ini dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan. Perlakuan dengan kadar gula reduksi, total guladan nilai dextrose equivalent tertinggi dipilih sebagai perlakuan terbaik dan dipergunakan untuk penelitian tahap II. Data-data hasil analisa untuk karakteristik umbi-umbi minor juga dianalisa secara deskriptif dan akan disajikan dalam bentuk grafik dengan menampilkan standar deviasi.

Tahap II: Penentuan konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses sakarifikasi (SFS)

a. Rancangan percobaan

(5)

b. Pelaksanaan penelitian

Produk hasil perlakuan terbaik pada proses likuifikasi selanjutnya disakarifikasi sesuai perlakuan yaitu konsentrasi enzim amiloglukosidase ditambahkan 0,8 ml/kg pati, 1 ml/kg pati dan 1,2 ml/kg pati, sedangkan suhunya diatur sesuai perlakuan menjadi 50oC, 55oC dan 60oC. Waktu proses dilakukan selama 72 jam. Cairan gula yang dihasilkan dari masing-masing kombinasi perlakkuan, selanjutnya dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati.

c. Variabel yang diamati dan analisis data

Variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi dan rendemen. Data yang diperoleh pada tahap II dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan. Perlakuan kombinasi konsentrasi enzim dan suhu proses yang menghasilkan konsentrasi gula reduksi tertinggi dipilih sebagai perlakuan terbaik.

Produksi gula dari umbi-umbi minor

a. Rancangan percobaan

Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan jenis umbi minor. Jenis umbi minor tersiri dari 4 level yaitu yaitu gadung, suweg, gadung dan uwi. Masin-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 12 unit percobaan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Beda Nyata terkecil (BNT) untuk menentukan perbedaan dari masing-masing perlakuan.

b. Pelaksanaan penelitian

Kondisi proses hidrolisis dari hasilperlakuan terbaik pada proses likuifikasi dan sakarifikasi, selanjutnya diterapkan pada proses produksi gula dari umbi-umbi minor. Masing-masing pati umbi minor sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 1000 ml, pH diatur sampai 5 dengan menggunakan buffer sitrat. Suspensi pati kemudian dipanaskan dalam water bath sampai tergelatinisasi. Penambahan enzim amylase dan pengaturan suhu proses disesuaikan dengan hasil perlakuan terbaik pada tahap likuifikasi. Proses ini dilakukan selama 60 menit. Setelah proses likuifikasi dilakukan proses sakarifikasi. Pada tahap ini, hasil dari proses likuifikasi untuk masing-masing pati umbi jalar dihidrolisis dengan penambahan enzim amiloglukosidase dan suhu proses sesuai dengan hasil perlakuan terbaikpada proses sakarifikasi. Waktu proses sakarifikasi dilakukan selama 72 jam. Hasil dari proses sakarifikasi ini adalah cairan gula yang selanjutnya dipucatkan dengan menambahkan arang aktif dengan konsentrasi 0,5% (b/v) dan dilakukan pada suhu 90oC. Selama pemucatan dilakukan pengadukan selama 1 jam. Pemucatan dilakukan guna menjernihkan larutan gula. Setelah pemucatan dilakukan penyaringan untuk memisahkan arang aktif dengan cairan gula. Cairan gula yang dihasilkan selanjutnya dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati.

c. Variabel yang diamati dan analisis data

Variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula (Apriyantono et al. 1989), gula reduksi (Sudarmadji dkk., 1997), rendemen (Ciptadi, 1981), warna, kadar air, kadar abu dan tingkat kemanisan (Muchtadi, 1989) dan karakteristik sesuai dengan dengan SNI 01-2978-1992 tentang gula cair.

Data yang diperoleh pada tahapIII dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Beda Nyata terkecil (BNT) untuk menentukan perbedaan dari masing-masing perlakuan. Perlakuan jenis umbi minor yang menghasilkan konsentrasi gula reduksi tertinggi dan memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan dipilih sebagai perlakuan terbaik. Data-data hasil analisa untuk karakteristik gula dari umbi-umbi minor juga dianalisa secara deskriptif dan akan disajikan dalam bentuk grafik dengan menampilkan standar deviasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(6)

1. Hasil analisis tahap I a. Proses likuifikasi

Hasil likuifikasi pada pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Hasil tertinggi didapat pada suhu 95°C dengan ensim amylase 1,2 ml/kg pati ubi gadung yaitu 43, 23%. Suhu dan konsentrasi inilah yang digunakan sebagai acuan untuk dilanjutkan ke penelitian tahap II untuk pati ubi gadung.

Tabel 1. Nilai DE pada proses likuifikasi tepung ubi gadung

Perlakuan Suhu ( °C)

Kondisi optimal proses likuifikasi suatu pati ubi disebabkan oleh prosentase kandungan amilosa yang akan dipecah oleh ensim amilase yang digunakan di tahap I. Sifat ensim amilase adalah memecah amilosa komplek berantai lurus penjadi senyawa monomer glukosa pada ikatan 1,4 α glikosidik.

2. Hasil analisis tahap II

Penelitian tahap II meliputi proses sakarifikasi menggunakan ensimamiloglukosidase dengan 3 perlakuan. Hasil penelitian tahap II ini adalah gula cair. Analisa gula cair yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, tingkat kemanisan dan uji sensoris warna gula cair. a. Kadar air gula cair pati ubi gadung

Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh nyata (P<0,05) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air gula cair pati ubi gadung.

Tabel 2. Nilai rata – rata kadar air gula cair pati ubi gadung (%) pada perlakuan suhu

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah perlakuan suhu sakarifikasi maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Nilai rata – rata kadar air gula cair pati ubi gadung dengan perlakuan suhu sakarifikasi 65°C memberikan hasil kadar air yang terendah yaitu 40,93% dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu sakarifikasi 55°C dan 60°C, sedangkan rata – rata kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu sakarifikasi 55°C dengan nilai rata – rata 55,81%. Makin tinggi suhu sakarifikasi makin banyak air yang menguap. Dari hasil analisa terlihat kadar air gula cair pati ubi gadung belum memenuhi syarat mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula cair yaitu kurang atau sama dengan 20%. Kadar air gula cair masih tergolong tinggi, hal ini hanya tinggal diuapkan untuk mendapatkan kadar air sesuai SNI yaitu maksimal 20%.

(7)

tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air suatu bahan pangan digunakan untuk menentukan banyaknya zat gizi yang dikandung oleh bahan pangan tersebut. Dengan memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan pangan tersebut akan konstan. Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berarti banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut(Winarno 2004).

b. Kadar abu gula cair pati ubi gadung

Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi, konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P<0,05)terhadap kadar abu gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata kadar abu gula cair pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata – rata kadar abu gula cair pati ubi gadung (%)

Perlakuan Konsentrasi enzim amiloglukosidase (ml/kg pati)

0,8 1,0 1,2

Suhu°C

55 0,24 0,25 0,29

60 0,27 0,31 0,25

65 0,30 0,30 0,32

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata menunjukkan nilai yang tidak nyata (P>0,05).

Hasil analisa kadar abu gula cair pati ubi gadung yang disajikan pada Tabel 3dengan perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 0,8 ml/kg pati dan suhu sakarifikasi 55°C memberikan hasil kadar abu yang terendah yaitu 0,32% sedangkan rata–rata kadar abu tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati dan suhu sakarifikasi 65°C dengan nilai rata – rata 0,36% (bb).

Tabel 3menunjukkan bahwa hasil analisa terlihat kadar abu gula cair pati ubi gadungsemuanya sudah memenuhi syarat mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula cair yaitu kurang atau sama dengan 1% dan semuanya tidak berbeda nyata. Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan menunjukkan adanya kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut DeMan (1997), bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik ataupun dapat digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan fosfoprotein dan logam yang digabung dengan enzim. Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan cara pengabuan.

c. Derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung, gadung dan suweg

Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata kadar derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata – rata derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung (% Brix)

Perlakuan

Konsentrasi enzim amilogukosidase (ml/kg)

0,8 1,0 1,2

Suhu°C

55 43,50a 45,50a 48,50a

60 50,50b 46,00b 54,00b

65 51,00c 49,00c 55,20c

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(8)

hasil tingkat kemanisan yang terendah yaitu 43,50% sedangkan rata – rata derajat kemanisan tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati dan suhu sakarifikasi 65°C dengan nilai rata – rata 55,20% brix. Makin rendah suhu sakarifikasi dan makin rendah konsentrasi enzim amiloglukosidase maka derajat kemanisan yang dihasilkan semakin rendah.

Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin rendah perlakuan suhu sakarifikasi dan konsentrasi enzim maka semakin tinggi derajat kemanisan yang dihasilkan. Menurut Subagjo (2007), % brix adalah jumlah zat padatan semua yang terlarut (dalam gram) setiap 100g larutan. Sifat ensim amiloglukosidase adalah memutus ikatan α 1,4 glikosida dan memutus ikatan α 1,6 glikosida.

d. Pengujian sensoris warna

Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap uji sensoris warna gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata sensoris warna gula cair pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata – rata uji sensoris warna gula cair pati ubi gadung, gadung dan suweg pada perlakuan suhu skarifikasi dan konsentrasi enzim

Perlakuan Hasil uji sensoris warna

Suhu (˚C) Konsentrasi enzim amilogukosidase (ml/kg) Gadung

55 0,8 2,11a

55 1,0 2,10a

55 1,2 2,32a

60 0,8 2,23a

60 1,0 2,13a

60 1,2 2,43a

65 0,8 2,17a

65 1,0 2,34a

65 1,2 2,23a

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Warna merupakan parameter pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk (Harun et al., 2013). Penelitian terhadap warna gula cair pati ubi gadung oleh panelis berkisar antara 2,00 – 2,92 (coklat - kuning kecoklatan).Karamelisasi merupakan proses pencoklatan bahan pangan yang mengandung gula. Apabila pemanasan terhadap gula menggunakan suhu yang sangat tinggi, maka gula akan berubah menjadi cairan bening. Apabila waktu pemanasan cukup lama, maka gulapun akan berubah warna menjadi kuning, kemudian kecokelatan, selanjutnya dengan cepat berubah warna menjadi sangat cokelat (Coultate, 2002). Dari hasil analisa terlihat warna masing-masing gula cair pati ubi gadung belum memenuhi syarat mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula cair adalah tidak berwarna sampai kekuning - kuningan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a. Rendemen tepung ubi gadung 8%

b. Hasil tahapan I untuk konsentrasi ensim dan suhu optimum proses likuifikasi adalah tepung ubi gadung : ensim 1,2 ml/kg pati pada suhu 95ºC dengan DE 43,23%

(9)

Saran

a. Perlu penguapan untuk gula cair yang masih belum memenuhi SNI tentang kadar air

b. Perlu perbaikan proses pembuatan tepung gadung agar bisa didapat gula cair dengan warna yang tidak putih kekuningan

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto, 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. PAU-IPB Bogor. Richana N, Damardjati D S, Prastowo B, Hasanudin A. 1990. Pemanfaatan Tepung Gaplek dan

Kacang-Kacangan Dalam Penganekaragaman Bahan Pangan. Pengkaj. dan pengemb. Tekn. Pra dan Pascapanen Ubi Kayu. Pros Sem Nas, UPT EPG Lampung.

Sudarmadji, S.B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Triyatna SO. 2012. Produksi Gula Hanya 60 Persen Kebutuhan. http://bisniskeuangan.kompas.com [diakses 1 November 2012]

Gambar

Tabel 1. Nilai DE pada proses likuifikasi tepung ubi gadung
Tabel 3. Nilai rata – rata kadar abu gula cair pati ubi gadung (%)
Tabel 5.  Nilai rata – rata uji sensoris warna gula cair pati ubi gadung, gadung dan suweg pada perlakuan suhu skarifikasi dan konsentrasi enzim

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi kapal katamaran dengan variasi bentuk dan lebar lambung yang memiliki hambatan paling kecil dengan menggunakan

Dewasa ini dunia pendidikan sedang dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya perkembangan ilmu

Fixation to the coil term inals, that allow s sim ultaneous use w ith the auxiliary contact blocks..

Hasil uji Chi Square didapatkan signifikansi (p) untuk semua variabel lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan

Kondisi semacam ini menandakan bahwa semangat belajar peserta didik masih tergolong rendah, dan dampak lainnya juga diakibatkan ketidaksukaan peserta didik terhadap

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan melakukan identifikasi terhadap bentuk saluran pemasaran sapi potong, menghitung bagian harga yang diterima peternak dan

Kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam

Bintang Toedjoe dilakukan oleh bagian Quality Control (QC), untuk menjamin agar produk yang dihasilkan berkualitas memenuhi persyaratan yang diterapkan