TERHADAP CUACA
IWAN RISNASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Ketahanan
Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari
pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2006
IWAN RISNASARI. Ketahanan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI, FAUZI FEBRIANTO dan MYRTHA KARINA.
Penggunaan wood polymer composite (WPC) saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga, dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk digunakan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan WPC untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas terhadap ultraviolet (UV). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer terhadap ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang yang dipaparkan terhadap cuaca. Dalam penelitian ini terdapat 12 perlakuan yang terdiri dari 2 faktor, yaitu penambahan maleat anhidrida (MAH) dan UV stabilizer dengan 3 kali ulangan. Faktor MAH terdiri dari 2 taraf, yaitu MAH 0 % dan MAH 2,5 % sedangkan faktor UV stabilizer terdiri dari 6 taraf, yaitu konsentrasi UV stabilizer 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 %. Lembaran komposit kayu plastik-daur-ulang yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dipaparkan terhadap cuaca selama 6 bulan. Pengujian yang dilakukan terhadap komposit yang telah mengalami pemaparan meliputi perubahan warna dan sifat mekanis (kekuatan tarik/tensile srength, modulus young dan elongasi patah/break elongation). Pengamatan lebih lanjut dilakukan dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui perubahan permukaan komposit, dan alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui perubahan gugus karbonil pada komposit. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer tidak dapat menurunkan tingkat perubahan warna pada komposit, tetapi penambahan MAH berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan modulus young dari komposit selama 6 bulan pemaparan, sedangkan penambahan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata. Faktor penambahan MAH dan UV stabilizer hanya berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit yang tidak mengalami pemaparan, sedangkan pada komposit yang mengalami pemaparan selama 6 bulan tidak terlihat pengaruhnya. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer mampu meningkatkan ikatan antara serbuk kayu dengan plastik dan mampu mempertahankan struktur komposit yang telah mengalami pemaparan cuaca selama 6 bulan. Hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer pada komposit dapat mengurangi oksidasi yang terjadi akibat pemaparan, yang ditunjukkan dengan indeks karbonil yang lebih rendah.
TERHADAP CUACA
IWAN RISNASARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Iwan Risnasari
NIM : E051020231
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.H.Yusuf Sudo Hadi, M.Agr
Dr.Ir.Fauzi Febrianto, MS Dr. Myrtha Karina
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Dekan Sekolah Pascasarjana Kehutanan
Dr.Ir. Dede Hermawan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr, Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS serta Dr.
Myrtha Karina yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran, dan
kritik kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Kepala Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Bandung beserta staf (Bapak Sudirman, Bapak Anung, Ibu Jimat, dan Ibu
Indri) atas ijin, fasilitas, dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan
penelitian.
3. Dr. Basuki Sumawinata dari Laboratorium Genesis dan Mineralogi
Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB atas ijin dan fasilitas pengujian
yang diberikan kepada penulis.
4. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa kepada
penulis.
5. Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan
pendidikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
6. Yayasan Toyota Astra yang telah memberikan bantuan dana penelitian kepada
penulis.
7. Orang tua dan suami penulis yang telah memberikan semangat dan dorongan
kepada penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga
perlu adanya perbaikan-perbaikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2006
Penulis dilahirkan di Bondowoso pada tanggal 19 Agustus 1973 sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara, dengan orang tua Bapak AM Irawan dan Ibu
Suristiani.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 2 Bondowoso dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1993 penulis diterima di Jurusan Teknologi
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 1997.
Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Tahun 2002
penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah
Pascasarjana IPB, dan tahun 2003 mendapatkan beasiswa dari Direktorat
viii
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Komposit Kayu-Plastik ... 5
Limbah Kayu dan Limbah Plastik ... 6
Pemanfaatan Limbah Plastik ... 10
Pengaruh Cuaca terhadap Kayu, Plastik, dan Komposit Kayu-Plastik ... 11
UV Stabilizer ... 12
BAHAN DAN METODE ... 16
Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Penelitian ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
Kondisi Pemaparan ... 25
Perubahan Warna (Color Difference) ... 25
Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 29
Modulus Young ... 31
Elongasi Patah (Break Elongation) ... 33
Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 35
Hasil Pengamatan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ... 37
SIMPULAN DAN SARAN ... 44
Simpulan ... 44
Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
ix
Halaman
1. Unit Struktural Polimer Berdasarkan Glass Transition ... 7
2. Data Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun Bandung ... 25
3. Nilai Nilai Rata-Rata Perubahan Parameter Kecerahan (L*) dan Paramater Warna (a* dan b*) pada Komposit Selama Pemaparan ... 26
4. Nilai Rata-Rata Perubahan Warna (∆E*ab) pada Komposit Selama Pemaparan ... 26
5. Nilai Kekuatan Tarik Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 30
6. Nilai Modulus Young Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32
x
Halaman
1. A) Serbuk Kayu 120 Mesh, B) Polipropilen Daur Ulang,
C) UV Stabilizer ... 16
2. Alat Mixer (Labo Plastomill) ... 17
3. Kempa Dingin dan Kempa Panas ... 18
4. Diagram Alir Proses Pembuatan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer ... 19
5. Bentuk Contoh Uji Sifat Mekanis ISO 527-3 ... 20
6. Alat Pembuat Dumbbell ... 20
7. Alat Penyangga Contoh Uji di Lapangan ... 21
8. Hubungan Antara ∆L*, ∆a*, dan ∆b* pada Pengukuran Perubahan Warna ... 22
9. Alat untuk Pengujian Sifat Mekanis ... 22
10. Alat Scanning Electron Microscope(SEM) ... 23
11. Pengaruh Pemaparan terhadap Nilai Perubahan Warna pada Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 28
12. Lembaran Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 3 Bulan ... 29
13. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Kekuatan Tarik ... 31
14. Sampel setelah Pengujian Tarik: A) RPP Murni, B) Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32
15. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Modulus Young ... 33
16. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nillai Elongasi Patah ... 34
17. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan ... 36
18. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 36
xi
B) Setelah Pemaparan 1 Bulan ... 40
22. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Tanpa MAH dan
UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah
Pemaparan 6 Bulan ... 41
23. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Menggunakan
MAH dan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,
B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 42
24. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit yang Hanya
Menggunakan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,
xii
1. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap
Perubahan Warna ... 48
2. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Kekuatan Tarik ... 50
3. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Modulus Young ... 52
4. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Elongasi Patah ... 54
5. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Perubahan Warna Sebelum dan Setelah Pemaparan ... 56
6. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik ... 58
7. Hasil Pengukuran Modulus Young ... 59
8. Hasil Pengukuran Elongasi Patah ... 60
Latar Belakang
Penelitian mengenai wood polimer composite/WPC (produk komposit yang merupakan penggabungan antara serbuk kayu sebagai pengisi/filler dengan plastik/resin termoplastik sebagai matriks) akhir-akhir ini makin berkembang,
terutama di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Perkembangan
teknologi WPC ini berhubungan dengan efisiensi penggunaan kayu solid yang
ketersediaannya makin lama makin berkurang dan pemanfaatan limbah kayu
maupun limbah plastik yang saat ini mengganggu. Dari kegiatan pemanenan dan
industri pengolahan kayu dihasilkan limbah kayu berupa potongan-potongan kayu
bulat (log), sebetan, serbuk gergaji (saw dust), potongan venir dan lain-lain.
Karena industri pemanenan dan pengolahan kayu masih banyak yang belum
efektif dan efisien dari segi peralatan maupun manajemen, rendemen yang
dihasilkan belum optimal sehingga jumlah limbah yang dihasilkan cukup besar
yakni sekitar 50% dari volume kayu bulat yang diolah. Data dari Departemen
Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa limbah kayu
yang dihasilkan industri kayu lapis dan kayu gergajian diperkirakan 7.508.019 m3,
yang pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan plastik telah berkembang sedemikian rupa meliputi seluruh
sektor kehidupan mulai dari pengemasan berbagai jenis produk, peralatan rumah
tangga, mebel hingga bahan bangunan dan automotif. Dalam penggunaannya,
barang-barang plastik akan menghasilkan limbah plastik yang tidak dapat
terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai di alam (non biodegradable). Limbah plastik telah menimbulkan masalah lingkungan, yaitu penumpukannya
dalam jumlah besar di alam.
Penggunaan WPC saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang
digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk
yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas
terhadap ultraviolet (UV).
Terkait dengan penggunaan di luar ruangan, fotodegradasi terhadap WPC
adalah masalah yang cukup rumit karena setiap komponennya dapat terdegradasi
melalui mekanisme yang berbeda. Stark dan Matuana (2002) mengemukakan
bahwa fotodegradasi jenis polimer sintetik dari golongan poliolefin seperti
polypropylene (polipropilena/PP), high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE) berasal dari munculnya polimer-oksigen kompleks karena keberadaan sisa-sisa katalis, gugus hidroperoksida, gugus karbonil, dan
ikatan ganda yang terjadi selama pembentukan polimer. Bahkan ketika ketiadaan
adsorbsi sejumlah ultraviolet yang nyata, sejumlah kecil dari ketidakmurnian
inipun dapat menimbulkan degradasi pada polimer. Degradasi polimer akibat
fotooksidasi menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan seperti menurunnya
kekuatan, kekakuan, dan kualitas permukaan. Memperlambat atau
menghilangkan reaksi-reaksi yang menyebabkan degradasi ini sangat penting
untuk menjaga stabilisasi WPC terhadap pengaruh UV. Kayu juga mengalami
fotodegradasi. Semua komponen penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa,
lignin, dan ekstraktif mudah mengalami fotodegradasi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pelapukan kayu merupakan proses yang berhubungan
dengan permukaan kayu, melibatkan cahaya (photo-induced) yang merusak lignin sehingga menjadi produk yang dapat bereaksi dengan air. Hal ini dapat
menimbulkan turunan gugus fungsional kromoforik seperti karbonil, asam
karboksilat, quinon, radikal hidroperoksida dan lain-lain (Stark and Matuana,
2002).
Dari hasil penelitian Sulaeman (2003) terhadap komposit serbuk
kayu-plastik polipropilena daur ulang yang telah dipaparkan 3 bulan, diketahui terjadi
perubahan warna pada permukaan komposit yang terkena langsung UV. Setelah
pemaparan 6 bulan sifat-sifat mekanis dari komposit seperti kekuatan tarik
kekuatan komposit tersebut terhadap cuaca. Hasil pengamatan dengan alat
Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan telah terjadi degradasi pada komposit setelah dipaparkan terhadap cuaca, yang dapat dilihat pada bagian
melintang yaitu serbuk kayu dan plastik polipropilena daur ulang terpisah dan
membentuk rongga-rongga. Setelah dipaparkan pada cuaca terjadi
retakan-retakan pada hampir seluruh permukaan komposit. Untuk meningkatkan
ketahanan komposit terhadap fotodegradasi akibat radiasi UV, maka perlu
dilakukan kajian mengenai pengaruh penambahan UV Stabilizer.
Perumusan Masalah
Meskipun penelitian mengenai fotodegradasi komposit plastik dan kayu
sudah dilakukan, namun informasi mengenai pengaruh penambahan UV stabilizer
terhadap proses fotodegradasi komposit kayu plastik-daur-ulang belum banyak
dilakukan, terutama di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang
penambahan UV stabilizer terkait dengan tingkat kerusakan akibat fotodegradasai pada WPC seperti perubahan warna (color difference) dan kekuatan mekanisnya.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida
(sebagai compatibilizer) terhadap kekuatan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.
2. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida
(sebagai compatibilizer) terhadap penampakan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah adanya penambahan UV stabilizer terhadap cuaca.
Hipotesis Penelitian
Penambahan UV stabilizer diduga dapat meningkatkan ketahanan dan
Komposit Kayu-Plastik
Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
setiap produk kayu yang terbuat dari potongan-potongan kayu yang lebih kecil
dan direkat bersama-sama (Maloney, 1996). Mengacu pada pengertian di atas,
komposit kayu-plastik mengandung arti setiap komposit yang mengandung kayu
(dari berbagai bentuk) dan resin termoset atau termoplastik. Termoset adalah
plastik yang dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami
perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan
melunakkan plastik jenis ini. Termoplastik adalah plastik yang dapat berulangkali
dilunakkan, seperti polietilena, polivinil klorida (PVC).
Komposit kayu-plastik termoset diperkenalkan pada awal tahun 1900-an.
Produk komersial komposit ini pertama kali dipasarkan dengan nama dagang
bakelite, yang terbuat dari phenol formaldehyde dan tepung kayu. Penggunaan komersial pertama kali dilaporkan sebagai a gearshift knob untuk Rolls Royce
pada tahun 1916 (Gordon, 1988 dalam Clemons, 2002). Komposit kayu-plastik
termoplastik telah diproduksi di Amerika Serikat selama beberapa dekade
(Clemons, 2002).
Pada tahun 1993, sebanyak 424.000 ton bahan pengisi termoplastik
dikonsumsi oleh pasar Amerika Serikat. Bahan pengisi tersebut digunakan untuk
meningkatkan kekakuan dan kekuatan thermoplastik. Kebanyakan komposit
termoplastik menggunakan bahan pengisi yang bersifat tidak terbarukan (non renewable), seperti serat kaca atau mineral. USDA Forest Service, Forest Products Laboratory (FPL) telah menghasilkan database penting yang
menunjukkan bahwa komposit termoplastik yang dibuat menggunakan limbah
kertas atau limbah serat kayu sebagai pengisi memberikan hasil yang positif dan
sangat bermanfaat. Keunggulan dari komposit termoplastik dengan pengisi
limbah kertas atau limbah serat kayu tersebut adalah bersifat terbarukan, murah,
Serat kayu dapat juga digabungkan dengan plastik seperti polietilena, polipropilena dan comingled termoplastik menggunakan teknologi melt-blending yang murah, kecepatan proses produksi tinggi dimana kayu dan kertas dicampur
dengan molten plastic. Campuran ini dapat dibentuk menjadi produk dengan menggunakan proses plastic conventional seperti ekstruksi dan molding injeksi. Plastik bertindak sebagai matriks, penyatu kayu selama proses sedangkan kayu
membawa beban pada produk akhir komposit, yang menandakan keseimbangan
efektif kemampuan proses dan kekuatan dari produk akhir (Youngquist, 1995).
Limbah Kayu dan Limbah Plastik
Limbah Kayu
Dilihat dari segi lokasi terjadinya limbah, maka limbah kayu dapat
dibedakan atas limbah pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah
pengolahan kayu yang berada di lokasi industri pengolahan kayu. Limbah
pemanenan kayu adalah massa kayu yang tidak dimanfaatkan sebagai akibat dari
kegiatan pemanenan di hutan alam, dapat berupa (a) jenis-jenis kayu non
komersil/tidak termasuk kayu mewah atau kayu dekoratif dengan penggunaan
tertentu, (b) kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batasan panjang,
dan (c) kayu bulat dengan panjang kurang dari 2 meter tanpa batasan diameter
(Massijaya, 1997).
Menurut Purwanto et al. (1994) komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
• Penggergajian yang meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3%. Bila dijumlahkan besarnya 50,8% dari jumlah bahan baku
yang digunakan.
• Kayu lapis (plywood) yang terdiri dari limbah potongan dolok 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah venir basah 24,8%, sampah venir kering 12,6%, sisa
kupasan 11,0%, dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Bila dijumlahkan
Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004
menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4.514.392 m3 dan
kayu gergajian mencapai 432.967 m3. Dari jumlah produksi kedua produk
tersebut dapat diperkirakan bahwa limbah kayu pada kedua jenis industri
mencapai 7.508.019 m3.
Sifat Umum Plastik
Cowd (1991), mengemukakan bahwa polimer merupakan material dengan
berat molekul tinggi yang terbentuk dari pengulangan unit-unit monomer yang
lebih sederhana. Plastik merupakan polimer yang memiliki variasi jenis dan
fungsi yang beragam sesuai dengan monomer penyusunnya. Untuk membedakan
polimer satu dengan polimer lainnya, ada beberapa cara yang dapat digunakan.
Salah satu cara yang digunakan adalah mengetahui suhu transisi kaca (Glass Transition Temperature /Tg), yaitu suhu saat plastik mulai mengalami perubahan dari bentuk padat menjadi bentuk yang lunak (Osswald dan Menges, 1995).
Struktur beberapa polimer berdasarkan Tg dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Unit struktural polimer berdasarkan Glass Transition (Tg)
Unit Struktural Polimer Tg (oC) -CH2-CH2- Linier polietilena - 125
-CH2-CH- CH3
Isotaktik polipropilena - 20
-CH2-CH-
CH2H5
Isotaktik polibutena - 25
-CH2-CH-
Secara umum plastik merupakan campuran bahan yang dapat dibentuk
menjadi serat, lembaran atau padatan, dapat dicetak untuk kemudian mengeras
dengan ketegaran yang beraneka ragam. Bahan utama plastik adalah resin atau
polimer sintetis, yang diperoleh dari proses polimerisasi senyawa hidrokarbon.
Oleh karena itu plastik termasuk senyawa organik dan sering disebut polimer
sintetis. Bila polimer alam berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka polimer sintetis
dihasilkan dari pemrosesan petrokimia. Plastik mengandung beberapa bahan
tambahan untuk meningkatkan kualitas plastik sesuai dengan kebutuhan. Proses
pencampuran dikenal sebagai compounding dilakukan agar bahan-bahan dapat tercampur serata mungkin (Syafitrie, 2001).
Plastik mempunyai rantai kimia yang panjang dan berat molekul yang
tinggi. Sifat fisis plastik bergantung pada berat molekul dan struktur molekulnya.
Sifat fisis plastik yang baik memiliki berat molekul minimum 10.000 (Ulrich,
1995 dalam Syafitrie, 2001).
Untuk memperbaiki sifat-sifat fisik-kimia, plastik memerlukan bahan
tambahan atau aditif. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut
komponen non-plastik, diantaranya berfungsi sebagai : pewarna, antioksidan,
penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam,
pengurai peroksida, pelumas, peliat, pengelat, meningkatkan titik leleh, anti
pecah, anti lengket dan lain-lain (Crompton, 1979 dalam Syafitrie, 2001).
Walaupun sifat plastik beragam dan kompleks, secara garis besar plastik
dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik
adalah plastik yang lunak bila dipanaskan dan kemudian mengeras ketika
didinginkan. Proses pemanasan dan pendinginan dapat diulang-ulang. Contoh
termoplastik antara lain polietilena (PE, HDPE, LDPE), polipropilena (PP),
polivinil klorida (PVC), polistirena (PS), dan polietilena tereftalat (PET). Plastik
termoset dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami
perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan
melunakkan plastik jenis ini. Fenolik atau urea adalah plastik termoset yang
Pada umumnya termoplastik dibagi kedalam dua kelompok, yaitu plastik
komoditi dan plastik engineering. Plastik komoditi mencakup berbagai jenis plastik yang dikenal seperti poliolefin yang mencakup golongan polietilena (PE,
HDPE, LDPE) dan polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polistirena (PS),
dan polietilena tereftalat (PET) (Moavenzadeh dan Taylor, 1995).
Untuk mengetahui penggunaan plastik secara tepat, maka perlu diketahui
bahan baku yang digunakan :
1. Polietilena (PE); pada umumnya polietilena diklasifikasikan atas tiga
golongan, yaitu low density polyethylene (LDPE) dengan densitas 0,910 – 0,925 g/cm3, medium density polyethylene (MDPE) dengan densitas 0,926 – 0,940 g/cm3 dan high density polyethylene dengan densitas 0,941 – 0,956 g/cm3.
Secara umum, polietilena tahan terhadap air tetapi tidak baik sebagai
penghalang oksigen dan karbondioksida. Tahan terhadap bahan kimia, tetapi
pada suhu di atas 60o C dapat bereaksi dengan beberapa hidrokarbon organik.
Tidak terpengaruh oleh asam dan basa kuat kecuali asam nitrat pada suhu
tinggi. LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, harganya murah dan
dapat dikelim (silling), MDPE bersifat lebih kaku daripada LDPE dan tahan terhadap suhu yang lebih tinggi daripada LDPE. HDPE bersifat lebih kaku
dari MDPE serta lebih tahan terhadap suhu tinggi hingga 120o C, HDPE dapat
digunakan sebagai kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi.
2. Polipropilena (PP); polipropilena lebih bersifat kaku, memiliki kekuatan tarik
dan kejernihan yang lebih baik daripada polietilena, permeabilitas uap air
rendah. Titik leleh polipropilena cukup tinggi (167o C). Polipropilena banyak
digunakan sebagai karung plastik. Polipropilena sukar direkatkan dengan
panas dibandingkan dengan polietilena.
3. Polistirena (PS); polistirena dibuat dari minyak bumi dengan jalan
polimerisasi stirena. Polistirena banyak digunakan sebagai pembungkus
karena jernih dan mengkilap. Titik leleh polistirena ± 56o C, sehingga tidak
dapat digunakan untuk produk yang perlu pemanasan tinggi, disamping itu
polistirena sukar direkatkan dengan panas. Polistirena banyak digunakan
lain-lain. Secara umum polistirena digunakan dalam bentuk film. Film
polistirena bersifat transparan, jernih, lentur dan berkilau.
4. Polivinil klorida (PVC); polivinil klorida bersifat keras dan kaku, mudah
terpengaruh oleh panas dan sinar ultra violet. Polivinil klorida mempunyai
sifat yang baik sebagai penghalang terhadap lemak, alkohol, dan pelarut lemak
yang lain. PVC juga tahan terhadap asam dan basa kuat kecuai sulfat dan
nitrat.
Pemanfaatan Limbah Plastik
Upaya pemanfaatan limbah plastik dalam berbagai bentuk dan jenis
produk telah dilakukan oleh berbagai pihak. Produk yang dihasilkan dapat berupa
barang-barang rumah tangga, botol, tas belanja, kantong sampah, pipa air, pipa
konstruksi, gantungan baju, dan lain-lain (English et al., 1997).
Plastik termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena
selain sulit penanganannya, volumenyapun hanya sekitar 10% dari volume jenis
plastik yang bersifat termoplastik. Termoplastik, seperti kebanyakan logam, dapat
dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain (Moavenzadeh
dan Taylor, 1995).
Daur ulang merupakan proses yang ekonomis bila sisa-sisa plastik dari
suatu industri yang mempunyai komposisi kimia sama dapat mudah terkumpul.
Pemanfaatan limbah plastik di Indonesia menguntungkan dibandingkan negara
maju karena masyarakat terpacu untuk memanfaatkan limbah plastik sebagai
bahan baku industri karena perekonomian yang rendah dan kurangnya lapangan
pekerjaan. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang tidak
akan dilakukan di negara maju dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai
tenaga kerja berlimpah. Pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan
canggih yang memerlukan biaya tinggi sehingga bahan baku daur ulang akan
kalah bersaing dengan bahan baku baru. Kondisi tersebut memungkinkan
berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia.
Plastik daur ulang dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu
ulang dari rumah tangga (post-consumen). Plastik yang didaur ulang dari perindustrian lebih mudah diperoleh dan kualitasnya hampir sama dengan bahan
plastik murni, karena merupakan bagian yang tidak dapat digunakan dari proses
pembuatan produk jadi. Adapun limbah plastik yang didaur ulang dari rumah
tangga masih menjadi masalah, karena selain jenisnya beragam diperkirakan
produknya telah terkontaminasi substansi lain seperti resin (Killough, 1995).
Untuk mengatasi masalah tersebut limbah plastik diproses melalui tiga tahapan,
yaitu pemotongan (diameter 10 sampai 20 cm), pencucian, dan penghilangan
zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al., 1995).
Pengaruh Cuaca Terhadap Kayu, Plastik, dan Komposit Kayu-Plastik
Deteriorasi yang cepat akibat pemaparan pada lingkungan luar (outdoor) merupakan kerugian utama dari penggunaan kayu dan wood-based materials untuk aplikasi struktural dan teknik. Pada lingkungan luar ini perubahan warna
dan tekstur terjadi dengan cepat. Kerusakan kayu akibat cuaca disebabkan oleh
pengaruh kombinasi dari sinar matahari, curah hujan, oksigen dan spesies reaktif
lainnya (organisme seperti jamur dan rayap), debu, serta variasi suhu dan
kelembaban. Penyinaran matahari yang mengandung UV adalah faktor dominan
yang menyebabkan depolimerisasi lignin dalam matriks dinding sel yang
kemudian hilang/tercuci karena hujan (Sudiyani et al., 2003).
Stark dan Matuana (2002) mengemukakan bahwa fotodegradasi jenis
polimer sintetik dari golongan poliolefin seperti polipropilena distimulasi oleh
polimer-oksigen kompleks terutama disebabkan oleh keberadaan sisa-sisa katalis,
gugus hidroperoksida, gugus karbonil, dan ikatan ganda yang terjadi selama
pembentukan polimer. Bahkan ketika ketiadaan adsorbsi sejumlah ultraviolet
yang nyata, sejumlah kecil dari ketidakmurnian inipun dapat menimbulkan
degradasi pada polimer. Degradasi polimer akibat fotooksidasi menimbulkan
pengaruh yang tidak dinginkan seperti menurunnya kekuatan, kekakuan, dan
kualitas permukaan.
Hal yang sama terjadi pula pada kayu yang akan mengalami degradasi
kerusakan akibat cuaca pada kayu merupakan proses yang berhubungan dengan
permukaan kayu, melibatkan photoinduced yang merusak lignin menjadi produk yang bias bereaksi dengan larutan air (kehilangan lignin). Hal ini mengakibatkan
generasi gugus fungsional kromofor seperti karbonil, asam karboksilat, quinon
dan radikal hidroperoksi (Matuana et al., 2001).
Johnson et al. (1999) mengemukakan bahwa jika komposit serbuk kayu plastik digunakan diluar ruangan akan terbuka terhadap radiasi UV, kelembaban
dan mikroorganisme. Simonsen (1996) mengemukakan bahwa komposit kayu
atau bio-filler lainnya dengan termoplastik tidak tahan terhadap pengaruh outdoor exposure. Penurunan sifat terutama terlihat pada kekakuan. Coomarasamy dan
Boyd (1996) menjelaskan adanya pengaruh musim panas dan dingin terhadap sifat
mekanis komposit, yaitu beberapa contoh yang ditelitinya mengalami retak dan
bengkok.
Adapun pengaruh cuaca tropis di Indonesia terhadap komposit
kayu/plastik-daur-ulang telah dilakukan oleh Sulaeman (2003). Setelah
pemaparan terjadi perubahan warna pada permukaan komposit yang terkena
langsung UV dan penurunan sifat-sifat mekanis dari komposit seperti kekuatan
tarik komposit, elongasi patah, dan modulus young. Pemberian 2,5% maleat
anhidrida (MAH) sebagai compatibilizer tidak memberikan pengaruh pada kekuatan komposit tersebut terhadap cuaca. Hasil uji bagian melintang dengan
Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan serbuk kayu dan plastik polipropilen daur ulang terpisah dan membentuk rongga-rongga. Setelah
dipaparkan pada cuaca terjadi retakan-retakan pada hampir seluruh permukaan
komposit.
UV Stabilizer
Senyawa untuk melindungi poliolefin dan melawan degradasi UV
(photostabilizer/UV stabilizer) secara umum diklasifikasikan menurut mekanisme
terutama untuk aromatic polymers. Bahan yang relatif baru yaitu hindered amine light stabilizer (HALS) telah diuji secara ekstensif untuk melindungi poliolefin sebagai radikal bebas scavengers. Untuk saat ini HALS merupakan golongan
stabilizer yang cukup efektif untuk polietilen dan polipropilen penggunaan
outdoor exposure. Dekomposer hidroperoksida diketahui tidak penting dalam melindungi poliolefin (Stark dan Matuana, 2002). Dalam penelitian Gardner
(2002) UVA dan HALS efektif digunakan sebagai UV stabilizer terhadap produk komposit kayu-plastik.
Kondisi pemaparan yang keras karena spektra sinar matahari mempunyai
komponen UV-B yang besar, temperatur yang berubah-ubah, dan kelembaban
yang tinggi, biasanya menunjukkan tingginya konsentrasi stabilizer yang
digunakan dalam plastik. Stabilizer panas yang efektif juga penting digunakan
untuk melindungi plastik dari degradasi selama prosessing. Tanpa stabilizer, temperatur tinggi dalam proses pembuatan polimer dapat menghasilkan spesies
khromofor yang lebih mudah mengalami fotodegradasi (Andrady et al., 2003). HALS terdiri dari beberapa jenis produk disesuaikan dengan spesifikasi
yang dibutuhkan. Beberapa contoh produk dari HALS antara lain :
• HALS 944
[Poly-((6-((1,1,3,3-tetramethylbutyl)amino)-1,3,5-triazine-2,4-diyl)-((2,2,6,6-tetramethylpiperdinyl)imino)-hexane-1,6-diyl-((2,2,6,6
tetramethylpiperidinyl)imino))]
CAS No. : 71878-19-8
Berat molekul : >2000
Struktur kimia :
Spesifikasi
Penampakan : Serbuk berwarna putih
Softening point : >100 deg. C Kadar : 98,5%
Volatiles : 1,5%
• HALS 770 (Decanedioic acid bis (2,2,6,6-tetramethyl-4-piperidinyl) ester)
CAS No : 52829-07-9
Berat molekul : 480.7298
Formula molekul : C28H52N2O4
Struktur kimia :
Aplikasi : Light stabilizer digunakan di dalam PE, PP, ABS, PS dan PU
Spesifikasi
Melting point : 80~86 deg. C Kadar : 8,5%
Volatil : 0,5%
• BLS 292 (Bis (1,2,2,6,6-pentamethyl-4-piperidinyl) sebacate)
Berat molekul : 509
CAS : 41556-26-7
• BLS 292 (Methyl(1,2,2,6,6-pentamethyl-4-piperidinyl)sebacate) Berat molekul : 370
Struktur kimia:
Sifat fisik
Penampakan : Light yellow liquid
Solution (10g/100ml Toluene) : Clear
% Transmittance : 425 nm - 95% Min.500 nm - 98% Min. Viskositas : 450mPa’s @ 20°C
Kerapatan : 0,99 g/cm3 @ 20°C
• Polybatch FPP UV 1520, merupakan anti UV untuk plastik polipropilena yang mengandung kombinasi yang sinergis antara HALS dan anti-oxidan
Sifat-sifat:
Base Resin Homopolymer
Berat jenis (g/cm3) ± 0,93
Bulk density (g/l) ± 550 Kadar kelembaban (ppm) < 1500
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung, Laboratorium Kayu Solid
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Kayu
Fakultas Kehutanan, IPB, Laboratorium Genesis dan Mineralogi Departemen
Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan selama 1 tahun .
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : serbuk kayu
Eucalyptus deglupta Blume sebagai pengisi dengan ukuran 120 mesh. Sebagai matriks digunakan plastik polipropilena daur ulang (Recycle Polypropylene/RPP). RPP diperoleh dari PT Millenium Plastik Bandung dengan spesifikasi: titik leleh
167oC, kekuatan tarik 34 MPa dan modulus young 695 Mpa. Nisbah serbuk kayu dan plastik yang digunakan adalah 50:50. Sebagai compatibilizer digunakan
maleat anhidrida (MAH) dengan kadar 0 dan 2,5% dari berat plastik. Dicumyl peroxide (DCP) sebagai inisiator digunakan 15 % dari berat MAH. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika LIPI
Bandung. ` Untuk stabilisasi UV digunakan UV stabilizer jenis Polybatch FPP
UV 1520 dengan kadar 0, 1, 2, 3, 4, dan 5% dari berat plastik. UV stabilizer
diperoleh dari PT Lautan Luas, Tbk.
Gambar 1. A) Serbuk Kayu 120 mesh, B) Polipropilena Daur Ulang, C) UV Stabilizer
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Labo Plastomill
(Toyo-Seiki Labo-Plastomill LPM 18-125), kempa panas dan kempa dingin
(Gono Hidrolic Press produksi JICA), Color Difference Meter Model CDX-105, timbangan, plat aluminium dengan tebal 3 mm, aluminium foil, plastik milar, alat ukur, holder aluminium, Universal Testing Machine, FTIR Shimadzu tipe 4300, pisau, gunting, dan lain-lain.
Metode Penelitian
Pembuatan Komposit Kayu-Plastik
Pengadonan
Kneader terlebih dahulu dipanaskan pada 175o C dan diputar dengan kecepatan 10 rpm. Sejumlah plastik polipropilen daur ulang dimasukkan ke
kneader dan diputar selama 3 menit dengan kecepatan 30 rpm, kemudian
dimasukkan serbuk kayu dengan laju rotasi ditingkatkan menjadi 40 rpm selama 3
menit. Selanjutnya berturut-turut dimasukkan UV stabilizer (1 menit), MAH (1 menit), dan DCP (1 menit),. Perbandingan jumlah pengisi dan plastik yang
dimasukkan adalah 50:50 dengan jumlah total 48 cm3 (sampai mixer terisi penuh). Pengadukan dilakukan secara terus menerus selama 9 menit. Alat yang digunakan
dalam proses ini adalah Labo Plastomill (Toyo-Seiki Labo-Plastomill LPM 18-125) (Gambar 2).
Pencetakan
Contoh yang telah diadon dikeluarkan dan dicetak menjadi lapisan tipis
dengan kempa panas (Gambar 3). Contoh ditempatkan diantara sepasang
lempeng aluminium setebal 3 mm yang diatasnya dilapisi plastik milar (film poliester) dengan spasi 0,3 mm. Hasil adonan dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 2 – 4 menit pada kempa panas 1850C, kemudian dikempa panas dan
dingin dengan tekanan sebesar 30 kgf/cm2 selama 30 detik untuk contoh yang
tidak menggunakan MAH dan DCP, sedangkan untuk contoh yang menggunakan
MAH dan DCP diberikan tekanan 15 kgf/cm2 selama 20 detik . Alur pembuatan
komposit dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. A) Kempa Dingin, B) Kempa Panas
Pembuatan Contoh Uji
Lembaran yang dihasilkan dibentuk menjadi contoh uji menggunakan
dumbbell. Bentuk dan ukuran contoh uji disesuaikan dengan standar dan alat yang digunakan dalam pengujian. Bentuk contoh uji untuk pengujian sifat
mekanis mengikuti ISO 527-2:1993 (E) tipe 5A (Gambar 5). Alat untuk membuat
dumbbel dapat dilihat pada Gambar 6.
Keterangan contoh Uji:
l : Panjang spesimen, minimum ≥ 75 mm b1 : Lebar Bagian Tengah 4 ± 0,1 mm b2 : Lebar Keseluruhan 12,5 ± 1 mm Lo : Panjang Gauge 20 ± 0,5 mm L : Jarak Antar Jepit 50 ± 2 mm
h : Ketebalan ≥ 2 mm
Gambar 5. Bentuk Contoh Uji Sifat Mekanis ISO 527-3
Cara Pengujian
Pengujian Terhadap Cuaca (Weathering)
Pemaparan contoh uji dilakukan di lantai V, Gedung 80 Pusat Penelitian
Fisika, LIPI, Bandung. Contoh uji disimpan diareal terbuka (outdoor exposure). Contoh uji dipasang pada holder dan disimpan pada penyangga (Gambar 7).
Gambar 7. Alat Penyangga Contoh Uji di Lapangan
Pengukuran Perubahan Warna (Color Difference)
Perubahan warna diamati secara visual menggunakan alat pengukur
perubahan warna yaitu Portabel Colour Difference Meter model CDX-105. Contoh uji yang telah dipaparkan pada cuaca diambil setiap bulan, kemudian
dilihat perubahan warnanya. Pengujian berdasarkan JIS Z.8729.
Ukuran contoh uji 7 cm x 7 cm, pengukuran perubahan warna dilakukan
pada 3 titik. Perubahan warna yang terjadi merupakan rata-rata dari ketiga titik
pengukuran. Perubahan warna (∆Eab*) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
∆Eab* = [(∆L*)2 + (∆a*)2 + (∆b*)2]1/2
Dimana :
∆L* = L* setelah perlakuan – L* sebelum perlakuan
∆a* = a* setelah perlakuan – a* sebelum perlakuan
Perubahan warna (∆E*ab) berkaitan dengan ruang warna pada sistem koordinat ortogonal a* dan b* yang merupakan parameter warna (Gambar 8). a*
menunjukkan perubahan warna dari hijau (-a*) ke merah (+a*), b* menunjukkan
perubahan warna dari biru (–b*) ke kuning (+b*), sedangkan L* yang tegak lurus
a* dan b* menunjukkan parameter kecerahan (lightness) dengan variasi nilai dari 100 (putih) sampai dengan 0 (hitam). Perubahan warna yang terjadi akan
bergantung kepada perubahan ∆L*, ∆a*, dan ∆b*.
Gambar 8. Hubungan Antara ∆L*, ∆a*, dan ∆b* pada Pengukuran Perubahan Warna
Pengujian Sifat Mekanis
Setelah dipaparkan pada cuaca, contoh uji yang telah dipersiapkan diuji
sifat mekanisnya. Pengujian untuk setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Nilai yang dapat diperoleh menunjukkan sifat kekuatan tarik, elongasi
patah, dan Modulus Young. Alat untuk pengujian sifat mekanis dapat dilihat pada Gambar 9.
Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Pengamatan dengan alat SEM dilakukan untuk mengetahui perubahan
permukaan komposit kayu-plastik setelah dipaparkan pada cuaca. Alat SEM
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Alat Scanning Electron Microscope (SEM)
Pengamatan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (IR)
FTIR Shimadzu tipe 4300 digunakan untuk melihat perubahan puncak
karbonil pada komposit sebelum dan sesudah dipaparkan terhadap cuaca selama 6
bulan. Contoh uji diambil dari patahan contoh uji sifat mekanis.
Analisis Data
Data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk grafik. Analisis data
dilakukan dengan faktorial rancangan acak lengkap 2 x 6 dengan tiga kali ulangan
menggunakan perangkat lunak Minitab versi 14. Faktor yang diteliti adalah :
1. Konsentrasi MAH terdiri dari 2 taraf, yaitu :
a. MAH 0%
b. MAH 2,5%
2. Konsentrasi UV stabilizer terdiri dari 6 taraf, yaitu:
c. UV stabilizer 2% d. UV stabilizer 3% e. UV stabilizer 4% f. UV stabilizer 5%
Model linier aditif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana :
Yi : nilai pengamatan pada faktor konsentrasi UV stabilizer taraf ke-i,
faktor konsentrasi MAH taraf ke-j, dan ulangan ke-k
μ : komponen aditif dari rataan
αi : pengaruh utama dari konsentrasi UV stabilizer
βj : pengaruh utama dari konsentrasi MAH
(αβ)ij : Komponen interaksi dari konsentrasi UV-stabilizer dan konsentrasi MAH
Kondisi Pemaparan
Komposit kayu plastik-daur-ulang dipaparkan selama 6 bulan, yaitu sejak
bulan Desember 2004 hingga bulan Mei 2005. Selama pemaparan, komposit
dibiarkan tanpa penutup dari hujan dan angin. Data meteorologi selama
berlangsungnya pemaparan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun Bandung
Bulan Temperatur (oC) CH
Curah Hujan terbesar 24 jam : 81,0 mm terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 Kecepatan Angin terbesar : 25,0 knot terjadi pada tanggal 24 Februari 2005
dengan arah Barat
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Geofisika Kelas I Bandung (2005)
Perubahan Warna (Color Difference)
Untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada permukaan contoh uji
akibat pemaparan terhadap cuaca dilakukan pengujian perubahan warna. Nilai
parameter warna dan kecerahan dari komposit disajikan pada Tabel 3, dan nilai
rata-rata perubahan warna disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai perubahan warna (∆E*ab)
cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu pemaparan. Perubahan warna
terjadi secara drastis pada bulan pertama. Dilihat dari nilai L*, contoh uji yang
awalnya berwarna coklat kehitaman, setelah pemaparan 1 bulan berubah drastis
menjadi putih kusam. Nilai L* meningkat dengan bertambahnya waktu
pemaparan, sedangkan nilai a* (merah) dan b* (kuning) cenderung menurun
yang berwarna putih transparan relatif tidak menunjukkan perubahan warna
setelah pemaparan.
Tabel 3 . Nilai Rata-Rata Perubahan Parameter Kecerahan (L*) dan Paramater Warna (a* dan b*) pada Komposit Selama Pemaparan
Kadar
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer terhadap
perubahan warna dalam setiap bulannya disajikan pada Lampiran 1. Penambahan
MAH pada komposit memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan
warna hingga bulan ketiga. Dalam hal ini pengaruh yang ditimbulkan bersifat
negatif, artinya penambahan MAH mengakibatkan nilai perubahan warna yang
besar. Hal ini sesuai dengan data pada Tabel 3 yang memperlihatkan adanya
sedikit perbedaan warna antara contoh uji yang tidak menggunakan MAH dan
sedangkan nilai L* yang menunjukkan tingkat kecerahan relatif sama. Pada
contoh uji yang menggunakan MAH 2,5% nilai a* dan b* lebih tinggi daripada
contoh uji yang tidak menggunakan MAH. Hal ini menyebabkan contoh uji yang
menggunakan MAH 2,5% relatif lebih terang dengan adanya warna merah
kekuningan dengan permukaan lebih halus dan mengkilap. Penelitian Kishi et al.
(1988) menunjukkan bahwa penampakan komposit dari refiner ground pulp
(RGP) yang mengandung maleic anhydride modified polypropylene (MPP) lebih
transparan dan seragam dibandingkan dengan komposit yang mengandung
polipropilen. Keutamaan sifat fisik pada komposit MPP-RGP (permukaan lebih
halus dan mengkilap) dibandingkan dengan komposit polipropilena-RGP adalah
akibat terjadinya grafting antara RGP dan MPP melalui esterifikasi, dimana
grafting dapat memperbaiki ikatan antara RGP dan polipropilena. Warna pada
komposit yang lebih terang dan mengkilap ini menyebabkan nilai perubahan
warna yang besar.
Penambahan UV stabilizer pada komposit tidak berpengaruh nyata pada
komposit yang mengalami pemaparan 1 bulan, artinya penambahan UV stabilizer
hanya mengakibatkan nilai perubahan warna yang kecil. Selanjutnya pada
pemaparan bulan kedua dan ketiga penambahan UV stabilizer berpengaruh nyata
terhadap perubahan warna, artinya penambahan UV stabilizer hanya
mengakibatkan nilai perubahan warna yang besar.
Gambar 11 menunjukkan bahwa setelah pemaparan selama 3 bulan
penambahan UV stabilizer lebih berpengaruh terhadap contoh uji yang tidak
menggunakan MAH. Hal ini ditunjukkan oleh nilai perubahan warna yang lebih
rendah pada komposit yang mengindikasikan bahwa komposit relatif lebih tahan
Gambar 11. Pengaruh Pemaparan terhadap Nilai Perubahan Warna pada Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang
Contoh uji dengan konsentrasi MAH 0% dan UV stabilizer 0%
menunjukkan nilai ∆E*ab yang relatif lebih besar daripada contoh uji dengan
menggunakan UV stabilizer. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan UV
stabilizer pada contoh uji dapat mengurangi terjadinya perubahan warna.
Penambahan UV stabilizer dengan konsentrasi 3-4% dari berat plastik
memberikan hasil yang cukup optimal dalam mengurangi nilai ∆E*ab. Contoh uji
dengan MAH konsentrasi 2,5% mengakibatkan perubahan nilai ∆E*ab yang
cenderung lebih besar daripada contoh uji tanpa penambahan MAH.
Secara kasat mata contoh uji yang awalnya berwarna coklat kehitaman
dengan permukaan yang halus dan mengkilap, berubah warna menjadi putih
kusam dengan permukaan yang agak kasar. Perubahan secara kasat mata dapat
dilihat pada Gambar 12. Perubahan warna pada permukaan komposit disebabkan
oleh komposit yang mengalami degradasi fotokimia oleh cahaya UV. Degradasi
terutama berlangsung pada komponen lignin dan menyebabkan perubahan warna.
Warna coklat pada komposit dipengaruhi oleh lignin, dengan rusaknya lignin
permukaan komposit akan lebih banyak dipengaruhi oleh selulosa yang berwarna
putih. Penelitian Falk et al. (2000) menunjukkan bahwa penambahan
hindered-amine UV inhibitor lebih berpengaruh terhadap polipropilen murni dalam
sepertinya membuat hindered-amine UV inhibitor tidak efektif dalam mencegah
kehilangan warna. Kehilangan warna ini dapat dikurangi dengan menambahkan
pigments/colorants.
Gambar 12. Lembaran Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang: A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 3 Bulan
Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui perubahan
kekuatan tarik dari komposit sebelum dan setelah dipaparkan terhadap cuaca.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa kekuatan tarik RPP sebelum pemaparan dan
setelah pemaparan selama 1 bulan lebih besar daripada komposit kayu
ulang, namun setelah ditambahkan MAH pada komposit kayu
plastik-daur-ulang kekuatan tariknya lebih besar daripada kekuatan tarik RPP. Setelah
pemaparan selama 2 bulan RPP mengalami kerusakan dan akhirnya hancur.
A
Tabel 5. Nilai Kekuatan Tarik Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang
Kadar MAH (%)
Kadar UV Stabilizer (%)
Kekuatan Tarik (MPa) Bulan Ke-
0 1 2 3 5 6
terhadap kekuatan tarik pada komposit setiap bulannya disajikan pada Lampiran
2. Penambahan MAH memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dari
komposit hingga pemaparan selama 6 bulan, dengan kisaran 8,5 - 19,5 MPa untuk
komposit tanpa MAH dan 20,7 - 34,7 MPa untuk komposit dengan tambahan
MAH. Penambahan UV stabilizer tidak memberikan pengaruh nyata pada
kekuatan tarik komposit selama pemaparan, namun setelah pemaparan selama 3
bulan terdapat pengaruh yang nyata pada interaksi antara MAH dan UV stabilizer.
Gambar 13 menunjukkan bahwa penambahan UV stabilizer mulai terlihat
pengaruhnya pada bulan kedua untuk komposit tanpa penambahan MAH. Bulan
kelima dan keenam terlihat bahwa komposit yang tidak mengandung UV
stabilizer cenderung menurun kekuatan tariknya dibandingkan dengan komposit
yang ditambahkan UV stabilizer. Konsentrasi optimal dari UV stabilizer yang
mampu mempertahankan kekuatan tarik dari komposit adalah 4%. Untuk
komposit dengan penambahan MAH terlihat bahwa penambahan UV stabilizer
mampu meningkatkan kekuatan tarik pada bulan pertama, kemudian pada bulan
kedua tidak terlihat pengaruhnya. Pada bulan ketiga hingga keenam terlihat
bahwa komposit yang mengandung UV stabilizer relatif mampu mempertahankan
kekuatan tariknya dibandingkan komposit yang tidak menggunakan UV stabilizer
dengan kisaran konsentrasi optimum untuk UV stabilizer adalah 1-3%.
menambahkan antioksidan pada komposit serbuk kayu-polipropilen, ternyata
antioksidan dapat menahan terjadinya depolimerisasi. Ketika semua komponen
dalam pembuatan komposit dicampur pada suhu tinggi, primary radical terbentuk
oleh dekomposisi peroksida yang menyerang molekul polipropilen, memisahkan
atom hidrogen untuk membentuk macroradicals, mengakibatkan depolimerisasi
polipropilena. Karena antioksidan dapat bereaksi dengan radikal, maka dapat
digunakan untuk menghambat depolimerisasi sehingga dapat mempertahankan
berat molekul polipropilena. Penambahan antioksidan sampai konsentrasi tertentu
dapat meningkatkan kekuatan tarik dari komposit, namun ketika penambahan
antioksidan berlebihan, penambahan MAH ke polipropilena diperlambat dan MPP
tidak dapat terbentuk dalam adonan/campuran, sehingga komposit kekurangan
compatibilizer MPP berakibat tidak tercapainya kekuatan yang cukup.
Gambar 13. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Kekuatan Tarik .
Modulus Young
Pengujian modulus young dilakukan untuk mengetahui perubahan
kekakuan komposit sebelum dan setelah dipaparkan. Nilai modulus young
Tabel 6. Nilai Modulus Young Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang
Kadar MAH (%) Kadar
UV Stabilizer (%)
Modulus Young (MPa) Bulan Ke-
0 1 2 3 5 6
0 0 1441,9 1210,9 998,8 993,7 1003,2 876,8
0 1 1408,5 1247,4 1096,6 977,7 925,1 817,1
0 2 1418,7 1252,4 1312,8 871,6 813,6 898,6
0 3 1363,8 1136,4 890,1 875,8 752,4 802,5
0 4 1336,9 1166,2 1042,3 1068,1 1068,7 806,4
0 5 1373,1 1197,0 1130,1 997,5 743,6 685,4
2,5 0 1617,9 1550,0 1411,6 1317,9 1261,6 1175,8 2,5 1 1625,9 1412,6 1334,1 1224,2 1191,1 1057,9 2,5 2 1537,6 1441,2 1336,0 1246,8 1141,0 1042,1
2,5 3 1482,5 1398,5 1265,7 1222,7 1127,7 1076,4
2,5 4 1482,5 1398,5 1265,7 1222,7 1127,7 1076,4 2,5 5 1527,8 1392,8 1250,1 1226,3 1150,6 1105,2
RPP 707,0 732,0
Tabel 6 memperlihatkan bahwa pemaparan pada bulan pertama
menunjukkan bahwa komposit jauh lebih kaku dibandingkan dengan RPP. Hal ini
disebabkan adanya serbuk kayu pada komposit yang membuatnya lebih bersifat
kaku, sedangkan RPP lebih bersifat elastis. Sifat elastisitas dari kedua bahan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 15 menunjukkan penurunan nilai
modulus young dari komposit dengan bertambahnya waktu pemaparan.
Gambar 14. Sampel setelah Pengujian Tarik: A) RPP Murni, B) Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang
0
Gambar 15. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Modulus Young
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer terhadap
modulus young setiap bulannya disajikan pada lampiran 3. Penambahan MAH
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai modulus young dari komposit selama 6
bulan pemaparan, dengan kisaran 685,4 - 1441,9 MPa untuk komposit tanpa
penambahan MAH dan 1042,1 - 1625,9 MPa untuk komposit dengan penambahan
MAH. Penambahan UV stabilizer pada komposit selama 6 bulan pemaparan tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai modulus young. Gambar 15 menunjukkan
bahwa pada bulan kedua dan ketiga komposit yang mengandung UV stabilizer
(tanpa penambahan MAH) relatif lebih mampu untuk mempertahankan
kekakuanya daripada komposit yang tidak mengandung UV stabilizer.
Kecenderungan tersebut tidak terlihat pada komposit dengan penambahan MAH.
Elongasi Patah (Break Elongation)
Pengujian elongasi patah dilakukan untuk mengetahui perubahan
kerapuhan komposit sebelum dan setelah dipaparkan. Nilai elongasi patah
Tabel 7. Nilai Elongasi Patah Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang
Kadar MAH (%)
Kadar
UV Stabilizer (%)
Elongasi Patah (MPa) Bulan Ke-
0 1 2 3 5 6
Gambar 16 menunjukkan penurunan elongasi patah dengan bertambahnya
waktu pemaparan. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer
terhadap elongasi patah pada komposit setiap bulannya disajikan pada Lampiran
4. Penambahan MAH hanya berpengaruh nyata pada komposit sebelum
dipaparkan terhadap cuaca. Selama pemaparan hingga 6 bulan penambahan MAH
tidak berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit.
0
Gambar 16. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nillai Elongasi Patah
Demikian juga halnya dengan penambahan UV stabilizer, hanya
berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit sebelum dipaparkan,
dan selama 6 bulan pemaparan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata terhadap
memberikan pengaruh nyata pada komposit yang belum dipaparkan dan komposit
yang telah mengalami pemaparan 1 bulan.
Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM)
Pengamatan melalui Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan
untuk melihat perubahan permukaan komposit atau morfologi kerusakan komposit
sebelum dan setelah dipaparkan pada cuaca. Gambar 17A menunjukkan bahwa
serbuk kayu terlihat utuh dan terpisah dari RPP dengan adanya rongga
disepanjang serbuk kayu. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen
diantara permukaan serbuk kayu dan adanya perbedaan didalam sifat polaritas
antara serbuk kayu dan matriks yang menyebabkan serbuk kayu cenderung untuk
mengelompok/menggumpal. Akhirnya terjadilah distribusi yang tidak sama rata
disepanjang matriks menyebabkan terbentuknya ruang (spaces) disepanjang serat,
dan serat menjadi terbuka. Hal ini menunjukkan rendahnya ikatan, compatibilitas
dan kontak antara serbuk kayu dan matriks.
Gambar 18A menunjukkan komposit terlihat lebih homogen dan sulit
untuk membedakan antara serbuk kayu dan RPP, sehingga menunjukkan ikatan
antara serbuk kayu dan RPP pada komposit yang menggunakan MAH dan UV
stabilizer relatif lebih baik daripada komposit yang tidak menggunakan MAH dan
UV stabilizer. Hal ini sesuai dengan penjelasan Febrianto et al. (1999) bahwa
penambahan MAH sebagai compatibilizer mencegah terbentuknya ikatan
hidrogen diantara serbuk kayu dan menyebabkan sifat permukaan serbuk kayu
dan matriks menjadi lebih homogen. Penambahan MAH sebagai compatibilizer
memudahkan kontak langsung antara serbuk kayu dan matriks, serta
meningkatkan penyebaran dalam fase matriks. Ketika keseluruhan serat telah
tertutupi oleh lapisan bahan matriks, dapat disimpulkan bahwa kontak antara
A B
Gambar 17. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan
A B
Gambar 18. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan
Setelah pemaparan 6 bulan terjadi perubahan pada komposit yang tidak
menggunakan MAH dan UV stabilizer (Gambar 17B), hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi kerusakan baik pada RPP maupun serbuk kayu. Perubahan
juga terjadi pada komposit yang menggunakan MAH dan UV stabilizer setelah
pemaparan 6 bulan (Gambar 18B), namun terlihat bahwa kerusakan yang terjadi
Hasil Pengamatan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Hasil pengamatan dengan FTIR pada contoh uji RPP (Gambar 21)
menunjukkan bahwa, sebelum dipaparkan besarnya absorbansi gugus karbonil
(C=O) pada 1724,7 cm-1 adalah 0,09, dan setelah pemaparan 1 bulan besarnya
absorbansi gugus karbonil pada 1720,8 cm-1 adalah 0,11. Pertambahan gugus
karbonil tersebut menunjukkan bahwa RPP telah mengalami degradasi karena
pengaruh UV dari sinar matahari. Sebagaimana dijelaskan oleh Philip et al.
(2004), bahwa mekanisme degradasi oleh cuaca di mulai dengan adanya energi
UV yang menghasilkan radikal alkil bebas R·, yang bereaksi secara cepat dengan
oksigen untuk membentuk radikal peroksil ROO· yang memisahkan atom H dari
polimer untuk membentuk radikal alkil dan hidroperoksida ROOH. ROOH
dirombak menjadi alkoksi RO· dan hidroksil ·OH. Radikal-radikal yang sangat
reaktif ini selanjutnya memisahkan atom-atom hidrogen dari polimer untuk
menghasilkan radikal-radikal alkil baru R·. Reaksi inilah yang menghasilkan
gugus karbonil yang bertambah dengan bertambahnya waktu iradiasi. Pada bulan
kedua pemaparan RPP telah hancur sehingga tidak dapat diamati.
Gambar 19. Mekanisme Fotooksidasi dan Pembentukan Radikal pada Polimer (Philip et al, 2004)
Gambar 22 menunjukkan bahwa pada komposit yang tidak menggunakan
MAH dan UV stabilizer terdapat pita akibat oksilasi rentangan –OH (3210-3550
cm-1) dengan absorbansi sebesar 0,28, yang merupakan indikasi adanya gugus
OH dari serbuk kayu. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan SEM yaitu pada
komposit yang tidak menggunakan MAH dan UV stabilizer antara bagian serbuk
kayu dan RPP terpisah yang ditunjukkan dengan adanya rongga disepanjang
serbuk kayu, sehingga masih memungkinkan adanya gugus OH yang terikat pada
komposit. Setelah pemaparan 6 bulan absorbansi dari gugus OH sebesar 0,37, hal
ini dimungkinkan karena setelah dipaparkan komposit mengalami retak-retak
pada permukaannya. Kondisi ini memungkinkan adanya sejumlah air dari
lingkungan luar yang terikat pada OH serbuk kayu, sebagaimana dijelaskan
dalam Fengel dan Wegener (1983) bahwa ikatan hidrogen tidak hanya ada antara
gugus-gugus ·OH selulosa tetapi juga antara OH-air. Penyerapan air oleh
selulosa tergantung pada jumlah gugus-gugus ·OH bebas atau lebih tepat pada
gugus-gugus ·OH selulosa yang tidak terikat satu dengan lainnya.
Gambar 23 memperlihatkan spektrum FTIR dari komposit yang
menggunakan MAH dan UV stabilizer. Gugus OH tidak terdapat pada komposit
karena ikatan antara serbuk kayu dengan RPP pada komposit yang menggunakan
MAH dan UV stabilizer lebih baik daripada yang tidak menggunakan MAH dan
UV stabilizer.
Konsentrasi gugus karbonil (C=O) pada komposit dinyatakan dalam
bentuk indeks karbonil (disajikan pada Gambar 20) mengikuti persamaan :
Indeks Karbonil = I1715 (100), dimana I merupakan peak intensity I2912
Gambar 20 menunjukkan adanya peningkatan indeks karbonil dari komposit yang
dipaparkan selama 6 bulan. Radiasi UV menghasilkan radikal bebas yang
bereaksi secara cepat dengan oksigen. Reaksi tersebut menghasilkan gugus
karbonil yang bertambah dengan bertambahnya waktu iradiasi. Komposit yang
tidak menggunakan MAH dan UV stabilizer memiliki indeks karbonil tertinggi
setelah dipaparkan selama 6 bulan, sedangkan indeks karbonil dari komposit yang
karbonil ini menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer dapat
mengurangi oksidasi yang terjadi pada komposit akibat pemaparan.
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
RPP Komposit Komposit/MAH/UV Stabilizer
Komposit/UV Stabilizer
Inde
k
s
K
a
rb
oni
l
Sebelum Pemaparan Pemaparan 6 Bulan
Gambar 21. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada RPP : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 1 bulan
A
B
C-H
C=O
C=O
Gambar 22. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan
A
B OH
C-H
C=O
C=O
Gambar 23. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan
A
B C-H
C=O
Gambar 24. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit yang hanya Menggunakan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan
A
B
C=O
CH
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Penambahan MAH dan UV stabilizer tidak dapat menurunkan tingkat
perubahan warna pada komposit
2. Penambahan MAH berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan modulus
young dari komposit selama 6 bulan pemaparan, sedangkan penambahan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata
3. Faktor penambahan MAH dan UV stabilizer hanya berpengaruh nyata
terhadap elongasi patah pada komposit yang tidak mengalami pemaparan,
sedangkan pada komposit yang mengalami pemaparan selama 6 bulan tidak
terlihat pengaruhnya
4. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV
stabilizer mampu meningkatkan ikatan antara serbuk kayu dengan plastik dan mampu mempertahankan struktur komposit yang telah mengalami
pemaparan cuaca selama 6 bulan.
5. Hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV
stabilizer pada komposit dapat mengurangi oksidasi yang terjadi akibat
pemaparan, yang ditunjukkan dengan indeks karbonil yang lebih rendah.
4. Kadar optimum dari UVstabilizer adalah 3-4%.
Saran
Untuk mengoptimalkan pengaruh dari penambahan UV stabilizer terhadap komposit, perlu adanya penelitian untuk mengetahui mekanisme atau reaksi yang
terjadi antara MAH dan UV stabilizer.
Andrady AL, Hamid HS, and Torikai A. 2003. Effects of Climate Change and UV-B on Materials. Journal Photochemical and Photobiology Science, 2003, 2, 68-72.
Clemons CN. 2002. Wood-Plastic Composites in The United States. The Interfacing of Two Industiries. Forest Products Journal 52(10):10-20.
Coomasarany A and Boyd SJ. 1996. Development of Spesification for Plastic Lumber for Use in High Way Application. In: Woodfiber-Plastic Composites. Virgin and Recycled Wood Fiber and Polymers for Composites. Forest Products Society, Madison WI. Pp. 199-208.
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan. 2004. http://www.dephut.go.id/informasi/statistik/2004/BPK/IV_2_1.pdf
English B, Stark N, Clemons CN, and Scheiner JP. 1997. Wastewood-Derived Fillers for Plastics. In:Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Forest Products Society, Madison pp. 309-325.
Falk RH, Felton C, and Lundin T. 2000. Effects of Weathering on Color Loss of Natural Fiber Thermoplastic Composites. Third International Symposium on Natural Polymer and Composites-ISNaPol/2000 and The Workshop on Progress in Production and Processing of Cellulosic Fibres and Natural Polymers. May, 14-17, 2000. Sao Pedro, SP, Brazil.
Febrianto F, Yoshioka M, Nagai Y, Mihara M, and Shiraishi N. 1999. Composites of wood and trans-1,4-isoprene rubber I: Mechanical, physical, and flow behavior. Journal Wood Science, 45:pp 38-45.
Fengel D and Wegener G. 1983. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gardner DJ. 2002. Wood-Plastic Composite Extrusion Overview. http://www.umaine.edu/adhesion/gardner/5502002/wpc%2oext%20over% 203-11-02.pdf.
Han GS and Shiraishi N. 1990. Composite of Wood and Polyropylene IV. Mokuzai Gakkaishi. Vol. 36, No. 11, p. 976-982.