• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging (Broiler)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging (Broiler)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging (Broiler)

Broiler atau ayam pedaging adalah jenis unggas yang telah mengalami seleksi gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu produksi 35 sampai 40 hari sudah layak dikonsumsi. Dalam Kartasudjana (2005) dikatakan bahwa ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ ekor dan bertujuan sebagai sumber daging. Kebutuhan nutrisi broiler dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler

Nutrien Periode

Starter Finisher

EM (kkal/kg) 3200 3200

PK (%) 23,00 20,00

Ca (%) 1,00 0,90

P Non Phytat (%) 0,45 0,35

Asam Linoleat (%) 1,00 1,00

Histidin (%) 0,35 0,32

Glisin dan Serin (%) 1,25 1,14

Treonin (%) 0,80 0,74

Arginin (%) 1,25 1,10

Metionin (%) 0,50 0,38

Metionin dan Sistin (%) 0,90 0,72

Valin (%) 0,90 0,82

Phenilalanin (%) 0,72 0,65

Isoleusin (%) 0,80 0,73

Leusin (%) 1,20 1,09

Lysin (%) 1,10 1,00

Sumber : NRC 1994

Klasifikasi broiler yaitu merupakan ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. Istilah broiler ditujukan sebagai ayam tipe berat padaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil dari roaster. Broiler

(2)

strain Ross memiliki keunggulan dan karakteristik sendiri dibanding strain lainnya yaitu memiliki FCR lebih efisien, laju pertumbuhan lebih cepat, daya hidup lebih bagus dan fokus pengembangan genetik pada kekuatan kaki sebagai penyeimbang berat badan.

Faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan, suhu dan manajemen pemeliharaannya (Rasyaf, 2003). Selain itu, kecepatan pertumbuhan ayam sangat dipengaruhi oleh mutu makanan, suhu lingkungan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit. Pakan yang tercemar kontaminan seperti jamur akan menjadi tidak palatabel bagi ayam dan jika ternyata beracun akan menimbulkan masalah kesehatan bagi ayam. Di dalam SNI ransum broiler tahun 1995 terdapat batasan kadar afllatoksin yaitu sebesar 50 ppb untuk broiler periode starter dan 60 ppb untuk broiler periode finisher.

Jagung

Jagung termasuk bahan makanan yang utama digunakan dalam pakan ternak.

Jagung digemari karena disukai dan sesuai untuk semua jenis ternak. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama karena nilai energi dan nutrien tercernanya cukup tinggi dibanding biji-bijian lainnya. Menurut Tillman et al. (1983), di dalam biji-bijian, karbohidrat terutama terdapat dalam bentuk pati. Pati jagung terdiri atas amilosa (27%) dan amilopektin (83%). Pati biji jagung terdapat di beberapa tempat seperti endosperm (84,4%), lembaga (8,2%) dan tudung biji (5,3%) sedangkan protein jagung terdapat dalam lembaga (8,5 %) dan endosperma (8,6 %). Jagung terutama digunakan sebagai penyusun ransum ternak unggas. Penggunaan jagung dalam ransum broiler bisa mencapai 70 % (Amrullah, 2004).

Gambar 1. Jagung yang Terserang Aspergillus flavus

Sumber: Brown (2009)

(3)

Indonesia sebagai negara tropis memiliki lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai macam mikroba. Mikotoksin seperti aflatoksin banyak didapat pada tanaman yang ditanam di Indonesia. Jagung dan kacang tanah merupakan bahan yang sering terserang Aspergillus flavus yang merupakan kapang penghasil aflatoksin seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut Sauer dan Tuite (1986), suhu dan kelembaban merupakan dua faktor penting yang menentukan berkembangnya Aspergillus flavus dan kemampuannya memproduksi aflatoksin. Karena faktor lingkungan yang mendukung, tidak jarang ditemui jagung dengan kadar aflatoksin tinggi dari hasil panen petani-petani di Indonesia. Kondisi lingkungan dan iklim, varietas jagung dan kerusakan oleh serangga merupakan faktor yang mempengaruhi konsentrasi aflatoksin pada jagung (Plumlee, 2004). Berikut merupakan standar kualitas jagung bahan pakan menurut SNI nomor 01-4483-1998.

