• Tidak ada hasil yang ditemukan

faktor eksternal berupa Pedagang Kaki Lima kurang memahami Perda tentang PKL. Kata Kunci: Peran, Satpol PP, Perda tentang PKL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "faktor eksternal berupa Pedagang Kaki Lima kurang memahami Perda tentang PKL. Kata Kunci: Peran, Satpol PP, Perda tentang PKL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM

MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA

SURAKARTA FRENGKI A. BENEFTAR Frengki2beneftarstihbiak@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimanakah Peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Kota Surakarta serta Apa kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Surakarta

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Dimana dilakukan dengan cara meneliti di lapangan sebagai data primer.

Hasil yang diperoleh penulis dari penelitian ini, antara lain : 1. Peran Satpol PP Kota Surakarta dalam penataan PKL adalah penertiban dan sosialisasi. Penertiban dilakukan dengan bekerjasama berbagai instansi pemerintah daerah mulai dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, DPP, DKP, Aset, sampai Walikota. Sosialisasi dilakukan sebagai fungsi Satpol PP selain tugas pokoknya adalah penertiban, sehingga anggota Satpol PP harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan PKL. Satpol PP melakukan penertiban apabila PKL tidak menerima tawaran relokasi dari DPP. 2.

Kendala-kendala yang dihadapi Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Surakarta berasal dari 1) fantor internal berupa keterbatasan anggota dan armada dan 2)

faktor eksternal berupa Pedagang Kaki Lima kurang memahami Perda tentang PKL.

Kata Kunci: Peran, Satpol PP, Perda tentang PKL

PENDAHULUAN

Permasalahan besar yang sering terjadi pada seluruh kota besar di Indonesia yaitu keberadaan pedagang pada sektor informal, khususnya Pedagang Kaki Lima (PKL).

Rasyid (1997:13). Padahal ketentraman dan ketertiban merupakan suatu perkara yang diinginkan oleh setiap daerah. Bilamana suatu daerah dapat merasakan ketentraman maka dapat menunjang segala macam pembangunan pad adaerah tersebut.

PKL merupakan permasalah yang sering dihadapi hamper di semua daerah. Hal tersebut dapat dilihat dan didengar baik melalui media cetak dan media online. Tidak jarang dengan adanya PKL ini sering menganggu pengguna jalan seperti jalan yang macet, menjadi sempit dan kotor sebab sampah yang ditimbulkan. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sampai saat ini cenderung belum memperlihatkan tingkat kemajuan berarti di mata rakyat kecil, sebenarnya terdapat kewajiban Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya memperbaiki tingkat pertumbuhan tersebut. Kewajiban itu tidak lain adalah memacu pertumbuhan ekonomi ditingkat lokal sehingga terdapat pemerataan yang lebih membasis.

Kota Surakarta dalam hal ini berdsarkan data

yang di dapat sebanyak 200-an personel

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di

Kota Surakarta membongkar paksa belasan

bangunan lapak tempat berjualan yang tak

berizin, Proses pembongkaran tempat

bangunan lapak berjualan berlangsung

sekitar 1,5 jam diawali dengan negoisasi

(2)

antara petugas Satpol PP dengan pemilik hak ulayat tetapi tidak membuahkan hasil kesepakatan sehingga berujung pembongkaran.

1

Namun yang menjadi masalahnya adalah bagaimana pemerintah kota membuat kebijakan yang dapat menjadikan pelaku di sektor ini memiliki arti kehidupan yang baik, di samping itu, memelihara ketertiban dan keindahan kota. Berangkat dari cara pandang diatas, PKL perlu ditangani secara persuasif agar mereka tidak selalu merasa dikejar- kejar, digusur, digaruk, hingga akhirnya mengalami kegagalan usaha. Upaya penanganan terhadap PKL lebih mampu mengedepankan pola pendekatan persuasif atas dasar kesepakatan bersama dan saling menghormati. Karena permasalahan pokok dalam upaya penertiban PKL salah satunya terletak pada cara penanganan dan penataannya.

Konsekuensi dari hal itu, peranan Pemerintah Kota Surakarta dalam kemitraannya dengan PKL dapat diarahkan pada tindakan meningkatkan pembinaan keterampilan wirausahanya. Tindakan itu bukan sekadar penyaluran bantuan dan atau penyediaan fasilitas baru, namun lebih menyangkut praktik pemberdayaan yang berdimensi keadilan, sehingga PKL tidak selalu merasa disingkirkan dan menjadi tumbal pembangunan. Diakui atau tidak, persoalan pedagang kaki lima (PKL) selama ini sangat dilematis. Di satu sisi, PKL membantu meningkatkan kualitas perekonomian rakyat, melalui sektor Usaha Kecil Menengah (UKM), dan menjadi salah satu sumber efektif dalam menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti melalui pajak

1

https://news.okezone.com/read/2017/03/09/340/1 638232/ratusan-satpol-pp-biak-bongkar-lapak-ilegal

retribusinya, Di sisi lain, kegagalan pembangunan nasional menyebabkan Kota Surakarta menjadi tempat pelarian bagi orang-orang daerah yang ingin mencari nafkah utamanya dengan cara berjualan di pinggir jalan, sehingga mereka sering dipandang setengah hati oleh pemerintah karena aktivitas usahanya dianggap sebagai penyakit kota (mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas kota). Karena itulah melalui Satuan Polisi Pamong Praja, Pemerintah Kota Surakarta mengambil langkah penertiban untuk mengatasi semakin membludaknya PKL.

Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 khususnya Pasal 1 ayat (5) dikemukakan bahwa “Satuan Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah”. Tugas Satuan Polisi Pamong Praja selain melakukan penertiban PKL, juga melakukan penertiban anak jalanan, gelandangan dan pengemis (gepeng), tempat hiburan malam (THM), bangunan dan pekerja seks komersial (PSK).

Jadi pada dasarnya, Satuan Polisi Pamong

Praja merupakan penyelenggara

pemerintahan dan pembangunan Kota

Surakarta khususnya berkaitan dengan upaya

penciptaan ketentraman dan ketertiban

umum. Ketentraman dan ketertiban umum

adalah suatu keadaan dinamis yang

memungkinkan pemerintah daerah dan

masyarakat dapat melakukan kegiatannya

(3)

dengan tenteram dan teratur untuk menunjang pelaksanaan pembangunan di daerah secara berkesinambungan utamanya pelayanan kesejahteraan masyarakat. Adanya kesenjangan antara peraturan mengenai PKL dengna kenyataan ketidakteraturan kota merupakan masalah yang menarik untuk dikaji.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Kota Surakarta?

2. Apa kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Kota Surakarta?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui Peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Kota Surakarta.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Peneliitan Yuridis empiris ialan penelitian hukum yang menggunakan data primer yang diperoleh secara langsung adri hasil wawancara dengna informan dan responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dat primer dan data sekunder.

Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat Deskriptif Analitis Deskriptif analitis karena hasil penelitian ini hanya melukiskan atau menggambarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang dikaitkan dan

dianalisa dengan teori-teori ilmu hukum dan suatu keadaan atau obyek tertentu secara faktual dan akurat. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara Field Research dan Library Research. Bilamana seluruh data telah terkumpul kemudian akan dilakukan sebuah analisis dengan cara kualitatif dan menggunakan metode deduktif.

Secara kualitatif yakni dengan mengkaji data- data yang didapat secara sistematis serta konsisten untuk mencapai suatu kejelasan dari permasalahan yang akan dibahas.

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN 3.1 Bagaimanakah Peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah tentang PKL di Kota Surakarta?

Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban dimana masyarakat biasa menjalani kehidupannya secara wajar. Rasyid (1997:13) “Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitas demi mencapai kemajuan bersama”. Selain memberikan pelayanan pada masyarakat pemerintah juga bertugas

dalam mengembangkan fungsi

pemberdayaan dan pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, Ndraha (2001:85) menyebutkan bahwa “Fungsi pemerintah terdiri atas fungsi pelayanan (serving), fungsi pembangunan dan fungsi pemberdayaan”.

