• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Tinjauan Pustaka

1. Tekanan Panas a. Definisi

Iklim kerja adalah suatu bentuk kombinasi dari suhu di tempat kerja, kelembaban pada udara, kecepatan gerakan udara, serta suhu radiasi di suatu tempat kerja (Subaris dkk, 2007)

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi pada lingkungan. Selama tubuh beraktivitas maka tubuh secara otomatis akan memelihara dan menyeimbangkan antara panas lingkungan yang diterima dengan panas dari dalam tubuh melalui kehilangan panas dalam tubuh (Suma’mur, 2014).

Suhu lingkungan tempat kerja dapat mempunyai suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja (Sulistioningsih, 2013).

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan tubuh

manusia mempunyai pengaturan suhu yang disentralisir pada

dasar otak yang disebut hyphotalamus dengan bagian utama

(2)

anterior yang mengatur pengeluaran suhu panas dari dalam tubuh (Mukono, 2008).

b. Sumber Panas Lingkungan Kerja

Menurut Suma’mur (2014) pada dasarnya ada 3 sumber panas yang penting, yaitu :

1) Iklim kerja adalah keadaan suhu panas udara di lingkungan tempat kerja yang ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang berada di lingkungan sekitar.

2) Proses produksi dan mesin yang digunakan akan mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi lebih panas.

3) Kerja otot tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya memerlukan energi yang diperoleh dari bahan nutrisi yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen yang diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang merupakan panas yang disebut metabolisme.

c. Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi

1) Menurut Harrianto (2010) yang menyebabkan pertukaran panas dalam tubuh dengan lingkungan sekitar sebagai berikut :

a) Konduksi

Pertukaran panas yang terjadi antara tubuh dengan

benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau

(3)

kontak langsung. Panas dari dalam tubuh akan menghilang apabila suhu benda-benda lebih rendah dan dapat meningkatkan panas dalam tubuh apabila suhunya lebih tinggi dari dalam tubuh.

b) Konveksi

Pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan kerja melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang baik tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.

c) Radiasi

Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tubuh menerima atau kehilangan panas melalui radiasi tergantung dari subu benda-benda di sekitar.

d) Evaporasi

Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan kulit untuk menghilangkan panas. Kehilangan panas dengan proses evaporasi sekitar 25% dari total kehilangan panas tubuh.

e) Respirasi

Pertukaran panas melalui respirasi atau sistem

pernapasan dapat menghangatkan udara yang diinhalasi.

(4)

Sehingga, panas tubuh dikeluarkan bersama udara ekspirasi. Dalam keadaan normal, kehilangan panas dengan proses ini hanya sedikit mengurangi beban panas pada tubuh manusia.

2) Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja yaitu :

a) Usia

Pada usia yang lebih tua daya tahan badan terhadap panas akan menurun dan lambat dalam mengeluarkan keringat daripada usia yang lebih muda.

Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas karena denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur.

b) Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan

kecil dalam kapasitas untuk berkeringat secara cukup. Laki-

laki tidak dapat beraklimatisasi secara baik dalam iklim

panas. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin

dari pada suhu panas. Penyebabnya karena tubuh wanita

mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih

(5)

tinggi terhadap panas bila di bandingkan dengan laki- laki.

c) Masa kerja

Lamanya bekerja seseorang di bagian tertentu dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian.

d) Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan dengan ditandai penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap panas akan tercapai sesudah 2 minggu sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu badan.

d. Dampak Tekanan Panas 1) Dehidrasi

Terpapar suhu tinggi dapat menyebabkan seseorang

menjadi dehidrasi karena kekurangan cairan akibat

mengeluarkan keringat. Dehidrasi menyebabkan tubuh menjadi

letih, lesu, tubuh lemas, menjadi kantuk dan menyebabkan

muntah (Subaris dkk, 2007).

(6)

2) Heat Stroke

Temperatur suhu tubuh pada 40 - 41

0

C dapat menybabkan kerusakan pada jaringan-jaringan dalam tubuh seperti pada organ liver, ginjal, serta otak. Ciri-ciri seperti merasakan sakit kepala, fatigue, merasakan pening, denyut nadi meningkat, disorientasi, dan lebih cepat tidak sadarkan diri (Subaris dkk, 2007).

3) Heat Cramps

Lingkungan yang bersuhu tinggi menyebabkan kejang pada otot yang disebabkan karena kehilangan cairan serta garam pada tubuh akibat keluarnya keringat yang berlebihan dan cenderung menyebabkan sirkulasi jantung kurang adequate (Subaris dkk, 2007).

4) Heat Exhaustian

Cuaca kerja yang sangat panas menyebabkan perubahan aliran darah dalam tubuh menjadi lebih rendah dari suhu tubuh sehingga tubuh membutuhkan volume darah lebih banyak. biasanya terjadi bersamaan pada waktu kehilangan cairan akibat keluarnya keringat yang berlebihan dan menyebabkan cenderung lebih tinggi terjadinya kolapsnya sirkulasi darah (Subaris dkk, 2007).

5) Kelelahan

(7)

Bekerja pada temperatur tinggi dan tingkat kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada tenaga kerja.

Dapat menyebabkan kejang/kram pada tenaga kerja. Tenaga kerja dengan terpapar suhu tinggi dapat mengalami kelelahan (Simarmata, 2006).

e. Pengukuran dan Interpretasi

1) Menurut Suma’mur (2014) terdapat beberapa cara untuk menempatkan besarnya tekanan panas, yaitu :

a) Suhu efektif

Seseorang tanpa mengenakan pakaian dan bekerja mengalami indeks sensoris dari tingkat panas dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Evectife Temperature Scale).

b) Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted-4 Hour Sweetrate)

Mengeluarkan keringat selama 4 jam, sebagai

akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran

(8)

udara serta panas radiasi, dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan.

c) Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index)

Pentingnya efek pendinginan dari penguapan keringat untuk menjaga keseimbangan termis, maka Belding dan Heatch mendasarkan indeksnya atas

perbandingan banyaknya keringat yang dikeluarkan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat.

d) ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)

Cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus : (1) ISBB Outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu

radiasi) + (0,1 suhu kering).

(2) ISBB Indoor = (0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi).

2) Interpretasi Pengukuran

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 nilai

(9)

ambang batas untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) tekanan panas lingkungan kerja adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Variasi

Kerja

ISBB ºC

Kerja Berat Ringan Sedang

Berat

Kerja terus menerus 30,0 26,7 25,0

Kerja 75% istirahat 25%

30,6 28,0 25,9

Kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9

50%

Kerja 25% istirahat 32,2 31,1 30,0

75%

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011

Peralatan modern yang digunakan untuk mengukur ISBB adalah Area Heat Stress Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB atau WBGT in dan WBGT out yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan °C atau °F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan (Tarwaka dkk, 2004).

Selain alat tersebut, terdapat alat ukur ISBB yang

lebih modern seperti Questtemp Heat Stress Monitor. Alat

(10)

tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan °C dan °F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan disekitar sumber panas dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan. Dari hasil pengukuran ISBB tersebut, selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima pekerja dan kriteria waktu kerja serta istirahat, dalam pengaturan dapat menggunakan aturan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja ISBB (Tarwaka dkk, 2004).

f. Pencegahan

Menurut Harrianto (2010) tekanan panas dalam tempat kerja dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu :

a) Pengendalian teknik

Merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, dengan cara : a) Mengurangi produksi panas metabolik dalam tubuh.

b) Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik para tenaga kerja c) Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan

benda-benda yang panas, dengan cara sebagai berikut :

(11)

(1) Isolasi/penyekat

Melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah, seperti alumunium/cat.

(2) Perisai

Dua jenis perisai panas radiasi yang dapat digunakan, yaitu dengan baja tahan karat, alumunium, atau benda logam lainnya yang berwarna putih, sehingga akan memantulkan panas kembali ke sumbernya, atau perisai absorben, misalnya jas pendingin yang dibuat dari alumunium yang permukaannya berwarna hitam dapat mengabsorbsi dan membuang panas.

d) Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas.

e) Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban, dan upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembapan di lingkungan kerja.

b) Pengendalian administratif

a) Periode aklimitisasi yang cukup sebelum melaksanakan

beban kerja yang penuh.

(12)

b) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai.

c) Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendinginan pada para tenaga kerja waktu istirahat.

d) Penyediaan air minum yang cukup.

2. Beban Kerja a. Definisi

Beban kerja adalah keadaan tenaga kerja dihadapkan pada tugas individu atau kelompok yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing (Suma’mur, 2014).

Berat ringan suatu beban kerja dapat diketahui dengan beberapa indikator. Indikatornya yaitu melalui konsumsi oksigen, jumlah kebutuhan kalori, dan hitungan denyut jantung, suhu rektal serta kecepatan penguapan lewat keringat (Tarwaka dkk, 2004).

b. Jenis Beban Kerja

Menurut Notoatmodjo (2003) beban kerja yang diterima seseorang

yaitu :

(13)

Denyut Nadi (Denyut/Menit) =

10 Denyut

Waktu Penghitungan

x 60 1) Beban kerja fisik

Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan kekuatan otot untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya.

2) Beban kerja mental dan sosial

Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan pemikiran-pemikiran untuk dapat menyelesaikan tugas tanggungjawabnya.

c. Pengukuran Beban Kerja

Penilaian beban kerja melalui pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung

denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (EGC). Apabila peralatan tersebut tidak

tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Sumber : Tarwaka, 2010

Selain metode 10 denyut tersebut, data juga dilakukan perhitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik.

Adapun cara pengukuran denyut nadi dengan palpasi dapat

dilakukan dengan cara meletakkan ujung-ujung jari tangan yaitu jari

(14)

% CVL =

100 𝑥 (𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎−𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐼𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡) 𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐼𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡

ke-2, ke-3, dan ke-4 di atas permukaan kulit di bagian radial pergelangan tangan. Saat pengukuran dimulai stopwatch dihidupkan selama 10 detik, kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil satu menit dan setelah 10 detik stopwatch dimatikan, kemudian dicatat bunyi denyutan yang diperoleh (Nurmianto, 2004).

Tabel 2. Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban kerja (denyut/menit)

Sumber : Suma’mur, 2014

Klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kadiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan % CVL

Kategori Beban Kerja Nadi Kerja (denyut/menit) Sangat Ringan

Ringan

< 75 75 - 100

Agak Berat 100 - 125

Berat 125 - 150

Sangat Berat 150 - 175

Sangat Berat Sekali > 175

(15)

tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 3. Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan %CVL

CVL Klasifikasi

< 30%

30 s.d. < 60%

60 s.d. < 80%

80 s.d. < 100%

> 100%

Tidak terjadi kelelahan Diperlukan perbaikan Kerja daalam waktu singkat

Diperlukan tindakan segera Tidak diperbolehkan beraktivitas Sumber: Tarwaka, 2010

d. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Tarwaka dkk (2004) faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi beban kerja seseorang yaitu :

1) Usia

Usia seseorang menentukan perilaku seseorang individu. Usia juga menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja. Pada usia muda individu akan lebih relatif mempunyai kemampuan dalam memikul beban kerja.

2) Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita diciptakan berbeda secara fisik.

Demikian juga kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Wanita lebih sering tidak masuk kerja karena sakit, hamil, serta

melahirkan, akan tetapi wanita memiliki sejumlah kelebihan

(16)

dibandingkan dengan laki-laki, seperti lebih rajin, disiplin, teliti, serta sabar.

3) Tugas-tugas

Seseorang menerima beban kerja dibedakan atas dasar tugas masing-masing individu. Tugas yang diterima dapat berupa beban fisik dan beban mental. Tugas dengan beban fisik seperti sikap kerja, cara angkat-angkut, kondisi tempat kerja, dll.

4) Organisasi Kerja

Pengaturan waktu dalam kerja, waktu istirahat, rotasi kerja, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan wewenang dapat mempengaruhi beban kerja.

5) Lingkungan kerja

Faktor-faktor di lingkungan kerja seperti fisik, kimia, biologis, fisiologis, serta psikologis dapat menjadi beban tambahan akibat kerja kepada tenaga kerja.

3. Kelelahan Kerja

a. Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi tubuh fisik dan

mental setiap individu yang tidak sama, tetapi semua kondisi akan

berakibat terhadap penurunan daya kerja, motivasi kerja dan

berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja di tempat kerja

(Suma’mur, 2014).

(17)

Kelelahan kerja adalah penurunan performansi kondisi seseorang akibat dari akumulasi waktu kerja yang dilakukan (Nurmianto, 2004).

b. Jenis Kelelahan Kerja

1) Berdasarkan proses dalam otot

Menurut Suma’mur (2014) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Kelelahan otot, yaitu merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot yang mucul akibat dari pekerjaan yang dilakukan.

b) Kelelahan umum, menurunnya keinginan dalam melakukan pekerjaan yang penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi sosio psikologis seseorang yang tidak seimbang.

2) Berdasarkan waktu terjadinya

Menurut Setyawati (2010) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Kelelahan akut biasanya disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan atau melebihi batas normal kerja organ tubuh tersebut.

b) Kelelahan kronis yaitu bila kelelahan berlangsung setiap

hari dan berkepanjangan selama terus menerus dalam

jangka waktu yang lama.

(18)

c. Gejala Kelelahan Kerja

Menurut Setyawati (2010) gejala-gejala kelelahan kerja sebagai berikut :

1) Penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.

