• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Komposit Kayu Plastik Daur Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketahanan Komposit Kayu Plastik Daur Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP CUACA

IWAN RISNASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Ketahanan

Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari

pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

(3)

IWAN RISNASARI. Ketahanan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI, FAUZI FEBRIANTO dan MYRTHA KARINA.

Penggunaan wood polymer composite (WPC) saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga, dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk digunakan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan WPC untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas terhadap ultraviolet (UV). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer terhadap ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang yang dipaparkan terhadap cuaca. Dalam penelitian ini terdapat 12 perlakuan yang terdiri dari 2 faktor, yaitu penambahan maleat anhidrida (MAH) dan UV stabilizer dengan 3 kali ulangan. Faktor MAH terdiri dari 2 taraf, yaitu MAH 0 % dan MAH 2,5 % sedangkan faktor UV stabilizer terdiri dari 6 taraf, yaitu konsentrasi UV stabilizer 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 %. Lembaran komposit kayu plastik-daur-ulang yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dipaparkan terhadap cuaca selama 6 bulan. Pengujian yang dilakukan terhadap komposit yang telah mengalami pemaparan meliputi perubahan warna dan sifat mekanis (kekuatan tarik/tensile srength, modulus young dan elongasi patah/break elongation). Pengamatan lebih lanjut dilakukan dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui perubahan permukaan komposit, dan alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui perubahan gugus karbonil pada komposit. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer tidak dapat menurunkan tingkat perubahan warna pada komposit, tetapi penambahan MAH berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan modulus young dari komposit selama 6 bulan pemaparan, sedangkan penambahan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata. Faktor penambahan MAH dan UV stabilizer hanya berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit yang tidak mengalami pemaparan, sedangkan pada komposit yang mengalami pemaparan selama 6 bulan tidak terlihat pengaruhnya. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer mampu meningkatkan ikatan antara serbuk kayu dengan plastik dan mampu mempertahankan struktur komposit yang telah mengalami pemaparan cuaca selama 6 bulan. Hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer pada komposit dapat mengurangi oksidasi yang terjadi akibat pemaparan, yang ditunjukkan dengan indeks karbonil yang lebih rendah.

(4)

TERHADAP CUACA

IWAN RISNASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Nama : Iwan Risnasari

NIM : E051020231

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.H.Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

Dr.Ir.Fauzi Febrianto, MS Dr. Myrtha Karina

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Dekan Sekolah Pascasarjana Kehutanan

Dr.Ir. Dede Hermawan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr, Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS serta Dr.

Myrtha Karina yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran, dan

kritik kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Kepala Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Bandung beserta staf (Bapak Sudirman, Bapak Anung, Ibu Jimat, dan Ibu

Indri) atas ijin, fasilitas, dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan

penelitian.

3. Dr. Basuki Sumawinata dari Laboratorium Genesis dan Mineralogi

Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB atas ijin dan fasilitas pengujian

yang diberikan kepada penulis.

4. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa kepada

penulis.

5. Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan

pendidikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

6. Yayasan Toyota Astra yang telah memberikan bantuan dana penelitian kepada

penulis.

7. Orang tua dan suami penulis yang telah memberikan semangat dan dorongan

kepada penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga

perlu adanya perbaikan-perbaikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2006

(7)

Penulis dilahirkan di Bondowoso pada tanggal 19 Agustus 1973 sebagai

anak kedua dari tiga bersaudara, dengan orang tua Bapak AM Irawan dan Ibu

Suristiani.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 2 Bondowoso dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1993 penulis diterima di Jurusan Teknologi

Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 1997.

Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Tahun 2002

penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah

Pascasarjana IPB, dan tahun 2003 mendapatkan beasiswa dari Direktorat

(8)

viii

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Komposit Kayu-Plastik ... 5

Limbah Kayu dan Limbah Plastik ... 6

Pemanfaatan Limbah Plastik ... 10

Pengaruh Cuaca terhadap Kayu, Plastik, dan Komposit Kayu-Plastik ... 11

UV Stabilizer ... 12

BAHAN DAN METODE ... 16

Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Kondisi Pemaparan ... 25

Perubahan Warna (Color Difference) ... 25

Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 29

Modulus Young ... 31

Elongasi Patah (Break Elongation) ... 33

Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 35

Hasil Pengamatan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ... 37

SIMPULAN DAN SARAN ... 44

Simpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(9)

ix

Halaman

1. Unit Struktural Polimer Berdasarkan Glass Transition ... 7

2. Data Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun Bandung ... 25

3. Nilai Nilai Rata-Rata Perubahan Parameter Kecerahan (L*) dan Paramater Warna (a* dan b*) pada Komposit Selama Pemaparan ... 26

4. Nilai Rata-Rata Perubahan Warna (∆E*ab) pada Komposit Selama Pemaparan ... 26

5. Nilai Kekuatan Tarik Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 30

6. Nilai Modulus Young Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32

(10)

x

Halaman

1. A) Serbuk Kayu 120 Mesh, B) Polipropilen Daur Ulang,

C) UV Stabilizer ... 16

2. Alat Mixer (Labo Plastomill) ... 17

3. Kempa Dingin dan Kempa Panas ... 18

4. Diagram Alir Proses Pembuatan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer ... 19

5. Bentuk Contoh Uji Sifat Mekanis ISO 527-3 ... 20

6. Alat Pembuat Dumbbell ... 20

7. Alat Penyangga Contoh Uji di Lapangan ... 21

8. Hubungan Antara ∆L*, ∆a*, dan ∆b* pada Pengukuran Perubahan Warna ... 22

9. Alat untuk Pengujian Sifat Mekanis ... 22

10. Alat Scanning Electron Microscope(SEM) ... 23

11. Pengaruh Pemaparan terhadap Nilai Perubahan Warna pada Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 28

12. Lembaran Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 3 Bulan ... 29

13. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Kekuatan Tarik ... 31

14. Sampel setelah Pengujian Tarik: A) RPP Murni, B) Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32

15. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Modulus Young ... 33

16. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nillai Elongasi Patah ... 34

17. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan ... 36

18. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 36

(11)

xi

B) Setelah Pemaparan 1 Bulan ... 40

22. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Tanpa MAH dan

UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah

Pemaparan 6 Bulan ... 41

23. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Menggunakan

MAH dan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,

B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 42

24. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit yang Hanya

Menggunakan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,

(12)

xii

1. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap

Perubahan Warna ... 48

2. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Kekuatan Tarik ... 50

3. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Modulus Young ... 52

4. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap Elongasi Patah ... 54

5. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Perubahan Warna Sebelum dan Setelah Pemaparan ... 56

6. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik ... 58

7. Hasil Pengukuran Modulus Young ... 59

8. Hasil Pengukuran Elongasi Patah ... 60

(13)

Latar Belakang

Penelitian mengenai wood polimer composite/WPC (produk komposit yang merupakan penggabungan antara serbuk kayu sebagai pengisi/filler dengan plastik/resin termoplastik sebagai matriks) akhir-akhir ini makin berkembang,

terutama di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Perkembangan

teknologi WPC ini berhubungan dengan efisiensi penggunaan kayu solid yang

ketersediaannya makin lama makin berkurang dan pemanfaatan limbah kayu

maupun limbah plastik yang saat ini mengganggu. Dari kegiatan pemanenan dan

industri pengolahan kayu dihasilkan limbah kayu berupa potongan-potongan kayu

bulat (log), sebetan, serbuk gergaji (saw dust), potongan venir dan lain-lain.

Karena industri pemanenan dan pengolahan kayu masih banyak yang belum

efektif dan efisien dari segi peralatan maupun manajemen, rendemen yang

dihasilkan belum optimal sehingga jumlah limbah yang dihasilkan cukup besar

yakni sekitar 50% dari volume kayu bulat yang diolah. Data dari Departemen

Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa limbah kayu

yang dihasilkan industri kayu lapis dan kayu gergajian diperkirakan 7.508.019 m3,

yang pemanfaatannya belum optimal.

Penggunaan plastik telah berkembang sedemikian rupa meliputi seluruh

sektor kehidupan mulai dari pengemasan berbagai jenis produk, peralatan rumah

tangga, mebel hingga bahan bangunan dan automotif. Dalam penggunaannya,

barang-barang plastik akan menghasilkan limbah plastik yang tidak dapat

terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai di alam (non biodegradable). Limbah plastik telah menimbulkan masalah lingkungan, yaitu penumpukannya

dalam jumlah besar di alam.

Penggunaan WPC saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang

digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk

(14)

yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas

terhadap ultraviolet (UV).

Terkait dengan penggunaan di luar ruangan, fotodegradasi terhadap WPC

adalah masalah yang cukup rumit karena setiap komponennya dapat terdegradasi

melalui mekanisme yang berbeda. Stark dan Matuana (2002) mengemukakan

bahwa fotodegradasi jenis polimer sintetik dari golongan poliolefin seperti

polypropylene (polipropilena/PP), high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE) berasal dari munculnya polimer-oksigen kompleks karena keberadaan sisa-sisa katalis, gugus hidroperoksida, gugus karbonil, dan

ikatan ganda yang terjadi selama pembentukan polimer. Bahkan ketika ketiadaan

adsorbsi sejumlah ultraviolet yang nyata, sejumlah kecil dari ketidakmurnian

inipun dapat menimbulkan degradasi pada polimer. Degradasi polimer akibat

fotooksidasi menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan seperti menurunnya

kekuatan, kekakuan, dan kualitas permukaan. Memperlambat atau

menghilangkan reaksi-reaksi yang menyebabkan degradasi ini sangat penting

untuk menjaga stabilisasi WPC terhadap pengaruh UV. Kayu juga mengalami

fotodegradasi. Semua komponen penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa,

lignin, dan ekstraktif mudah mengalami fotodegradasi. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pelapukan kayu merupakan proses yang berhubungan

dengan permukaan kayu, melibatkan cahaya (photo-induced) yang merusak lignin sehingga menjadi produk yang dapat bereaksi dengan air. Hal ini dapat

menimbulkan turunan gugus fungsional kromoforik seperti karbonil, asam

karboksilat, quinon, radikal hidroperoksida dan lain-lain (Stark and Matuana,

2002).

Dari hasil penelitian Sulaeman (2003) terhadap komposit serbuk

kayu-plastik polipropilena daur ulang yang telah dipaparkan 3 bulan, diketahui terjadi

perubahan warna pada permukaan komposit yang terkena langsung UV. Setelah

pemaparan 6 bulan sifat-sifat mekanis dari komposit seperti kekuatan tarik

(15)

kekuatan komposit tersebut terhadap cuaca. Hasil pengamatan dengan alat

Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan telah terjadi degradasi pada komposit setelah dipaparkan terhadap cuaca, yang dapat dilihat pada bagian

melintang yaitu serbuk kayu dan plastik polipropilena daur ulang terpisah dan

membentuk rongga-rongga. Setelah dipaparkan pada cuaca terjadi

retakan-retakan pada hampir seluruh permukaan komposit. Untuk meningkatkan

ketahanan komposit terhadap fotodegradasi akibat radiasi UV, maka perlu

dilakukan kajian mengenai pengaruh penambahan UV Stabilizer.

Perumusan Masalah

Meskipun penelitian mengenai fotodegradasi komposit plastik dan kayu

sudah dilakukan, namun informasi mengenai pengaruh penambahan UV stabilizer

terhadap proses fotodegradasi komposit kayu plastik-daur-ulang belum banyak

dilakukan, terutama di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang

penambahan UV stabilizer terkait dengan tingkat kerusakan akibat fotodegradasai pada WPC seperti perubahan warna (color difference) dan kekuatan mekanisnya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida

(sebagai compatibilizer) terhadap kekuatan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.

2. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida

(sebagai compatibilizer) terhadap penampakan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.

(16)

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai

ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah adanya penambahan UV stabilizer terhadap cuaca.

Hipotesis Penelitian

Penambahan UV stabilizer diduga dapat meningkatkan ketahanan dan

(17)

Komposit Kayu-Plastik

Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

setiap produk kayu yang terbuat dari potongan-potongan kayu yang lebih kecil

dan direkat bersama-sama (Maloney, 1996). Mengacu pada pengertian di atas,

komposit kayu-plastik mengandung arti setiap komposit yang mengandung kayu

(dari berbagai bentuk) dan resin termoset atau termoplastik. Termoset adalah

plastik yang dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami

perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan

melunakkan plastik jenis ini. Termoplastik adalah plastik yang dapat berulangkali

dilunakkan, seperti polietilena, polivinil klorida (PVC).

Komposit kayu-plastik termoset diperkenalkan pada awal tahun 1900-an.

Produk komersial komposit ini pertama kali dipasarkan dengan nama dagang

bakelite, yang terbuat dari phenol formaldehyde dan tepung kayu. Penggunaan komersial pertama kali dilaporkan sebagai a gearshift knob untuk Rolls Royce

pada tahun 1916 (Gordon, 1988 dalam Clemons, 2002). Komposit kayu-plastik

termoplastik telah diproduksi di Amerika Serikat selama beberapa dekade

(Clemons, 2002).

Pada tahun 1993, sebanyak 424.000 ton bahan pengisi termoplastik

dikonsumsi oleh pasar Amerika Serikat. Bahan pengisi tersebut digunakan untuk

meningkatkan kekakuan dan kekuatan thermoplastik. Kebanyakan komposit

termoplastik menggunakan bahan pengisi yang bersifat tidak terbarukan (non renewable), seperti serat kaca atau mineral. USDA Forest Service, Forest Products Laboratory (FPL) telah menghasilkan database penting yang

menunjukkan bahwa komposit termoplastik yang dibuat menggunakan limbah

kertas atau limbah serat kayu sebagai pengisi memberikan hasil yang positif dan

sangat bermanfaat. Keunggulan dari komposit termoplastik dengan pengisi

limbah kertas atau limbah serat kayu tersebut adalah bersifat terbarukan, murah,

(18)

Serat kayu dapat juga digabungkan dengan plastik seperti polietilena, polipropilena dan comingled termoplastik menggunakan teknologi melt-blending yang murah, kecepatan proses produksi tinggi dimana kayu dan kertas dicampur

dengan molten plastic. Campuran ini dapat dibentuk menjadi produk dengan menggunakan proses plastic conventional seperti ekstruksi dan molding injeksi. Plastik bertindak sebagai matriks, penyatu kayu selama proses sedangkan kayu

membawa beban pada produk akhir komposit, yang menandakan keseimbangan

efektif kemampuan proses dan kekuatan dari produk akhir (Youngquist, 1995).

Limbah Kayu dan Limbah Plastik

Limbah Kayu

Dilihat dari segi lokasi terjadinya limbah, maka limbah kayu dapat

dibedakan atas limbah pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah

pengolahan kayu yang berada di lokasi industri pengolahan kayu. Limbah

pemanenan kayu adalah massa kayu yang tidak dimanfaatkan sebagai akibat dari

kegiatan pemanenan di hutan alam, dapat berupa (a) jenis-jenis kayu non

komersil/tidak termasuk kayu mewah atau kayu dekoratif dengan penggunaan

tertentu, (b) kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batasan panjang,

dan (c) kayu bulat dengan panjang kurang dari 2 meter tanpa batasan diameter

(Massijaya, 1997).

Menurut Purwanto et al. (1994) komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :

• Penggergajian yang meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3%. Bila dijumlahkan besarnya 50,8% dari jumlah bahan baku

yang digunakan.

• Kayu lapis (plywood) yang terdiri dari limbah potongan dolok 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah venir basah 24,8%, sampah venir kering 12,6%, sisa

kupasan 11,0%, dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Bila dijumlahkan

(19)

Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004

menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4.514.392 m3 dan

kayu gergajian mencapai 432.967 m3. Dari jumlah produksi kedua produk

tersebut dapat diperkirakan bahwa limbah kayu pada kedua jenis industri

mencapai 7.508.019 m3.

Sifat Umum Plastik

Cowd (1991), mengemukakan bahwa polimer merupakan material dengan

berat molekul tinggi yang terbentuk dari pengulangan unit-unit monomer yang

lebih sederhana. Plastik merupakan polimer yang memiliki variasi jenis dan

fungsi yang beragam sesuai dengan monomer penyusunnya. Untuk membedakan

polimer satu dengan polimer lainnya, ada beberapa cara yang dapat digunakan.

Salah satu cara yang digunakan adalah mengetahui suhu transisi kaca (Glass Transition Temperature /Tg), yaitu suhu saat plastik mulai mengalami perubahan dari bentuk padat menjadi bentuk yang lunak (Osswald dan Menges, 1995).

Struktur beberapa polimer berdasarkan Tg dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Unit struktural polimer berdasarkan Glass Transition (Tg)

Unit Struktural Polimer Tg (oC) -CH2-CH2- Linier polietilena - 125

-CH2-CH- CH3

Isotaktik polipropilena - 20

-CH2-CH-

CH2H5

Isotaktik polibutena - 25

-CH2-CH-

(20)

Secara umum plastik merupakan campuran bahan yang dapat dibentuk

menjadi serat, lembaran atau padatan, dapat dicetak untuk kemudian mengeras

dengan ketegaran yang beraneka ragam. Bahan utama plastik adalah resin atau

polimer sintetis, yang diperoleh dari proses polimerisasi senyawa hidrokarbon.

Oleh karena itu plastik termasuk senyawa organik dan sering disebut polimer

sintetis. Bila polimer alam berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka polimer sintetis

dihasilkan dari pemrosesan petrokimia. Plastik mengandung beberapa bahan

tambahan untuk meningkatkan kualitas plastik sesuai dengan kebutuhan. Proses

pencampuran dikenal sebagai compounding dilakukan agar bahan-bahan dapat tercampur serata mungkin (Syafitrie, 2001).

Plastik mempunyai rantai kimia yang panjang dan berat molekul yang

tinggi. Sifat fisis plastik bergantung pada berat molekul dan struktur molekulnya.

Sifat fisis plastik yang baik memiliki berat molekul minimum 10.000 (Ulrich,

1995 dalam Syafitrie, 2001).

Untuk memperbaiki sifat-sifat fisik-kimia, plastik memerlukan bahan

tambahan atau aditif. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut

komponen non-plastik, diantaranya berfungsi sebagai : pewarna, antioksidan,

penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam,

pengurai peroksida, pelumas, peliat, pengelat, meningkatkan titik leleh, anti

pecah, anti lengket dan lain-lain (Crompton, 1979 dalam Syafitrie, 2001).

Walaupun sifat plastik beragam dan kompleks, secara garis besar plastik

dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik

adalah plastik yang lunak bila dipanaskan dan kemudian mengeras ketika

didinginkan. Proses pemanasan dan pendinginan dapat diulang-ulang. Contoh

termoplastik antara lain polietilena (PE, HDPE, LDPE), polipropilena (PP),

polivinil klorida (PVC), polistirena (PS), dan polietilena tereftalat (PET). Plastik

termoset dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami

perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan

melunakkan plastik jenis ini. Fenolik atau urea adalah plastik termoset yang

(21)

Pada umumnya termoplastik dibagi kedalam dua kelompok, yaitu plastik

komoditi dan plastik engineering. Plastik komoditi mencakup berbagai jenis plastik yang dikenal seperti poliolefin yang mencakup golongan polietilena (PE,

HDPE, LDPE) dan polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polistirena (PS),

dan polietilena tereftalat (PET) (Moavenzadeh dan Taylor, 1995).

Untuk mengetahui penggunaan plastik secara tepat, maka perlu diketahui

bahan baku yang digunakan :

1. Polietilena (PE); pada umumnya polietilena diklasifikasikan atas tiga

golongan, yaitu low density polyethylene (LDPE) dengan densitas 0,910 – 0,925 g/cm3, medium density polyethylene (MDPE) dengan densitas 0,926 – 0,940 g/cm3 dan high density polyethylene dengan densitas 0,941 – 0,956 g/cm3.

Secara umum, polietilena tahan terhadap air tetapi tidak baik sebagai

penghalang oksigen dan karbondioksida. Tahan terhadap bahan kimia, tetapi

pada suhu di atas 60o C dapat bereaksi dengan beberapa hidrokarbon organik.

Tidak terpengaruh oleh asam dan basa kuat kecuali asam nitrat pada suhu

tinggi. LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, harganya murah dan

dapat dikelim (silling), MDPE bersifat lebih kaku daripada LDPE dan tahan terhadap suhu yang lebih tinggi daripada LDPE. HDPE bersifat lebih kaku

dari MDPE serta lebih tahan terhadap suhu tinggi hingga 120o C, HDPE dapat

digunakan sebagai kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi.

2. Polipropilena (PP); polipropilena lebih bersifat kaku, memiliki kekuatan tarik

dan kejernihan yang lebih baik daripada polietilena, permeabilitas uap air

rendah. Titik leleh polipropilena cukup tinggi (167o C). Polipropilena banyak

digunakan sebagai karung plastik. Polipropilena sukar direkatkan dengan

panas dibandingkan dengan polietilena.

3. Polistirena (PS); polistirena dibuat dari minyak bumi dengan jalan

polimerisasi stirena. Polistirena banyak digunakan sebagai pembungkus

karena jernih dan mengkilap. Titik leleh polistirena ± 56o C, sehingga tidak

dapat digunakan untuk produk yang perlu pemanasan tinggi, disamping itu

polistirena sukar direkatkan dengan panas. Polistirena banyak digunakan

(22)

lain-lain. Secara umum polistirena digunakan dalam bentuk film. Film

polistirena bersifat transparan, jernih, lentur dan berkilau.

4. Polivinil klorida (PVC); polivinil klorida bersifat keras dan kaku, mudah

terpengaruh oleh panas dan sinar ultra violet. Polivinil klorida mempunyai

sifat yang baik sebagai penghalang terhadap lemak, alkohol, dan pelarut lemak

yang lain. PVC juga tahan terhadap asam dan basa kuat kecuai sulfat dan

nitrat.

Pemanfaatan Limbah Plastik

Upaya pemanfaatan limbah plastik dalam berbagai bentuk dan jenis

produk telah dilakukan oleh berbagai pihak. Produk yang dihasilkan dapat berupa

barang-barang rumah tangga, botol, tas belanja, kantong sampah, pipa air, pipa

konstruksi, gantungan baju, dan lain-lain (English et al., 1997).

Plastik termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena

selain sulit penanganannya, volumenyapun hanya sekitar 10% dari volume jenis

plastik yang bersifat termoplastik. Termoplastik, seperti kebanyakan logam, dapat

dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain (Moavenzadeh

dan Taylor, 1995).

Daur ulang merupakan proses yang ekonomis bila sisa-sisa plastik dari

suatu industri yang mempunyai komposisi kimia sama dapat mudah terkumpul.

Pemanfaatan limbah plastik di Indonesia menguntungkan dibandingkan negara

maju karena masyarakat terpacu untuk memanfaatkan limbah plastik sebagai

bahan baku industri karena perekonomian yang rendah dan kurangnya lapangan

pekerjaan. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang tidak

akan dilakukan di negara maju dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai

tenaga kerja berlimpah. Pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan

canggih yang memerlukan biaya tinggi sehingga bahan baku daur ulang akan

kalah bersaing dengan bahan baku baru. Kondisi tersebut memungkinkan

berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia.

Plastik daur ulang dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu

(23)

ulang dari rumah tangga (post-consumen). Plastik yang didaur ulang dari perindustrian lebih mudah diperoleh dan kualitasnya hampir sama dengan bahan

plastik murni, karena merupakan bagian yang tidak dapat digunakan dari proses

pembuatan produk jadi. Adapun limbah plastik yang didaur ulang dari rumah

tangga masih menjadi masalah, karena selain jenisnya beragam diperkirakan

produknya telah terkontaminasi substansi lain seperti resin (Killough, 1995).

Untuk mengatasi masalah tersebut limbah plastik diproses melalui tiga tahapan,

yaitu pemotongan (diameter 10 sampai 20 cm), pencucian, dan penghilangan

zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al., 1995).

Pengaruh Cuaca Terhadap Kayu, Plastik, dan Komposit Kayu-Plastik

Deteriorasi yang cepat akibat pemaparan pada lingkungan luar (outdoor) merupakan kerugian utama dari penggunaan kayu dan wood-based materials untuk aplikasi struktural dan teknik. Pada lingkungan luar ini perubahan warna

dan tekstur terjadi dengan cepat. Kerusakan kayu akibat cuaca disebabkan oleh

pengaruh kombinasi dari sinar matahari, curah hujan, oksigen dan spesies reaktif

lainnya (organisme seperti jamur dan rayap), debu, serta variasi suhu dan

kelembaban. Penyinaran matahari yang mengandung UV adalah faktor dominan

yang menyebabkan depolimerisasi lignin dalam matriks dinding sel yang

kemudian hilang/tercuci karena hujan (Sudiyani et al., 2003).

Stark dan Matuana (2002) mengemukakan bahwa fotodegradasi jenis

polimer sintetik dari golongan poliolefin seperti polipropilena distimulasi oleh

polimer-oksigen kompleks terutama disebabkan oleh keberadaan sisa-sisa katalis,

gugus hidroperoksida, gugus karbonil, dan ikatan ganda yang terjadi selama

pembentukan polimer. Bahkan ketika ketiadaan adsorbsi sejumlah ultraviolet

yang nyata, sejumlah kecil dari ketidakmurnian inipun dapat menimbulkan

degradasi pada polimer. Degradasi polimer akibat fotooksidasi menimbulkan

pengaruh yang tidak dinginkan seperti menurunnya kekuatan, kekakuan, dan

kualitas permukaan.

Hal yang sama terjadi pula pada kayu yang akan mengalami degradasi

(24)

kerusakan akibat cuaca pada kayu merupakan proses yang berhubungan dengan

permukaan kayu, melibatkan photoinduced yang merusak lignin menjadi produk yang bias bereaksi dengan larutan air (kehilangan lignin). Hal ini mengakibatkan

generasi gugus fungsional kromofor seperti karbonil, asam karboksilat, quinon

dan radikal hidroperoksi (Matuana et al., 2001).

Johnson et al. (1999) mengemukakan bahwa jika komposit serbuk kayu plastik digunakan diluar ruangan akan terbuka terhadap radiasi UV, kelembaban

dan mikroorganisme. Simonsen (1996) mengemukakan bahwa komposit kayu

atau bio-filler lainnya dengan termoplastik tidak tahan terhadap pengaruh outdoor exposure. Penurunan sifat terutama terlihat pada kekakuan. Coomarasamy dan

Boyd (1996) menjelaskan adanya pengaruh musim panas dan dingin terhadap sifat

mekanis komposit, yaitu beberapa contoh yang ditelitinya mengalami retak dan

bengkok.

Adapun pengaruh cuaca tropis di Indonesia terhadap komposit

kayu/plastik-daur-ulang telah dilakukan oleh Sulaeman (2003). Setelah

pemaparan terjadi perubahan warna pada permukaan komposit yang terkena

langsung UV dan penurunan sifat-sifat mekanis dari komposit seperti kekuatan

tarik komposit, elongasi patah, dan modulus young. Pemberian 2,5% maleat

anhidrida (MAH) sebagai compatibilizer tidak memberikan pengaruh pada kekuatan komposit tersebut terhadap cuaca. Hasil uji bagian melintang dengan

Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan serbuk kayu dan plastik polipropilen daur ulang terpisah dan membentuk rongga-rongga. Setelah

dipaparkan pada cuaca terjadi retakan-retakan pada hampir seluruh permukaan

komposit.

UV Stabilizer

Senyawa untuk melindungi poliolefin dan melawan degradasi UV

(photostabilizer/UV stabilizer) secara umum diklasifikasikan menurut mekanisme

(25)

terutama untuk aromatic polymers. Bahan yang relatif baru yaitu hindered amine light stabilizer (HALS) telah diuji secara ekstensif untuk melindungi poliolefin sebagai radikal bebas scavengers. Untuk saat ini HALS merupakan golongan

stabilizer yang cukup efektif untuk polietilen dan polipropilen penggunaan

outdoor exposure. Dekomposer hidroperoksida diketahui tidak penting dalam melindungi poliolefin (Stark dan Matuana, 2002). Dalam penelitian Gardner

(2002) UVA dan HALS efektif digunakan sebagai UV stabilizer terhadap produk komposit kayu-plastik.

Kondisi pemaparan yang keras karena spektra sinar matahari mempunyai

komponen UV-B yang besar, temperatur yang berubah-ubah, dan kelembaban

yang tinggi, biasanya menunjukkan tingginya konsentrasi stabilizer yang

digunakan dalam plastik. Stabilizer panas yang efektif juga penting digunakan

untuk melindungi plastik dari degradasi selama prosessing. Tanpa stabilizer, temperatur tinggi dalam proses pembuatan polimer dapat menghasilkan spesies

khromofor yang lebih mudah mengalami fotodegradasi (Andrady et al., 2003). HALS terdiri dari beberapa jenis produk disesuaikan dengan spesifikasi

yang dibutuhkan. Beberapa contoh produk dari HALS antara lain :

• HALS 944

[Poly-((6-((1,1,3,3-tetramethylbutyl)amino)-1,3,5-triazine-2,4-diyl)-((2,2,6,6-tetramethylpiperdinyl)imino)-hexane-1,6-diyl-((2,2,6,6

tetramethylpiperidinyl)imino))]

CAS No. : 71878-19-8

Berat molekul : >2000

Struktur kimia :

(26)

Spesifikasi

Penampakan : Serbuk berwarna putih

Softening point : >100 deg. C Kadar : 98,5%

Volatiles : 1,5%

• HALS 770 (Decanedioic acid bis (2,2,6,6-tetramethyl-4-piperidinyl) ester)

CAS No : 52829-07-9

Berat molekul : 480.7298

Formula molekul : C28H52N2O4

Struktur kimia :

Aplikasi : Light stabilizer digunakan di dalam PE, PP, ABS, PS dan PU

Spesifikasi

Melting point : 80~86 deg. C Kadar : 8,5%

Volatil : 0,5%

• BLS 292 (Bis (1,2,2,6,6-pentamethyl-4-piperidinyl) sebacate)

Berat molekul : 509

CAS : 41556-26-7

• BLS 292 (Methyl(1,2,2,6,6-pentamethyl-4-piperidinyl)sebacate) Berat molekul : 370

(27)

Struktur kimia:

Sifat fisik

Penampakan : Light yellow liquid

Solution (10g/100ml Toluene) : Clear

% Transmittance : 425 nm - 95% Min.500 nm - 98% Min. Viskositas : 450mPa’s @ 20°C

Kerapatan : 0,99 g/cm3 @ 20°C

Polybatch FPP UV 1520, merupakan anti UV untuk plastik polipropilena yang mengandung kombinasi yang sinergis antara HALS dan anti-oxidan

Sifat-sifat:

Base Resin Homopolymer

Berat jenis (g/cm3) ± 0,93

Bulk density (g/l) ± 550 Kadar kelembaban (ppm) < 1500

(28)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung, Laboratorium Kayu Solid

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Kayu

Fakultas Kehutanan, IPB, Laboratorium Genesis dan Mineralogi Departemen

Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan selama 1 tahun .

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : serbuk kayu

Eucalyptus deglupta Blume sebagai pengisi dengan ukuran 120 mesh. Sebagai matriks digunakan plastik polipropilena daur ulang (Recycle Polypropylene/RPP). RPP diperoleh dari PT Millenium Plastik Bandung dengan spesifikasi: titik leleh

167oC, kekuatan tarik 34 MPa dan modulus young 695 Mpa. Nisbah serbuk kayu dan plastik yang digunakan adalah 50:50. Sebagai compatibilizer digunakan

maleat anhidrida (MAH) dengan kadar 0 dan 2,5% dari berat plastik. Dicumyl peroxide (DCP) sebagai inisiator digunakan 15 % dari berat MAH. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika LIPI

Bandung. ` Untuk stabilisasi UV digunakan UV stabilizer jenis Polybatch FPP

UV 1520 dengan kadar 0, 1, 2, 3, 4, dan 5% dari berat plastik. UV stabilizer

diperoleh dari PT Lautan Luas, Tbk.

Gambar 1. A) Serbuk Kayu 120 mesh, B) Polipropilena Daur Ulang, C) UV Stabilizer

(29)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Labo Plastomill

(Toyo-Seiki Labo-Plastomill LPM 18-125), kempa panas dan kempa dingin

(Gono Hidrolic Press produksi JICA), Color Difference Meter Model CDX-105, timbangan, plat aluminium dengan tebal 3 mm, aluminium foil, plastik milar, alat ukur, holder aluminium, Universal Testing Machine, FTIR Shimadzu tipe 4300, pisau, gunting, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Pembuatan Komposit Kayu-Plastik

Pengadonan

Kneader terlebih dahulu dipanaskan pada 175o C dan diputar dengan kecepatan 10 rpm. Sejumlah plastik polipropilen daur ulang dimasukkan ke

kneader dan diputar selama 3 menit dengan kecepatan 30 rpm, kemudian

dimasukkan serbuk kayu dengan laju rotasi ditingkatkan menjadi 40 rpm selama 3

menit. Selanjutnya berturut-turut dimasukkan UV stabilizer (1 menit), MAH (1 menit), dan DCP (1 menit),. Perbandingan jumlah pengisi dan plastik yang

dimasukkan adalah 50:50 dengan jumlah total 48 cm3 (sampai mixer terisi penuh). Pengadukan dilakukan secara terus menerus selama 9 menit. Alat yang digunakan

dalam proses ini adalah Labo Plastomill (Toyo-Seiki Labo-Plastomill LPM 18-125) (Gambar 2).

(30)

Pencetakan

Contoh yang telah diadon dikeluarkan dan dicetak menjadi lapisan tipis

dengan kempa panas (Gambar 3). Contoh ditempatkan diantara sepasang

lempeng aluminium setebal 3 mm yang diatasnya dilapisi plastik milar (film poliester) dengan spasi 0,3 mm. Hasil adonan dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 2 – 4 menit pada kempa panas 1850C, kemudian dikempa panas dan

dingin dengan tekanan sebesar 30 kgf/cm2 selama 30 detik untuk contoh yang

tidak menggunakan MAH dan DCP, sedangkan untuk contoh yang menggunakan

MAH dan DCP diberikan tekanan 15 kgf/cm2 selama 20 detik . Alur pembuatan

komposit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. A) Kempa Dingin, B) Kempa Panas

(31)
(32)

Pembuatan Contoh Uji

Lembaran yang dihasilkan dibentuk menjadi contoh uji menggunakan

dumbbell. Bentuk dan ukuran contoh uji disesuaikan dengan standar dan alat yang digunakan dalam pengujian. Bentuk contoh uji untuk pengujian sifat

mekanis mengikuti ISO 527-2:1993 (E) tipe 5A (Gambar 5). Alat untuk membuat

dumbbel dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan contoh Uji:

l : Panjang spesimen, minimum ≥ 75 mm b1 : Lebar Bagian Tengah 4 ± 0,1 mm b2 : Lebar Keseluruhan 12,5 ± 1 mm Lo : Panjang Gauge 20 ± 0,5 mm L : Jarak Antar Jepit 50 ± 2 mm

h : Ketebalan ≥ 2 mm

Gambar 5. Bentuk Contoh Uji Sifat Mekanis ISO 527-3

(33)

Cara Pengujian

Pengujian Terhadap Cuaca (Weathering)

Pemaparan contoh uji dilakukan di lantai V, Gedung 80 Pusat Penelitian

Fisika, LIPI, Bandung. Contoh uji disimpan diareal terbuka (outdoor exposure). Contoh uji dipasang pada holder dan disimpan pada penyangga (Gambar 7).

Gambar 7. Alat Penyangga Contoh Uji di Lapangan

Pengukuran Perubahan Warna (Color Difference)

Perubahan warna diamati secara visual menggunakan alat pengukur

perubahan warna yaitu Portabel Colour Difference Meter model CDX-105. Contoh uji yang telah dipaparkan pada cuaca diambil setiap bulan, kemudian

dilihat perubahan warnanya. Pengujian berdasarkan JIS Z.8729.

Ukuran contoh uji 7 cm x 7 cm, pengukuran perubahan warna dilakukan

pada 3 titik. Perubahan warna yang terjadi merupakan rata-rata dari ketiga titik

pengukuran. Perubahan warna (∆Eab*) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

∆Eab* = [(∆L*)2 + (∆a*)2 + (∆b*)2]1/2

Dimana :

∆L* = L* setelah perlakuan – L* sebelum perlakuan

∆a* = a* setelah perlakuan – a* sebelum perlakuan

(34)

Perubahan warna (∆E*ab) berkaitan dengan ruang warna pada sistem koordinat ortogonal a* dan b* yang merupakan parameter warna (Gambar 8). a*

menunjukkan perubahan warna dari hijau (-a*) ke merah (+a*), b* menunjukkan

perubahan warna dari biru (–b*) ke kuning (+b*), sedangkan L* yang tegak lurus

a* dan b* menunjukkan parameter kecerahan (lightness) dengan variasi nilai dari 100 (putih) sampai dengan 0 (hitam). Perubahan warna yang terjadi akan

bergantung kepada perubahan ∆L*, ∆a*, dan ∆b*.

Gambar 8. Hubungan Antara ∆L*, ∆a*, dan ∆b* pada Pengukuran Perubahan Warna

Pengujian Sifat Mekanis

Setelah dipaparkan pada cuaca, contoh uji yang telah dipersiapkan diuji

sifat mekanisnya. Pengujian untuk setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan. Nilai yang dapat diperoleh menunjukkan sifat kekuatan tarik, elongasi

patah, dan Modulus Young. Alat untuk pengujian sifat mekanis dapat dilihat pada Gambar 9.

(35)

Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Pengamatan dengan alat SEM dilakukan untuk mengetahui perubahan

permukaan komposit kayu-plastik setelah dipaparkan pada cuaca. Alat SEM

dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Alat Scanning Electron Microscope (SEM)

Pengamatan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (IR)

FTIR Shimadzu tipe 4300 digunakan untuk melihat perubahan puncak

karbonil pada komposit sebelum dan sesudah dipaparkan terhadap cuaca selama 6

bulan. Contoh uji diambil dari patahan contoh uji sifat mekanis.

Analisis Data

Data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk grafik. Analisis data

dilakukan dengan faktorial rancangan acak lengkap 2 x 6 dengan tiga kali ulangan

menggunakan perangkat lunak Minitab versi 14. Faktor yang diteliti adalah :

1. Konsentrasi MAH terdiri dari 2 taraf, yaitu :

a. MAH 0%

b. MAH 2,5%

2. Konsentrasi UV stabilizer terdiri dari 6 taraf, yaitu:

(36)

c. UV stabilizer 2% d. UV stabilizer 3% e. UV stabilizer 4% f. UV stabilizer 5%

Model linier aditif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yi : nilai pengamatan pada faktor konsentrasi UV stabilizer taraf ke-i,

faktor konsentrasi MAH taraf ke-j, dan ulangan ke-k

μ : komponen aditif dari rataan

αi : pengaruh utama dari konsentrasi UV stabilizer

βj : pengaruh utama dari konsentrasi MAH

(αβ)ij : Komponen interaksi dari konsentrasi UV-stabilizer dan konsentrasi MAH

(37)

Kondisi Pemaparan

Komposit kayu plastik-daur-ulang dipaparkan selama 6 bulan, yaitu sejak

bulan Desember 2004 hingga bulan Mei 2005. Selama pemaparan, komposit

dibiarkan tanpa penutup dari hujan dan angin. Data meteorologi selama

berlangsungnya pemaparan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun Bandung

Bulan Temperatur (oC) CH

Curah Hujan terbesar 24 jam : 81,0 mm terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 Kecepatan Angin terbesar : 25,0 knot terjadi pada tanggal 24 Februari 2005

dengan arah Barat

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Geofisika Kelas I Bandung (2005)

Perubahan Warna (Color Difference)

Untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada permukaan contoh uji

akibat pemaparan terhadap cuaca dilakukan pengujian perubahan warna. Nilai

parameter warna dan kecerahan dari komposit disajikan pada Tabel 3, dan nilai

rata-rata perubahan warna disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai perubahan warna (∆E*ab)

cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu pemaparan. Perubahan warna

terjadi secara drastis pada bulan pertama. Dilihat dari nilai L*, contoh uji yang

awalnya berwarna coklat kehitaman, setelah pemaparan 1 bulan berubah drastis

menjadi putih kusam. Nilai L* meningkat dengan bertambahnya waktu

pemaparan, sedangkan nilai a* (merah) dan b* (kuning) cenderung menurun

(38)

yang berwarna putih transparan relatif tidak menunjukkan perubahan warna

setelah pemaparan.

Tabel 3 . Nilai Rata-Rata Perubahan Parameter Kecerahan (L*) dan Paramater Warna (a* dan b*) pada Komposit Selama Pemaparan

Kadar

Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer terhadap

perubahan warna dalam setiap bulannya disajikan pada Lampiran 1. Penambahan

MAH pada komposit memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan

warna hingga bulan ketiga. Dalam hal ini pengaruh yang ditimbulkan bersifat

negatif, artinya penambahan MAH mengakibatkan nilai perubahan warna yang

besar. Hal ini sesuai dengan data pada Tabel 3 yang memperlihatkan adanya

sedikit perbedaan warna antara contoh uji yang tidak menggunakan MAH dan

(39)

sedangkan nilai L* yang menunjukkan tingkat kecerahan relatif sama. Pada

contoh uji yang menggunakan MAH 2,5% nilai a* dan b* lebih tinggi daripada

contoh uji yang tidak menggunakan MAH. Hal ini menyebabkan contoh uji yang

menggunakan MAH 2,5% relatif lebih terang dengan adanya warna merah

kekuningan dengan permukaan lebih halus dan mengkilap. Penelitian Kishi et al.

(1988) menunjukkan bahwa penampakan komposit dari refiner ground pulp

(RGP) yang mengandung maleic anhydride modified polypropylene (MPP) lebih

transparan dan seragam dibandingkan dengan komposit yang mengandung

polipropilen. Keutamaan sifat fisik pada komposit MPP-RGP (permukaan lebih

halus dan mengkilap) dibandingkan dengan komposit polipropilena-RGP adalah

akibat terjadinya grafting antara RGP dan MPP melalui esterifikasi, dimana

grafting dapat memperbaiki ikatan antara RGP dan polipropilena. Warna pada

komposit yang lebih terang dan mengkilap ini menyebabkan nilai perubahan

warna yang besar.

Penambahan UV stabilizer pada komposit tidak berpengaruh nyata pada

komposit yang mengalami pemaparan 1 bulan, artinya penambahan UV stabilizer

hanya mengakibatkan nilai perubahan warna yang kecil. Selanjutnya pada

pemaparan bulan kedua dan ketiga penambahan UV stabilizer berpengaruh nyata

terhadap perubahan warna, artinya penambahan UV stabilizer hanya

mengakibatkan nilai perubahan warna yang besar.

Gambar 11 menunjukkan bahwa setelah pemaparan selama 3 bulan

penambahan UV stabilizer lebih berpengaruh terhadap contoh uji yang tidak

menggunakan MAH. Hal ini ditunjukkan oleh nilai perubahan warna yang lebih

rendah pada komposit yang mengindikasikan bahwa komposit relatif lebih tahan

(40)

Gambar 11. Pengaruh Pemaparan terhadap Nilai Perubahan Warna pada Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang

Contoh uji dengan konsentrasi MAH 0% dan UV stabilizer 0%

menunjukkan nilai ∆E*ab yang relatif lebih besar daripada contoh uji dengan

menggunakan UV stabilizer. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan UV

stabilizer pada contoh uji dapat mengurangi terjadinya perubahan warna.

Penambahan UV stabilizer dengan konsentrasi 3-4% dari berat plastik

memberikan hasil yang cukup optimal dalam mengurangi nilai ∆E*ab. Contoh uji

dengan MAH konsentrasi 2,5% mengakibatkan perubahan nilai ∆E*ab yang

cenderung lebih besar daripada contoh uji tanpa penambahan MAH.

Secara kasat mata contoh uji yang awalnya berwarna coklat kehitaman

dengan permukaan yang halus dan mengkilap, berubah warna menjadi putih

kusam dengan permukaan yang agak kasar. Perubahan secara kasat mata dapat

dilihat pada Gambar 12. Perubahan warna pada permukaan komposit disebabkan

oleh komposit yang mengalami degradasi fotokimia oleh cahaya UV. Degradasi

terutama berlangsung pada komponen lignin dan menyebabkan perubahan warna.

Warna coklat pada komposit dipengaruhi oleh lignin, dengan rusaknya lignin

permukaan komposit akan lebih banyak dipengaruhi oleh selulosa yang berwarna

putih. Penelitian Falk et al. (2000) menunjukkan bahwa penambahan

hindered-amine UV inhibitor lebih berpengaruh terhadap polipropilen murni dalam

(41)

sepertinya membuat hindered-amine UV inhibitor tidak efektif dalam mencegah

kehilangan warna. Kehilangan warna ini dapat dikurangi dengan menambahkan

pigments/colorants.

Gambar 12. Lembaran Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang: A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 3 Bulan

Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui perubahan

kekuatan tarik dari komposit sebelum dan setelah dipaparkan terhadap cuaca.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa kekuatan tarik RPP sebelum pemaparan dan

setelah pemaparan selama 1 bulan lebih besar daripada komposit kayu

ulang, namun setelah ditambahkan MAH pada komposit kayu

plastik-daur-ulang kekuatan tariknya lebih besar daripada kekuatan tarik RPP. Setelah

pemaparan selama 2 bulan RPP mengalami kerusakan dan akhirnya hancur.

A

(42)

Tabel 5. Nilai Kekuatan Tarik Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang

Kadar MAH (%)

Kadar UV Stabilizer (%)

Kekuatan Tarik (MPa) Bulan Ke-

0 1 2 3 5 6

terhadap kekuatan tarik pada komposit setiap bulannya disajikan pada Lampiran

2. Penambahan MAH memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dari

komposit hingga pemaparan selama 6 bulan, dengan kisaran 8,5 - 19,5 MPa untuk

komposit tanpa MAH dan 20,7 - 34,7 MPa untuk komposit dengan tambahan

MAH. Penambahan UV stabilizer tidak memberikan pengaruh nyata pada

kekuatan tarik komposit selama pemaparan, namun setelah pemaparan selama 3

bulan terdapat pengaruh yang nyata pada interaksi antara MAH dan UV stabilizer.

Gambar 13 menunjukkan bahwa penambahan UV stabilizer mulai terlihat

pengaruhnya pada bulan kedua untuk komposit tanpa penambahan MAH. Bulan

kelima dan keenam terlihat bahwa komposit yang tidak mengandung UV

stabilizer cenderung menurun kekuatan tariknya dibandingkan dengan komposit

yang ditambahkan UV stabilizer. Konsentrasi optimal dari UV stabilizer yang

mampu mempertahankan kekuatan tarik dari komposit adalah 4%. Untuk

komposit dengan penambahan MAH terlihat bahwa penambahan UV stabilizer

mampu meningkatkan kekuatan tarik pada bulan pertama, kemudian pada bulan

kedua tidak terlihat pengaruhnya. Pada bulan ketiga hingga keenam terlihat

bahwa komposit yang mengandung UV stabilizer relatif mampu mempertahankan

kekuatan tariknya dibandingkan komposit yang tidak menggunakan UV stabilizer

dengan kisaran konsentrasi optimum untuk UV stabilizer adalah 1-3%.

(43)

menambahkan antioksidan pada komposit serbuk kayu-polipropilen, ternyata

antioksidan dapat menahan terjadinya depolimerisasi. Ketika semua komponen

dalam pembuatan komposit dicampur pada suhu tinggi, primary radical terbentuk

oleh dekomposisi peroksida yang menyerang molekul polipropilen, memisahkan

atom hidrogen untuk membentuk macroradicals, mengakibatkan depolimerisasi

polipropilena. Karena antioksidan dapat bereaksi dengan radikal, maka dapat

digunakan untuk menghambat depolimerisasi sehingga dapat mempertahankan

berat molekul polipropilena. Penambahan antioksidan sampai konsentrasi tertentu

dapat meningkatkan kekuatan tarik dari komposit, namun ketika penambahan

antioksidan berlebihan, penambahan MAH ke polipropilena diperlambat dan MPP

tidak dapat terbentuk dalam adonan/campuran, sehingga komposit kekurangan

compatibilizer MPP berakibat tidak tercapainya kekuatan yang cukup.

Gambar 13. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Kekuatan Tarik .

Modulus Young

Pengujian modulus young dilakukan untuk mengetahui perubahan

kekakuan komposit sebelum dan setelah dipaparkan. Nilai modulus young

(44)

Tabel 6. Nilai Modulus Young Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang

Kadar MAH (%) Kadar

UV Stabilizer (%)

Modulus Young (MPa) Bulan Ke-

0 1 2 3 5 6

0 0 1441,9 1210,9 998,8 993,7 1003,2 876,8

0 1 1408,5 1247,4 1096,6 977,7 925,1 817,1

0 2 1418,7 1252,4 1312,8 871,6 813,6 898,6

0 3 1363,8 1136,4 890,1 875,8 752,4 802,5

0 4 1336,9 1166,2 1042,3 1068,1 1068,7 806,4

0 5 1373,1 1197,0 1130,1 997,5 743,6 685,4

2,5 0 1617,9 1550,0 1411,6 1317,9 1261,6 1175,8 2,5 1 1625,9 1412,6 1334,1 1224,2 1191,1 1057,9 2,5 2 1537,6 1441,2 1336,0 1246,8 1141,0 1042,1

2,5 3 1482,5 1398,5 1265,7 1222,7 1127,7 1076,4

2,5 4 1482,5 1398,5 1265,7 1222,7 1127,7 1076,4 2,5 5 1527,8 1392,8 1250,1 1226,3 1150,6 1105,2

RPP 707,0 732,0

Tabel 6 memperlihatkan bahwa pemaparan pada bulan pertama

menunjukkan bahwa komposit jauh lebih kaku dibandingkan dengan RPP. Hal ini

disebabkan adanya serbuk kayu pada komposit yang membuatnya lebih bersifat

kaku, sedangkan RPP lebih bersifat elastis. Sifat elastisitas dari kedua bahan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 15 menunjukkan penurunan nilai

modulus young dari komposit dengan bertambahnya waktu pemaparan.

Gambar 14. Sampel setelah Pengujian Tarik: A) RPP Murni, B) Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang

(45)

0

Gambar 15. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Modulus Young

Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer terhadap

modulus young setiap bulannya disajikan pada lampiran 3. Penambahan MAH

memberikan pengaruh nyata terhadap nilai modulus young dari komposit selama 6

bulan pemaparan, dengan kisaran 685,4 - 1441,9 MPa untuk komposit tanpa

penambahan MAH dan 1042,1 - 1625,9 MPa untuk komposit dengan penambahan

MAH. Penambahan UV stabilizer pada komposit selama 6 bulan pemaparan tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai modulus young. Gambar 15 menunjukkan

bahwa pada bulan kedua dan ketiga komposit yang mengandung UV stabilizer

(tanpa penambahan MAH) relatif lebih mampu untuk mempertahankan

kekakuanya daripada komposit yang tidak mengandung UV stabilizer.

Kecenderungan tersebut tidak terlihat pada komposit dengan penambahan MAH.

Elongasi Patah (Break Elongation)

Pengujian elongasi patah dilakukan untuk mengetahui perubahan

kerapuhan komposit sebelum dan setelah dipaparkan. Nilai elongasi patah

(46)

Tabel 7. Nilai Elongasi Patah Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang

Kadar MAH (%)

Kadar

UV Stabilizer (%)

Elongasi Patah (MPa) Bulan Ke-

0 1 2 3 5 6

Gambar 16 menunjukkan penurunan elongasi patah dengan bertambahnya

waktu pemaparan. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan MAH dan UV stabilizer

terhadap elongasi patah pada komposit setiap bulannya disajikan pada Lampiran

4. Penambahan MAH hanya berpengaruh nyata pada komposit sebelum

dipaparkan terhadap cuaca. Selama pemaparan hingga 6 bulan penambahan MAH

tidak berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit.

0

Gambar 16. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nillai Elongasi Patah

Demikian juga halnya dengan penambahan UV stabilizer, hanya

berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit sebelum dipaparkan,

dan selama 6 bulan pemaparan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata terhadap

(47)

memberikan pengaruh nyata pada komposit yang belum dipaparkan dan komposit

yang telah mengalami pemaparan 1 bulan.

Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM)

Pengamatan melalui Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan

untuk melihat perubahan permukaan komposit atau morfologi kerusakan komposit

sebelum dan setelah dipaparkan pada cuaca. Gambar 17A menunjukkan bahwa

serbuk kayu terlihat utuh dan terpisah dari RPP dengan adanya rongga

disepanjang serbuk kayu. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen

diantara permukaan serbuk kayu dan adanya perbedaan didalam sifat polaritas

antara serbuk kayu dan matriks yang menyebabkan serbuk kayu cenderung untuk

mengelompok/menggumpal. Akhirnya terjadilah distribusi yang tidak sama rata

disepanjang matriks menyebabkan terbentuknya ruang (spaces) disepanjang serat,

dan serat menjadi terbuka. Hal ini menunjukkan rendahnya ikatan, compatibilitas

dan kontak antara serbuk kayu dan matriks.

Gambar 18A menunjukkan komposit terlihat lebih homogen dan sulit

untuk membedakan antara serbuk kayu dan RPP, sehingga menunjukkan ikatan

antara serbuk kayu dan RPP pada komposit yang menggunakan MAH dan UV

stabilizer relatif lebih baik daripada komposit yang tidak menggunakan MAH dan

UV stabilizer. Hal ini sesuai dengan penjelasan Febrianto et al. (1999) bahwa

penambahan MAH sebagai compatibilizer mencegah terbentuknya ikatan

hidrogen diantara serbuk kayu dan menyebabkan sifat permukaan serbuk kayu

dan matriks menjadi lebih homogen. Penambahan MAH sebagai compatibilizer

memudahkan kontak langsung antara serbuk kayu dan matriks, serta

meningkatkan penyebaran dalam fase matriks. Ketika keseluruhan serat telah

tertutupi oleh lapisan bahan matriks, dapat disimpulkan bahwa kontak antara

(48)

A B

Gambar 17. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan

A B

Gambar 18. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 6 Bulan

Setelah pemaparan 6 bulan terjadi perubahan pada komposit yang tidak

menggunakan MAH dan UV stabilizer (Gambar 17B), hal ini menunjukkan

bahwa telah terjadi kerusakan baik pada RPP maupun serbuk kayu. Perubahan

juga terjadi pada komposit yang menggunakan MAH dan UV stabilizer setelah

pemaparan 6 bulan (Gambar 18B), namun terlihat bahwa kerusakan yang terjadi

(49)

Hasil Pengamatan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Hasil pengamatan dengan FTIR pada contoh uji RPP (Gambar 21)

menunjukkan bahwa, sebelum dipaparkan besarnya absorbansi gugus karbonil

(C=O) pada 1724,7 cm-1 adalah 0,09, dan setelah pemaparan 1 bulan besarnya

absorbansi gugus karbonil pada 1720,8 cm-1 adalah 0,11. Pertambahan gugus

karbonil tersebut menunjukkan bahwa RPP telah mengalami degradasi karena

pengaruh UV dari sinar matahari. Sebagaimana dijelaskan oleh Philip et al.

(2004), bahwa mekanisme degradasi oleh cuaca di mulai dengan adanya energi

UV yang menghasilkan radikal alkil bebas R·, yang bereaksi secara cepat dengan

oksigen untuk membentuk radikal peroksil ROO· yang memisahkan atom H dari

polimer untuk membentuk radikal alkil dan hidroperoksida ROOH. ROOH

dirombak menjadi alkoksi RO· dan hidroksil ·OH. Radikal-radikal yang sangat

reaktif ini selanjutnya memisahkan atom-atom hidrogen dari polimer untuk

menghasilkan radikal-radikal alkil baru R·. Reaksi inilah yang menghasilkan

gugus karbonil yang bertambah dengan bertambahnya waktu iradiasi. Pada bulan

kedua pemaparan RPP telah hancur sehingga tidak dapat diamati.

Gambar 19. Mekanisme Fotooksidasi dan Pembentukan Radikal pada Polimer (Philip et al, 2004)

(50)

Gambar 22 menunjukkan bahwa pada komposit yang tidak menggunakan

MAH dan UV stabilizer terdapat pita akibat oksilasi rentangan –OH (3210-3550

cm-1) dengan absorbansi sebesar 0,28, yang merupakan indikasi adanya gugus

OH dari serbuk kayu. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan SEM yaitu pada

komposit yang tidak menggunakan MAH dan UV stabilizer antara bagian serbuk

kayu dan RPP terpisah yang ditunjukkan dengan adanya rongga disepanjang

serbuk kayu, sehingga masih memungkinkan adanya gugus OH yang terikat pada

komposit. Setelah pemaparan 6 bulan absorbansi dari gugus OH sebesar 0,37, hal

ini dimungkinkan karena setelah dipaparkan komposit mengalami retak-retak

pada permukaannya. Kondisi ini memungkinkan adanya sejumlah air dari

lingkungan luar yang terikat pada OH serbuk kayu, sebagaimana dijelaskan

dalam Fengel dan Wegener (1983) bahwa ikatan hidrogen tidak hanya ada antara

gugus-gugus ·OH selulosa tetapi juga antara OH-air. Penyerapan air oleh

selulosa tergantung pada jumlah gugus-gugus ·OH bebas atau lebih tepat pada

gugus-gugus ·OH selulosa yang tidak terikat satu dengan lainnya.

Gambar 23 memperlihatkan spektrum FTIR dari komposit yang

menggunakan MAH dan UV stabilizer. Gugus OH tidak terdapat pada komposit

karena ikatan antara serbuk kayu dengan RPP pada komposit yang menggunakan

MAH dan UV stabilizer lebih baik daripada yang tidak menggunakan MAH dan

UV stabilizer.

Konsentrasi gugus karbonil (C=O) pada komposit dinyatakan dalam

bentuk indeks karbonil (disajikan pada Gambar 20) mengikuti persamaan :

Indeks Karbonil = I1715 (100), dimana I merupakan peak intensity I2912

Gambar 20 menunjukkan adanya peningkatan indeks karbonil dari komposit yang

dipaparkan selama 6 bulan. Radiasi UV menghasilkan radikal bebas yang

bereaksi secara cepat dengan oksigen. Reaksi tersebut menghasilkan gugus

karbonil yang bertambah dengan bertambahnya waktu iradiasi. Komposit yang

tidak menggunakan MAH dan UV stabilizer memiliki indeks karbonil tertinggi

setelah dipaparkan selama 6 bulan, sedangkan indeks karbonil dari komposit yang

(51)

karbonil ini menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer dapat

mengurangi oksidasi yang terjadi pada komposit akibat pemaparan.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

RPP Komposit Komposit/MAH/UV Stabilizer

Komposit/UV Stabilizer

Inde

k

s

K

a

rb

oni

l

Sebelum Pemaparan Pemaparan 6 Bulan

(52)

Gambar 21. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada RPP : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 1 bulan

A

B

C-H

C=O

C=O

(53)

Gambar 22. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan

A

B OH

C-H

C=O

C=O

(54)

Gambar 23. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Menggunakan MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan

A

B C-H

C=O

(55)

Gambar 24. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit yang hanya Menggunakan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah dipaparkan 6 bulan

A

B

C=O

CH

(56)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Penambahan MAH dan UV stabilizer tidak dapat menurunkan tingkat

perubahan warna pada komposit

2. Penambahan MAH berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan modulus

young dari komposit selama 6 bulan pemaparan, sedangkan penambahan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata

3. Faktor penambahan MAH dan UV stabilizer hanya berpengaruh nyata

terhadap elongasi patah pada komposit yang tidak mengalami pemaparan,

sedangkan pada komposit yang mengalami pemaparan selama 6 bulan tidak

terlihat pengaruhnya

4. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV

stabilizer mampu meningkatkan ikatan antara serbuk kayu dengan plastik dan mampu mempertahankan struktur komposit yang telah mengalami

pemaparan cuaca selama 6 bulan.

5. Hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV

stabilizer pada komposit dapat mengurangi oksidasi yang terjadi akibat

pemaparan, yang ditunjukkan dengan indeks karbonil yang lebih rendah.

4. Kadar optimum dari UVstabilizer adalah 3-4%.

Saran

Untuk mengoptimalkan pengaruh dari penambahan UV stabilizer terhadap komposit, perlu adanya penelitian untuk mengetahui mekanisme atau reaksi yang

terjadi antara MAH dan UV stabilizer.

(57)

Andrady AL, Hamid HS, and Torikai A. 2003. Effects of Climate Change and UV-B on Materials. Journal Photochemical and Photobiology Science, 2003, 2, 68-72.

Clemons CN. 2002. Wood-Plastic Composites in The United States. The Interfacing of Two Industiries. Forest Products Journal 52(10):10-20.

Coomasarany A and Boyd SJ. 1996. Development of Spesification for Plastic Lumber for Use in High Way Application. In: Woodfiber-Plastic Composites. Virgin and Recycled Wood Fiber and Polymers for Composites. Forest Products Society, Madison WI. Pp. 199-208.

Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Penerbit Institut Teknologi Bandung.

Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan. 2004. http://www.dephut.go.id/informasi/statistik/2004/BPK/IV_2_1.pdf

English B, Stark N, Clemons CN, and Scheiner JP. 1997. Wastewood-Derived Fillers for Plastics. In:Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Forest Products Society, Madison pp. 309-325.

Falk RH, Felton C, and Lundin T. 2000. Effects of Weathering on Color Loss of Natural Fiber Thermoplastic Composites. Third International Symposium on Natural Polymer and Composites-ISNaPol/2000 and The Workshop on Progress in Production and Processing of Cellulosic Fibres and Natural Polymers. May, 14-17, 2000. Sao Pedro, SP, Brazil.

Febrianto F, Yoshioka M, Nagai Y, Mihara M, and Shiraishi N. 1999. Composites of wood and trans-1,4-isoprene rubber I: Mechanical, physical, and flow behavior. Journal Wood Science, 45:pp 38-45.

Fengel D and Wegener G. 1983. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gardner DJ. 2002. Wood-Plastic Composite Extrusion Overview. http://www.umaine.edu/adhesion/gardner/5502002/wpc%2oext%20over% 203-11-02.pdf.

Han GS and Shiraishi N. 1990. Composite of Wood and Polyropylene IV. Mokuzai Gakkaishi. Vol. 36, No. 11, p. 976-982.

Gambar

Tabel 1.  Unit struktural polimer berdasarkan Glass Transition (Tg)
Gambar 1.  A) Serbuk Kayu 120 mesh, B) Polipropilena Daur Ulang,          C) UV Stabilizer
Gambar 2.  Alat Mixer (Labo Plastomill)
Gambar 3.  A) Kempa Dingin, B) Kempa Panas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran

Menggambarkan aktivitas yang dapat dilakukan oleh sistem dari sudut pandang user sebagai pemakai (external observer) dan berhubungan dengan skenario-skenario yang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD), dan

Hanya saja, pola proses pembelajaran ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk me- munculkan rasa percaya dalam kehidupan komunitas Samin kepada orang lain sehingga

Berdasarkan hasil analisis dari berbagai kasus pada sistem informasi yang berbasis komputer (CBIS, Computer Base Information System), diantaranya seperti yang

Memerankan tokoh dalam drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.  Menyebutkan ciri-ciri

• It is possible to identify not only the types of knowledge and skill needed by information specialists and users, but also how users can be divided into general management

[r]