DISKUSI KELOMPOK 1 (PERTEMUAN KE-13)
KELAS : C
KELOMPOK : 5
NAMA (NIM) : 1. Aditya Bayhaqi Suraji (H0919001) 2. Amanda Hasna Nafila (H0919006) 3. Pippit Meyta Fajarani (H0919079) 4. Ibnu Hiban Awalumuttaqin (H0919104)
RESUME APLIKASI PENGAWETAN SECARA MIKROBIOLOGIS
KETERANGAN MAHASISWA 1 MAHASISWA 2 MAHASISWA 3 MAHASISWA 4 Produk yang
diawetkan
Sosis salami Daging Sapi Daging Ayam Bagian Paha
Fillet Ikan Nila Merah
Penyebab
kerusakan produk yang diawetkan
Aktivitas bakteri patogen Listeria monocytogenes penyebab keracunan
pangan pada proses
penyimpanan suhu dingin dan suhu beku.
Aktivitas mikroba patogen dan perusak pada daging sapi segar diantaranya Escherichia coli, Salmonella
typhimurium, dan Listeria
monocytogenes.
Adanya bakteri patogen yang dapat ditemukan pada daging mentah. Bakteri patogen yang banyak dijumpai pada daging mentah antara lain Escherichia coli, Salmonella sp dan Listeria
monocytogenes.
Aktivitas mikroba pembusuk seperti Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa dan lainnya pada fillet ikan nilai merah selama proses penyimpanan.
Metode aplikasi pengawetan
secara
mikrobiologis
Pengawetan dilakukan dengan penambahan Bakteri Asam Laktat (BAL)
berupa Lb.
plantanun MCSl penghasil
bakteriosin pada
Pengawetan dilakukan dengan penambahan bahan pengawet
berupa zat
antimikroba atau dapat disebut sebagai agen biopreservatif.
aplikasi
pengawetan yang dilakukan adalah dengan
menggunakan bakteriosin.
Bakteriosin adalah senyawa peptida yang diproduksi
Pengawetan dilakukan dengan penambahan biopreservatif yang berasal dari bakteri asam laktat (BAL).
Bahan pengawet tersebut adalah
saat proses pembuatan sosis
Bahan pengawet tersebut adalah bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
Lactobacillus sp.
Galur SCG 1223.
oleh bakteri asam laktat di dalam bahan pangan dan memiliki aktivitas antimikroba.
bakteriosin yang digunakan adalah jenis plantarisin IA-1A5 yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum IA-1A5.
filtrat dari bakteri Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium biffidum. Bakteri tersebut
memproduksi metabolit seperti hidrogen
peroksida,
diasetil, dan bakteriosin yang mempunyai aktivitas antimikroba.
Mekanisme pengawetan secara
mikrobiologis
Mekanisme pengawetan dilakukan dengan cara memberikan bakteri patogen L.
Monocytogenes yang
diinokulasikan dari strain SSICA
38 dan 150
sebanyak 10^3 sampai 10^9 cfu/g pada sosis salami yang mengandung NaCl 2,596, NO,
250 mg/kg,
Mekanisme pengawetan dilakukan dengan memberikan perlakuan berupa penambahan bakteriosin pada potongan daging sapi segar. Setelah itu, dilakukan perendaman selama 30 menit.
Kemudian,
dikemas ke dalam plastik
polyethylene 0,3
Mekanisme pengawetan adalah dengan plantarisin
disemprotkan pada seluruh bagian daging secara merata sampai cairan
habis dan
ditunggu 30 menit agar plantarisin
meresap ke
daging. dengan konsentrasi
plantarisin 6.25
Mekanisme pengawetan dilakukan dengan melakukan
perendaman fillet ikan nila merah pada jus wortel pasteurisasi
dengan filtrat campuran bakteri Lactobacillus acidophilus dan Biffidobacteria biffidum.
Campuran bakteri BAL mampu
sukrosa 0,34%, dan BAL berupa
strain Lb.
plantanun MCSl penghasil
bakteriosin.
Setelah itu dilakukan
pengamatan selama 7-14 hari pada
penyimpanan suhu dingin.
µm, lalu dibagi ke dalam 2 kelompok perlakuan yaitu, kelompok pertama potongan daging sapi disimpan pada suhu ruang (27 – 300 C) dengan
pengamatan kualitas pada jam ke-0, 6, 12, dan 18 serta kelompok kedua pada suhu dingin (4-100 C) dengan
pengamatan kualitas pada hari ke-0, 14, dan 28
per 100 mL
aquadest.
mengapa
plantarisin dapat menjadi agen antimikrobia. hal
ini karena
plantarisin dapat menghambat sintesis protein pada bakteri dan menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga aktif melawan
pertumbuhan bakteri.
menghambat laju pertumbuhan bakteri pembusuk yang terdapat pada fillet ikan nila merah.
Penghambatan yang terjadi disebabkan oleh sifat antagonis yang dimiliki oleh BAL untuk
menekan pertumbuhan bakteri pembusuk.
Selain itu
metabolit primer yang mungkin diproduksi oleh campuran bakteri
BAL mampu
menyebabkan pengasaman sitoplasma sel bakteri pembusuk sehingga
mengalami kematian.
Kompetisi sumber protein juga mempengaruhi laju pertumbuhan
patogen, dimana
BAL mampu
menghambat bakteri pembusuk untuk
memperoleh nutrisi untuk berkembang.
Mikroba yang digunakan/terlibat
Strain Lb.
plantanun MCSl penghasil
bakteriosin
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
Lactobacillus sp.
Galur SCG 1223.
Lactobacillus plantarum IA-1A5 sebagai penghasil plantarisin
IA-1A5 (jenis bakteriocin)
Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacteria biffidum.
Proses
terbaik/terpilih untuk pengawetan produk
Kombinasi perlakuan penambahan lysozym, nisin dan EDTA. Sosis dibuat dengan menambahkan lysozym 500 mg/kg, nisin 1:3, dan EDTA 500
mg/kg, dan
diinokulasi
dengan bakteri pembusuk atau patogen,
diantaranya
adalah L.
Perlakuan terbaik untuk
mengawetkan daging sapi yaitu daging sapi dengan
penambahan bakteriosin 10%
pada suhu ruang (27°C) adalah jam ke-0 dan pada suhu dingin (4°C) adalah hari ke-0.
pemberian plantarisin 10%.
Perlakuan terbaik yang terpilih pada jurnal adalah perlakuan
campuran bakteri asam laktat L.
acidophilus dan B.
biffidum.
monocytogenes, kemudian
dikemas vakum dan disimpan pada suhu 8°C selama 4 minggu.
Perlakuan tersebut menghambat pertumbuhan L.
monocytogenes sampai
penyimpanan selama 2 minggu.
Alasan pemilihan proses
terbaik/terpilih
Metode ini
dipilih karena bakteri asam laktat yang memiliki
kemampuan untuk
menghasilkan senyawa yang antagonis
terhadap L.
monocytogenes pada suhu rendah dengan tidak mempengaruhi citarasa dan kenampakan produk. Dengan
Pemilihan metode pengawetan daging sapi menggunakan bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
Lactobacillus sp.
SCG 1223 yaitu karena bakteriosin termasuk agen biopreservatif
yang mampu
mencegah terjadinya
pembusukan oleh pertumbuhan
Berdasarkan hasil uji tantang, plantarisin
berpotensi
digunakan sebagai pengawet bahan pangan sebab memiliki
kemampuan menghambat bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella sp.
Hal ini sesuai Gong et al.
(2010), plantarisin MG terdapat aktivitas
Campuran bakteri BAL dipilih karena memiliki aktivitas
antibakteri terbaik terhadap P.
aeruginosa dan S.aureus. Selain itu juga memiliki efektivitas
penghambatan
yang baik
terhadap laju kemunduran fillet ikan nila merah hingga 12 jam penyimpanan sedangkan kontrol
begitu, bakteri asam laktat sangat berpotensi untuk
diaplikasikan sebagai pengawet hayati pada produk-produk pangan yang diolah secara minimal.
bakteri patogen dan membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan.
antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif termasuk L.
monocytogenes, S.
aureus, S.
typhimurium, dan E. coli. Penurunan aktivitas bakteri patogen dalam bahan pangan akan menurunkan potensi
pembusukan makanan,
sehingga masa simpan bahan pangan dapat meningkat. Hasil menunjukkan bahwa interaksi pemberian
plantarisin 10%
dengan lama penyimpanan daging ayam bagian paha berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kualitas daging.
lebih cepat hanya
10 jam
pemyimpanan.
Analisis organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan campuran bakteri memberikan daya penerimaan yang baik terhadap mutu fillet ikan
nila merah
sedangkan perlakukan
kontrol kurang diterima. Nilai pH, TVB, dan TPC perlakuan campuran bakteri menunjukkan hasil yang lebih
baik bila
dibandingkan dengan kontrol.
Link sumber referensi
https://media.nelit i.com/media/publi cations/232312-pe ranan-bakteri-asa m-laktat-dalam-m engha-6b4b0fbc.p df
https://repository.i pb.ac.id/bitstream/
handle/123456789 /83262/30.%20Pe ngaruh%20Pengg unaan%20Bakteri osin%20dari%20L actobacillus%20S p.%20Galur%20S CG%201223%20 Terhadap%20Kual itas%20Mikrobiol ogi%20Daging%2 0Sapi%20Segar.p df?sequence=1&is Allowed=y
https://jurnal.ipb.ac.id/in dex.php/ipthp/article/vie w/29109/19051
https://journal.bin us.ac.id/index.php /comtech/article/vi ew/2358
PEMBAHASAN
Bahan baku: Daging Ayam Bagian Paha (Mahasiswa 3) Penyebab kerusakan produk:
Adanya bakteri patogen yang dapat ditemukan pada daging mentah. Bakteri patogen yang banyak dijumpai pada daging mentah antara lain Escherichia coli, Salmonella sp dan Listeria monocytogenes.
Proses pengawetan produk:
Mekanisme pengawetan adalah dengan plantarisin disemprotkan pada seluruh bagian daging secara merata sampai cairan habis dan ditunggu 30 menit agar plantarisin meresap ke daging.
Konsentrasi plantarisin yang digunakan adalah sebesar 6.25 per 100 mL aquadest. plantarisin dapat digunakan sebagai agen penghambat kerja mikroba dikarenakan mekanismenya yang dapat menghambat sintesis protein pada bakteri dan menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga aktif melawan pertumbuhan bakteri.
Alasan pemilihan proses pengawetan:
Berdasarkan hasil uji tantang, plantarisin berpotensi digunakan sebagai pengawet bahan pangan sebab memiliki kemampuan menghambat bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella sp. Pada plantarisin MG terdapat aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif termasuk L. monocytogenes, S. aureus, S. typhimurium, dan E. coli.
Penurunan aktivitas bakteri patogen dalam bahan pangan akan menurunkan potensi pembusukan makanan, sehingga masa simpan bahan pangan dapat meningkat. Hasil menunjukkan bahwa interaksi pemberian plantarisin 10% dengan lama penyimpanan daging ayam bagian paha berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kualitas daging
Perbandingan karakteristik produk:
Nilai pH
Berdasarkan Tabel 2 pada jurnal referensi, nilai pH daging ayam kontrol dan plantarisin memiliki perbedaan nyata (P<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa daging yang diberi perlakuan plantarisin nilai pH akan meningkat, sebab plantarisin memiliki pH 6, kemudian ditambah dengan nilai pH aquades yaitu 7, sehingga nilai pH daging yang diberi perlakuan plantarisin akan meningkat.
Warna
Berdasarkan Tabel 4 pada jurnal referensi, daging ayam bagian paha mengalami perubahan warna selama penyimpanan dari warna putih kekuningan cerah sampai putih gelap baik pada daging kontrol maupun perlakuan. Hal ini berhubungan dengan nilai pH daging yang berada pada selang 6.35-6.53. Perubahan pH akhir antara 6.0-6.5 mengakibatkan perubahan warna daging menjadi lebih gelap. Secara keseluruhan, daging dengan perlakuan plantarisin memiliki warna yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol selama proses penyimpanan.
Aroma
Berdasarkan Tabel 4 pada jurnal referensi, aroma daging mengalami perubahan dari aroma daging segar sampai aroma sangat anyir. Semakin lama penyimpanan aroma daging berubah secara berurutan dari aroma daging segar menjadi beraroma agak anyir, anyir, dan sampai hari kesepuluh menjadi sangat anyir. Secara keseluruhan, daging yang diberi perlakuan plantarisin memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol selama proses penyimpanan. Pada hari ke-8 misalnya, daging yang diberi perlakuan plantarisin memiliki aroma anyir sedangkan pada perlakuan kontrol aroma daging sudah sangat anyir.
Lendir
Berdasarkan Tabel 4 pada jurnal referensi, nilai lendir daging ayam kontrol dan plantarisin memiliki perbedaan cukup signifikan dari daging sangat berlendir sampai daging tidak berlendir. Semakin lama penyimpanan yaitu dari penyimpanan ke-0 sampai ke-10, jumlah lendir pada daging ayam kontrol dan daging ayam dengan perlakuan plantarisin menunjukkan jumlah lendir semakin banyak. Namun, daging ayam yang diberi perlakuan plantarisin memiliki lendir yang lebih sedikit dibandingkan daging ayam kontrol. Hal ini dikarenakan perubahan jumlah lendir pada daging ayam akan menunjukkan jumlah lendir yang banyak apabila terjadi penurunan pH. Jadi, rendahnya kapasitas mengikat air, karena meningkatnya
kontraksi aktin dan miosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging.
Sifat Mikrobiologi
Berdasarkan hasil penelitian, lama penyimpanan menunjukkan pengaruh terhadap nilai total mikroba daging ayam bagian paha. Semakin lama penyimpanan, nilai total mikroba akan terus meningkat, tetapi peningkatan total mikroba pada daging yang diberi perlakuan plantarisin lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan plantarisin memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri.
Perbandingan umur simpan produk:
Berdasarkan penelitian dan pengamatan pada jurnal referensi, dapat diketahui bahwa daging ayam bagian paha dengan perlakuan plantarisin memiliki kualitas yang lebih baik serta umur simpan yang lebih lama dibandingkan daging ayam tanpa perlakuan plantarisin. Daging yang disemprot plantarisin cenderung mengalami penurunan aktivitas air pada hari keempat dan hari keenam. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan pemberian bahan pengawet cenderung dapat menurunkan aktivitas air. Lalu, dengan adanya pemberian perlakuan plantarisin, maka aktivitas bakteri patogen dalam bahan pangan akan menurun sehingga dapat menurunkan potensi pembusukan makanan dan dapat meningkatkan masa simpan bahan pangan.
LAMPIRAN
Gambar 1. Bukti Dokumentasi Google Meet
Gambar 2. Bukti Diskusi Kelompok
Gambar 3. Bukti Diskusi Kelompok (22 November 2021)