2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas seperti sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan dan pencernaan. Di samping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur.

d. Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi

1) Penyebab terjadinya kelelahan menurut Sutalaksana, dkk (1995) yaitu :

a) Faktor fisiologis yaitu akumulasi dasi substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi.

b) Faktor psikologi yaitu konflik yang mengakibatkan stress yang berkepanjangan ditandai dengan menurunnya prestasi kerja dan rasa lelah.

Kontraksi otot-otot yang lama dan kuat maka proses

metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang

(19)

dibutuhkan serta membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Asam laktat akan terkumpul dan kemampuan otot akan menghilang. Otot berkontraksi dan membatasi aliran darah pada otot kemudian otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010).

2) Faktor yang Mempengaruhi

a) Dari dalam individu (faktor internal) (1) Usia

Semakin usia seseorang bertambah maka kekuatan otot yang dimiliki semakin menurun. Usia akan mempengaruhi kekuatan otot yang akan berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan. Laki-laki dan wanita berusia sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang. Pada usia sekitar 50 - 60 tahun kekuatan otot mulai menurun 15 - 25% (Setyowati dkk, 2014).

(2) Jenis kelamin

Secara fisik laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan pada ukuran tubuh serta kekuatan otot.

Wanita mempunyai kekuatan otot relatif kurang

dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan

otot akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang

(20)

dan penentu terjadinya kelelahan. Wanita mempunyai masalah yang lebih kompleks daripada laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang haid cenderung cepat lelah daripada wanita yang tidak haid (Suma’mur, 2014).

(3) Status gizi

Seorang tenaga kerja dengan keadaan status gizi yang baik akan mempunyai ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik daripada seorang tenaga kerja dengan status gizi yang tidak baik maka ketahanan tunuh dan kapasitas kerja yang dimiliki tidak sebaik dengan status gizi baik (Budiono, 2003).

b) Dari luar individu (faktor eksternal)

(1) Keadaan fisik lingkungan kerja (Setyowati dkk, 2014) (a) Tekanan panas dengan suhu > 26,7

0

C dapat

mempengaruhi kelelahan seseorang (b) Kebisingan dengan intensitas > 85 dB (2) Beban kerja

Setiap individu menanggung beban kerja yang

berbeda. Beban kerja yang ditanggung semakin tinggi

maka konsumsi oksigen akan meningkat sesuai

kebutuhan tubuhnya. Beban kerja yang lebih tinggi

tidak dapat dilaksanakan dalam keadaan aerobik karena

(21)

kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk proses aerobik. Dampaknya adalah keluhan rasa lelah yang ditandai dengan meningkatnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2004).

e. Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja yang terjadi dapat menyebabkan munculnya keadaan yang merugikan seperti menurunnya prestasi kerja, fungsi fisiologis motorik dan neural, badan kurang enak di samping menurunnya semangat kerja. Perasaan yang lelah cenderung meningkatkan kecelakaan kerja, sehingga merugikan diri sendiri dan perusahaan karena produktivitas kerjanya menjadi menurun (Setyawati, 2010).

f. Mekanisme Kelelahan

Menurut Setyawati (2010) secara fisiologi, kelelahan

disebabkan oleh penumpukan asam laktat pada otot-otot dan dalam

aliran darah. Penumpukan asam laktat yang terjadi dapat

menurunkan kerja otot-otot dan faktor saraf tepi serta sentral

mempengaruhi proses munculnya kelelahan. Saat otot berkontraksi,

glikogen dalam tubuh diubah menjadi asam laktat dan asam laktat

merupakan bahan yang menghambat kerja otot sehingga kelelahan

dapat terjadi. Pemulihan keadaan ini dapat dengan mengubah asam

laktat yang ada kembali menjadi glikogen yang memungkinkan kerja

otot dapat kembali berfungsi normal.

(22)

g. Pengukuran dan Interpretasi

1) Menurut Setyawati (2010) parameter untuk mengukur kelelahan kerja antara lain adalah :

a) Pengukuran waktu reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi setelah pemberian rangsang tunggal kepada responden sampai timbulnya respon terhadap pemberian rangsang tersebut.

Reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi.

b) Uji Finger-tapping (Uji ketuk jari)

Mengukur kecepatan maksimal dengan mengetukkan jari tangan responden dalam suatu periode waktu tertentu.

c) Uji Flicker-Fusion

Pengukuran terhadap kecepatan berkelipnya cahaya (lampu) yang diberikan kepada responden secara bertahap sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu.

d) Skala Kelelahan Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

Skala IFRC yang didesain untuk tenaga kerja

dengan budaya Jepang ini merupakan angket yang

mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan.

(23)

2) Interpretasi Pengukuran

Dari hasil penelitian Setyawati pada tahun 1994 tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan range waktu reaksi yang diukur dengan Reaction Timer yaitu :

Tabel 4. Kategori Kelelahan

Kategori Kelelahan Hasil (milidetik)

Normal 150,0 - 240,0

Kelelahan ringan 240,0 < x < 410,0 Kelelahan sedang 410,0 ≤ x < 580,0 Kelelahan berat ≥ 580,0

Keterangan :

x adalah hasil pengukuran dengan Reaction Timer h. Pencegahan

Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan rehabilitasi kelelahan kerja.

1) Primer

Pencegahan primer dengan melakukan promosi

kesehatan melalui kerjasama dengan instansi yang terkait

misalnya dinas kesehatan maupun pihak-pihak yang mempunyai

kewenangan. Program promosi kesehatan penanggulangan

kelelahan melalui penyuluhan kepada tenaga kerja dengan

(24)

materi kelelahan kerja, faktor-faktor penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010).

2) Sekunder

Pencegahan sekunder dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja.

Mengendalikan lingkungan kerja seperti pencahayaan, kebisingan, tekanan panas, dan getaran agar tetap dalam keadaan standar (Budiono, 2003).

3) Tersier

Pencegahan tersier dengan memberikan suplemen tambahan seperti vitamin dan obat-obatan yang berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang. Memperbaiki supaya lingkungan kerja dan sikap kerja serta penggunaan alat kerja yang ergonomis (Setyawati, 2010).

4. Hubungan Tekanan Panas dan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban

udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi di lingkungan. Selama

aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan

memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan

yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima

dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Dengan

adanya suhu yang tinggi dalam suatu ruangan maka merangsang

tubuh untuk mengeluarkan keringat. Maka tubuh akan mengalami

(25)

dehidrasi dan menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi dan terjadi penumpukan asam laktat serta kontraksi otot menjadi turun. Maka tubuh akan mengalami kelelahan akibat suhu lingkungan yang tinggi.

Kerja fisik mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan kebutuhan atau konsumsi energi. Gangguan kesehatan dan daya kerja dapat timbul akibat tidak adanya keseimbangan antara beban kerja dengan kapasitas tenaga kerja. Beban keja berat yang tidak dilaksanakan dalam kondisi aerobik berakibat pada meningkatnya kandungan asam laktat yang merupakan manifestasi dari kelelahan.

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tekanan Panas

Suhu tubuh naik

Kehilangan cairan tubuh dan garam

Penumpukan Asam Laktat

Penurunan kontraksi otot

Kondisi Fisik dan Psikis

Kelelahan

Faktor-faktor :

Usia

Jenis Kelamin Masa Kerja Aklimatisasi

Faktor-faktor : Usia

Jenis Kelamin Tugas-tugas Organisasi Kerja Lingkungan Kerja

Kekurangan Cadangan Energi

dan Oksigen

Penumpukan

Asam Laktat

Beban Kerja

(26)

C. Hipotesis

Ada hubungan tekanan panas dan beban kerja dengan kelelahan kerja pada

tenaga kerja weaving PT. Iskandar Indah Printing Textile.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tekanan Panas

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Auditor, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kantor akuntan publik khususnya auditor untuk mengetahui seberapa besar pengaruh independensi,

limbah menunjukkan keadaan yang cenderung merata yaitu berkisar 0,54 mg/l sampai dengan 0,55 mg/l dan masih berada di bawah persyaratan baku mutu untuk air limbah domestik (1

Dari simulasi tersebut diketahui bahwa respon kontroler pada SIPMC dengan menggunakan DSMC (Discrete Sliding Mode Control) memiliki settling time yang lebih baik daripada

Seluruh santri datang ke rumah-rumah (door to door), ke lembaga-lembaga, ke majlis-majlis untuk mengajak mondok sambil menyebarkan stiker, memberikan jam dinding,

Namun itulah kenyataan yang telah terjadi di 3 (tiga) pesantren besar yaitu Pondok Pesantren Al-Lathifiyah II Tambakberas Jombang, Pondok Pesantren

Vektor kloning ini mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya adalah (1) dapat digunakan untuk mengkloning fragmen hasil PCR yang menggunakan enzim DNA polimerase tertentu

Sastra menampilkan gambaran kehidupan yang mencakup hubungan antara masyarakat, antara masyarakat dengan seseorang, dan antarmanusia; peristiwa-peristiwa yang terjadi

Meskipun sebagai manusia linuweh, serta menjadi suri tauladan kawula untuk hidup dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, namun sebagai manusia biasa bukan tidak mungkin