DESAIN FIBER SENSOR BERBASIS RUGI-RUGI KARENA BENDING
UNTUK STRAIN GAUGE
Widya Carolina Dwi Prabekti, Ahmad Marzuki, Stefanus Adi Kristiawan
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
Jalan Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, 57126, Jawa Tengah, Indonesia
Email : carol.eleven@student.uns.ac.id
Abstrak
Beton adalah suatu bahan dari campuran agregat ringan alami dan semen sebagai
perekatnya. Faktor alam dan muatan yang berlebih dapat membuat keretakan yang dapat
menyebabkan kerusakan. Sehinga perlu dilakukan pengukuran strain untuk mengetahui
kondisi dari beton. Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem fiber sensor sebagai sensor
strain dan menganalisis sinyal output dari sistem tersebut. Prinsip dari sensor ini adalah
memanfaatkan rugi-rugi (loss) karena pembengkokan makro (macrobending) pada fiber
optik. Output berupa transmitansi dibaca sistem sensor dan ditampilkan oleh program
Intensitymeter pada LabVIEW. Pengujian fiber sensor dilakukan pada sampel polyurethane
dan pada beton, intensitasnya berubah terhadap variasi beban. Hasil penelitian menunjukkan
perubahan intensitas cahaya linier terhadap perubahan beban.
Kata kunci: Fiber Sensor, Transmitansi Cahaya, UTM, Bending loss, Strain, POF
I. PENDAHULUAN
Fiber optic atau serat optik telah
berkembang dalam berbagai aplikasi yang
tidak hanya sebagai media transmisi untuk
komunikasi namun kini serat optik telah
dikembangkan sebagai sensor. Terdapat
dua jenis serat optik, yaitu serat optik dari
kaca dan serat optik dari plastik. Serat
optik dari bahan kaca memiliki diameter
yag lebih kecil dibandingkan serat optik
yang terbuat dari plastik. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan,
penggunaan serat optik plastik telah
digunakan dalam berbagai aplikasi salah
satunya adalah untuk sensor [2].
Penggunaan bahan beton hampir
terdapat pada semua sarana, salah satunya
adalah jalan raya dan jembatan. Faktor
alam dan muatan yang berlebih dapat
menimbulkan bahaya yang lebih besar.
Sehinga perlu dilakukan pengukuran strain
untuk mengetahui kondisi dari struktur
beton dapat mengggunakan serat optik
sebagai sensor strain.
Penelitian ini bertujuan untuk
merancang sistem fiber sensor yang
diberngkokkan sebagai sensor strain dan
menganalisis sinyal output dari sistem
tersebut. Selain dapat mengembangkan
prinsip-prinsip optik untuk diaplikasikan
sebagai sensor, manfaat lain dari
penelitian ini adalah memberikan
pengetahuan mengenai sensor serat optik
untuk aplikasi sensor strain.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Cahaya yang merambat melalui
medium yang transparan menuju
permukaan medium transparan lainnya
yang memiliki beda indeks bias akan
memungkinkan terjadinya pemantulan
cahaya sebagian dan sebagiannya lagi
diteruskan ke menuju medium transparan
yang kedua.
a) Pemantulan internal sempurna (Total
Internal Reflection)
Pemantulan internal sempurna
adalah pemantulan yang terjadi pada dua
medium yang kerapatan optiknya berbeda.
Seperti yang dinyatakan oleh hukum
Snell’s.
Saat cahaya datang dari medium
yang memiliki indeks bias yang lebih rapat
(n1) menuju medium yang indeks biasnya
kurang rapat (n2) maka akan dibiaskan
menjauhi garis normal. Cahaya akan
mengalami pembiasan menuju indeks bias
medium yang lebih rendah dengan sudut i2
terhadap garis normal. Hubungan antara
sudut datang i1 dan sudut bias i2 pada
internal total, yaitu saat sudut datang lebih
besar dari pada sudut kritis maka cahaya
dipantulkan kembali. Maka cahaya yang
datang secara keseluruhan akan
dipantulkan ke dalam medium dimana
cahaya datang.
b) Numerical Aperture (NA)
Numerical Aperture (NA) adalah
suatu ukuran atau parameter yang
merepresentasikan sudut maksimum yang
dapat diterima. Besar nilai Numerical
Aperture adalah:
√ (2.3)
c) Karakteristik Serat Optik
Sensor serat optik memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan sensor lainnya
dengan obyek pengukuran, akurasi lebih
tinggi, relatif kebal terhadap induksi listrik
maupun magnetik, dapat dikendalikan dari
jarak jauh, yang dapat terhubung dengan
sistem komunikasi data melalui perangkat
antar muka (interface) serta lebih kecil dan
ringan. Serat optik terdiri dari tiga bagian ;
core, cladding, dan coating. Core (inti)
adalah material silinder dielektrik yang
indeks biasnya lebih besar daripada
cladding. Cahaya yang masuk ke dalam
serat optik dapat merambat dari ujung serat
optik yang satu menuju ujung yang
lainnya.
d) Rugi-Rugi Daya Serat Optik
Pelemahan (rugi-rugi/loss) adalah
melemahnya cahaya akibat adanya
kebocoran atau hilang. Besaran pelemahan
daya pada serat optik dinyatakan sebagai
perbandingan antara daya pancaran awal
terhadap daya yang diterima dan
dinyatakan dalam deci-Bell (dB).
Penyebab yang rugi-rugi daya cahaya pada
serat optik antara lain adalah hamburan
Rayleigh, absorbsi dan juga
pembengkokan (bending).
e) Pembengkokan (bending)
Bending dibagi menjadi dua jenis
yaitu: pembengkokan makro
(macrobending) dan pembengkokan mikro
(microbending). Rugi-rugi macrobending
terjadi ketika sinar atau cahaya melalui
serat optik yang dilengkungkan dengan
jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan
diameter serat optik, sehingga
menyebabkan rugi-rugi. Sedangkan
pembengkokan mikro (microbending) ini
dapat terjadi bila pada serat optik terdapat
lengkungan-lengkungan mikroskopis.
Macrobending pada fiber optik dapat
dijelaskan menggunakan kelengkungan
(Κ). Ukuran kelengkungan pada kurva
dilambangkan dengan Κ yang dinyatakan
Persamaan 2.2.
⁄ (2.2)
Kurva yang kelengkungannya besar
maka jari-jari kelengkungannya (R) akan
kecil seperti yang ditunjukkan Persamaan
2.3.
melengkung akan semakin meningkat jika
jari-jari kelengkungannya semakin
kecil[3].
f) Hubungan Transmitansi dengan Loss
Besarnya pelemahan energi sinyal
informasi dari serat optik dinyatakan
kemampuan cahaya untuk dapat melewati
suatu penghalang.
(2.5)
Dimana T adalah transmitansi, Imod adalah
intensitas modulasi, Iref adalah intensitas
referensi.
Besarnya loss cahaya yang terjadi akibat
adanya bending serat optic dinyatakan oleh
Persamaan 2.6.
(2.6)
Loss cahaya dapat mempengaruhi
nilai tegangan yang ditangkap detektor
sehingga terjadi penurunan. Tegangan
referensi (Vref ) yaitu tegangan yang
ditangkap detektor dari serat optik yang
tidak diberi perlakuan apapun atau tidak
bengkok. Dan tegangan modulasi (Vmod)
yaitu tegangan yang ditangkap oleh
detektor dari cahaya serat optik yang
dimodulasi atau dibending[6].
g) Elastisitas
Bahan elastis adalah bahan yang
mudah diregangkan dan dapat kembali ke
keadaan semula, jadi elastis adalah sifat
benda dimana benda tersebut akan kembali
ke bentuk semula ketika gaya yang bekerja
pada benda itu dihilangkan. Pada
hakekatnya semua bahan memiliki sifat
elastik meskipun boleh jadi amat sangat
kecil [5].
h) Tegangan (Stress)
Batang tegar yang dipengaruhi gaya
tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi
berlawanan arah ke kiri, maka gaya-gaya
ini akan didistribusi secara seragam ke luas
penampang batang. Perbandingan gaya F
terhadap luas penampang A dinamakan
tegangan tarik :
disebut dengan derajat deformasi adalah
terjadinya perubahan ukuran sebuah benda
karena suatu gaya dalam kesetimbangan
dibandingkan dengan ukuran awal disebut
regangan. Suatu batang yang panjang
awalnya dan saat memanjang menjadi
bila pada kedua ujungnya ditarik oleh gaya F. Perubahan panjang
hingga bertambah sebesar , terjadi pada
elemen-elemen batang tertarik pada
proporsi yang sama pada keseluruhan
batang tidak hanya pada ujung-ujung saja.
dapat ditulis seperti berikut:
(2.8)
dengan = regangan atau bilangan murni,
semula (m) dan ∆ = perubahan panjang (m) [7].
j) Modulus Young
Modulus Young menunjukkan
kecenderungan suatu material untuk
berubah bentuk dan kembali lagi
kebentuk semula jika diberi gaya.
(2.9)
k) Prinsip Sensor Fiber Optik
Pada umumnya sensor fiber optik
terdiri dari sumber optik (Laser, LED,
Laser diode dll.), optical fiber, sensing
(pengubah sinyal optik), sebuah optical
detector dan pemroses elektronik
(computer, oscilloscope, optical spectrum
analyzer dll). Prinsip kerjanya yaitu, saat
cahaya dari sumber cahaya masuk ke
dalam fiber optik, cahaya yang
ditransmisikan fiber optik kemudian
ditangkap oleh detektor cahaya. Cahaya
yang ditangkap oleh detektor masih berupa
sinyal analog kemudian diubah menjadi
sinyal digital menggunakan Analog To
Digital Converter (ADC). Dan hasil data
digital dari ADC masuk ke Personal
Computer (PC) dan diolah dengan
software pengolah data [4]
III.METODOLOGI
a) Diagram Alir
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
b) Prosedur Kerja
Fiber sensor yang telah dirancang
diberi cahaya. Saat cahaya dari sumber
cahaya masuk pada serat optik, sinyal
cahaya yang ditransmisikan serat optik
kemudian ditangkap oleh detektor cahaya.
Sinyal yang ditangkap oleh detektor
cahaya masih berupa sinyal analog
kemudian diubah menjadi sinyal digital
menggunakan ADC. Dan hasil data digital
dari ADC masuk ke personal computer
(PC) untuk pengolahan lanjut
menggunakan program intensitymeter pada
c) Mencari jari-jari kritis
Fiber optik dengan variasi diameter
bending 0,5cm; 1,0cm; 1,5cm; 2,0cm dan
2,5cm diuji untuk menentukan berapa
jari-jari yang tepat untuk digunakan sebagai
fiber sensor. Setelah dilakukan pengujian,
hasil menunjukkan fiber optik dengan
diameter bending 0,5cm menunjukkan
hasil yang lebih bagus, yaitu sensitif bila
dibandingkan dengan fiber optik yang
memiliki bending lebih besar. Pengujian
dilakukan seperti Gambar 3.2.
(a)
Gambar 3.2. Penentuan Jari-jari Kritis
d) Mengetahui Linieritas antara
Transmitansi dan Beban
Pengujian dilakukan dengan cara
menempelkan fiber sensor pada material
mika.
Gambar 3.3. Pengujian Linieritas
Untuk mengetahui adanya hubungan
antara penambahan beban terhadap
material dengan transmitansi yang terbaca
oleh fiber sensor seperti Gambar 3.3.
e) Pengujian Fiber Sensor Pada
Material Uji
Strain adalah selisih dari panjang
akhir dan panjang awal (perubahan
panjang) dibandingkan dengan panjang
awal suatu benda (persamaan 2.8). Hal ini
dapat disetarakan dengan nilai dari
transmitansi dari fiber optik, dimana
selisih transmitansi dibagi dengan
transmitansi awal:
(4.9)
Fiber sensor ditempelkan pada
material uji polyurethane dan beton.
Kemudian ditarik oleh mesin universal
testing machine (UTM). Pengjuian pada
polyurethane dan beton dilakukan dengan
mesin UTM yang berbeda. Nilai
pergeseran pada mesin UTM pengujian
polyurethane dapan langsung terbaca oleh
komputer. Sedangkan strain saat pengujian
pada beton dapat diketahui dari strain
mengalami kenaikan terhadap penambahan
(a)
(b)
3.4. Pengujian Fiber Sensor dengan UTM (a)
Benda Uji Polyurethane (b) Benda Uji
Beton
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksperimen ini diawali dengan
penentuan hubungan antara jari-jari
kelengkungan dengan nilai transmitansi
cahayanya. Dapat dilihat melalui grafik
hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa
jika jari-jari kelengkungan fiber optik yang
semakin kecil akan membuat cahaya yang
diteruskan semakin kecil. Dan hal ini dapat
dilihat dari nilai transmitansinya (Gambar
4.1).
Gambar 4.1. Jari-Jari Kelengkungan
dengan Nilai Transmitansi.
Langkah selanjutnya adalah
pengujian fiber sensor pada polyurethane
dan pada beton memperlihatkan adanya
hubungan antara kenaikan beban dengan
dengan pertambahan regangan bahan.