Hal tersebut lebih lanjut dikemukakan oleh Rasyid (1997:116), bahwa hakikat fungsi pemerintah adalah :

1. Fungsi pelayanan, bertujuan

menciptakan kondisi yang menjamin

agar warga masyarakat dapat

(4)

melaksanakan kehidupannya secara wajar, di samping untuk membangun dan memelihara keadilan dalam masyarakat.

2. Fungsi pemberdayaan, bertujuan menciptakan masyarakat yang mandiri.

3. Fungsi pembangunan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik, pemerintah mempunyai tugas-tugas pokok secara umum yang dikemukakan oleh Rasyid (1997:11), yaitu :

1. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan social masyarakat

2. Memelihara ketertiban dengna mencegah gontok-gontokkan diantara warga masyarakat.

3. Menjamin keamanan Negara dan segala kemungkinan sesrangan dari luar, menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah.

Sadu Wasistiono (2003:51) menyatakan bahwa “Pelayanan publik itu adalah pemberian jasa oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat”. Satuan Polisi Pamong Praja juga merupakan bagian dari organisasi pelayanan publik karena bekerja berdasarkan undang-undang untuk melayani kepentingan publik seperti dinyatakan dalam Surat Keputusan Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara berikut :

“Pelayanan publik adalah setiap kegiatan

yang dilakukan Pemerintah dalam rangka pemenuhan hak-hak maupun kebutuhan dasar masyarakat sesuai dengan perundang- undangan” (Surat SesmenPAN Nomor : 736/S.PAN/09/2000).

Satuan Polisi Pamong Praja, atau disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerahdalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Satpol PP merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk Dinas Daerahatau Lembaga Teknis Daerah, tapi di Kota Surakarta Satpol PP merupakan perangkat daerah yang berbentuk Satuan.

Ketentraman dan ketertiban umum menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 tentang PedomanSatuan Polisi Pamong Praja adalah, “Suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dangan tenteram, tertib dan teratur”.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Pasal 148 mengamanatkan bahwa untuk

membantu Kepala Daerah dalam

menegakkan Perda dan penyelenggaraan

Ketentraman umum dan ketertiban

masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong

Praja. Implementasi kebijakan otonomi

daerah yang merupakan amanat konstitusi,

menempatkan Polisi Pamong Praja

padaposisi yang strategis terutama dalam

menegakkan peraturan daerah, serta

membantu tugas-tugas ketentraman dan

ketertiban masyarakat dan pengawasan

pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah. Hal

ini jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 14

Ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat menjadi urusan wajib

kewenangan Pemerintahan Daerah. Sehingga

(5)

tugas pokok daripada Satpol PP ialah membantu Kepala Daerah menegakkan Peraturan Daerah dan Menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Termasuk di dalamnya penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

Penertiban dilakukan dalam rangka peningkatan ketaatan masyarakat terhadap peraturan, tetapi tindakan tersebut hanya terbatas pada tindakan peringatan dan larangan, penghentian sementara, bimbingan dan pengarahan serta pengawasan kegiatan yang melanggar Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya. Sedangkan putusan final atau pelanggaran tersebut dapat merupakan kewenangan instansi atau pejabat yang berwenang. Penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP ialah kepada para Pedagang Kaki Lima yang sering mengganggu para pengguna jalan. Ardiyanto, dkk, (1998:131) mengemukakan bahwa istilah pedagang kaki lima berasal dari zaman Gubernur Rafles (awal abad XIX) yang dikonotasikan sebagai 5 feet yang berarti jalur bagi pejalan kaki di pinggir jalan yang selebar lima kaki (1,5 meter) atau sebutan sekarang trotoar. Dari hasil penelitian Soedjana dalam Ardiyanto (1998:132) yang secara spesifik mengemukakan bahwa :

“Pengertian tentang Pedagang Kaki Lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi jalan,

di sekitar pusat

perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari”.

Penyebab munculnya pedagang kaki lima ini disebabkan Karena beberapa factor yakni sebab sumber daya manusia dan konsep sarana dan prasarana.

Satpol PP selaku aparat penegak hukum yang berfungsi untuk menegakkan Perda yang ada pada suatu daerah maka Pengawasan dan Penertiban PKL di Kota Surakarta dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Pasal 13:

a. Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah dilakukan oleh Walikota

b. Penertiban atas pelaksanaan Peraturan Daerah dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja selaku Penegak Peraturan Daerah;

c. Dalam menjalankan penegakan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS);

d. Ketentuan pengawasan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Walikota”.

Selain Perda di atas, peran Satpol PP dalam penertiban PKL juga diatur juga dalam Peraturan Walikota Nomor 15-U Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja pasal 3 ayat (6) “Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai fungsi:

penyelenggaraan sosialisasi”. Berdasarkan Perda dan Perwali di atas, peranan Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Surakarta adalah: (1) penertiban dan (2) sosialisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah

(6)

satu staf Penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah bahwa:

“Pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan Perda tentang PKL itu tidak hanya Satpol PP dengan PKL saja Mas, tapi juga DPP (Dinas Pengelolaan Pasar) terutama DPP bidang PKL, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), kelurahan, camat dll”. DPP akan berperan dalam menawarakan tempat untuk para PKL yang akan direlokasi, SKPD berperan ketika ada SKPD tertentu yang mempunyai lahan kosong yang akan digunakan sebagai tempat relokasi”.

Hal ini berarti pihak-pihak yang terlibat dalam penataan PKL tidak hanya Satpol PP dengan PKL saja, tetapi dalam penataan PKL memerlukan kerjasama dengan berbagai instansi yang terkait, seperti: (1) DPP (Dinas Pengelolaan Pasar), (2) SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), (3) Kelurahan, dan (4) Kecamatan. DPP berperan dalam menawarakan tempat-tempat baru yang ditujukan kepada PKL yang akan direlokasi, sedangkan SKPD berperan apabila lahan yang digunakan untuk relokasi merupakan lahan yang berada dalam wewenang SKPD tersebut.

Salama ini dalam penertiban PKL di Kota Surakarta memang tidak pernah menggusur, melainkan menata dengan memindahkan PKL ketempat-tempat yang baru. Menata dengan menggusur itu berbeda, menata PKL menurut Bapak Drs. Bambang MBS., M.Si selaku Kepala Operasi dan Pengendalian:

“Menata adalah menciptakan ketertiban umum, jadi PKL itu tidak boleh berfikir tentang dirinya sendiri tetapi juga memikirkan

lingkungannya. Kita selalu menata PKL tidak pernah menggusur, penataan itu untuk mewujudkan ketertiban dan kenyamanan warga dan PKL itu sendiri, hal ini sesuai dengan Visi Misi Kota Surakarta yakni: Solo Kuncoro (Kondang nakonang-konang baiknya) karena (a) budayanya, (b) perilaku masyarakatnya, dan (c) wajah kotanya, dan salah satu untuk menuju solo yang kuncoro itu dengan penataan. Sedangkan menggusur itu meyuruh PKL pergi dari tempat awal dan kelanjutan nasib PKL tersebut pemerintah tidak mau tahu”.

Berdasarkan wawancara diatas Satpol PP dalam menertiban PKL tidak dengan cara menggusur, melainkan menata. Menata PKL ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban kota, kenyamanan masyarakat, dan kebaikan PKL itu sendiri.

Satpol PP Kota Surakarta dalam penertiban PKL di Kota Surakarta diperlukan langkah yang tepat, sehingga dalam penertiban tidak terjadi bentrok antara Satpol PP dengan PKL, hal ini sekaligus dapat menciptakan ketertiban dan keindahan kota.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Surakarta adalah: (1) tindakan preventif, (2) penindakan, (3) tindakan represif, dan (4) tindakan setelah direlokasi.

3.2 Apa kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Kota Surakarta?

Melaksanakan penertiban yang

dilakukan Satpol PP Kota Surakarta terhadap

PKL tidak begitu saja selesai dengan mudah,

dalam penataan di temui kendala-kendala

yang dihadapi, beberapa kendala tersebut

(7)

berasal dari: (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal.

a. Factor Internal

faktor-faktor internal yang menjadi kendala Satpol PP dalam mengimplementasi Perda tentang PKL di Kota Surakarta, meliputi:

1) Kekurangan Personil

Personil Satpol PP Kota Surakarta bisa terbilang cukup, tetapi ketika ada acara tertentu pada waktu yang bersamaan, maka biasanya terjadi kekurangan personil.