Tabel 2. SNI Bahan Pakan Jagung

Komposisi Jumlah kandungan

Kadar air Maks 14%

Kadar Protein Kasar Min 7,5%

Kadar Serat Kasar Maks 3%

Kadar Abu Maks 2%

Kadar Lemak Min 3%

Mikotoksin 1) Aflatoksin (maksimum) Maks 50 ppb

2) Okratoksin (maksimum) Maks 5 ppb

Butir Pecah Maks 5%

Warna Lain Maks 5%

Benda Asing Maks 2%

Kepadatan Min 700 kg/cm3

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

Aflatoksin

Kapang merupakan jenis mikroba yang sering mencemari tanaman pangan terutama serealia dan kacang-kacangan. Kapang dapat menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan ternak. Kapang yang umum ditemui adalah Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Kedua jenis kapang ini sangat

(4)

berbahaya bagi kesehatan manusia karena menghasilkan aflatoksin sebagai produk metabolit sekundernya.

Aflatoksin adalah molekul kecil yang tidak suka terhadap air, tahan perlakuan fisik, biologi dan kimia serta tahan terhadap suhu tinggi. Ada 4 tipe aflatoksin yang umum ditemui (Lillehoj, 1986), yaitu aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 (B = blue fluorescence; G = green fluorescence). Tipe aflatoksin yang berbeda memiliki suhu dan waktu pertumbuhan yang berbeda pula (Diener dan Davis, 1986). Aflatoksin B1

merupakan tipe yang paling berbahaya bagi kesehatan. Kebanyakan strain Aspergillus flavus hanya menghasilkan afaltoksin B namun terdapat juga strain Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang tidak memproduksi aflatoksin (Plumlee, 2004).

Gambar 2. Aspergillus flavus

Sumber: Brown (2009)

Cemaran Aspergillus flavus saat budidaya dipengaruhi beberapa faktor, antara lain, suhu tanah, lengas tanah, kandungan unsur hara dalam tanah serta hama dan penyakit. Kelembaban udara tinggi (90-98%) dan suhu tanah 17-42oC menyebabkan Aspergillus flavus menjadi lebih kompetitif. Plumlee (2004) mengatakan bahwa pertumbuhan kapang dan produksi aflatoksin dipertinggi oleh kadar air lebih dari 15%, kelembaban di atas 75%, suhu yang hangat dan kecukupan oksigen. Cemaran aflatoksin pada jagung bergantung pada kondisi lingkungan dan perlakuan pasca panen. Kandungan aflatoksin total pada jagung pipil lebih tinggi daripada pada jagung tongkol. Menurut Diener dan Davis (1986), kontaminasi terjadi saat pascapanen, saat penanganan, penyimpanan dan saat pengolahan.

(5)

Bila pakan yang tercemar aflatoksin termakan oleh ternak (unggas dan ruminansia) maka aflatoksin akan masuk ke tubuh ternak dan terakumulasi pada organ terutama hati dan ginjal. Aflatoksin yang termakan akan mengalami proses biotransformasi enzimatis pada organ seperti hati dan ginjal sebagai respon tubuh ternak untuk mengeluarkan toksin tersebut dari tubuh (Leeson et al., 1995).

Dijelaskan oleh Plumlee (2004) mengenai mekanisme kerja aflatoksin dimana produk hasil epoksidasi (salah satu proses biotransformasi enzimatis) aflatoksin B1

akan berikatan dengan komponen sel seperti asam nukleat, organel sel dan protein kemudian memecah proses anabolis dan katabolis tubuh. Hal ini menyebabkan kerusakan fungsi organ, karsinogenesis, imunosupresi, mutagenesis dan teratogenesis.

Metionin

Umumnya hewan tidak mampu mensintesa asam-asam amino seperti pada tanaman, sehingga dalam pakannya harus tersedia asam-asam amino yang dibutuhkannya. Cheeke (2005) menyebutkan bahwa asam amino dibedakan menjadi asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak dapat disintesis tubuh ternak sedangkan asam amino non esensial dapat disintesis untuk memenuhi kebutuhan. Sangat sulit untuk membuat patokan kebutuhan asam amino esensial secara umum dari satu spesies ke spesies lainnya karena terdapat perbedaan kualitatif dan kuantitatif kebutuhan asam amino dalam makanan. Unggas, seperti halnya tikus dan anjing, memerlukan 10 asam amino yang esensial.

Asam amino metionin merupakan salah satu asam amino yang esensial dalam hidup ternak. Asam amino metionin termasuk ke dalam golongan asam amino yang mengandung sulfur selain sistin dan sistein (Tillman et al., 1983). Asam amino metionin sangat diperlukan untuk kecepatan pertumbuhan dan hidup pokok semua hewan. Apabila terjadi kekurangan protein akan menekan laju pertumbuhan ternak, efisiensi konversi pakan, respon imun dan efisiensi reproduksi. Defisiensi metionin pada ransum yang mengandung jagung atau bungkil kedelai maka akan mengakibatkan laju pertumbuhan yang rendah, serta penurunan bobot dan produksi telur (Shane, 2005). Plumlee (2004) menyatakan bahwa pemberian metionin yang rendah dalam ransum akan menyebabkan peningkatan hepatokarsinogenesis dan percepatan waktu untuk tumor pertama akibat aflatoksin. Namun, jika berlebihan

(6)

maka akan bersifat racun dan berakibat buruk bagi ternak. D’ Mello (2003) mneuliskan bahwa metionin adalah asam amino yang paling menekan pertumbuhan jika diberikan berlebihan pada ternak.

Hasil penelitian Nahrowi et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi metionin yang berlebih pada ayam petelur (432 mg/hari/ekor) menyebabkan penurunan performa ayam. Hasil yang terbaik didapat dari ayam yang mengkonsumsi metionin sebanyak 388,8 mg/hari/ekor dengan total kandungan metionin dalam pakan sebesar 0,38%, selain itu juga pada ayam yang mendapat suplementasi metionin 0,05% pada air minum. Peubah yang diamati mendapat hasil terbaik yaitu produksi hen-day, FCR, berat telur, berat albumin dan berat kerabang.

Asam amino metionin memiliki sifat glikogenik (menghasilkan glukosa saat proses metabolisme) dan lipotropik (memecah lemak dalam tubuh ketika proses metabolisme). Piliang dan Djojosoebagio (2006) mengatakan bahwa sifat glikogenik metionin meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen. Karena itu, pemberian metionin dapat meningkatkan jumlah energi bruto dalam tubuh ayam karena energi bruto yang dibuang melalui ekskreta diturunkan.

Asam amino yang terdapat pada tumbuhan dan hewan pada umumnya memiliki bentuk isomer L. DL-metionin (Dekstro-Levo-Methionine) merupakan salah satu jenis asam amino sintetis yang berbentuk serbuk. DL-metionin merupakan sumber asam amino komersial yang memiliki tingkat kemurnian 99%. Ketika digunakan, DL-metionin bisa memenuhi kebutuhan metionin pada ransum (NRC, 1998). D’ Mello (2003) mengatakan bahwa DL-metionin merupakan hasil produksi melalui sintesis kimia yang mencampurkan isomer D dan L. Asam amino D tidak digunakan oleh ternak untuk sintesis protein maupun keperluan metabolik lain. Oleh karena itu, D-metionin akan diubah oleh tubuh menjadi L-metionin sebelum dapat digunakan.