Seiring bertambahnya regangan bahan,
fiber sensor yang ditempelkan pada
permukaan bahan juga akan ikut
meregang. Sehingga, bending yang dibuat
pada fiber sensor akan mengalami
perubahan bentuk.
Gambar 4.2. Loss Cahaya pada Lekukan
Bending pada serat optik
direpresentasikan pada Gambar 4.2 dengan
jari-jari bending R. Saat cahaya datang
dengan sudut datang lebih besar daripada
sudut kritis, maka akan terjadi pemantulan
sempurna di dalam serat optik seperti pada
bagian A. Pada bagian B terjadi
pemantulan tidak sempurna, hal ini adalah
saat cahaya melalui daerah bending, maka
sudut datangnya akan lebih kecil daripada
sudut kritis dan menyebabkan ada
sebagian cahaya yang loss. Jika
kelengkungan serat optik semakin besar,
maka jari-jari lekukan semakin kecil. Saat
jari-jari kelengkungan semakin kecil
cahaya yang diteruskan akan berkurang.
Bending fiber optik pada fiber sensor
mula-mula berbentuk lingkaran sempurna
dan akan membentuk elips saat
diregangkan. Bending fiber optik
menyebabkan transmitansi menurun saat
beban pada bahan ditambahkan. Kedua
hasil pengujian memperlihatkan data fiber
sensor mengalami kenaikan saat
penambahan beban dilakukan. Sama
seperti strain yang diperoleh dari strain
gauge.
Gambar 4.3 adalah hasil dari
pengujian pada beton yang menunjukkan
bahwa penambahan beban mempengaruhi
nilai strain dan . Penurunan
transmitansi terjadi setiap kali penambahan
beban, hal ini dikarenakan bagian fiber
optik yang terdapat bending mengalami
perubahan bentuk pada kelengkungannya.
Sehingga cahaya yang ditangkap oleh
detektor juga akan kecil.
20 40 60 80 100 120 140 160 180
yang dibandingkan dengan
Fiber Sensor Hasil
Pengujian Pada Polyurethane
0 1 2 3 4 5 6 7
yang dibandingkan dengan
Fiber Sensor Hasil
Pengujian Pada Beton.
Gambar 4.4 adalah hasil pengujian
linier dapat disebabkan beberapa faktor.
Beberapa diantaranya adalah tegangan
yang kurang stabil saat pengambilan data
sehingga cahaya dari light source menuju
fiber optik juga tidak stabil kemudian
dapat juga disebabkan oleh pengaruh
cahaya dari luar.
V.KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa jari-jari yang digunakan adalah
0,25cm atau diameter 0,5cm lebih sensitif
bila dibandingkan dengan fiber sensor
dengan jari-jari bending yang lebih besar.
Fiber sensor untuk strain
menampilkan nilai transmitansi yang linear
terhadap beban. Grafik hasil pengujian
pada polyurethane dan beton menunjukkan
kesesuaian antara strain yang dialami
polyurethane dengan nilai yang
diperoleh, saat strain meningkat terhadap
pertambahan beban begitu pula dengan
fiber sensor.
SARAN
Sebaiknya penelitian selanjutnya
dilakukan di dalam ruangan yang sedikit
cahaya lalu pengambilan data
menggunakan timer. Dan membuat sistem
yang lebih baik agar hasil pengujian tidak
mendapat pengaruh dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ayres, F., & Mendelson, E. (2009).
Schaum’s Outline of Calculus: 5th
edition. New York: Mc Graw Hill.
[2]Eliot, B., & Crisp, J. (2005).
Introduction to Fiber Optics.
England: Elsevier Ltd. The
Boulevard.
[3]Farrell, G. (2002). Optical
Communication System. Dublin: Institute of Technology.
[4] Fidanboylu, K., & Efendioglu, H. S. (2009). Fiber Optik Sensors And
Their Applications. International
Advanced Technologies Symposium (IATS'09)
[5] Martini, d., & Oktova, R. (2009). Penentuan Modulus Young kawat Besi dengan Percobaan Regangan.
Berkala Fisika Indonesia.
[6] Marzuki, A., Heriyanto, M., Setiyadi, I., & Koesuma, S. (2015).
Development of Landslide Early Warning System Using Macro-bending Loss Based Optical.
Journal of Physics:.
[7] Souisa, M. (2011). Analisis Moduulus Elastisitas Dan Angka Poisson
Bahan Dengan Uji Tarik. Jurnal