Sedangkan Perda Kota Surakarta juga terbilang cukup banyak berjumlah kurang lebih 21 perda.

Wawancara dengan Bapak Wisnu Nugroho selaku Staff Penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah:

“Ketika kita ada perjanjian dengan PKL untuk membantu membongkar tapi ternyata saat waktu pembongkaran pada waktu yang bersamaan tiba-tiba ada tugas-tugas lain, misalnya: terjadi kesepakatan dengan PKL hari Kamis tanggal 6 Januari pembongkaran bersama PKL, tapi ternyata tiba-tiba ada tamu penting yang perlu penjagaan maka kita kekurangan personil”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, kendala dalam menata PKL adalah kekurangan pesonil, apalagi jika sudah mengadakan perjanjian dengan PKL, tetapi pada waktu yang bersamaan ada tamu

penting yang perlu penjagaan dari Satpol PP.

Sehingga Satpol PP tidak bisa ikut dalam pembongkaran lapak bersama PKL yang sudah dijanjikan. Dalam rangka mengatasi kekurangan tersebut langkah yang sudah dilakukan Satpol PP adalah mengajukan ke Walikota Surakarta untuk penambahan jumlah personil, tetapi hampir semua SKPD Kota Surakarta kekurangan personil dikarenakan adanya moratorium (pembatasan jumlah) PNS dari pemerintah pusat. Dahulu Satpol PP personilnya cukup, yakni 125 (seratus duapuluh lima) namun dimutasi ke SKPD lain menjadi 82 (delapanpuluh dua) orang sedangkan dengan mutasi tersebut Satpol PP tidak dapat penggantinya hal ini mengakibatkan kekurangan personil.

2) Kekurangan Armada

Untuk mengamankan Perda yang tidak hanya Perda PKL saja dengan berjumlah kurang lebih 21 Perda dan wilayah Kota Surakarta yang bisa dikatakan sebagai pusat perekonomian bagi daerah- daerah disekitarnya meliputi Kabupaten Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten maupun dari daerah lainnya.

Sebagai pusat perkonomian ini menyebabkan banyak permasalahan yang terjadi, mulai dari semakin banyaknya PKL, bangunan liar, orang gila dan gelandangan, dan masih banyak lagi yang diatur dalam

Perda yang harus

dilaksanakan oleh Satpol PP.

Banyaknya permasalahan

tersebut dibutuhkan armada

(8)

yang memadai supaya bisa maksimal dalam patroli ke seluruh Kota Saurakarta.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Drs. Bambang MBS., M.Si., selaku kepala Operasi dan Pengendalian Satpol PP Kota Surakarta:

b. Faktor Eksternal

faktor-faktor eksternal yang menjadi kendala Satpol PP dalam mengimplementasi Perda tentang PKL di Kota Surakarta, banyak PKL yang belum memahami Perda tentang PKL.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sukardi, selaku penjual rica- rica gug-gug PKL Komplang, mengatakan:

“Sebenarnya saya berjualan disini tidak melanggar mas, ini buktinya yang saya keluarkan buat restribusi Rp.

27.500,00/hari. Jadi saya tidak mau dikatakan ilegal berjualan di sini, dan seharusnya saya tidak bisa direlokasi”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, Bapak Sukardi merasa kalau tempat usaha yang dimilikinya adalah legal, yang seharusnya tidak bisa direlokasi, hal ini dikarenakan Bapak sukardi selalu rutin setiap hari membayar restribusi Rp. 27.500,00/hari.

Sedangkan dalam surat pernyataan yang sudah ditandatangani diatas materai oleh PKL Komplang pada bulan Oktober 2009 dan bulan Agustus 2012, salah satu isi surat pernyataan menyebutkan: Bersedia sewaktu- waktu meninggalkan dan menyerahkan Kios Panti Persinggahan Komplang Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta untuk kepentingan Pemerintah Kota Surakarta

tanpa syarat apapun atau tanpa uang pesangon/ganti rugi.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Drs. Sutarja, MM., selaku Kepala Satpol PP Kota Surakarta, mengatakan:

“Banyak masyarakat dalam hal ini PKL yang belum memahami Perda, walaupun demikian masyarakat Solo mendukung apa yang diprogramkan pemerintah, misalnya penataan PKL”

Berdasarakan hasil wawancara di atas, masyarakat dalam hal ini PKL kota Surakarta masih banyak yang belum memahami Perda tentang PKL, akan tetapi masyarakat Kota Surakarta mendukung apa yang diprogramkan pemerintah dengan sejumlah kompensasi tertentu.

Kurangnya pemahaman terhadap Perda tentang PKL hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi Perda tentang PKL dari Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) bidang PKL.

Walaupun tugas utama sosialisasi Perda adalah kewajiban DPP, tetapi Satpol PP tetap berupaya mensosialisasikan Perda tentang PKL disela-sela waktu Patroli.

SARAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

1. Peran Satpol PP Kota Surakarta

dalam penataan PKL adalah

penertiban dan sosialisasi. Penertiban

dilakukan dengan bekerjasama

berbagai instansi pemerintah daerah

mulai dari Dinas Perindustrian dan

Perdagangan, DPP, DKP, Aset,

sampai Walikota. Sosialisasi

dilakukan sebagai fungsi Satpol PP

selain tugas pokoknya adalah

penertiban, sehingga anggota Satpol

(9)

PP harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan PKL. Satpol PP melakukan penertiban apabila PKL tidak menerima tawaran relokasi dari DPP.

2. Kendala-kendala yang dihadapi Satpol PP dalam penertiban PKL di Kota Surakarta berasal dari 1) fantor internal berupa keterbatasan anggota dan armada dan 2) faktor eksternal berupa Pedagang Kaki Lima kurang memahami Perda tentang PKL.

Tindak Lanjut Saran

1. Perlunya penyuluhan secara intensif tentang Perda Nomor 3 tahun 2008 oleh DPP dan Satpol PP walaupun bukan tugas pokoknya, karena masih banyak PKL kurang memahami Perda tersebut, walaupun pada akhirnya PKL melaksanakan kebijakan pemerintah dengan kompensasi tertentu.

2. Perlunya Pemkot menyediakan sarana dan prasarana yang lebih memadai untuk Satpol PP, sehingga dalam penegakan Perda yang berjumlah sekitar 21 (duapuluh satu) Perda bisa berjalan dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Ardiyanto (1998:132) Sadu Wasistiono (2003:51 Rasyid (1997:11),

Ndraha (2001:85)

Soekanto, Soejono. 1987 Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Pers

Soekanto, Soerjono dkk. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Surat SesmenPAN Nomor :

736/S.PAN/09/2000

Referensi

Dokumen terkait

Orang muda sebenarnya mengalami kekurangan tidur, sehingga banyak diantara mereka yang tertidur di kelas atau terkantuk-kantuk di kantor.Penelitian ini bertujuan

Berdasarkan kutipan pada kora Joglo Semar Edisi 10 September 2016 di atas diketahui bahwa terdapat bentuk kata reduplikasi yang pengulangannya menggunakan

[r]

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Ners ini dengan judul “ Analisis

Phoneme as the smallest segment of sound within a word will be represented as a letter. We know, basically that letters are the result of spelling, while sounds are the result

Rapat ) and copies of KTP or other identification. a) Shareholders who can not attend, can be represented by a proxy with valid Powers of Attorney as determined by

 Jika sampel ditarik dari populasi yang terdistribusi normal, maka distribusi sampling dapat didekati dengan distribusi...(14).  Jika standar deviasi populasi tidak diketahui,

Kelompok triploid AAA seperti ‘Aghaker’, ’Ambon Putih’, ’Ambon Hijau’ dan ’Ambonaee’ terdapat dalam satu klad karena secara morfologi keempat aksesi tersebut sangat