Penambahan DL-metionin ke dalam ransum diharapkan dapat mengurangi efek negatif dari aflatoksin. Metionin diharapkan bekerja sebagai bahan pengikat atau inaktivator aflatoksin. Inaktivator berperan untuk mengikat atau mengubah mikotoksin selama proses pencernaan sehingga menghalangi mikotoksin membahayakan ternak (Schwarzer, 2009). Leeson et al. (1995) mengatakan bahwa

(7)

pengikat memiliki kemampuan untuk mengikat substansi kimia sehingga merintangi penyerapan aflatoksin di saluran pencernaan.

Darah

Darah terdiri dari sel-sel yang terdapat dalam plasma. Sel darah terdiri dari 3 macam, yaitu sel darah merah (erythrocyte), sel darah putih (leukocyte) dan kepingan darah (thrombocytes atau platelets) (Dellman dan Brown, 1992).

Fungsi darah menurut Rastogi (2007) yaitu:

1. Membawa nutrien yang telah diserap saluran pencernaan menuju ke berbagai jaringan tubuh,

2. Membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, 3. Membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru,

4. Membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan,

5. Berperan penting dalam pengendalian suhu dengan cara mendistribusikan panas ke seluruh bagian tubuh,

6. Memiliki kapasitas buffer yang menjaga keseimbangan asam-basa tubuh agar tetap normal,

7. Mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebih sewaktu terluka melalui kerja trombosit darah,

8. Menjaga keseimbangan air tubuh dengan menukarkan air antara darah dengan cairan jaringan,

9. Memberi perlindungan bagi tubuh melawan infeksi dan antibodi, 10. Membawa hormon untuk didistribusikan ke berbagai bagian tubuh, 11. Berperan untuk suplai metabolit kimia dan esensial.

Ternak yang sehat akan memiliki profil darah yang normal. Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil darah yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh, pertambahan umur dan siklus estrus sedangkan faktor eksternal seperti perubahan suhu lingkungan dan infeksi kuman (Guyton dan Hall, 1996). Infeksi kuman salah satunya adalah ditandai dengan jumlah leukosit yang meningkat (Frandson, 1992).

Jumlah normal profil darah ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 3.

(8)

Tabel 3. Nilai Hematologis Darah Ayam Broiler

Profil darah Satuan Sumber 1) Sumber 2)

Eritrosit 106/mm3 2,5-3,2 2,0-3,2

Hemoglobin g/100ml 6,5-9,0 7,3-10,9

Hematokrit % 30,0-33,0 24,0-43,0

Leukosit 103/mm3 20,0-30,0 16,0-40,0

Heterofil % 25,0-30,0 9,0-56,0

Limfosit % 55,0-60,0 24,-84,0

Monosit % 10,0 0-30,0

Eosinofil % 3,0-8,0 0-7,0

Sumber : 1) Swenson (1984)

2) Mangkoewidjojo dan Smith (1988)

Mikotoksin adalah racun yang dihasilkan oleh golongan cendawan.

Mikotoksin yang termakan oleh ayam sampai pada batas tertentu akan menimbulkan gejala, salah satunya yaitu melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam atau sering disebut imunosupresi. Dari sekitar 300 jenis mikotoksin yang telah terdeteksi dari 100.000 spesies jamur, setidaknya ada 4 jenis mikotoksin yang bersifat imunosupresi pada ayam, yaitu aflatoksin, ochratoksin, fumonisin dan trichothecenes (T2).

Aflatoksin dapat menyebabkan pengecilan bursa fabricius, limpa maupun thymus.

