• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI DI SEKOLAH :Studi Deskriptif di Ma’had al-Ma’tuq Sukabumi Menurut Pemikiran al-Ragib al-Asfahani.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI DI SEKOLAH :Studi Deskriptif di Ma’had al-Ma’tuq Sukabumi Menurut Pemikiran al-Ragib al-Asfahani."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI DI SEKOLAH

(Studi Deskriptif di Ma’had al

-

Ma’tuq Sukabumi

Menurut Pemikiran al-Ragib al-Asfahani)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Umum

Oleh:

YUSUP TAJRI

1005036

PROGRAM PENDIDIKAN UMUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PENGUJI:

Penguji I

Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd

Penguji II

Dr. Abbas Asyafah, M.Pd

Penguji III

Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si

Penguji IV

(3)

ABSTRAK

PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI DI SEKOLAH

(Studi Deskriptif di Ma’had al-Ma’tuq Sukabumi Menurut Pemikiran al-Ragib al-Asfahani)

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji adalah milik Allah; Tuhan Pencipta, Pemelihara, dan Pemilik seluruh alam. Berkat qudrah dan iradah-Nya penulis dapat mencapai berbagai keinginan termasuk dengan penulisan tesis ini. Semoga limpahan rahmat dan magfirah-Nya menyertai kita semua.

Geliat pendidikan karakter di Indonesia mendapat tanggapan positif dan beragam dari berbagai kalangan. Sebagai yang berkutat dalam dunia pendidikan penulis terpanggil untuk memberikan setitik kontribusi melalui tesis ini dalam menghadirkan konsep pendidikan karakter yang berpijak kepada wahyu sebagaimana dirumuskan para ulama. Tesis pendidikan karakter al-Ragib ini merupakan potret dari khazanah pendidikan karakter yang dilahirkan para ulama dari mata air al-Qur`an dan al-Sunnah.

Melalui pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih teriring do’a

jazakumullahu khairan katsira kepada:

1. Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd. sebagai Pembimbing pertama, dan Dr. Abas Asyafah, M.Pd. sebagai Pembimbing kedua yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan keikhlasan.

(5)

3. Prof. Dr. Adeng Chaedar Alwasilah, MA., Ph.D., Prof. Dr. Asep Syamsul Bahri, M.Pd., Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., Prof. Dr. Udin Syaefudin Sa’ud, M.Ed, Ph.D., Prof. Dr. Ace Suryadi, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr.

Enceng, M.Pd., Dr. Suyitno, M.Pd., Dr. Jarnawi Afgan., Dr. Nandang, M.Pd. yang telah memberi luang dan daluang kepada penulis selama studi di UPI.

4. Pengurus DDII Jawa Barat, DDII Pusat, Ust. Roinul Bilad, S.Sos.I. sekeluarga, Dr. Adian Husaini, Afid Solehudin, M.Pd., Ibu pengurus asrama Ngamprah, teman seperjuangan Angkatan ke 2 dan Angkatan ke 1. 5. Pengurus, pengajar, dan santri Ma’had al-Ma’tuq, terutama Ust. Ade

Hermansyah, Lc., M.Pd.I., Ust. Adi, Ust. Buldan, dan Ust. Abdul Somad. 6. Ust. Abidin SM, Ust. H. Mamat Abdurrahman, Ust. H. Bayanudin beserta

Bu Hj. Ai Nuraeni, Ust. H. Aef Ahmadin, dan para asatidz PPI 73 Garogol 7. Orang tua tercinta Bapa Andi Saputra Nurdin dan Mamah Noneng

Sumiati, Bapa Salim Sutisna dan Ema, istri tersayang Siti Rodiah bersama anak kami Azkiya Qurrota A’yun dan Muhammad Wafi Muttaqin yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan pengorbanan tak terhingga. 8. Rekan seperjuangan di PPI 183 Al-Manar, PD Pemuda Persis Kab. Garut,

PP Pemuda Persis, STAI Persis Garut, Ma’had ‘Aly Garut, dan PPI 141

Pacet Cianjur yang telah memberikan spirit dan dukungan.

9. Seluruh pihak yang tidak mungkin ditulis satu persatu dalam tulisan ini

(6)

DAFTAR ISI B. Pendidikan Karakter Islami di Sekolah

C. Relasi Pendidikan Karakter dengan Pendidikan Umum D. Penelitian Terdahulu mengenai Pendidikan Karakter BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan B. Definisi Operasional

C. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data D. Instrumen Penelitian

E. Tahapan-tahapan Pengumpulan dan Pengolahan Data

(7)

F. Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Pendidikan Karakter Menurut al-Ragib al-Asfahani 2. Pendidikan Karakter di Ma’had al-Ma’tuq

B. Pembahasan Penelitian

1. Pendidikan Karakter al-Ragib al-Asfahani 2. Pembinaan Karakter di Ma’had al-Ma’tuq dalam

Timbangan Pemikiran al-Ragib al-Asfahani BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

98

101 101 119 145 145

178

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.4 Data Statistik Tahfizh al-Qur`an 125

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa 65% anak SMA di sebuah kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan layaknya suami istri (http://metrotvnews.com [24 Pebruari 2012]). Setiap hari 2 atau 3 video porno lahir di dunia maya. Pada saat yang sama, pelaku kekejian perzinaan yang sudah tertangkap dianggap urusan pribadi dan berencana akan dikeluarkan. Lebih lucunya lagi, yang laki-laki ditangkap, pelaku perempuan bebas berkeliaran, sementara yang menyebarkan videonya dengan cepat ditangkap.

Indonesia pun disibukkan dengan pemberitaan dan kenyataan yang tidak mengenakkan. Korupsi di mana-mana. Koruptor sudah tertangkap dapat bebas lagi, bahkan masih dalam tahanan bisa jalan-jalan. Diantara aparat penegak hukum tidak ada yang berani bertanggung jawab. Terlalu jauh mengundurkan diri, mengaku saja sulit kita temui. Di luar negeri, kita mendengar kepiluan dan keniscayaan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), terutama Tenaga Kerja Wanita (TKW), yang senantiasa bertemu masalah, pulang dengan kondisi cacat, bahkan meregang nyawa di negeri orang.

(10)

Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (Okezone, Selasa, 11 Januari 2011)

Mayoritas remaja di Kota Reog Ponorogo, Jawa Timur, diduga sudah pernah melakukan hubungan pranikah atau seks bebas, kata Ketua Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Ponorogo, Endang Retno Wulandari, Jumat. "Estimasi tersebut didasari hasil survei secara acak yang telah mereka lakukan selama enam bulan terakhir. Hasilnya, jumlah remaja putri yang pernah melakukan hubungan pranikah atau seks bebas mencapai kisaran 80 persen," katanya. (Republika online, Sabtu, 18 Desember 2010).

Menurut survei Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), kata Maryatun, secara nasional terdata bahwa sebanyak 66 persen remaja putri usia sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) tidak lagi perawan yang artinya pada usia sekolah tersebut mereka sudah mengenal seks bebas (Republika online, Ahad, 17 Oktober 2010)

Hal ini tidak jadi dengan sendirinya dan begitu saja dengan cepat. Dalam pemberitaan sebelumnya, sudah digambarkan bahwa kehidupan remaja kita sangat memprihatinkan. Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri hamil pranikah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid (aborsi) berusia 15-20 tahun. Kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun, dan 20 persen di antaranya remaja.

(11)

menghantui semua manusia. Sejatinya ilmu pengetahuan adalah berbuah kebaikan, akan tetapi kehancuran dan ketidaktenangan menghinggapi setiap sudut dunia ini. Penciptaan senjata pada awalnya adalah untuk mempertahankan diri dari bahaya, akan tetapi hari ini senjata telah melahirkan ketidakamanan. Kamera diadakan untuk mengabadikan momen-momen berharga. Namun, kini kita takut ada yang merekam aktivitas kita dan menyebarkannya melalui internet.

Kepribadian yang terpuji bagi bangsa Indonesia hari ini adalah layaknya barang langka. Bagaimana tidak, anggota dewan yang baru dilantik, belum jelas prestasi yang ditorehkan sudah meminta dinaikkan gaji. Penegakkan hukum yang terjadi nampak tidak adil dan terseok-seok. Aparat keamanan yang seharusnya memberikan kenyamanan dan keamanan, malah menjadi sumber ketidak amanan, misalnya kasus pencurian gudang Indofood di Medan, Rabu 26 Nopember 2010, dan sebelumnya terdengar kabar adanya rekening gendut staf Mabes polri yang berujung dengan mempermasalahkan Majalah Tempo.

(12)

Orde Baru melaksanakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), bahkan dengan penerapannya sebagai Asas Tunggal. Namun, bergantinya penguasa dengan gaya tersendiri dalam penerapan pendidikan pembentukan kepribadian ini belum menggunakan pandangan yang menyeluruh mengenai hakikat manusia.

Lickona, sebagaimana dikutip Megawangi (2004: 7) mengemukakan sepuluh tanda yang harus diwaspadai sebagai bagian dari kehancuran bangsa. Tanda tersebut ialah: 1) Meningkatkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2) Penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, 3) Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan, 4) Meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, 5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6) Menurunnya etos kerja, 7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9) Membudayanya ketidakjujuran, dan 10) Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Seluruh ukuran yang dilahirkan Lickona tersebut tidak sulit kita temui buktinya di sekitar kita. Bahkan Megawangi memberikan contoh detil setiap poin di atas dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

(13)

demikian sangat mudah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Tayangan televisi memperlihatkan bagaimana para pejabat yang telah melakukan korupsi besar-besaran mendapat pembelaan dari teman-teman aktivis partainya dan pada akhirnya lepas dari hukuman. Begitupula para remaja yang tergabung dalam geng motor, mereka dengan mudah membuat keributan dan tidak segan untuk menghancurkan milik dan tempat orang lain, bahkan sampai menghabisi nyawa yang lain.

Elmubarok (2007: 30) mensinyalir bahwa kepribadian masyarakat sekarang adalah hasil dari reduksi terhadap sistem pendidikan. Selama ini pendidikan cenderung mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berfikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berpikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka ia melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai dan lain sebagainya.

(14)

tidak utuh; pendidikan cenderung bersifat teknis, tidak manusiawi, sehingga tidak cocok dengan kebutuhan dan nilai kemanusiaan.

Keberadaan Pendidikan Umum bertujuan memberikan penekanan pada proses pembinaan dan pengembangan manusia yang utuh, berkepribadian, manusiawi, bermoral dalam kehidupan yang terus mengalami perubahan dan gejolak yang menguji keajegan akhlak terutama masa yang akan datang. Pendidikan Umum dimaksudkan sebagai solusi dari kekeringan makna yang dihadirkan dalam gaya pendidikan yang cenderung parsial dan tidak ramah nilai. Dengan demikian Pendidikan Umum berupaya menjadi garda depan dalam penciptaan pribadi yang handal.

Kepribadian diri akan menjadi modal besar dan utama dalam membentuk kehidupan keluarga. Seperti itu pula posisi keluarga akan menjadi ruh negara dan bangsa suatu negara. Bila kehidupan keluarganya bernilai dan berkualitas, maka bangsa dan negara pun demikian adanya. Sebaliknya, bila keluarga tidak mempunyai nilai-nilai yang dapat dibanggakan, maka kepribadian negara adalah berada di titik nadir. Dengan demikian harus diupayakan penciptaan pribadi dan keluarga yang bermoral dan berkualitas.

(15)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Apa yang dirumuskan dalam Undang-undang Sisdiknas di atas sudah tepat dan bagus. Untuk selanjutnya adalah bagaimana tujuan tersebut dapat diwujudkan. Proses pendidikan yang digulirkan tentunya harus menuju dan mengarah kepada tujuan tersebut. Dalam hal ini Kartadinata (Tt: 2) mengatakan: “Yang belum terjadi saat ini adalah pemaknaan secara tepat dan utuh dari pasal

ayat dimaksud yang mengiringi kebijakan dan praktek penyelenggaraan pendidikan secara utuh pula.”

Tujuan Sisdiknas di atas memberi gambaran kepada kita bahwa kepribadian mulia menjadi tujuan utama. Kemuliaan pribadi yang hendak diraih adalah adanya pemenuhan unsur-unsur manusia secara memadai. Bila keberhasilan pendidikan diukur hanya dengan kecerdasan otak saja, tentu ini menyalahi hakikat manusia dan tujuan pendidikan itu sendiri. Tidak sampai di situ, pandangan yang hanya mengutamakan kepandaian ini telah melahirkan kepribadian semu. Keadaan ini tidak terjadi di negara-negara berkembang saja, melainkan di negara-negara yang notabene mengagungkan akal dan kepintaran. Pencapaian teknologi yang tinggi sebagai buah pemikiran selama ini di Barat melahirkan berbagai masalah baru yang sulit dicari jalan keluarnya.

(16)

nampak dalam tiga wilayah: Pertama, krisis lingkungan yang muncul akibat perkembangan sains dan teknologi yang empiris dan rasional; kedua, krisis psikologis; dan ketiga, penjajahan epistemologi. Krisis lingkungan akibat sains dan teknologi hari ini akibat mengabaikan pertimbangan rasa. Sikap, kebijakan, dan tindakan terhadap lingkungan hanya berdasar kepada rasionalitas semata. Akibatnya, eksplorasi besar-besaran dilakukan di negara-negara yang menjadi partner negara-negara maju. Krisis lingkungan ini ditambah dengan krisis psikologi. Kemajuan dan kecanggihan yang ada tidak hanya melahirkan kemudahan, akan tetapi juga bulan-bulanan. Pada saat yang sama, kecerdasan otak yang tidak diimbangi kecerdasan hati melahirkan sikap individualistis yang akut.

Al-Attas (Wan Daud, 2010: 81), menyadari bahwa peradaban Barat modern telah membuat ilmu menjadi problematis. Selain telah salah memahami makna ilmu, peradaban Barat juga telah menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun, peradaban Barat modern menghasilkan ilmu yang bermanfaat, namun peradaban tersebut juga telah menyebabkan kerusakan dalam kehidupan manusia. Apa yang menjadi buah dari ilmu, di sisi lain menjadi tragedi bagi yang lain. Sejatinya, dengan bertambahnya ilmu, maka kesejahteraan dan keamanan dapat dirasakan. Namun, hampir seluruh penjuru dunia hari ini memperlihatkan kekacauan dan peperangan.

(17)

materialisme, marxisme, kapitalisme, liberalisme, sosialisme, skeptisisme, relativisme, agnostisme, dan ateisme. Westernasisasi ilmu telah melenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu.

Arif (2012: 12) mensinyalir bahwa ada tiga ciri pemikiran Barat di zaman renaissans. Pertama, paganisme dalam pengertian kembali kepada tradisi agama leluhur yaitu agama kuno yang mengajarkan monisme (bahwa segala sesuatu berasal dari dan kembali kepada yang satu), politheisme (kepercayaan pada dewa-dewa) dan pantheisme mengingat agama samawi (dalam hal ini kristen) tidak lebih dibanding agama lain. Kedua, kritsisme yang ditandai dengan maraknya keinginan untuk memandang dunia, melakukan observasi, dan pengukuran disandarkan kepada manusia itu sendiri. Meskipun terbatas, mereka punya kemauan keras untuk mengetahui berbagai hal yang dapat diketahui. Pandangan yang disandarkan kepada Tuhan dan yang berkaitan dengannya diabaikan. Ketiga, pengalihan fokus moralitas dari verbalisme kepada realisme. Keadaan ini menempatkan nilai-nilai baik dan buruk harus diukur dengan pengalaman riil dan uji coba di lapangan.

(18)

Di samping dua aliran ini, Zarkasyi (Wan Daud, 2012: 134) melihat ada pula liberalisme pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Lebih lanjut ia menambahkan mengenai ciri liberalisme pemikiran dan kegamaan. Diantara ciri yang menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya. Otoritas ini mereka anggap sebagai kekuatan di luar dan di atas manusia yang mengikat secara moral. Hal ini sejalan dengan doktrin nihilisme sebagai cara pandang hidup Barat postmodern.

(19)

dengan cepat membela luar Islam dengan alasan HAM dan demokrasi. Dengan ciri dan sepak terjang demikian, jelas bahwa liberalisme mengabaikan wahyu.

Wahyu sejatinya tidak hanya menjadi sumber ilmu, akan tetapi sumber nilai itu sendiri. Hal ini Sebagaimana dikatakan Mulyana (2004: 35) bahwa:

Nilai agama merupakan nilai yang memiliki dasar keyakinan yang paling kuat karena bersumber dari kebenaran tertinggi yaitu Tuhan. Cakupan nilainya pun lebih luas. Struktur mental manusia dan kebenaran mistik-transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki nilai agama. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan; antara kehendak manusia dengan perintah Tuhan, antara ucapan dan tindakan, atau antara i‟tiqad dengan perbuatan.

Dalam pandangan Barat agama merupakan bagian dari kebudayaan. Agama bersumber dari ide, keinginan, pengalaman dan kebiasaan suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, kebenaran agama tergantung kepada masyarakat yang meyakininya. Sementara dalam pandangan Islam, pengertian agama berbeda dengan pandangan Barat tersebut, dan pada akhirnya pandangan ini membedakan pula persepsi agama dalam posisinya di masyarakat.

(20)

terhadap perbuatan selama di dunia. Dengan demikian, agama menurut Islam adalah berbeda dengan pandangan Barat. Perbedaan pandangan ini akan mempengaruhi cara pandang (worldview) terhadap hidup dan kehidupan ini, termasuk dalam memandang nilai ideal dalam pendidikan karakter. Geliat pemerintah Indonesia menggulirkan pendidikan karakter harus disambut positif dan antusias. Sebagai muslim, tentu faham dan yakin bahwa Islam kaya dengan ajaran pendidikan karakter.

Pentingnya pembinaan kepribadian melalui pendidikan karakter sudah disadari dan dilakukan sebelum kemerdekaan. Dalam Desain Induk Pendidikan Karakter (2010: 4) disebutkan:

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter.

Dengan demikian, pendidikan karakter yang digulirkan pemerintah sekarang harus mendapat apresiasi dan kontribusi positif semua pihak. Dalam hal ini, kontribusi kita adalah bagian dari peran serta masyarakat dalam pendidikan dan pada akhirnya menunjang terhadap pembangunan bangsa.

(21)

pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik. (Anonim, 2010: 4)

Gegap gempita pengguliran pendidikan karakter harus disambut baik oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Umat Islam sebagai bagian penting bangsa Indonesia seyogianya tidak ketinggalan dalam merespon perkembanagn pendidikan karakter ini.

Pendidikan karakter dalam Islam bukan hal baru. Unsur ajaran dalam Islam terdiri dari akidah, ibadah, dan akhlak. Akidah menunjuk kepada tata keyakinan dan kepercayaan yang disebut tauhid. Ibadah merupakan perangkat peribadahan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sedangkan akhlak adalah sikap dan tindakan seorang muslim yang diupayakan sesuai dengan Qur`an dan al-Sunnah. Dengan demikian, pendidikan karakter akan menemukan kesepadanan dengan konsep dan pelaksanaan akhlak menurut Islam.

Harus diakui, menurut Azizy (2003: 82), bahwa ada perilaku moralitas yang tidak berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam, seperti yang terjadi di negara-negara Barat sebagai penganut konsep sekular. Namun, kelebihan perilaku moral dari agama Islam adalah jaminan pahala di akherat di samping keteraturan sosial di dunia. Perilaku moralitas sekular tidak akan ada konsekuensi di akhirat kelak. Perilaku moralitas yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam mempunyai nilai ganda: dunia dan akhirat.

(22)

dalam al-Qur`an dan al-Sunnah tersebut dijelaskan kemudian oleh para ulama sebagai orang yang mempunyai kapasitas dan kemampuan. Dalam lingkup akhlak telah banyak susunan para ulama dibuat untuk merumuskan dan menjelaskan akhlak secara lebih rinci dan praktis.

Menurut Khalil (Malluh, 1998: 69) para ulama yang memperhatikan bidang karakter ini terbagi kepada dua bagian: pertama, para ahli yang memandang secara akal, dan kedua, ahli yang murni dari ajaran Islam. Kelompok pertama ialah Ya‟qub bin Ishaq al-Kindi (260 H) dengan karyanya Qaul fi

Nafs, Abu Bakar Razi (313 H) dalam Fuqara wa Masakin, Hakim

al-Tirmidzi (320 H) menyusun Kitab al-Dzauq, Abu Nashr al-Farabi (339 H) dengan judul Ara`u Ahl al-Madinah al-Fadhilah dan al-Adab al-Mulukiyyah, Ibnu Miskawaih (421 H) dengan karya Tahdzib al-Akhlaq, Ibnu Sina (428 H) dengan karyanya Risalah fi al-Hikmah, Ibnu Bajah al-Andalusi (533 H) yang menulis

Kitab al-Nafsi, Ibnu al-Thufail yang membuat Fi al-Nafs, Ibnu Rusyd (595 H)

dalam karyanya Fasl al-Maqal fima baina al-Syari’ah wa al-Hikmah min al-Ittishal

Kelompok kedua diwakili oleh Ibnu al-Mubarok (181 H) dalam al-Zuhd, Waki‟ bin al-Jarrah (197 H) dengan karya al-Zuhd juga, Hannad bin al-Sirri (243

H) yang menyusun al-Zuhd, Abu „Abdillah al-Muhasibi (243 H) diantara karyanya Adab Nafs, Imam Bukhari (256 H) dalam susunan Kitab

Adab Mufrad, Ibnu Abi Dunya (281 H) salah satu karyanya Ikhlash,

al-Imam al-Nasa`i (303 H) dalam kitabnya ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, Abu Bakar

(23)

dalam salah satu kitabnya Adab al-Nafs, Ibnu al-Sinni (364 H) dengan tulisan

‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, Abu Thalib al-Makki (386 H) yang menyusun Qut

al-Qulub, Abu „Abdillah al-Halimy (403 H) dengan hasilnya al-Minhaj fi Syu’b

al-Iman, Ibnu Hazm al-Andalusi (421 H0 yang menyusun Al-Akhlaq wa al-Sair fi

Mudawat Nufus, Abu Zaid Dabbusi (430 H) dengan karyanya Amad

al-Aqsha, Abu al-Hasaln al-Mawardi (450 H) dengan karyanya yang terkenal Adab

al-Dunya wa al-Din, al-Baihaqi (458 H) yang menyusun Syu’b al-Iman, al-Ragib

al-Asfahani (502 H) dalam al-Dzari’at ila Makarim al-Akhlaq dan Tafshil al-Nasy`atain wa Tahshil al-Sa’adatain, Abu Hamid al-Gazali (505 H) dengan karya terkenal Ihya` ‘Ulum al-Din, Ibnu Jauzi (596 H) yang menulis Shifat Shofwat, Hafizh Mundziri (656 H) diantara karyanya Targib wa

al-Tarhib, al-„Izz bin „Abdi al-Salam (660 H) dalam bukunya Syajarat al-Ma’arif wa

al-Ushul, al-Imam al-Nawawi (676 H) dengan kitabnya Riyadh al-Shalihin, Ibnu

Taimiyyah (728 H) dalam kompilasi Majmu’ al-Fatawa, al-Dzahabi (748 H)

dengan kitab terkenalnya al-Kaba`ir, Ibn Qayyim al-Jauziyyah (751 H) diantara tulisannya Fawa`id, Ibnu Muflih (763 H) yang menyusun Adab al-Syar’iyyah wa al-Minh al-Mar’iyyah, Ibnu Hajar al-Haitami (974 H) yang

menulis al-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir, dan al-Safarini al-Hanbali (1188 H)

yang mempunyai Gidza` al-Albab,

(24)

sebagai ahli bahasa. Bukunya al-Mufrodät fï Gharïb al-Qur`än merupakan rujukan baku dan jitu para ulama dalam menjelaskan makna Qur`an dan al-Sunnah secara bahasa dan istilah. Dalam setiap susunan dan penjelasan para ulama hampir dapat dipastikan mengutip pendapat al-Ragib. Ini menunjukkan bahwa buku tersebut memperlihatkan kualitas keilmuan beliau sebagai pengarangnya. Ternyata, keahlian beliau tidak hanya sampai di situ. Banyak karangan, apakah yang sudah dicetak, hilang, atau belum diterbitkan, telah beliau hasilkan. Dalam bidang akhlak dan karakter, ia menyusun buku yang berjudul

al-Dzarï’at Ilä Makärim al-Syarï’at. Dengan demikian, mendesak sekali untuk dirumuskan konsep pendidikan karakter Islam menurut al-Ragib al-Asfahani.

Konsep karakter Islam menurut al-Ragib al-Asfahani tentu akan lebih aplikatif dan bermanfaat bila dapat dipraktikkan dalam kenyataan. Diantara bagian penanaman pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan pendidikan karakter adalah sekolah. Untuk itu, penelitian ini akan mengambil tempat di Ma‟had (lembaga) al-Ma‟tuq Sukabumi. Al-Ma‟tuq terletak di Jl. Kadudampit

KM. 3 Kp. Cikaroya RT. 16/ 03 Desa Gunungjaya Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini akan memotret pembinaan karakter yang dilakukan di al-Ma‟tuq melalui timbangan karakter pemikiran al-Ragib al-Asfahani. Dengan

(25)

judul: “Pendidikan Karakter Islami di Sekolah (Studi Deskriptif di Ma‟had al -Ma‟tuq Sukabumi menurut Pemikiran al-Ragib al-Asfahani).”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kesadaran akan pendidikan karakter telah menggeliat di negara kita Indonesia. Berbagai pihak mengapresiasi dan menindaklanjuti pendidikan karakter yang digulirkan pemerintah. Dalam hal ini lembaga pendidikan tertantang untuk dapat mewujudkan cita-cita mulia pembangunan karakter. Program pendidikan karakter tentu harus berpijak kepada dasar pemikiran yang jelas dan kuat. Islam sebagai anutan masyarakat Indonesia telah mempunyai konsep yang dirumuskan oleh para ulama. Diantaranya adalah Ragib al-Asfahani.

Apa yang dirumuskan oleh al-Ragib akan lebih bernilai guna bila diaplikasikan dalam lembaga pendidikan. Di Indoensia, berbagai jenis lembaga telah dikembangkan oleh umat Islam, bahkan sebelum pekik kemerdekaan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan umat Islam khas Indonesia yang tetap kokoh berdiri dengan memelihara karakter. Seiring berkembangnya masa, pesantren kini mengalami berbagai perkembangan. Salah satu pesantren yang ada adalah Ma‟had al-Ma‟tuq.

(26)

menurut al-Ragib al-Asfahani di sekolah? Pertanyaan ini dibatasi dalam tiga pertanyaan berupa:

1. Bagaimanakah pendidikan karakter al-Ragib al-Asfahani?

2. Bagaimanakah pendidikan karakter di Ma‟had al-Ma‟tuq Sukabumi?

3. Bagaimanakah pendidikan karakter di Ma‟had al-Ma‟tuq Sukabumi dalam timbangan pemikiran al-Ragib al-Asfahani?

C. Tujuan Penelitian

Digulirkannya Pendidikan Karakter oleh pemerintah adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik penuh dengan moral dan perilaku terpuji. Dengan penelitian ini, peneliti mencoba merujuk moral dan pekerti berdasarkan kepada al-Qur`an dan al-Sunnah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pendidikan karakter al-Ragib al-Asfahani

2. Pendidikan karakter di Ma‟had al-Ma‟tuq Sukabumi

3. Pendidikan karakter di Ma‟had al-Ma‟tuq Sukabumi dalam timbangan pemikiran al-Ragib al-Asfahani

D. Manfaat Penelitian

(27)

1. Manfaat teoretis

Terdeskripsikannya teori pendidikan karakter Islami di sekolah berdasarkan pemikiran al-Ragib al-Asfahani.

2. Manfaat praktis

Terumuskannya aplikasi pendidikan karakter berdasarkan pemikiran al-Ragib al-Asfahani sehingga diperoleh gagasan-gagasan untuk perbaikan pendidikan karakter di persekolahan.

E. Struktur Penulisan

Untuk mengurai penerapan pendidikan karakter menurut al-Ragib di Ma‟had al-Ma‟tuq, penulis membagi kepada lima bab. Bab Pertama berisi

(28)

al-Ma‟tuq Sukabumi dalam Timbangan Pemikiran al-Ragib al-Asfahani. Untuk Bab

(29)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan

Untuk mengurai masalah dan mencapai tujuan penelitian, penulis menggunakan metode deksriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007: 4) metodologi kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sebagaimana dikatakan Sukmadinata (2010: 18), penelitian deskriptif (deskriptif research) ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena apa adanya. Dalam penelitian ini konsep-konsep pendidikan karakter dikaji berdasarkan rumusan al-Ragib al-Asfahani.

Metode penelitian deskriptif pendekatan kualitatif menggunakan teknik penelitian penelaahan dokumen, pengamatan, dan wawancara. Penelitian analisis isi atau dokumen ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen resmi, dokumen-dokumen yang validitas dan keabsahannya terjamin baik dokumen perundangan dan kebijakan maupun hasil-hasil penelitian. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris (Sukmadinata, 2011: 81). Dalam hal ini penulis menghimpun, mengidentifikasi, menganalisis, dan mengadakan sintesis data, untuk kemudian memberikan interpretasi terhadap konsep pendidikan karakter menurut al-Ragib al-Asfahani. Konsep-konsep tersebut diambil dari buku al-Dzarï’at ilä Makärim

(30)

Pengamatan atau observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Margono, 2010: 158). Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Sugiyono, 2010: 310). Studi ini diarahkan untuk mengkaji kondisi, kegiatan, perkembangan serta faktor-faktor penting yang terkait dan menunjang kondisi dan perkembangan tersebut. Dalam hal ini penulis menghimpun dan

menganalisa pelaksanaan pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq untuk

kemudian ditimbang berdasarkan pemikiran al-Ragib al-Asfahani. Pada penelitian ini penulis mengkaji kondisi, kegiatan, dan faktor penting yang terkait dan menunjang pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq dengan asumsi adanya keunggulan atau keberhasilan pendidikan karakter yang kemudian diukur oleh timbangan pemikiran al-Ragib.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah sebagai lawannya adalah eksperimen (Sugiyono, 2010: 15). Sementara menurut Sukmadinata (2011: 60) penelitian kualitatif (qualitative

research) merupakan suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan dan menganalisis pembinaan pendidikan karakter di

Ma’had al-Ma’tuq. Dalam mendeskripsikan dan menganalisis pembinaan

(31)

tersebut. Pertimbangan yang digunakan untuk menggunakan dan menafsirkan

makna dari fenomena pembinaan karaker di Ma’had al-Ma’tuq adalah menurut

pemikiran al-Ragib al-Asfahani.

Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2012: 15). Peneliti mengambil sumber data untuk kemudian melakukan analisis isi terhadap buku, observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data di lapangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisa secara induktif/ kualitatif dengan hasil penelitian yang lebih menekankan pada makna. Konsep karakter al-Ragib tersebut dijadikan ukuran untuk meneliti kondisi alamiah penerapan pendidikan karakter di Ma’had al

-Ma’tuq. Hasil penelitian ini diperkuat dengan trianggulasi untuk kemudian

dianalisa secara kualitatif dengan analisa yang lebih menekankan pada makna.

B. Definisi Operasional

1. Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah rumusan pendidikan karakter yang dilakukan oleh Ragib Asfahani dalam bukunya

(32)

2. Rumusan pendidikan karakter menurut al-Ragib kemudian dijadikan alat untuk menimbang pelaksanaan pembinaan karakter di Ma’had al-Ma’tuq yang bertempat di JL. Kadudampit KM 3 Kp. Cikaroya RT 16/ 03 Ds. Gunung jaya Kec. Cisaat Kab. Sukabumi.

C. Sumber dan Teknik pengumpulan data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari buku dan lapangan. Sumber data buku primer diambil secara langsung dari al-Dzarï’at ilä Makärim al

-Syarï’at. Sedangkan data primer lapangan dalam penelitian ini adalah insan

(santri, pengurus, dan pengajar) yang terlibat dalam pendidikan di Ma’had al

-Ma’tuq, dan masyarakat yang ada di sekitar Ma’had. Untuk data sekunder akan

diambil langsung dari dokumen, foto, buku-buku, dan tulisan-tulisan tentang pendidikan karakter, pendidikan di pondok pesantren, pendidikan di sekolah, dan sumber-sumber lainnya yang ada hubungan dengan penelitian ini.

(33)

Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi analisis isi, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Studi analisis isi

Analisis isi menurut Holsti (Moleong, 2007: 220) adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.

Bagi Sukmadinata (2011: 221) Analisis isi atau dokumen (content or

document analysis) ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis

dokumen-dokumen resmi, dokumen-dokumen yang validitas dan keabsahannya terjamin baik dokumen perundangan dan kebijakan maupun hasil-hasil penelitian. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoretis maupun empiris. (Sukmadinata, 2011: 81). Menurut Weber (Moleong, 2007: 220) kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen.

Kegiatan analisis ditujukan untuk mengetahui makna, kedudukan dan hubungan antara berbagai konsep, kebijakan program, kegiatan, peristiwa yang ada atau yang terjadi untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak dari hal-hal tersebut (Sukmadinata, 2011: 82). Dalam penelitian ini, penulis menterjemahkan, mengumpulkan, menghimpun, dan menganalisa konsep pendidikan karakter al-Ragib yang terdapat dalam al-Dzarï’at ilä Makärim

(34)

menterjemah, mengumpulkan, menghimpun, dan menganalisa konsep pendidikan karakter al-Ragib untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter, kriteria manusia berkarakter, langkah pendidikan karakter, pengaruh dalam pendidikan karakter, penyebab perbedaan karakter, akibat membersihkan dan tidak membersihkan diri, cara membentuk karakter diri, evaluasi dalam pendidikan karakter, dan pendidikan karakter di sekolah. Analisa konsep pendidikan karakter al-Ragib ini dilakukan penulis untuk mengetahui makna, kedudukan, hubungan antar konsep, manfaat, hasil, dan dampak dari konsep tersebut.

2. Observasi

Observasi menurut Margono (2010: 158) adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi atau pengamatan tersebut dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2011: 220). Observasi yang dipilih peneliti adalah observasi terus terang atau tersamar dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian (Sugiyono, 2010: 312) Guna memperoleh data yang baik, tepat, dan lengkap penulis melakukan observasi di Ma’had al-Ma’tuq sehingga dapat mengamati seluruh kegiatan secara langsung. Observasi dilakukan peneliti dengan melakukan observasi deskriptif sebagai analisis domain, observasi

terfokus untuk memilih aspek yang terkait pendidikan karakter di Ma’had al

-Ma’tuq, dan pada akhirnya observasi terseleksi dengan mengobservasi fokus yang

(35)

3. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2007: 186) Wawancara merupakan kegiatan pengumpulan data dengan mewawancarai individu atau kelompok yang terkait dengan penelitian dilakukan melalui tatap muka secara langsung (Sukmadinata, 2011: 216). Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada perwakilan dari seluruh komponen pendidikan di

lingkungan Ma’had al-Ma’tuq sebagai sumber primer, dan kepada pihak-pihak

yang mengetahui dan ada hubungannya dengan penelitian sebagai sumber sekunder.

4. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2010: 329). Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumberdata yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2007: 217). Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen yang sesuai dengan tujuan dan fokus masalah (Sukmadinata, 2011: 221-222). Dalam penelitian ini dokumentasi dilakukan peneliti dengan mengumpulkan berbagai dokumen terkait pembinaan karakter di

Ma’had al-Ma’tuq untuk kemudian diuji dan ditafsirkan sebagai pelengkap dari

(36)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini disebabkan penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif.

“Penelitian kualitatif menggunakan peneliti sebagai instrumen” (Sukmadinata,

2011: 95). “Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.” (Sugiyono, 2010: 15). Kedudukan peneliti dalam instrumen penelitian adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2007: 168). Oleh karenanya:

1. Untuk analisis isi penulis memberikan rambu penelitian dengan beberapa pertanyaan berupa:

a. Apa definisi karakter menurut al-Ragib?

b. Apa tujuan pendidikan karakter dalam pandangan al-Ragib? c. Bagaimana langkah pendidikan karakter menurut al-Ragib? d. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter menurut al-Ragib? 2. Untuk mengumpulkan data di lapangan, penulis melakukan:

(37)

Dalam observasi partisipatif moderat ini penulis memfokuskan arah penelitian untuk mencari data di lapangan berupa:

1) Apa definisi karakter menurut Ma’had al-Ma’tuq?

2) Apa tujuan pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq? 3) Bagaimana langkah pendidikan karakter di Ma’had al

-Ma’tuq?

4) Bagaimana evaluasi pendidikan karakter di Ma’had al

-Ma’tuq?

b. Wawancara dengan ketentuan:

1) Menyiapkan masalah pokok (mengetahui tujuan, pembinaan, dan kendala) pendidikan karakter di

Ma’had al-Ma’tuq.

2) Mengarahkan wawancara kepada pihak yang terlibat

dalam pembinaan karakter di Ma’ha al-Ma’tuq

3) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

4) Wawancara meliputi pertanyaan:

a. Apa define karakter menurut al-Ma’tuq?

b. Apa tujuan pendidikan karakter di Ma’had al

-Ma’tuq?

c. Bagaimana langkah pendidikan karakter di

(38)

d. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter di

Ma’had al-Ma’tuq?

5) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

c. Dokumentasi dengan ketentuan:

1) Mengumpulkan berbagai dokumen terkait pembinaan

karakter di Ma’had al-Ma’tuq

2) Menganalisis berbagai dokumen yang didapatkan untuk dicari keselarasan dengan penelitian.

E. Tahapan-tahapan Pengumpulan dan Pengolahan Data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini peneliti melalui beberapa tahap di bawah ini:

1. Perencanaan

Perencanaan dalam penelitian ini meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data.

Untuk analisis isi:

a. Peneliti menyiapkan alat perlengkapan b. Menyusun bibliografi kerja

c. Mengatur waktu

(39)

a. Peneliti merumuskan pertanyaan kepada berbagai pihak yang

terlibat dalam pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq.

b. Peneliti menentukan orang yang akan diwawancara dari berbagai

pihak terlibat dalam pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq.

2. Memulai pengumpulan data

Untuk analisis isi, penulis mengumpulkan data dengan:

a. Menterjemahkan al-Dzari’at ila Makarim al-Syari’at

b. Membaca al-Dzari’at ila Makarim al-Syari’at untuk mencari definisi dan langkah pendidikan karakter al-Ragib.

c. Membaca al-Dzari’at ila Makarim al-Syari’at dengan sinambung

tidak mengenal lelah, mulai dari menyusun proposal sampai dengan pengolahan data.

Dalam tahap awal pengumpulan data di lapangan peneliti berupaya:

a. Menciptakan hubungan baik dan akrab dengan pihak-pihak yang menjadi sumber data dalam hal ini siswa, pengurus, dan pengajar

di Ma’had al-Ma’tuq.

b. Memulai wawancara dengan beberapa informan yang telah dipilih untuk kemudian dilanjutkan dengan teknik bola salju atau member

chek.

c. Meminta dan mengumpulkan berbagai dokumen yang terkait

dengan pembinaan karakter di Ma’had al-Ma’tuq.

(40)

e. Data pada pertemuan pertama dan selanjutnya dicatat, disusun, dan dikelompokkan secara intensif dan diberi kode agar memudahkan dalam analisis data.

3. Pengumpulan data dasar Dalam analisis isi:

a. Peneliti membaca setiap bab buku untuk diketahui kandungannya secara intensif

b. Dalam pengumpulan dasar ini penelti berupaya untuk membaca dan menangkap makna yang dihadirkan dalam setiap bab buku. c. Di samping itu, pengumpulan data terus berjalan bersamaan dengan

analisis terhadap isi buku tersebut.

d. Data yang terkumpul dengan analisis data yang terus dilakukan diupayakan peneliti untuk kemudian dibuat deskripsi dan konseptualisasi sehingga menjadi integratif

Setelah peneliti menyatu dengan situasi yang diteliti, maka:

a. Pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan dokumen yang lebih intensif.

b. Dalam pengumpulan dasar ini peneliti berupaya untuk melihat, mendengar, membaca, dan merasakan secara langsung dengan penuh perhatian.

(41)

d. Dalam kegiatan ini peneliti berusaha terus mempersatukan pengumpulan data dengan analisis data sehingga tidak ditemukan data yang baru lagi.

e. Data yang terkumpul dengan analisis data yang terus dilakukan diupayakan peneliti untuk kemudian dibuat deskripsi dan konseptualisasi sehingga menjadi integratif.

f. Setelah pola ini tersusun, maka peneliti mengidentifikasi ide-ide dan fakta-fakta yang membutuhkan penguatan dalam fase penutup. 4. Pengumpulan data penutup

Pengumpulan data penutup merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti setelah membaca buku, meninggalkan lokasi penelitian dan tidak mengumpulkan data lagi. Dalam hal ini peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau dengan pertimbangan tidak ditemukan lagi data yang baru.

5. Melengkapi

(42)

F. Analisa Data

Stringer (Arifin, 2011: 172) memberikan petunjuk teknis menganalisa data, yaitu: pertama, memperluas analisis dengan mengajukan pertanyaan; kedua, menghubungkan hasil temuan dengan pengalaman pribadi; ketiga, meminta masukan atau pendapat dari teman sejawat yang dianggap bisa berpikir kritis;

keempat, kaitkan hasil temuan dengan kajian pustaka; dan kelima, kembalikan

pada teori.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2010: 336). Analisis sebelum ke lapangan dilakukan peneliti terhadap hasil studi pendahuluan dan data sekunder yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Analisis selama di lapangan dilakukan peneliti terhadap jawaban yang diwawancarai sehingga memperoleh data yang kredibel. Adapun tahap analisa data ketika dan setelah penelitian di lapangan adalah dengan:

1. Reduksi data

Mengingat data dalam buku cukup banyak, maka peneliti melakukan reduksi. Peneliti merangkum, memilih hal yang pokok, fokus pada hal-hal penting, dan mencari tema dan pola dengan membuang yang tidak perlu. Peneliti merangkum dan memilih hal-hal yang terkait dengan definisi dan langkah-langkah pendidikan karakter al-Ragib dengan membuang yang tidak digunakan.

(43)

fokus pada hal-hal yang penting, dan mencari tema dan pola, serta membuang yang tidak perlu. Dalam hal ini peneliti merangkum, memilih hal-hal yang terkait dengan penerapan pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq dengan memberikan suatu tema dan pola serta membuang yang tidak perlu.

Sehubungan dengan penelitian ini bersifat kualitatif, maka dalam proses reduksi data ini penulis dipandu oleh tujuan penelitian berupa temuan penerapan pendidikan karakter. Bila peneliti menemukan berbagai hal yang dipandang asing, atau tidak dikenal, maka ini akan dijadikan perhatian peneliti dalam reduksi data.

2. Penyajian data

Setelah melakukan reduksi data, maka peneliti memasuki tahap selanjutnya yang disebut dengan penyajian data. Peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, dilengkapi bagan, grafik, matrik, dan menghubungkan antar katergori yang ada. Oleh karena itu, peneliti akan menyajikan data mengenai konsep pendidikan karakter al-Ragib, deskripsi pelaksanaan pendidikan karakter

di Ma’had al-Ma’tuq dalam bentuk uraian yang dilengkapi bagan, grafik, matrik,

dan menimbang pembinaan karakter tersebut dengan pemikiran pendidikan karakter al-Ragib.

3. Penarikan kesimpulan

(44)

(Sugiyono, 2010: 345). Dengan penarikan kesimpulan akan dapat diketahui hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap konsep pendidikan karakter al-Ragib yang digunakan untuk menimbang penerapan pendidikan karakter di Mahad

al-Ma’tuq Sukabumi.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Setelah peneliti melakukan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Konsep pendidikan karakter al-Ragib adalah:

a. Disebut dengan akhlak, khulq,makärim al-syarï’ah, dan ibdäl.

b. Dilakukan melalui ilmu dan ibadah

c. Memakai formula para peneliti sebelumnya yang membagi karakter kepada: al-ilmu, al-‘ibädah dan al-hikmah, ‘iffah dan jüd,

al-syajä’ah dan al-hilm agar tercipta keadilan dan terhindar dari

kezhaliman.

d. Pencapaian karakter mulia ini adalah untuk mensukseskan tugas dan fungsi manusia hidup di dunia sebagai: khalifah Allah, pemakmur bumi, dan beribadah kepada-Nya.

e. Pencapaian karakter adalah dengan pembersihan diri melalui pembersihan tiga unsur manusia: Quwwat al-Fikr (Kekuatan pikiran), Quwwat Syahwat (Kekuatan syahwat), dan Quwwat

al-Hammiyyat (Kekuatan semangat yang menggelora).

(46)

dimaksud ialah yang mengantarkan kepada Allah, dan ibadah

dalam pendidikan karakter ialah hikmah, ‘iffah, syaja’ah, dan adil.

g. Evaluasi pendidikan karakter dengan:

1) Memperhatikan beberapa kemungkinan sebelumnya berupa: a) Kurang potensi

b) Waktu tidak memadai c) Bertemu guru yang salah

d) Kesesatan berasal dari diri sendiri 2) Memperhatikan beberapa keadaan orang:

a) Berilmu dan memiliki kemauan yang kuat b) Tidak berilmu juga tidak memiliki kemauan c) Berilmu tapi tidak memiliki kemauan

d) Tidak berilmu tapi mempunyai kemauan kuat 3) Solusi yang diberikan berupa:

a) Bila tidak tahu, harus belajar

b) Bila sudah tahu, tapi malas, maka harus melaksanakan segera

c) Meyakini kebatilan dan keburukan, mengobatinya lebih lama dan susah

d) Pendidikan dan keyakinan yang salah dan berupaya memaksa yang lain untuk mengikuti, menghadapinya adalah paling sulit.

(47)

a) Wajib berusaha sungguh-sungguh dalam mebentuk karakter dengan membersihkan diri

b) Mengharap agar Allah menutupi kekurangan proses pembersihan diri

c) Tidak berhenti untuk terus memohon kepada Allah agar membersihkan hati dan mempermudah upaya pembersihannya.

d) Terus berusaha memperbaiki diri.

2. Pendidikan karakter di Mahad al-Ma’tuq adalah dengan:

a. Mendefinisikan karakter sebagaimana dalam Minhäj al-Muslim b. Tujuan pendidikan karakter tertuang dalam desain kurikulum

yang memuat tujuan, visi, misi, pola belajar mengajar, dan evaluasi.

c. Pelaksanaan pendidikan karakter di al-Ma’tuq dilakukan melalui: KBM, halaqah, contoh, pembiasaan, bimbingan, dan ganjaran serta hukuman, .

d. Evaluasi yang digunakan adalah melalui program semester, penaatan peraturan asrama, shalat berjamaah, pertemuan dengan orang tua santri, dan musyawarah asatidz setiap hari Senin.

3. Pendidikan karakter di Ma’had al-Ma’tuq ditimbang dengan rumusan al-Ragib al-Asfahani adalah:

(48)

b. Tujuan pendidikan karakter al-Ma’tuq menggambarkan karakter al-Ragib berupa mensukseskan tujuan dan fungsi hidup dengan menjadi khalifah Allah, memakmurkan bumi, dan beribadah kepada-Nya.

c. Pendidikan karakter dilakukan al-ma’tuq dengan KBM,

halaqah, contoh, pembiasaan, bimbingan, dan ganjaran serta

hukuman senada dengan kiat-kiat yang diberikan al-Ragib dalam pendidikan karakter yang mengharuskan adanya kesiapan diri, menjadikannya sebagai perangai, dilakukan dengan pengadaan, penghiasan dan menjadikannya indah, serta dengan tujuan mulia yang dilandasi keikhlasan.

(49)

kemauan, atau tidak berilmu tapi memiliki kemauan kuat. Evaluasi akhir dengan memperhatikan perkembangan siswa yang diukur juga melalui poin pelanggaran dilakukan

al-Ma’tuq merupakan gambaran solusi al-Ragib bila tidak tahu

harus belajar, bila sudah tahu tapi malas harus segera dilaksanakan, bila pola pikirnya meyakini kesalahan maka lebih sulit menghadapinya, dan bila pendidikan dan keyakinan yang salah kemudian berupaya memaksa yang lain mengikuti ini lebih berat lagi.

B. REKOMENDASI

Dalam proses pendidikan karakter perlu upaya dan waktu yang maksimal. Dalam hal ini penulis menyampaikan saran sebagaimana dirumuskan al-Ragib berupa:

1. Pendefinisian karakter yang jelas harus dimiliki.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdjan, A. (2011) Pembinaan Karakter Siswa melalui Mata Pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (Studi kasus di SMK 1 Kota Ternate), S2/

PU

Alwasilah, AC. (2009) Pokoknya Kualitatif, Pustaka Jaya: Jakarta. Amin, A (1931) Kitab al-Akhlaq, Dar al-Kutub al-Arabiyyah: Kairo Anonim, (2010) Pendidikan Karakter

Arif, S (2012) Alam Pikiran Yunani

Arifin, Z. (2011) Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya Azizy, AQ. (2003) Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, Aneka

Ilmu: Semarang.

Al-‘Ayid (1983) Muhasabat al-Nafs, Maktabah Syamilah.

Al-‘Asqalani, IH (2000) Fath al-Bari, Riyadh

Al-‘Utsaimin, MS. (2004), Syarah Riyadh al-Shalihin, Dar al-Wathan: Riyad

_______ (2005), Syarah al-Ushul al-Tsalatsah, Maktabah Syamilah _______ (Tt), Kitab al-‘Ilm, Maktabah Syamilah

Al-Abrasyi (Tt) al—Tarbiyat fi al-Islam

Al-Attas, SMN. (2010) Islam dan Sekulerisme, Pimpin dan ATMA: Bandung ____________ (2001) Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC: Kualalumpur Al-Gazali, AH. (Tt) Mizan al-‘Amal, WWW.al-mostafa.com.

_______. (T,t) , Ihya ‘Ulum al-Din, Dar al-Syu’b

Al-Haddad, M. (1991) al-Hats ‘ala Hifzh al-‘Ilm, Maktab Ibnu Taimiyyah: Kairo Al-Hakimi, H (1998) A’lam al-Sunnah al-Mansyurah, Maktabat al-Rusyd: Riyad.

Al-Hamdi, (1995) Al-Asbab al-Mufidah fi Iktisab al-Akhlak al-Hamidah, Maktabah Syamilah.

Al-Hazimi, K. (2000) Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Dar ‘Alim al-Kutub: Madinah

(51)

Al-Jazairy, A. (2000) Minhäj al-Muslim, Dar al-Salam: Kairo Al-Mawardi, A. (1985) Adab al-Dunya wa al-Din, Dar Iqra`: Beirut Al-Qarni, ‘A (2004) La Tahzan, Maktab al-‘Abikan

Al-Ragib, A. (1901) Tafshil al-Nasy`atain wa Tahshil al-Sa’adatain, Beirut ________ (2007) al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah, Dar al-Salam: Kairo ________ (Tt.) Al-Mufrodat fi Gharib al-Qur`an, Dar al-Ma’rifat: Libanon Al-Syaibani, U (1988) Falsafat Tarbiyyat Islamiyyat, Tharablus: Dar

al-‘Arabiyyat li al-Kitab

Al-Zaki (Tt) Innama bu'itsu li Utammima Makarima al-Akhlaq,Maktabah Syamilah

Budimansyah, D (2010), Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Bandung

Elmubarok, Z (2008) Membumikan Pendidikan Nilai, Alfabeta: Bandung

Harvard University (1945) General Education In A Free Society, Harvard University

Hilmi, M. (2004) Al-Akhlaq baina al-Falasifah wa ‘Ulama` al-Islam, Dar

al-Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut

Henry, NB. (1952) The Fifity-First Yearbook; Part 1 General Education, Chicago: The Ministery of Chicago Press.

Ibnu Hazm, al-Akhlaq wa al-Sair, WWW.al-mostafa.com.

Ibnu Katsir, I (2000) Tafsir al-Qur`an al-‘Azhim (Juz 10), Kairo: Maktabat Aulad al-Syaikh li al-Turats.

Ibnu Kholdun, A. (2001) Tarikh Ibn Khaldun, Dar al-Fikr: Libanon Kemdiknas, (2010) Desain Induk Pendidikan Karakter

Lickona, T (1991) Educating for Character, Bantam; Bantam Trade Paperback Ed edition

Lickona, T (2004) Character Matters, Ouchstone; Original edition

Makiyah, M, (2008) Pembinaan Akhlak Mulia Siswa melalui Proses

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Deskriptif pada Siswa SMK al-Hurriyyah Rengasdengklok Karawang), S2/ Pendidikan Umum

(52)

Malluh, A. Et al. (1998) Mausu’ah Nadhrot al-Na’im fi Makarim Akhlaq Rasulillah shallallähu ‘alahi wasallam, Dar al-Wasilah: Jeddah

Margono, S. (2010) Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. Mayhew, LB. (1960) General Education, Harper & Brother Publishers: New

York.

Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter, Migas & Energi: Jakarta. Miskawaih, I (Tt) Tahdzib al-Akhlak, Maktabah Syamilah.

Moleong, L. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Mulyana, R. (2004) Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Alfabeta: Bandung Ornstein, AC. & Levine, DU. (1984) An Introduction to The Foundations of

Education, Houghton Mifflin Company: Dallas.

Pemerintah Republik Indonesia, (2010) Kebijakan Nasional Pembangunan

Karakter Bangsa Tahun 2010-2025,

Phenix, P. (1961) Realms of Meaning, Mc Graw-Hill Book Company: New York. Rohaniawati (2008)

Sauri, S. (2006) Pendidikan Berbahasa Santun, Genesinda: Bandung

_______ & Firmansyah, H. & Rizal, AS. (2010) Filsafat Ilmu Pendidikan Agama, Arfino Raya: Bandung.

_______ (2011) Filsafat dan Teosofat Akhlak, Rizqi Press: Bandung

Sugiyono, (2010) Metode PenelitianPendidikan; Pendekatan kuanitatif,

Kualitatif, dan R&D, Cet. 11, Alfabeta: Bandung

Sukamdinata, NS. (2011) Metode Penelitian Pendidikan, Cet. VII, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Remaja Rosdakarya: Bandung.

Suriasumantri, JS. (2005) Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Surya Multi Grafika: Jakarta.

UPI (2010) Kurikulum

Wan Daud, MN. (2003) Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib

al-Attas, Mizan: Bandung.

(53)

Yulianingsih, Y, Pembinaan Nilai Disiplin di Lingkungan Pesantren (Studi

Deskriptif di Persatuan Islam No 67 Benda Nagarasari Kota Tasikmalaya), 2008, Pendidikan Umum Tesis

Zaqzuq, MH (1983), Muqaddimah fi ‘Ilm al-Akhlaq, Dar al-Qalam: Qatar

Http://metrotvnews.com [24 Pebruari 2012]. Okezone, Selasa, 11 Januari 2011

Republika online, Sabtu, 18 Desember 2010, Ahad, 17 Oktober 2010 Sisdiknas

KBBI Software

Gambar

Tabel 2.4. Kegiatan Harian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa guru di SMP Al Islam 1 Surakarta sudah melakukan pendidikan karakter dalam lingkup makro dan mikro. Nilai

“Yang bisa ditenggok dari keberhasilan kita menerapkan karakter tersebut pada mahasantri kita aa ini kita tenggok ya rasa kebersamaan contohnya karena apa dalam Al-quran

Menurut Al-Ghazali Dalam Risalah Ayyuha al-Walad mengenai prinsip pendidikan karakter yaitumenekankan pada pentingnya nilai akhlak yang mengarah pada prinsip

Konsep pendidikan karakter yang ditawarkan oleh Imam al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad adalah lebih pada sikap bagaimana karakter seorang muslim atau seorang hamba

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pemikiran Muhammad bin Shalih al-Utsaimin tentang pendidikan Islam dan relevansinya dengan konsep pendidikan modern..

Konsep pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam adalah Pendidikan karakter berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah memiliki kesamaan dengan yang

Lembaga Taman Pendidikan Al- Qur’an TPA yang istiqomah dalam menerapkan pendidikan karakter berbasis al-qur’an yang berorientasi pada pembentukan karakter dan berkepribadian islamiah

Berdasarkan nilai-nilai karakter tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung