KUMPULAN ABSTRAK JURNAL
KOLEKSI E-DEPOSIT PERPUSTAKAAN
NASIONAL
TEMA AGAMA 2020
Penyusun: Maria Nurmalasari
Penyunting: Arsi Suparni
KONSEP AL-DIN DALAM AL-QUR’AN:
Telaah Semiosis Perspektif Charles Sanders Peirce
Mochammad Miftachul Ilmi
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mencari dan menemukan tanda-tanda dan simbol-simbol dari kata al-Din yang terdapat pada beberapa surat Al-Qur’an berdasarkan pendekatan semiotika. Lahan semiotika yang meneliti tentang simbol-simbol, dan Al-Qur’an sendiri merupakan penuh dengan simbol-simbol. Oleh karena itu semiotika bisa dijadikan salah satu pisau analisis untuk mengungkap simbol-simbol dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah teori semiotika Charles Sanders Peirce yang terkenal dengan trikotominya (sign, object, dan interpretant). Penjelasan tentang makna dan tafsir dari kata Al-Diin di dalam bebarapa ayat Al-Qur’an tidaklah hanya bermakna agama, melainkan ada beberapa makna lain dikarenakan konteks yang berbeda pada setiap ayat atau surah. Pertama, al-Din bermakna pembalasan dan penghitungan amal ketika berhubungan dengan konteks eskatologis dan keagungan Tuhan. Kedua, al-Din bermakna agama itu sendiri. Ketiga, al-Din bermakna hukum atau undang-undang ketika berkaitan dengan kebijakan dan peraturan raja atau kerajaan. Keempat, al-Din bermakna ibadah ketika berhubungan dengan penghambaan dan peribadatan yang tulus hanya kepada Allah. Kelima, Al-Diin bermakna syariat atau jalan ketika berhubungan dengan pelaksanaan hukum Allah yang diturunkan kepada manusia.
Kata kunci: semiotika, al-diin, Peirce, Al-Qur’an
Nama Jurnal: Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Volume: Vol. 4 No. 1 (2019)
Doi: https://doi.org/10.15575/al-bayan.v4i1.4693
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/4693/3470
TAFSIR SURAH YUSUF DALAM AL-QUR’AN DENGAN PENDEKATAN SASTRA MUSTANSIR MIR
Siti Robikah
ABSTRAK
Pendekatan sastra dalam tafsir Al-Qur’an sangat jarang sekali digunakan oleh para mufasir. Salah satu mufasir yang menggunakan sastra sebagai pisau analisis Al- Qur’an yaitu Mustansir Mir. Dengan menggunakan metode pustaka dan konten analisis, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pemikiran Mir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan sastranya. Tulisan ini fokus pada artikel Mir yang berjudul Irony in the Quran, a study of the story of Yusuf. Dalam artikel tersebut Mir membuka wacana baru bagi kaum Muslim untuk memahami Al-Qur’an tidak stagnan pada pemahaman teologis saja, akan tetapi Mir mengajak kaum muslim untuk dapat menikmati keindahan sastra yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dalam Surah Yusuf menurut Mir terdapat banyak ironi atau harapan bertolak belakang dengan hasil. Ia menjelaskan bahwa terdapat dua macam ironi, yaitu ironi kejadian dan ironi perkataan. Dengan adanya artikel Mir ini, dapat diambil pelajaran bahwa kehendak Allah adalah yang paling tepat. Apa yang manusia inginkan belum tentu terjadi tanpa adanya kehendak Allah.
Kata kunci: sastra, tafsir, Mustansir Mir, Surah Yusuf
Nama Jurnal: Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Volume: Vol. 4 No. 1 (2019)
Doi: https://doi.org/10.15575/al-bayan.v4i1.4208
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/4208/3469
KAJIAN INTERTEKSTUALITAS TAFSIR AYAT ASH-SHIYAM KARYA MUHAMMAD BASIUNI IMRAN DAN TAFSIR AL-MANAR KARYA
MUHAMMAD RASYID RIDHA
Ihsan Nurmansyah
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang kajian intertekstualitas dalam Tafsir Ayat ash- Shiyam karya Muhammad Basiuni Imran. Tafsir ini disinyalir merupakan terjemahan dari Tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha. Untuk membuktikan keterpengaruhan tersebut, maka tulisan ini menggunakan kajian intertekstualitas yang diintrodusir oleh Julia Kristeva. Hasil penelitian menunjukan bahwa penulisan Tafsir Ayat ash-Shiyam sangat dipengaruhi oleh Tafsir al-Manar.
Hal ini terjadi karena memang Muhammad Basiuni Imran sangat mengagumi sosok gurunya yakni Muhammad Rasyid Ridha. Sebelum menuliskan tafsirnya, Basiuni Imran telah mempelajari Tafsir al-Manar serta mengajarkannya dalam pengajian rutin seminggu sekali di Masjid Jami’ Keraton Sambas. Dapat dikatakan bahwa Tafsir Ayat ash-Shiyam adalah versi terjemahan dari Tafsir al-Manar. Upaya yang dilakukan oleh Basiuni Imran adalah dengan mengalih bahasakan Tafsir al-Manar ke dalam bahasa lokal, yakni bahasa Melayu dan ditulis memakai aksara Jawi.
Selain itu, perubahan yang dilakukan adalah dengan meringkas substansinya dengan mempertimbangkan kondisi, realitas, kultur dan kapasitas masyarakatnya sehingga akan lebih responsif, akomodatif dan mudah menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir tersebut.
Kata kunci: intertekstualitas, Tafsir Ayat ash-Shiyam, Tafsir al-Manar
Nama Jurnal: Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Volume: Vol. 4 No. 1 (2019)
Doi: https://doi.org/10.15575/al-bayan.v4i1.4792
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/4792/3468
KONSEP IHTIBAK MENURUT AL-BIQA`I DAN FUNGSINYA SEBAGAI METODE UNTUK MENAFSIRKAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Saepul Kudus, Irwan Abdurrahman
ABSTRAK
Ilmu Badi’ adalah ilmu yang dapat membantu kita mengetahui cara memperindah perkataan. Di antara bentuk Badi’Lafzi ada yang disebut Ihtibak. Tokoh yang menjadi pelopor kaidah ini adalah Ibrahim Burhan al-Din al-Biqa’i. Tulisan ini mengungkap konsep dan fungsi Ihtibak menurut al-Biqa’i dalam tafsir Nazm al- Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis data deskripsi analitis dan menggunakan teknik book survey. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa menurut al- Biqa’i, Ihtibak adalah mendatangkan dua ungkapan, kemudian pada masing-masing dua ungkapan tadi terdapat lafaz yang dibuang supaya ringkas, kemudian lafaz yang disebutkan menjadi petunjuk bagi lafaz yang dibuang. Terdapat delapan cara yang dilakukan oleh Burhan al-Din al-Biqa’i dalam menjelaskan ayat yang termasuk kedalam kajian Ihtibak. Sedangkan Fungsi Ihtibak menurut al-Biqa’i yaitu:
memperjelas maksud yang dikandung oleh ayat Al-Qur’an (tabyin); menjadikan sebuah ungkapan singkat dan padat (Ijaz); dan memperindah ungkapan (tazyin).
Kata kunci: Al-Qur’an, ihtibak, kaidah, lafadz
Nama Jurnal: Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Volume: Vol. 4 No. 1 (2019)
Doi: https://doi.org/10.15575/al-bayan.v4i1.6336
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/6336/3476
PENELITIAN HADIS (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi)
Solihin
ABSTRAK
Kajian terhadap hadis menjadi sangat urgen untuk dilakukan, mengingat posisinya yang strategis sebagai salah satu sumber pokok ajaran Islam. Bukan hanya kajian sanad saja tetapi tak kalah penting dilakukan juga terhadap matan. Oleh karena posisi sentral inilah penelitian terhadap hadis menjadi penting dilakukan. Hal tersebut meliputi kajian dan pemahaman terhadap hadits berikut ragam seluk beluk dan problematikanya. Sebagai sebuah ilmu maka dibutuhkan format dan metode penelitian yang akurat terhadap kajian hadis ini. Artikel ini mencoba untuk mengkaji bagaimana konsep penelitian hadis secara ontologi, epistemologi maupun aksiologinya, untuk kemudian diarahkan pada model kajian hadis melalui penelitian sanad dan matan. Harapannya akan memberikan khasanah tersendiri bagaimana setiap peneliti memilki kejelasan konsep dalam meneliti hadis agar bisa membumi.
Kata kunci: hadis, ontologi, aksiologi, penelitian
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi: https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2054
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2054/1438
HADIS-HADIS TENTANG PENDIDIKAN (Suatu Telaah tentang Pentingnya Pendidikan Anak)
Susan Noor Farida
ABSTRAK
Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan para ahli, sekurang-kurangnya ditujukan untuk mampu membentuk dan mengembangkan manusia muslim yang menguasai ibadah mahdhah dan mengembangkan ahli-ahli agama Islam dengan segala aspeknya. Pendidikan Islam merupakan rohnya peradaban Islam, Nabi sebagai pembawa risalah Allah SWT sangat berkepentingan dengan persoalan ini, setidaknya untuk memberikan poetunjuk bagi pertumbuhan pendidikan Islam, minimal dari segi prinsipnya yang mampu mendasari pendidikan itu sendiri.
Tulisan ini membahas mengenai hadis-hadis terkait pendidikan anak. Metode takhrij yang digunakan dalam penelitian ini adalah Takhrij al hadis bil lafz dan akhrij al hadis bil maudhu’. Hal yang amat penting dalam pendidikan anak yaitu penataan iklim agamis di lingkungan keluarga dan iklim-iklim positif lainnya.
Karena lingkungan rumah merupakan proses awal bagi pertumbuhan anak. Itu sebabnya rumah merupakan lingkungan pendidikan bagi anak prasekolah. Seluruh iklim yang positif bagi perkembangan anak dibutuhkan di lingkungan prasekolah ini. Namun iklim agamis tampaknya harus mendapat prioritas utama, agar mampu memunculkan perilaku religius pada anak. Karena penciptaan generasi yang saleh lebih penting dari yang lainnya.
Kata kunci: anak, hadis, pendidikan Islam
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi: https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2053
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2053/1437
MELACAK JEJAK PENSYARAHAN KITAB HADIS
Sandi santosa
ABSTRAK
Memahami sabda Rasulullah Saw., diperlukan penjelasan-penjelasan terhadap teks-teks (matan) tersebut. Dalam berbagai kitab hadis yang telah dikumpulkan, memang terdapat matan yang mudah difahami, tapi tidak sedikit yang harus diberikan penjelasan. Namun demikian, walau matan itu mudah untuk diintrepretasikan, tetap saja memerlukan penjelasan untuk dapat dipahami maksudnya bagi setiap orang. Upaya untuk memberikan penjelasan inilah yang dikenal dengan syarh al-hadis. Melihat perkembangan syarh terhadap kitab hadis, terlihat bahwa kondisi sosial politik dan keagamaan mempengaruhi perkembangan syarh kitab hadis. Perkembangan syarh hadis terlihat mengikuti alur kecondongan madzhab yang ada, dengan pensyarah-pensyarah yang mempunyai latar belakang madzhab berbeda. Perjalanan syarh atas hadis dalam bentuk yang sangat sederhana sudah dimulai sejak masa Rasulullah Saw, dilanjutkan para sahabat hingga tabi’in.
Usaha pensyarah-an terhadap hadis mendapatkan bentuk yang sempurna pada masa pertengahan. Secara umum, baik periode klasik, pertengahan, hingga modern, menggunakan metode tahlili dalam men-syarh kitab hadis. Sedangkan metode ijmali, hanya digunakan oleh Al-Imam Abi Sulaiman hamad ibn Muhammad al- Khitabi al-Busti dalam karyanya Ma’alim al-Sunan. Khusus metode maudhu’i, berkembang dengan sempurna pada fase modern. Model maudhu’i banyak dikembangkan oleh para akademisi di berbagai perguruan tinggi.
Kata kunci: hadis, kritik, perkembangan, sejarah, syarah
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi:https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2056
Link pdf:https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2056/1440
PERKEMBANGAN LITERATUR HADIS DI INDONESIA ABAD DUA PULUH
Syaikh Abdillah
ABSTRAK
Upaya penelusuran hadis dan ahli hadis di Indonesia dapat dikatakan belum dilakukan secara sistematis, bahkan belum memadai. Hal ini bisa diduga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kenyataan bahwa kajian hadis terlebih lagi ahli hadisnya tidak seintens kajian di keislaman yang lain, seperti Al-Qur’an, fiqh, akhlak dan sebagainya. Kedua, kajian hadis bisa dikatakan berkembang sangat lambat, terutama bila dilihat dari kenyataan bahwa para ulama Nusantara telah menulis di bidang hadis sejak abad ke-17. Namun demikian, tulisan-tulisan tersebut tidak dikembangkan lebih jauh. Kajian hadis setelah itu mengalami kemandekan hampir satu setengah abad lamanya. Untuk itulah, perhatian para pengamat terhadap kajian hadis di Indonesia masih sangat kurang. Kalaupun ada pengamat yang menaruh perhatian, perhatiannya masih parsial dan tidak komprehensif.
Artikel ini mengulas perkembangan studi hadis di Indonesia pada abad ke dua puluh yang melibatkan beberapa karya yang ditulis oleh para ahli hadis atau bisa dikatakan pemerhati hadis di Nusantara. Baik itu karya-karya atau naskah asli berbahasa arab dan juga ada beberapa karya yang bersifat saduran terhadap karya lainnya.
Kata kunci: hadis, Indonesia, kajian, literatur, perkembangan
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi: https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2055
Link pdf:https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2055/1439
AMANAH DALAM PERSPEKTIF HADIS
Reza Pahlevi Dalimunthe
ABSTRAK
Amanah merupakan anugerah Allah kepada langit tapi langit tidak mampu mengembannya, hanya manusia yang berani menerima amanah itu. Amanah, juga merupakan sifat mulia yang telah melekat pada diri Rasul. Amanah pada kenyataannya tidak semudah yang dipikirkan karena dengan adanya amanah berarti ada pembebanan atau tuntutan bagi yang bersangkutan untuk merealisasikan.
Berbagai metode digunakan dalam mengungkap makna dan maksud dari term-term amanah dalam hadis. Dari situlah akan muncul sebuah pemahaman yang komprehensif tentang amanah. Artikel ini berusaha mengungkapkan makna amanah dan hal-hal yang terkait dengan amanah, meliputi hakikat amanah, kriteria amanah, dan gambaran amanah berbasis kepada hadis nabi. Bukan hanya sebagai wawasan keagamaan tetapi juga sebagai bentuk pengembangan keahlian akademis.
Kata kunci: amanah, hadis, ahli, pengemban amanah
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi: https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2050
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2050/1435
REFORMULASI WACANA KEADILAN SAHABAT
Adnan
ABSTRAK
Dalam wacana kajian hadis salah satu doktrin yang dibahas adalah klaim bahwa sahabat Nabi merupakan kelompok yang paling dianggap mengetahui doktrin agama dalam bentuknya yang orisinal. Sahabat nabi juga yang mentransmisikan awal periwayatan kepada generasi berikutnya. Suatu jalur periwayatan hanya dapat diterima bila memenuhi kriteria keadilan periwayatnya. Tulisan ini membahas mengenai ‘adalah sahabat, karena ‘adalah (keadilan) atau kejujuran atau kejujuran perawi atau sanad hadits merupakan problematika yang tidak dapat diabaikan dalam menilai derajat suatu hadits, dan nilai tersebut sangat urgen dalam penerimaan suatu hadits. Sahabat ialah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW atau lama bergaul dengan beliau, bahkan sampai akhir hayatnya beragama Islam, sedangkan para Ushuliyyin dengan menambah yaitu mengikuti pengajian dari Nabi Muhammad SAW. Sahabat memiliki kriteria adil dalam arti taat menjalankan aturan-aturan agama, memelihara diri dari perbuatan yang tidak terpuji seperti berbohong, serta selalu menjaga kehormatan. Secara umum semua sahabat bersifat adil, tetapi secara khusus ada sahabat yang cacat ke-‘adalahannya, ada yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba, Amru lbn al-Ash bahkan Utsman bin al-Affan.
Kata kunci: hadis, muhadisun, sahabat, keadilan, ahli sunnah
Nama Jurnal: Diroyah: Jurnal Studi Ilmu Hadis Volume: Vol. 1 No. 1 (2016)
Doi: https://doi.org/10.15575/diroyah.v1i1.2049
Link pdf: https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2049/1434