Aflatoksin juga dapat merusak sel limfosit B, mengganggu fungsi fagosit sel-sel fagositik serta menurunkan aktivitas fungsional dari komplemen. Ocratoksin mengakibatkan atropi thymus, menghambat fungsi fagositosis sel-sel heterofil fagositik dan menyebabkan penipisan sel limfosit T dan B. Atropi organ limfoid dan kerusakan makrofag juga diakibatkan oleh adanya fumonisin sedangkan trichothecenes mengakibatkan nekrosis jaringan limfoid dan sumsum tulang belakang. Plumlee (2004) menuliskan salah satu gejala klinis dari paparan aflatoksin kronis yaitu terjadinya anemia pada ternak.

Hemoglobin

Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antar protein dan Fe yang menimbulkan warna merah pada darah. Sintesis asam asetat dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin yang berkombinasi dengan besi menghasilkan satu molekul heme. Jika empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul

(9)

globin maka terbentuk hemoglobin (Rastogi, 2007). Hemoglobin merupakan petunjuk kecukupan oksigen. Kandungan oksigen yang rendah dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit (Swenson, 1984).

Hematokrit

Persentase sel darah merah dalam 100 ml darah dinamakan hematokrit atau packed cell volume (PCV). Rastogi (2007) mengatakan bahwa nilai hematokrit biasanya tiga kali dari nilai hemoglobin dan dituliskan dalam bentuk persen. Nilai hematokrit yang rendah mengindikasikan anemia atau overhidrasi sedangkan nilai hematokrit yang tinggi menandakan polisitemia atau dehidrasi.

Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan berbentuk oval.

Erittrosit dibentuk di sumsum tulang dan dalam jumlah sedikit di limpa (Swenson, 1984). Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit, selain itu juga dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, aktivitas, nutrien, produksi telur, volume darah, panjang hari, faktor iklim dan suhu lingkungan.

Sel Darah Putih (Leukosit)

Leukosit merupakan sel darah putih dengan jumlah lebih sedikit daripada eritrosit (Swenson, 1984). Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan terjadinya infeksi sedangkan penurunan leukosit menandakan depresi sumsum tulang, yang diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia (Ratogi, 2007). Nilai diferensiasi leukosit berdasarkan umur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.

Leukosit dibagi menjadi granulosit (bergranula dalam sitoplasmanya) seperti heterofil, eosinofil dan basofil serta agranulosit seperti limfosit dan monosit.

Menurut Frandson (1992), masa hidup sel darah putih berbeda-beda mulai dari beberapa jam untuk granulosit, bulanan pada monosit dan tahunan pada limfosit.

Gambar diferensiasi leukosit dapat dilihat pada Gambar 3.

(10)

a) Eosinofil; b) Neutrofil/ Heterofil; c) Basofil

d) Monosit; e) Limfosit Gambar 3. Diferensiasi Leukosit

Sumber: Fakhrizal (2009)

Tabel 4. Persentase Leukosit Berdasarkan Umur Ayam

Umur Persentase (%)

Heterofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit

0 hari 72,4 2,5 1,1 15,9 8,8

3 hari 52,7 1,6 0,67 38,7 6,4

8 hari 50 0,25 0 48,3 1,5

10 hari 26,7 1,7 0,64 68,6 2,3

1 minggu 24 0 0 75 1

2 minggu 20,6 3,1 1,9 66 8,1

6 minggu 26 0 1 69 3

Sumber: Hodges (1997)

Neutrofil

Neutrofil atau juga dikenal dengan nama heterofil pada unggas mengandung granula yang memberikan warna tidak merah dan tidak biru, sitoplasmanya mengambil sedikit warna sehingga inti terlihat lebih jelas. Heterofil pada ayam biasanya bulat berdiameter 10-15 µm dengan sifat inti polimorfik dan lobus bervariasi (Frandson, 1992).

Monosit

Sel ini bersifat fagositik, yang berarti kemampuan menerkam material asing seperti bakteri (Frandson, 1992). Ditambahkan dalam Tizard (1987) bahwa monosit

(11)

selain menghancurkan partikel asing dan jaringan mati juga mengolah bahan asing sedemikian rupa sehingga bahan asing tadi akan membangkitkan tanggap kebal.

