• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR

Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 mengamanatkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Dalam konteks ini, Pemerintah menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Indonesia. Pada era globalisasi, Pemerintah berkewajiban melindungi dan melayani masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai budayanya agar tidak tergerus oleh nilai-nilai budaya global yang tidak sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa.

(2)

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang kebudayaan, antara lain (1) munculnya gejala krisis jati diri dan karakter bangsa yang disebabkan oleh dampak negatif globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang membuka peluang terjadinya interaksi budaya antarbangsa; (2) masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pelestarian nilai budaya dan kearifan lokal yang disebabkan, antara lain, oleh (a) semakin terbatasnya ruang atau tempat penyaluran aspirasi kreativitas seni budaya masyarakat; dan (b) kurangnya apresiasi dan rasa cinta terhadap budaya dan produk dalam negeri; (3) masih rendahnya apresiasi, pemahaman, komitmen, dan kesadaran tentang kekayaan budaya dengan berbagai kandungan nilai-nilai luhurnya yang mengakibatkan terjadinya (a) pencurian, penyelundupan, dan perusakan benda cagar budaya; (b) pembajakan terhadap berbagai kekayaan budaya dan kekayaan intelektual; dan (c) terbatasnya pengelolaan kekayaan budaya oleh pemerintah daerah, karena terbatasnya kemampuan keuangan maupun kemampuan manajerial; (4) belum optimalnya sumber daya di bidang kebudayaan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

(3)

terkait dalam upaya pengelolaan kekayaan budaya; (6) mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkepribadian, berbudi luhur, dan mencintai kebudayaan Indonesia dan produk-produk dalam negeri.

Untuk meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya dan menciptakan keserasian antarunit sosial dan budaya dalam bingkai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), langkah-langkah kebijakan yang dilakukan antara lain adalah (1) menyelenggarakan berbagai dialog kebudayaan dan kebangsaan; (2) mengembangkan kesenian dan perfilman nasional; (3) mengembangkan galeri nasional; (4) melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) perfilman dan meningkatkan kualitas sensor film; (5) melakukan stimulasi dan fasilitasi penyelenggaraan Festival Film Indonesia dan Festival Budaya Daerah; (6) mendukung pengelolaan taman budaya daerah; dan (7) melakukan optimalisasi koordinasi pengembangan nilai budaya, seni, dan film.

(4)

jumlah produksi film nasional; (8) terlaksananya pembuatan Direktori Perfilman Indonesia; (9) tersusunnya konsep revisi UU No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman sebagai dasar pengembangan perfilman nasional di masa yang akan datang serta sosialisasinya; (10) terlaksananya koordinasi Tim Pembuatan Film Noncerita Asing di Indonesia yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai lokasi syuting film dunia; (11) terlaksananya pengiriman film Indonesia ke Festival Film Internasional di Cannes Perancis dan Pusan International Film Festival di Korea Selatan serta Festival Film Asia Osian’s Cinefan VII di New Delhi, India; dan memfasilitasi kerja sama asosiasi pembuat film internasional; (12) terlaksananya pemetaan dan penulisan sejarah, serta diskusi dengan tema Lawatan Sejarah: Merajut Simpul-Simpul Perekat Bangsa baik di tingkat lokal maupun nasional; (13) terlaksananya sosialisasi dan promosi Indonesia Performing Arts Mart (IPAM); (14) terlaksananya konservasi lukisan di Museum Le Mayeur di Bali; (15) terlaksananya penyelenggaraan Lomba Lukis dan Cipta Puisi Anak-anak; (16) terlaksananya penyelenggaraan Festival Sastra Nusantara dan Pameran Seni Rupa Nusantara; (17) terlaksananya penyusunan naskah akademik Rancangan Undang Undang tentang Kebudayaan; (18) terlaksananya First Indonesia Expo Central East Europe di Polandia; (19) terselenggaranya Kongres Kebudayaan di Bogor yang bertujuan untuk memfasilitasi pemetaan dan pembahasan gagasan, apresiasi, minat dan partisipasi masyarakat khususnya budayawan, ilmuwan, tokoh masyarakat, dan Pemerintah dalam membangun kebudayaan nasional; (20) terselenggaranya festival Semarak Budaya Nusantara; (21) terlaksananya pelestarian dan pengembangan kesenian yang hampir punah; (22) terselenggaranya Pekan Produk Budaya Indonesia/Pekan Produk Budaya Kreatif Indonesia; (23) terlaksananya Kajian Pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia; dan (24) terlaksananya sensor film, rekaman video dan sarana promosi, serta sosialisasi kebijakan Lembaga Sensor Film.

(5)

lain adalah (1) melakukan pelestarian dan pengembangan nilai luhur, budi pekerti dan karakter bangsa; (2) melakukan pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai tradisi; (3) memberdayakan masyarakat adat dalam melestarikan nilai budaya dan kearifan lokal; (4) mendukung pengembangan nilai budaya daerah; (5) menyelenggarakan pelayanan perpustakaan dan informasi kepada masyarakat; dan (6) memanfaatkan naskah kuno nusantara.

(6)
(7)

Pengesahan Konvensi Untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda melalui kegiatan inventarisasi dan dokumentasi serta pemetaan kebudayaan; (33) terlaksananya pendukungan Pengembangan Nilai Budaya Daerah di Destinasi Unggulan; dan (34) terlaksananya Inventarisasi Tenun Tradisional.

Selanjutnya, untuk meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya dan meningkatkan sistem pengelolaan kekayaan budaya, termasuk sistem pembiayaannya agar aset budaya dapat berfungsi secara optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi, dan pengembangan kebudayaan, dilakukan serangkaian langkah-langkah kebijakan, yaitu (1) mengembangkan nilai sejarah dan geografi sejarah nasional; (2) melakukan pengelolaan dan penyelamatan peninggalan kepurbakalaan dan peninggalan pusaka bawah air; (3) mengelola dan mengembangkan museum; (4) mengembangkan pemahaman kekayaan budaya; (5) memberikan dukungan terhadap pengelolaan dan pengembangan museum dan kekayaan budaya daerah; (6) melestarikan fisik dan kandungan naskah kuno; (7) melakukan perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; (8) mengelola koleksi deposit nasional; dan (9) mengembangkan statistik perpustakaan dan perbukuan.

(8)
(9)

peningkatan kualitas SDM bidang peninggalan bawah air; (24) terlaksananya kajian pemekaran wilayah di Sulawesi dalam perspektif sejarah; (25) terlaksananya Trail of Civilization on Cultural Heritage Tourism Cooperation among Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Myanmar, Thailand, and Vietnam; (26) terlaksananya pengembangan Situs Sangiran yang meliputi zonasi kawasan Sangiran, tata ruang kawasan, keserasian tata ruang dan kelestarian ekologi, serta pengembangan pariwisata sejarah dan budaya (Cultural Heritage Tourism Management); (27) tersusunnya revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; (28) terlaksananya pemberian bantuan advokasi terhadap penanggulangan kasus pelanggaran benda cagar budaya dan penanganan perlindungan benda cagar budaya bawah air; (29) kajian pemekaran wilayah di Sulawesi dalam Perspektif Sejarah; (30) terlaksananya penyusunan Pedoman Kajian Geografi Sejarah dan Pedoman Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Sejarah; (31) terlaksananya pemetaan Sejarah Kota Yogyakarta dan Klaten Pascagempa; (32) terlaksananya penyusunan Pedoman Pengembangan Museum Situs Cagar Budaya; (33) terlaksananya koordinasi dengan museum-museum seluruh Indonesia dalam upaya pengembangan dan peningkatan jumlah pengunjung museum serta persiapan Tahun Kunjungan Museum/Visit Museum Year 2010; (34) terlaksananya pemberian bantuan kepada 21 museum daerah; (35) terlaksananya pengembangan pariwisata sejarah dan budaya (cultural heritage tourism management); (36) terlaksananya Pembuatan Diorama Panglima Besar Jenderal Soedirman; (37) terlaksananya pembangunan gedung/rehabilitasi Taman Majapahit (Majapahit Park); dan (38) terlaksananya Pengembangan Pemahaman Kekayaan Budaya Daerah melalui Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala dan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian ada tidaknya keseimbangan antar pasar pasar saham di tujuh negara asia dilakukan dengan cara membandingkan anatara nilai estimasi Trace Statistik dan

Puji syukur Alhamdulliah kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat, taufik dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Konverter frekuensi dilengkapi dengan perlindungan arus lebih internal yang dapat digunakan untuk melindungi kelebihan beban ke arah hulu (sumber arus) (di luar aplikasi UL). Lagi

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini secara spesifik juga memuat ketentuan tentang lingkup yurisdiksi yang bersifat transnasional dan internasional serta memuat

Pembentukan senyawa U(AI,Mo)x pada reaksi eksotermik tersebut menunjukkan bahwa pemanasan hingga temperatur 719,20°c terbentuk dua senyawa UAlx dan UMo dalam kondisi meta

Naskah drama Modus Spionase dalam proses penciptaannya melalui tahapan mengumpulkan data, bersumber pada peristiwa perilaku buruk seorang sipir kemudian dikembangkan

an yang dilakukan organisasi terhadap penerapan KM, sebelum menerapkan KM, ditetapkan ukuran seperti apa yang diharapkan dapat diberikan KM terhadap kemajuan

Orang-orang yang tidak mau melihat kenyataan runtuhnya kekuasaan Ken Arok oleh kematiannya, dan mengharap Anusapati sebagai penerus yang dengan tegas mengagungkan