Limfosit

Limfosit adalah leukosit yang merupakan bagian terbesar dalam darah unggas (Swenson, 1984). Limfosit dibentuk di sumsum tulang belakang, tetapi sebagian dibentuk dari sel prekusor yang berasal dari sumsum tulang, di dalam kelenjar limfe, timus dan limpa. Tizard (1987) menyatakan bahwa limfosit memiliki fungsi kompleks dengan fungsi utama memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel efektor khusus ketika menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T).

Adanya infeksi dan stres dapat mempengaruhi jumlah limfosit (Swenson, 1984).

Eosinofil

Eosinofil terlihat sebagai granula berwarna merah di dalam sitoplasma. Sel ini berjumlah tidak banyak namun dapat meningkat saat tubuh terkena penyakit kronis seperti terinfeksi parasit atau saat reaksi alergi (Frandson, 1992). Fungsi utamanya adalah untuk toksifikasi terhadap protein asing yang masuk ke tubuh melalui paru-paru dan saluran pencernaan serta racun yang dihasilkan bakteri dan parasit.

Basofil

Jumlah basofil dalam sirkulasi darah hanya sedikit. Sel ini ditandai dengan 2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu (Kresno, 2001).

Leukosit darah yang kaya basofil melepaskan histamin pada reaksi serupa dengan reaksi sel mast. Saat ada rangsangan alergen, sel-sel tersebut dapat melepaskan berbagai mediator yang mengakibatkan reaksi anafilaktik.

Sistem Imun

Sistem imun dalam tubuh memberikan respons dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen. Respon imun sangat bergantung terhadap kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen tersebut. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun yaitu limfosit, yang kemudian diikuti fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel (Kresno, 2001).

(12)

Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Imunoglobulin terdiri dari molekul-moluekul protein yang memiliki struktur dan sifat biologik yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam susunan asam amino yang membentuknya. Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel limfosit B (Kresno, 2001). Imunoglobulin pada manusia dibagi menjadi 5 jenis yaitu IgM (µ), IgD ( ), IgG ( ), IgA ( ), IgE ( ). Unggas memiliki imunoglobulin (Ig) dengan tipe IgM, IgY dan IgA. Penamaan IgY sering dipakai pada unggas untuk menggantikan IgG (Glick, 2000). IgG dalam serum kadarnya sekitar 75% dan IgE kadarnya rendah yang meningkat pada reaksi alergi (Kresno, 2001). IgY diproduksi setelah IgM pada respon antibodi primer dan merupakan isotipe utama yang diproduksi pada respon sekunder saat terjadi infeksi.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penyebab utama kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa dalam mempelajari bahasa kedua adalah interferensi bahasa ibu, (2) kesulitan belajar itu disebabkan

Istilah apa yang digunakan pada tindakan pemberian uang dalam tari

Riset keyword pada intinya adalah mencari kata kunci yang sering diketikan oleh orang di mesin pencari sesuai dengan topik bisnis atau usaha yang anda jalani.. Misalnya

Pencacahan di lapangan harus menggunakan daftar HKD-2.1, setelah dikoreksi barulah perdesaan dan juga untuk penyusunan Indeks Harga Yang Dibayar Petani Kelompok N

1. Bahwa perangkat lunak ini dirancang untuk dapat memudahkan petugas operator dalam melakukan pencatatan dan penyimpanan data. Perangkat lunak ini juga dirancang

Kegiatan promosi dalam bentuk percakapan dengan calon pembeli atau lebih yang ditunjukkan untuk menciptakan penjualan. Dalam personal selling terjadi interaksi langsung,

Pertumbuhan iman pada proses melalui sentuhan kandungan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis ( al-ayat al-Maktubah ) maupun yang terbentang di jagat raya ( al- ayat al-Kauniyyah )

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial