• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENGADAAN DAN PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH: Studi Deskriptif di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN PENGADAAN DAN PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH: Studi Deskriptif di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN ... i

LEMBARAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Metode Penelitian ... 15

E. Manfaat Penelitian ... 19

F. Struktur Organisasi Disertasi ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23

A. Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah dalam Administrasi Pendidikan ... 23

B. Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan ... 26

C. Pengembangan Kinerja ... ... 36

1. Konsep Kinerja ... 47

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja... 41

a. Faktor Motivasi ... 46

b. Faktor Kemampuan... 46

3. Konsep Manajemen Kinerja. ... 50

4. Tujuan Manajemen Kinerja... 54

5. Proses Manajemen Kinerja ... 58

D. Strategi Pengembangan Kinerja ... ... 64

1. Penilaian Kinerja ... 70

(2)

E. Kepala Sekolah ... 81

1. Definisi Kepala Sekolah ... 81

2. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan ... 83

3. Kompetensi Kepala Sekolah ... 95

a. Keterampilan Konseptual (conseptual Skill) ... 95

b. Keterampilan Teknis (Technical Skill) ... 97

c. Keterampilan Manusiawi (Human Skill) ... 101

F. Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah dalam Fungsi Pengembangan Personil ... 125

1. Dasar Pemikiran Pengembangan Personil ... 125

2. Pembinaan dan Pengembangan Personil ... 130

3. Langkah-langkah Pengembangan Personil ... 135

G. Hasil Penelitian Terdahulu ... 142

H. Kesimpulan Teoritis dan Implikasinya Pada Penelitian Ini ... 146

I. Kerangka Berfikir ... 148

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 158

A. Metode Penelitian ... 158

B. Penjajagan Lokasi Penelitian... 162

C. Subjek Penelitian ... 162

D. Teknik Pengumpulan Data ... 165

E. Proses Pengumpulan Data ... 168

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 168

G. Keabsahan Hasil Penelitian ... 170

H. Validitas Data ... 172

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 175

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 175

B. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Pendidikan ... 183

1. Rekrutmen Kepala Sekolah ... 184

a. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah ... 185

b. Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah ... 186

2. Seleksi, Penetapan Kelulusandan Pengangkatan Calon Kepala Sekolah ... 195

a. Seleksi Calon Kepala Sekolah ... 195

(3)

3. Strategi Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah ... 208

4. Manajemen Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah ... 214

BAB V PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF MODEL ... 218

A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 218

B. Model Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah ... 227

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 231

A. Kesimpulan ... 231

B. Saran ... 235

DAFTAR PUSTAKA ... 238

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal

yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya

Manusia (SDM). Pendidikan merupakan salah satu sektor yang berkembang

pesat sekaligus paling disoroti oleh masyarakat. Dalam pandangan Suryadi

(1995), hampir seluruh anggota masyarakat berkepentingan untuk

memperoleh kejelasan mengenai peningkatan fasilitas pendidikan,

produktivitas sekolah, kiprah sekolah dalam memeratakan kesempatan

memperoleh pendidikan bagi seluruh warganegara dan derajat kesesuaian

antara kemampuan kerja lulusan dengan bidang keterampilannya.

Dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan

melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan SDM. SDM

mempunyai peranan terpenting dibanding sumber daya non manusia yang

berfungsi sebagai pelengkap yang menopang sumberdaya utama yakni SDM.

Artinya besarnya modal, canggihnya alat teknologi, banyaknya material,

baiknya metode yang digunakan dan tersedianya informasi yang lengkap tidak

akan berarti dan bernilai tanpa adanya peran dari SDM. Oleh karena itu untuk

mengantisipasi percepatan globalisasi dibutuhkan sumberdaya manusia yang

handal dan professional.

Mutu SDM berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu

(5)

dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan,

komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan,

sarana dan prasarana serta biaya. Mutu pendidikan tercapai apabila masukan,

proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh

komponen tersebut memenuhi syarat tertentu.

Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan

adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab

tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga kependidikan

pada masa mendatang akan semakin kompleks, persaingan yang tajam(hyper

competition), sehingga diperlukan peningkatan produktivitas yang tinggi,

efisiensi dan kualitas.

Peningkatan kualitas SDM merupakan suatu keharusan dalam rangka

meningkatkan kualitas aktivitas yang tidak hanya dilakukan secara parsial,

tetapi peningkatan kualitas harus dilakukan secara total. Perubahan-perubahan

yang sangat cepat mengakibatkan ketidakpastian(uncertainty)terutama dalam

teknologi informasi yang sangat berpengaruh terhadap SDM. Adanya

perubahan-perubahan berbagai hal tersebut menuntut setiap lembaga

pendidikan untuk mampu beradaptasi, sebab organisasi yang mampu

beradaptasi tetap akansurvive dalam persaingan.

Pengembangan SDM adalah proses peningkatan kemampuan manusia

agar mampu melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian

pada pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia sebagai personil

(6)

menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia tidak hanya

sekedar meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut pemanfaatan

kemampuan tersebut. Menurut Effendi (1995) pengembangan sumber daya

manusia termasuk didalamnya adalah peningkatan partisipasi manusia melalui

perluasan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan, peluang kerja dan

berusaha.

Pengembangan SDM merupakan bagian integral dari pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan merupakan titik sentral pembangunan

nasional. Proses pengembangan SDM tersebut harus menyentuh berbagai

bidang kehidupan yang harus tercermin dalam setiap aktivitas pemimpin

termasuk pemimpin pendidikan, yakni kepala sekolah.

Kepala Sekolah adalah pemimpin pendidikan yang merencanakan,

mengorgansiasikan, mengkoordinasikan, mengawasi dan menyelesaikan

seluruh kegiatan sekolah dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.

Keberhasilan suatu institusi pendidikan dalam menjalankan program yang

telah direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah

kepemimpinan yang efektif. Kehadiran kepemimpinan sangat esensial,

mengingat kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber daya

yang dimiliki lembaga.

Terdapat kecenderungan yang terjadi di Indonesia dalam hal Kepala

Sekolah yakni yang diurai dalam Laporan Bank Dunia (1999) yang

(7)

persekolahan di Indonesia adalah kurang profesionalnya Kepala Sekolah

sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan".

Dengan keprofesionalan kepala sekolah, pengembangan

profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan

fungsinya, Kepala Sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin

sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia

miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik

sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan

profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang

tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan

yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan.

Dalam kepemimpinan pendidikan, suatu pandangan yang menyatakan

adanya kepentingan dalam pengembangan personil dinyatakan seperti berikut:

Secara konseptual pengembangan bukanlah sesuatu yang diperlakukan sekolah bagi guru (termasuk kepala sekolah) tetapi merupakan hal yang harus dilakukan oleh dirinya sendiri. Pada dasarnya pengembangan berorientasi

pada pertumbuhan(growth oriented) (Castetter, 1996: 232).

Selanjutnya Castetter menyatakan bahwa proses pengembangan staf

harus didasarkan pada beberapa persyaratan diantaranya : pengembangan

dapat meningkatkan kriteria dalam posisi-posisi setiap personel yang

menduduki jabatan dan pengembangan dapat meningkatkan skill pokok

personil sehingga dapat bertugas sesuai jabatan yang dipegangnya.

Kepala Sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh

(8)

yang diangkat menjadi kepala sekolah, harus ditentukan melalui prosedur serta

persyaratan-persyaratan tertentu. Oleh karena itu jabatan kepala sekolah

adalah jabatan formal sebab pengangkatannya melalui suatu proses dan

prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.

Kepala Sekolah merupakan faktor terpenting dalam proses pencapaian

peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Supriadi

(1998: 346) bahwa

"erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek

kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan

menurunnya perilaku kenakalan siswa".

Kepala Sekolah bertanggungjawab atas pengelolaan pendidikan di

sekolah yang secara langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar di

sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam PP Nomor 28 tahun 1990 Pasal 12

ayat 1 bahwa :

"Kepala Sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan

pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya,

dan pendaya gunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.

Kepala sekolah dinyatakan berhasil jika memahami keberadaan

sekolah sebagai organisasi yang kompleks, serta mampu melaksanakan

peranannya sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin

sekolah. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai tugas

untuk memadukan unsur-unsur sekolah dengan rnemperhatikan situasi

(9)

efektif yakni sekolah yang memiliki mutu yang baik artinya mutu siswa yang

dihasilkan oleh sekolah itu rnempunyai tingkat pengetahuan, kemampuan dan

keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat serta dapat

menjawab tantangan moral, mental dan perkembangan iptek.

Untuk tercapainya suatu perubahan yang lebih baik sangat diperlukan

kepemimpinan Kepala Sekolah. Sehingga dengan seni kepemimpinannya ia

dapat memberikan motivasi yang tinggi kepada bawahannya untuk bekerja

maksimal, memahami hal-hal baru tentang inovasi-inovasi dalam pendidikan

yang semakin hari semakin banyak, dan mendorong anggotanya untuk

menciptakan inovasi-inovasi baru dengan modal kepercayaan yang tinggi.

Betapa pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan

kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Atas dasar hal tersebut Kepala

Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi penggerak jalannya

aktivitas sekolah.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dan merupakan tempat

untuk belajar mempunyai tugas pokok, yakni "mengusahakan terwujudnya

pengalaman belajar bermutu bagi peserta didik" (Djam'an Satori,1999:1),

menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi peserta didiknya dan harus

mampu menyediakan dan melayani serta mewujudkan pembelajaran

yangbermutu kepada seluruh peserta didik sehingga diharapkan dapat

menghasilkan lulusan yang bermutu.

Pada jenjang pendidikan dasar, sekolah dasar sebagai salah satu

(10)

proses penyelenggaraannya berlangsung dalam lembaga pendidikan formal

dan merupakan kegiatan sosial yang esensial serta mempunyai fungsi sebagai

pengelola proses pembinaan dan penyampaian pengetahuan.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyatakan bahwa sekolah dasar menyelenggarakan kegiatan belajar

mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Sekolah Dasar sebagai

satuan pendidikan dasar mempunyai tujuan menyiapkan dasar-dasar

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan peserta didik

baik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi maupun persiapan hidup

masyarakat.

Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan secara

menyeluruh di sekolah, harus diupayakan melalui pengembangan

keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya pengelolaan sekolah

yang efektif. Dalam kaitan ini sekolah efektif yang dapat menunjukkan tingkat

kinerja yang baik harus memenuhi indikator sebagai berikut (Djam'an Satori,

1999:10-11): (1) Layanan belajar bagi siswa; (2) Pengelolaan dan layanan

siswa; (3) Sarana dan prasarana sekolah; (4) Program dan pembiayaan; (5)

Partisispasi masyarakat; (6) Budaya sekolah.

Kesimpulan hasil penelitian Pusat Informatika Balai Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2000; 10)

menyatakan bahwa:

(11)

Disamping itu untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah Dasar terlebih dahulu harus dapat mengidentifikasi serta dapat memecahkan seluruh masalah yang menyangkut pengelolaan sekolah dasar".

Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat dinyatakan bahwa dalam

upaya mencapai keberhasilan peningkatan pendidikan di sekolah dasar kunci

utamanya adalah keterampilan kepemimpinan kepala sekolah sebagai dasar

bagi pengelolaan sekolah yang baik.

Terdapat 3 (tiga) macam keterampilan yang harus dimiliki oleh

manajer pendidikan (Made Pidarta, 1990; 74), yaitu : (1) "Keterampilan

konsep, untuk memahami dan mengoperasionalkan organisasi; (2)

keterampilan bekerja sama, motivasi dan memimpin; (3) keterampilan teknik

dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan perlengkapan untuk

menyelesaikan tugas". Sedangkan menurut Bary A. Yuul (1994: 230-233),

terdapat tiga keterampilan manajerial yang efektif, yaitu: (1) keterampilan

teknik; (2) keterampilan antar pribadi (interpersonal skill) dan (3)

keterampilan konseptual.

Untuk menciptakan kondisi yang baik dimana tujuan dapat dicapai

secara efektif dan efisien maka seluruh sumber daya pendidikan yang ada di

sekolah perlu di kelola dan diberdayakan seoptirnal mungkin. Sumberdaya

pendidikan tersebut terdiri dari manusia, uang, sarana dan prasarana serta

metoda yang harus diorganisasi, diinteraksikan, dikoordinasikan, dan

diarahkan. Hal ini hanya dapat dicapai apabila Kepala Sekolah memiliki

kemampuan dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen (pengelolaan)

(12)

Untuk mencapai peningkatan mutu hasil belajar sebagai prestasi

akademik tersebut maka Kepala Sekolah sebagai pemimpin di sekolahnya

perlu menetapkan visi dan misi kelembagaan, kemampuan konseptual,

memiliki keterampilan dan seni dalam hubungan antar manusia, menguasai

aspek-aspek teknis dan substantif pekerjaan rutin, memiliki semangat untuk

maju, mengabdi serta memiliki karakter yang diterima oleh lingkungannya

(Djam'an Satori, 1999: 5).

Penetapan visi dan misi lembaga yang berorientasi kepada mutu hasil

belajar, tidak akan terlepas dari penyusunan strategi. Irianto (1997:110)

mengemukakan: 'Tanpa adanya strategi maka lembaga tidak akan mampu

menentukan apa yang terbaik untuk ditempatkan pada prioritas pengembangan

yang harus diutamakan". Dalam hal ini perencanaan strategis betul-betul

dibutuhkan oleh sebuah lembaga/sekolah dalam usahanya meningkatkan mutu

hasil belajar/prestasi akademik mengingat persaingan yang semakin ketat.

Sejalan dengan pendapat diatas, untuk mecapai manajemen yang

professional, hal yang lebih difokuskan kepada personil yang tidak lain adalah

para manajernya terdapat beberapa landasan pengembangan manajemen

pendidikan professional (Khaerudin Kurniawan, 1990; 21), yaitu : (1)

Manajer pendidikan memiliki semangat yang tinggi. (2) Manajer pendidikan

mampu mewujudkan diri yang didasari keterkaitan dan keterpaduan

(relevansi) dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan IPTEK. (3)

Manajer pendidikan mampu bekerjasama dengan profesi lain. (4) Manajer

(13)

mempunyai kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir. (6) Manajer

pendidikan berjiwa profesionalisme yang tinggi. (7) Manajer pendidikan

memiliki kesejahteraan lahir batin. (8) Manajer pendidikan mempunyai

wawasan masa depan. (9) Manajer pendidikan mampu melaksanakan fungsi,

misi dan perannya secara terpadu.

Kondisi faktual di lapangan ditemukan, masih banyak Kepala Sekolah

dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak melaksanakan unsur kegiatan yang

tidak menggambarkan fungsi-fungsi manajerial, mereka lebih terpaku kepada

kegiatan yang bersifat intruksional dalam arti yang harus dilakukan

berdasarkan perintah atasan maupun hal-hal yang dilakukan oleh bawahan dan

didasarkan atas petunjuk pelaksanaan atau petunjuk lainnya.

Sebagai analisa berdasarkan studi pendahuluan terdapat penemuan

hal-hal berikut: (1) Penyusunan perencanaan program sekolah, belum maksimal

dan tidak didasari oleh kesadaran fungsi manajerial dimana perencanaan

merupakan awal dari seluruh aktivitas yang harus dilaksanakan sekolah. (2)

Implementasi kepemimpinan lebih berorientasi kepada kepentingan atasan

dimana segala sesuatu didasarkan atas petunjuk pelaksanaan maka hal ini

mengakibatkan hubungan kerja antara kepala sekolah dengan personil lainnya

kurang harmonis, terutama dengan guru dimana penugasan-penugasan lebih

berdasar kepada kepemimpinan dengan pendekatan yang otoriter. (3) Kepala

Sekolah cenderung lebih mengutamakan tugas-tugas administratif dibanding

dengan bagaimana harusnya melaksanaan pengelolaan sumber-sumber yakni

(14)

maupun non manusiawi yang merupakan bagian-bagian pokok dalam

mendukung keberhasilan pendidikan di sekolah. (4). Sangat minimnya

pengembangan potensi kepemimpinan serta peningkatan keterampilan

kepemimpinan yang harus dilakukan secara pribadi oleh masing-masing

Kepala Sekolah atau secara kelompok dalam sistem pembihaan yang harus

dilakukan melalui wadah Sistem Pembinaan Profesional (SPP) Kelompok

Kerja Kepala Sekolah (KKKS) serta bimbingan pejabat fungsional dalam hal

ini pengawas TK/SD atau Instansi Dinas Pendidikan. (5) Terdapat bias sistem

penjenjangan karir, dimana kepala sekolah sangat dibatasi untuk dapat

menempuh jabatan lainnya yang lebih tinggi sehingga membuat sikap apatis

setelah bertahun-tahun melaksanakan jabatan kepala sekolah.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas perlu adanya upaya-upaya

pengembangan kemampuan yang dapat membekali pengetahuan dan

keterampilan kepemimpinan kepala sekolah sebagai personil yang

menentukan dalam kegiatan pendidikan Sekolah Dasar di lingkungan Dinas

Pendidikan Kabupaten Serang. Upaya tersebut diformulasikan dalam

penelitian yang berjudul ”MANAJEMEN PENGADAAN DAN

PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH (Studi Deskriptif

di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang),

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Yang menjadi fokus penelitian ini adalah ”manajemen pengadaan dan

pengembangan kinerja kepala sekolah”. Kepala Sekolah adalah pemimpin

(15)

pendidikan di sekolahnya, untuk menghantarkan sekolah menjadi sekolah

yang berkualitas memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggannya. Indikator

keberhasilan kepala sekolah dapat dilihat dari sejauhmana visi, misi dan

strategi yang ada dapat dijalankan sehingga semua yang terlibat dapat

melakukannya. Dampak dari semua itu, apa yang disebutkan di atas dapat

tercapai. Oleh sebab itu, kemajuan dan perkembangan suatu sekolah sangat

ditentukan atensi dan kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah, sehingga

kiprah kepala sekolah di dalam menjalankan visi, misi dan strategi sekolah

dapat terwujud.

Untuk menciptakan hal ini diperlukan sosok Kepala Sekolah yang

berkualitas pula. la harus memiliki berbagai keterampilan yang diperlukan

sebagai bekal, pola atau strategi dalam melaksanakan tugas

kepemimpinannya, termasuk pembinaan terhadap guru-gurunya agar tetap

menjaga kelestarian lingkungan sekolah, memperbaiki yang kurang serta

meningkatkan dan mengembangkan pendidikan kearah yang lebih baik

menuju pada tujuan institusional yang telah ditetapkan.

Selanjutnya, terdapat beberapa anggapan dasar yang menjadi titik tolak

pemikiran dan kebenarannya dapat diterima oleh peneliti. Anggapan dasar ini

diperlukan untuk memperkuat permasalahan, membantu peneliti dalam

memperjelas menetapkan objek penelitian, wilayah pengambilan data dan

instrumen pengambilan data. Anggapan dasar yang mendasari penelitian ini

(16)

1. Pimpinan bertanggung jawab untuk keseimbangan dinamis dengan

mendiagnosis situasi dan merancang penyesuaian yang paling cocok untuk

mengatasi keadaan yang terjadi. Keseimbangan dinamis organisasi

meliputi dimensi; (1) cukup stabilitas untuk memudahkan tercapainya

sasaran-sasaran sekarang; (2) cukup kontinuitas untuk menjamin

perubahan yang tertib, baik tujuan maupun alat-alatnya; (3) cukup daya

suai (adaptability) untuk menanggapi dengan tepat kesempatan dan

permintaan eksternal, di samping perubahan keadaan internal; (4) cukup

daya pembaruan (innovationess) untuk memungkinkan organisasi proaktif

(menggerakkan perubahan) jika keadaan memerlukan (Fremont

E.Kast,James E.Rosenzweig, 1996:894).

2. Dalam lingkungan organisasi, personil merupakan salah satu komponen

sumber daya. Personil merupakan suatu kekuatan dalam pencapaian tujuan

organisasi. Dalam penyelenggaraan pendidikan, tenaga guru dan tenaga

pengawas, pengelola dan administrasi, merupakan seperangkat sumber

daya manusia yang perlu dikelola, dibina dan dipelihara keahliannya,

pengetahuannya dan keterampilannya. Untuk mencapai tindakan

pengelolaan yang adil, diperlukan suatu identifikasi latar belakang tenaga

kependidikan berkaitan dengan; pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, dan

sebagainya.

3. Suatu organisasi perlu dikelola secara professional guna mencapai tujuan

oleh seseorang yang berkemampuan dan berketerampilan manajemen dan

(17)

4. Banyak pendekatan tentang teori kepemimpinan dalam organisasi, mulai

dari teori trait leadership, behavioral leadership, teori kepemimpinan

situasional dan teori kepemimpinan transformasional (Bernard M Bass dan

Bruce J Avolio)

5. Model pengembangan merupakan bentuk representasi akurat, sebagai

proses actual yang memungkinkan seseorang atau kelompok orang

mencoba bertindak berdasarkan suatu kerangka observasi dan interpretasi

(Mills et al, 1991:5).

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian

dinyatakan sebagai berikut : “Bagaimana manajemen pengembangan kinerja

kepala sekolah?”

Mengingat masalah itu sangat luas maka perlu dirinci menjadi

pokok-pokok masalah berdasarkan tingkatan pemecahan, sesuai dengan karakteristik

penelitian dan pengembangan. Oleh sebab itu, pokok-pokok masalahnya

diidentifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana rekrutmen Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Serang?

2. Bagaimana seleksi Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Serang?

3. Bagaimana strategi pengembangan kinerja Kepala Sekolah Dasar di

Kabupaten Serang?

4. Bagaimana model pengembangan kinerja kepala sekolah dasar dalam

(18)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

tentang upaya peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dasar

dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dasar. Secara khusus penelitian ini

dimaksudkan untuk :

1. Memperoleh gambaran tentang rekrutmen Kepala Sekolah Dasar di

Kabupaten Serang

2. Memperoleh gambaran tentang tentang proses seleksi Kepala Sekolah

Dasar di Kabupaten Serang

3. Mengkaji strategi pengembangan kinerja Kepala Sekolah Dasar di

Kabupaten Serang

4. Menganalisis model strategi pengembangan kinerja Kepala Sekolah Dasar

dalam meningkatkan mutu pendidikan dasar secara efektif dan efisien

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode evaluatif

yaitu suatu penelitian yang berupaya untuk menentukan harga (worth) dari

praktek-praktek pendidikan. Penelitian evaluasi sebagai alat bantu dalam

pembuatan keputusan, dalam memberi suatu tambahan kepada penelitian

yang didasarkan pengetahuan tentang suatu praktek spesifik yang selalu

relevan kepada yang lebih umum (McMillan dan Schumacher, 2001: 526).

Definisi singkat dari riset evaluasi (McMillan dan Schumacher, 2001:

528) adalah menentukan harga dari suatu program pendidikan, produk,

(19)

mencapai tujuan khusus. Tiga alasan utama yang melandasi penelitian

evaluasi adalah perencanaan (planning), pengembangan (improving) dan

pembenaran (justifying) (atau tidak membenarkan) prosedur, program dan atau

produk.

Tiga alasan yang paling sering diberikan untuk menyampaikan suatu

evaluasi, yaitu; (1) untuk menduga nilai dari suatu program, (2) membantu

pembuat keputusan dan (3) melayani suatu fungsi poltitik (Talmage dalam

McMillan dan Schumacher, 2001). Evaluasi mempersyaratkan suatu disain

dan prosedur formal agar mengumpulkan dan menganalisis data secara

sistematis untuk menentukan harga dari praktek pendidikan tertentu atau

praktek antisipasi. Untuk menyatakan bahwa sebuah praktek atau program

bernilai, dalam arti untuk menguji program dan menduga nilai mengacu

kepada standar yang diterapkan secara relatif maupun mutlak. Praktek

pendidikan merujuk pada suatu program, kurikulum, kebijakan atau aturan

administrasi, sebuah struktur organisasi atau produk.

Standar untuk menduga kualitas dari penelitian evaluasi terdiri dari

empat, yaitu; kegunaan (utility), kelayakan (feasibility), kepatutan (propriety)

dan keakuratan (acuracy).

1. Standar Kegunaan (utility), adalah menjamin bahwa suatu evaluasi akan

memberikan kepastian dan ketepat-waktuan kebutuhan informasi yang

diberikan audiens. Delapan standar dari kegunaan, yaitu; identifikasi

audiens, kredibilitas evaluator, kebernilaian interpretasi, kejelasan laporan,

(20)

2. Standar Kelayakan (feasibility), adalah menjamin bahwa sebuah evaluasi

akan realistis, cermat (frugal) dan diplomatis. Tiga standar kelayakan

yaitu; prosedur praktis, keberlangsungan politik dan kefektifan biaya.

3. Standar Kepatutan (propriety), adalah menjamin bahwa sebuah evaluasi

akan dilakukan secara legal, etik dan menghormati hak untuk

kesejahteraan dari keterlibatan dalam evaluasi dan pengaruh dari

penemuannya. Ada delapan standar kepatutan, yaitu; obligasi formal,

konflik interes, sikap benar dan jujur (full and frank disclousure),

kebenaran publik untuk diketahui, hak azasi subjek manusia, interaksi

manusia, keseimbangan laporan dan tanggungjawab keuangan (fiscal).

4. Standar Keakuratan (accuracy), adalah menjamin sebuah evaluasi akan

menyatakan dan menyampaikan kecukupan teknik informasi tentang

keistimewaan praktek studi yang menentukan nilai. Ada sebelas standar

yaitu; identifikasi objek, analisis konteks, deskripsi tujuan dan prosedur,

keandalan sumber informasi, validitas dan reliabilitas pengukuran, sistem

kontrol data, analisis informasi kuantitatif, analisis informasi kualitatif,

pengujian kesimpulan dan objektivitas laporan.

Pendekatan utama dalam evaluasi ada enam klasifikasi (McMillan dan

Schumacher, 2001: 532), yaitu;

1. Pendekatan yang berorientasi pada sasaran (objective-oriented approach),

yang memfokuskan pada tujuan dan sasaran khusus dan menentukan

(21)

2. Pendekatan yang berorientasi pada konsumer (consumer-oriented

approach), sentral isu yang dikembangkan informasi evaluatif dalam

produk pendidikan, perluasan definisi untuk digunakan konsumen dalam

memilih antara persaingan kurikuler, produk pembelajaran dan lainya yang

sejenis.

3. Pendekatan yang berorientasi pada kepakaran (expertise-oriented

approach), yang secara primer tergantung kepada aplikasi langsung dari

kepakaran profesional, untuk menduga kualitas upaya pendidikan,

khususnya sumber-sumber dan proses.

4. Pendekatan yang berorientasi pada keputusan (decision-oriented

approach), yang menekankan kepada penjabaran dan penilaian suatu

proses perubahan pendidikan dan hasil keluaran untuk menyediakan

informasi kepada pengambil keputusan.

5. Pendekatan yang berorientasi pada lawan (adversary oriented approach),

yang direncanakan berlawanan di dalam cara pandang evaluator berbeda

adalah fokus evaluasi.

6. Pendekatan yang berorientasi pada naturalistik dan partisipan (naturalistic

and participant-oriented approach), pencarian naturalistik dan keterlibatan

partisipan yang menitikberatkan pada penentuan nilai, kriteria, kebutuhan

(22)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengkayaan masalah penelitian empirik di bidang manajemen sumberdaya

manusia, secara khusus penelitian dapat memberi manfaat baik secara teoritik

maupun secara praktik.

1. Manfaat dari segi teori

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengembangan

teoritik, yakni upaya menemukan dalil-dalil atau prinsip-prinsip strtegi

pengembangan kinerja kepemimpinan kepala sekolah pada lingkungan

Dinas Pendidikan Kabupaten Serang dan juga sumbangan yang berarti

bagi pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnya dalam

pengembangan kepemimpinan pendidikan. Hal ini penting terutama

sebagai bahan kajian dalam pengembangan personil pendidikan yang

berada pada level manajer di tingkat lembaga sekolah dimana dituntut

mengimplementasikan pendidikan dalam kerangka otonomi.

2. Manfaat dari segi kebijakan

Melalui penelitian ini diharakan dapat mengkaji hal-hal yang

menjadi dasar kebijakan dalam pengembangan keterampilan

kepemimpinan kepala sekolah serta memberikan kontibusi dalam penataan

dan perbaikan atas kebijakan yang dilaksanakan terutama dalam

(23)

3. Manfaat dari segi praktik

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh

berbagai pihak dalam rangka penyusunan strategi pengembangan kinerja

kepemimpinan kepala sekolah. Lebih lanjut hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan berupa :

a. Dasar bagi penyusunan kerangka manajemen pengembangan kinerja

Kepala Sekolah untuk mengembangkan diri dan profesinya yang harus

dilakukan oleh Dinas Pendidikan melalui berbagai program pembinaan

yang harus dilakukan dalam pembinaan individual atau kelompok

sehingga kepercayaan terhadap Kepala Sekolah menjadi lebih baik.

b. Sebagai tolok ukur bagi para kepala sekolah dalam menindaklanjuti

langkah-langkah kepemimpinan sehingga dapat menjadi pijakan dalam

pengembangan potensi atau kompetensi professional.

c. Bagi lembaga pendidikan

1) Dapat dijadikan pedoman untuk merencanakan dan

mengembangkan sumber daya Kepala Sekolah dan pemikiran

strategik di lembaga pendidikan. Pengembangan Kepala Sekolah

diarahkan pada pengembangan profesionalisme yang menuju pada

peningkatan mutu hasil belajar siswa.

2) Diperoleh sumbangan yang berarti bagi pengembangan konsep

pelatihan secara swadaya pada tingkat Dinas Pendidikan

(24)

3) Dapat dijadikan bahan pertimbangan pihak berwenang khususnya

dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di Sekolah Dasar,

melalui pengembangan potensi kepemimpinan Kepala Sekolah

secara swadaya pada tingkat Kabupaten

4) Dapat dijadikan bahan pertimbangan pihak berwenang dalam

kebijakan rekrutment, seleksi dan pengembangan Kepala Sekolah

5) Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam sistem penilaian

kinerja Kepala Sekolah dalam upaya memacu dan memotivasi

kewenangan sekolah sesuai tuntutan masyarakat.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Penulisan disertasi ini disusun dengan ketentuan yang secara

organisasi diurut menjadi 6 (lima) bab, terdiri dari :

Bab I. PENDAHULUAN, berisi kajian-kajian yang menjadi latar

belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah penelitian, tujuan

penelitian, metode penelitian serta manfaat penelitian

Bab II. KAJIAN PUSTAKA, dalam bab ini dibahas kajian-kajian

teoritik yang mendukung dan mendasari pelaksanaan penelitian sehingga

seluruh alur penelitian menjadi runut mulai dari penentuan masalah

penelitian, pengumpulan data, pengolahan data sampai pengambilan

kesimpulan penelitian.

Bab III. METODOLOGI PENELITIAN, dalam bab ini dijelaskan

tentang alur pelaksanaan penelitian dengan dasar kajian ilmiah. Metodologi

(25)

sehingga prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan pengambilan

kesimpulan penelitian dilaksanakan mengacu pada standar penelitian

kualitatif

Bab IV. HASIL PENELITIAN, dalam bab ini dipaparkan seluruh data

temuan hasil penelitian. Baik data-data dari studi dokumentasi, wawancara

maupun observasi lapangan. Data-data yang terkumpul dikelompokkan

berdasarkan kebutuhan dalam pembahasan

Bab V. PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF MODEL, bab ini

manyajikan uraian atas pembahasan hasil penelitian. Dalam pembahasan

dilaksanakan proses pembandingan atas apa yang terjadi dilapangan dengan

kajian teoritis yang dikembangkan dalam bab sebelumnya (bab II). Dari hal

ini maka muncul kajian-kajian atas temuan dari kesenjangan maupun

keselarasan antara kaidah-kaidah yang ada dalam kajian teori dengan

pelaksanaan kegiatan di lapangan.

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini menyajikan

kasimpulan hasil penelitian yang memberikan jawaban atas pertanyaan

penelitian serta saran dan rekomendasi atas apa yang menjadi temuan dari

hasil penelitian, saran disampaikan kepada lembaga maupun personil yang

terkait dengan masalah yang diteliti terutama hal-hal yang berhubungan

dengan manajemen pengembangan kinerja kepala sekolah di Kabupaten

(26)

158 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang ditujukan untuk

mengkaji permasalahan pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif

diarahkan untuk mengidentifikasi situasi pada waktu penyelidikan dilakukan,

melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi (Winarno,

1980; Best, 1981; Donald, 1982; Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989). Lebih

lanjut Best (1978: 116) mengemukakan bahwa:

"A descriptive study describes and interprets what is. It is concerned with condition or relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are evident, or trend that are developing"

Model deskriptif bersifat menjabarkan, menguraikan, dan menafsirkan

kondisi peristiwa, proses yang sedang terjadi dalam konteks permasalahan.

Untuk kepentingan tersebut ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Memilih lokasi penelitian. Sesuai dengan masalah penelitian sebagaimana

dikemukakan di atas, sekolah merupakan lokasi penelitian.

2. Untuk memperoleh makna yang lebih mendalam tentang peningkatan

keterampilan kepala sekolah dalam pengelolaan pendidikan, maka penelitian

hanya dilakukan pada lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang.

3. Setelah menetapkan lokasi penelitian, peneliti berusaha memasuki lapangan

(27)

4. Mengidentifikasi informan, yang terdiri dari Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten Serang, Kepala Bidang Pembinaan SD, Kepala Seksi Kuriulum

SD, Kepala Cabang Dinas Kecamatan, Pengawas Sekolah Dasar, dan

Kepala Sekolah.

5. Mencatat segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan

dokumen, observasi dan wawancara. Pencatatan dilakukan apa adanya

secara segera setelah suatu kegiatan berlangsung.

Penelitian ini menempuh tahapan-tahapan baku penelitian

kualitatif yaitu penggalian data,display data, reduksi data, dan pengambilan

kesimpulan yang dilakukan secara berulang dan berkesinambungan. S.

Nasution (1989: 12), merumuskan batasan tentang penelitian kualitatif sebagai

berikut: "Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam

lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan

tatsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Stuart A. Schegel (1984) dalam

Lexy Moleong (1990:34), menegaskan bahwa "tahap akhir dari penelitian

adalah peneliti harus menafsirkan hasil-hasil penelitiannya".

Sesuai dengan kedalaman informasi yang ingin penulis peroleh dari

lapangan, penelitian ini memilih rancangan studi kasus. Studi kasus berupaya

mencari kebenaran ilmiah dengan cara meinpelajari secara mendalam dan

dalam jangka waktu yang lama. Di dalam studi kasus, menurut Muhadjir

(2000), bukan banyaknya individu dan juga bukan rerata yang menjadi dasar

(28)

kecenderungan, pola, arah, interaksi banyak faktor dan hal lain yang memacu

atau menghambat perubahan.

Sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif, selama berada di lapangan

peneliti berusaha untuk tidak mengganggu suasana. Meskipun pada mulanya

kehadiran peneliti akan menjadi pusat perhatian, terutama ketika mengadakan

pengamatan di sekolah, Namun hal ini akan dapat diatasi karena kegiatan

dilakukan berulang-ulang sehingga terjadi pembiasaan.

Dalam referensi yang disampaikan oleh Lexy J. Moleong (1990)

dikatakan abhwa “penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai

keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan

metode kualitatif, dan mengadakan analisis data secara induktif.

Dalam rangka mengumpulkan data penelitian, peneliti melakukan

kontak langsung (face to face) dengan responden agar dapat mengamati

perilaku, pendapat, sikap, dan pendayagunaanya berdasarkan pandangan subjek

penelitian, Penelitian yang bersifat deskriptif lebih mementingkan proses dari

pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk

memeriksa keabsahan data, sasaran penelitian diarahkan kepada usaha

menemukan teori-teori dasar, responden dapat menilai kembali data dan

informasi yang diberikan perlu direvisi atau untuk metengkapi data dan

informasi baru.

Bogdan CR dan Biklen CK, (1982: 29), mengemukakan lima

karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut:

(29)

2. Qualitative research is descriptive.

3. Qualitative researchers are concerned with process rather than simply with outcomes or product.

4. Qualitative researcliers tend to analyze their data inductively. 5. Meaning is of essential concern to the Qualitative approach.

Dari pernyataan di atas, dapat dimaknai bahwa penelitian kualitatif

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Peneliti sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data,

2. Data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata daripada

angka-angka.

3. Peneliti lebih menekankan pada proses, bukan semata-mata pada hasil.

Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan

pertimbangan sebagai berikut:

1. Peneliti bermaksud mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman pola

yang terkandung dalam data, melihat secara keseluruhan suatu keadaan,

proses individu dan kelompok tanpa mengurangi variabel, tetapi variabel

digambarkan secara keseluruhan, sensitif terhadap orang yang diteliti,

mendeskripsikan dan menganalisanya secara induktif.

2. Peneliti bermasud menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan

peristiwa yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan kepemimpinan

kepala sekolah dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dasar.

3. Bidang kajian peneliti merupakan kajian proses dan kegiatan

administrasi pendidikan yang didalamnya terdapat interaksi antara berbagai

pihak yang berkepentingan dengan peningkatan kepemimpinan kepala

(30)

4. Peneliti melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan makna dari

keadaan yang diamati.

5. Kedekatan peneliti (dengan responden) sangat penting dalam penelitian.

B. Penjajagan Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang

dapat diteliti sehubungan dengan tema yang dipilih, peneliti lebih dahulu

mengadakan penjajagan lokasi penelitian. Penjajagan dilakukan untuk

mengetahui lebih jauh hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan

penelitian, mengenali konsep dasar masalah yang mungkin dapat

dikembangkan, dan melihat kemungkinan tersedia tidaknya sumber data yang

diperlukan dan dapat dikembangkan dalam penelitian.

Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada lingkungan Kantor Dinas

Pendidikan Kecamatan Serang Kabupaten Serang. Kegiatan ini dilakukan

melalui wawancara bebas dengan Kepala Cabang Dinas, Pengawas SD dan

Kepala Sekolah, serta mengamati berbagai kegiatan Kepala Sekolah terutama

yang berhubungan dengan keterampilan kepemimpinan.

C. Subjek Penelitian

Pada penelitian kualitatif, menurut Lincoln dan Cuba (Lexy J. Moleong,

1997:165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteksnya sendiri. Selain itu

dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor

kontekstual. Dalam hal ini sampling diharapkan mampu menjaring sebanyak

(31)

merinci kekhususan yang ada dalam rumusan konteks yang unik dan menggali

informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

Sampel diambil secara purpossive (bertujuan), yaitu pengambilait

subyek sebagai sampel penelitian yang didasarkan kepada adanya tujuan

tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J.

Moleong, 1997:165-166):

1. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball Sampling", dengan

cara responden diminta menunjuk orang lain yang dapat memberikan

informasi dan responden berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu

seterusnya, sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.

3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel dapat

sama kegunaannya, Pada saat informasi semakin banyak diperoleh dan

semakin mengembangkan hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus

penelitian.

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak ada lagi

informasi yang dapat djjaring, maka penarikan sampel dihentikan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kata-kata atau

ungkapan dan tindakan dari Kepala Dinas Penddikan Kabupaten, Kepala

Bidang Pembinaan SD, Kepala Seksi Kurikulum SD, Kepala Cabang Dinas,

Pengawas SD dan Kepala Sekolah Dasar, serta berbagai dokumen dan

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan kepala

(32)

Sesuai dengan data yang dikumpulkan, sumber data dalam penelitian

ini ditetapkan sebagai berikut:

1. Berbagai dokumen yang berkaitan dengan manajemen pengembangan

kinerja kepala sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten

Serang.

2. Kepala Sekolah Dasar yang berada dalam di lingkungan Dinas Pendidikan

Kebupaten Serang.

3. Pengawas SD pada Dinas Pendidikan Kabupaten Serang.

4. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Kabupaten Serang.

5. Kepala Seksi Kurikulum SD Dinas Pendidikan Kabupaten Serang.

6. Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kabupaten

Serang.

7. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang.

Berbagai sumber data di atas, khususnya yang berkaitan dengan subjek

penelitian telah dipertimbangkan kelayakannya sesuai dengan kriteria yang

dikemukakan Sanafiah (1990: 57), bahwa, "dalam menentukan subjek

penelitian perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: (a) subjek sudah cukup lama

dan intensif menyatu dalam kegiatan atau bidang yang menjadi kajian

penelitian; (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan atau

bidang tersebut; dan (c) subjek memiliki waktu yang cukup baik untuk dimintai

(33)

D. Teknik Pengumpulan data

Sesuai dengan jenis pendekatan penelitian yang digunakan yaitu

penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama

penelitian. Dalam hal ini, Lincoln dan Cuba (1985:39) dalam Imron Arifin

(1996:119), mengemukakan bahwa "seorang peneliti naturalistik memilih

menggunakan sendiri sebagai human instrument pengumpul data primer.

Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat

menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat memberikan

makna atas apa yang diamatinya itu".

Terdapat di atas, diperkiiat dengan penyataan Nasution (1988: 55-56)

tentang cirt-ciri mainusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakan bermakna;

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus;

3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu mstrumen

berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali

manusia;

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita perlu

(34)

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh

dan menafsirkannya;

6. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera

menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,

perubahan, perbaikan dan penolakan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik

berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat berlangsungnya

proses Pengembangan Kinerja Kepala Sekolah sebagai aktivitas

pengembangan dan pembinaan, baik dalam ruang kepala sekolah maupun

ruang pengelolaan lainnya, sehingga peneliti berada bersama subjek

penelitian selama kegiatan berlangsung. Selama observasi, peneliti

memperhatikan berbagai hal yang dilakukan kepala sekolah, pengawas atau

personel lainnya dari awal sampai akhir kegiatan. Selama kegiatan

berlangsung, dicacat berbagai hal yang dianggap penting dan berkaitan

langsung dengan masalah penelitian. Observasi dilakukan berulang-ulang

sampai diperoleh data yang cukup untuk menjawab permasalahan

penelitian.

Observasi juga dilakukan di luar kegiatan proses peningkatan keterampilan

kepemimpinan kepala sekolah. Data diperoleh dari aktivitas pergaulan dan

(35)

dengan proses peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah. Hal

ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu luang misalnya saat istirahat, oleh

karena itu peneliti berusaha untuk mendekati subjek penelitian tanpa mereka

mencurigai bahwa proses penelitian sedang berlangsung, sebab hal ini akan

menghambat penelitian.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data

melalui kata-kata atau ungkapan subjek penelitian, berkaitan dengan

peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya

efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan di sekolah dasar.

Wawancara dilakukan untuk menemukan informasi tentang sesuatu yang

diketahui oleh responden yang menjadi sumber data lisan. Dengan

komunikasi dua arah, penggunaan wawancara akan memudahkan para

responden untuk memahami jawaban atau informasi yang diinginkan oleh

pewawancara (peneliti) melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk menelusuri dan

menemukan informasi tentang peningkatan keterampilan kepala sekolah

dalarn pengalolaan pendidikan di sekolah dasar pada lingkungan, melalui

berbagai dokumen yang bersifat permanen dan tercatat agar data yang

diperoleh lebih absah.

Seluruh data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan studi

(36)

luas tentang peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dalam

upaya efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan di sekolah dasar pada

lingkungan Dinas Pendidikan Kecamatan Serang Kabupaten serang.

Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai tujuan penelitian. Penelitian

memilih fakta dan informasi mana yang harus diperhatikan dan mana yang

harus diabaikan. Fakta dan informasi yang dicatat itulah yang dijadikan

data.

E. Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan desain

dalam bentuk funnel (cerobong) sebabagaimana dikemukakan Bogdan dan

Biklen (1982). Bentuk cerobong yang dikemukakan tersebut melukiskan proses

penelitian yang berawal dari eksplorasi yang bersifat luas dan dalam, kemudian

berlanjut dengan aktivitas mengumpulkan dan analisis data yang lebih

menyempit dan terarah pada suatu topik tertentu.

Proses pengumulan data dimulai dengan wawancara, diikuti dengan

observasi, studi dokumentasi dan kembali dengan wawancara yang mendalam.

Meskipun demikian, pada beberapa kesempatan di lapangan, ketiga teknik

pengumpulan data tersebut digunakan secara simultan.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara memilah dan

mengelompokan data berdasarkan klarifikasi data dengan tahapan : (1)

(37)

yang mencakup data, (2) mencatat kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan

rangkaian peristiwa guna menampilkan pola, tema atau topik tersebut.

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan bersamaan dan setelah pengumpulan

data melalui pengorganisasian data dengan cara memilah serta

mengelompokan data berdasarkan klasifikasi data. Mencatat kata-kata,

ungkapan-ungkapan dalam menelusuri data guna menampilkan pola, tema

atau topik yang mencakup data inilah yang dimaksudkan sebagai kategori

koding (Bogdan dan Biklen, 1982: 156)

2. Analisis Data

Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat,

pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan

disajikan sehingga memiliki makna. Analisis dan interpretasi dilakukan

dengan merujuk pada landasan teoritis dan berdasarkan consensus

judgement.

Menurut Lexy J. Moleong (1990:112) yang mengutip pendapat

Patton bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah "proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan situasi uraian data". Pada dasarnya dalam penelitian

kualitatif belum ada metode yang baku dalam menganalisis data.

(38)

... dalam analisis data kuantitatif itu metodenya sudah jelas dan pasti, sedangkan dalam analisis data kualittaif, metode seperti ini belum tersedia. Oleh sebab itu ketajaman dan ketepatan analisis data kualitatif ini sangat tergantung ketajaman melihat data oleh peneliti serta kekayaan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki peneliti.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif, Analisis data ini dilakukan secara

berulang-ulang (cyclical) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan

dalam penelitian ini. Dengan demikian, secara teoritis analisis dan

pengumpulan data dilaksanakan secara berulang-ulang guna memecahkan

masalah.

G. Keabsahan Hasil Penelitian

Menurut Lincoln dan Cuba (1981) dan S. Nasution (1988:114-124),

menjelaskan kriteria keabsahan data, sebagai berikut:

1. Kredibilitas, untuk menunjukkan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian

dapat dipercaya. Derajat kepercayaan (credibility) menggantikan konsep

validitas internal pada penelitian non kualitatif. Kredibilitas dalam

penelitian kualitatif akan rnenggambarkan kecocokan konsep peneliti

dengan yang ada pada responden. Untuk mencapai kredibilitas akan

digunakan teknik: (a) triangulasi, yaitu proses pengecekan kebenaran

data yang diperoleh dengan cara membandingkannya dengan data yang

diperoleh dari sumber lain, (b) peer-debriefing (pembicaraan dengan

kolega), yaitu kegiatan untuk mcmbahas dan membkrarakan hasil-hasil

(39)

2. Transferabilitas, yaitu untuk mcngetahui sejauhmana hasil penelitian

dapat diaplikasikan dalam situasi lain, hal ini diserahkan kepada pembaca

dan pemakai. Unluk dilakukan melakukan pengalihan seorang peneliti

hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian-kejadian empiris tentang

kesamaan konteks. Dalam hal ini, peneliti bertanggungjawab untuk

menyediakan data deskriptif untuk membuat keputusan tentang

pengalihaan tersebut. Untuk itu peneliti memverifikasi hasil-hasil

penelitian. Maka transferabilitas dari hasil penelitian ini kemungkinan

dapat diterapkannya hasil temuan tentang mutu kepala sekolah dasar yang

dijadikan obyek penelitian di atas pada situasi lain dengan mengadakan

penyesuaian tanpa mengabaikan asumsi-asumsi yang mendasarinya.

3. Dependabilitas, akan berguna untuk melihat sejauhmana hasil penelitian

bergantung pada keandalan. Dependability ini dapat diusahakan dengan

melakukan "audit trial", yaitu dengan mempelajari laporan-laporajn

lapangan dan laporan-laporan selanjutnya, sampai laporan penelitian

sclesai untuk mengetahui kekonsistenan peneliti dalam setiap aspek

penelitian.

4. Confirmabilitas, yaitu sejauhmana hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya, sejauhmana hasil penelitian cocok dan sesuai dengan data

yang telah dikumpulkan, dan sejauhmana kebulatan hasil penelitian tanpa

(40)

H. Validitas Data

Untuk memperoleh data yang sahih dan absah, terutama yang diperoleh

lewat observasi dan wawancara diperlukan teknik pemeriksaan. Salah satu

teknik yang digunakan adalah memeriksa derajat kepercayaan atau

kredibilitasnya. Kredibilitas data dapat dipercaya melalui berbagai cara,

sedangkan cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah memperpanjang

waktu keikutsertaan, melakukan pengamatan secara tekun, triangulasi,

mengupayakan referensi yang cukup dan melakukanmembercheck.

1. Memperpanjang waktu keikutsertaan

Usaha peneliti dalam memperpanjang waktu keikut sertaan dengan

responden atau sumber data dengan cara meningkatkan frekuensl- pertemuan

dan menggunakan waktu seefisien mungkin. Misalnya, menghadiri acara

rapat dan kegiatan lain yang menunjang.

2. Melakukan pengamatan secara seksama

Pengamatan secara seksama dilakukan untuk menemukan ciri-ciri data

yang sesuai dengan situasi yang diteliti secara lebih mendalam. Hal tersebut

berkaitan dengan ciri-ciri atau unsur data yang sesuai dengan peningkatan

keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dasar dalam pengelolaan sekolah.

Melalui pengamatan secara seksama, peneliti dapat membedakan

hal-hal yang bermakna dan yang tidak bermakna.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

(41)

yang berbeda, untuk mengecek atau membandingkan data penelitian yang

telah dikumpulkan. Hal ini dilakukan dengan cara, antara lain ; untuk

mendapatkan data tentang kegiatan kepala sekolah digunakan wawancara

dengan pola pertanyaan yang berbeda atau diambil dari satu sumber yang

berbeda seperti dari dokumen dan observasi. Jika terdapat perbedaan, maka

pendapat kepala sekolah yang dijadikan pedoman atau acuan.

4. Mengupayakan referensi yang cukup

Upaya ini dilakukan untuk menlngkatkan keabsahan informasi yang

diperlukan dengan menggunakan dukungan bahan referensi secukupnya, baik

dari media cetak maupun media elektronika. Mengupayakan referensi yang

cukup adalah menyediakan semaksimal mungkin sumber data dari media cetak

(buku, jurnal, majalah , koran dan makalah), serta realitas di lapangan seperti

catatan observasi dan foto dokumentasi.

5. Melakukanmembercheck

Seperti halnya pemeriksaan data yang lain, membercheck juga

dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan data. Membercheck dilakukan pada

setiap akhir kegiatan wawancara, kepada kepala sekolah, pengawas atau

Kepala Cabang Dinas. Dalam hal ini, peneliti berusaha mengulangi

kembali dalam garis besarnya, berdasarkan catatan peneliti, apa yang

telah dikatakan oleh responden tentang peningkatan keterampilan

kepemipinan kepala sekolah dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dasar

(42)

Melalui membercheck mereka bisa memperbaiki jika ada kekeliruan

dan dapat menambahkan jika terdapat kekurangan. Dengan membercheck

dimaksudkan agar informasi yang diperolehdan digunakan dalam penulisan

(43)

218

BAB V

PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF MODEL

A. Pembahasan Hasil Penelitian

Lembaga pendidikan seperti sekolah merupakan suatu sistem dimana

berbagai komponen berinteraksi, dan salah satu komponen sistem yang amat

berpengaruh bagi peningkatan mutu pendidikan adalah kepala sekolah,

sehingga pengembangan kinerja mereka merupakan suatu keharusan dan akan

memberi dampak besar bagi perbaikan kelembagaan dalam mencapai

tujuannya. Dengan demikian, pengembangan kinerja kepala sekolah akan

mendorong pada peningkatan mutu pengelolaan dan pengembangan sekolah

yang nantinya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di

sekolah.

Banyak faktor yang menentukan mutu pendidikan di sekolah yang

semuanya akan memberi kontribusi penting bagi peningkatan mutu

pendididkan di sekolah, Scheerens (2000) menyatakan bahwa hasil riset

sekolah efetik menunjukan terdapat lima faktor penting yaitu :

· Strong educational leadership

· Emphasis on th acquiring of basic skill

· An orderly and secure environment

· High expectatios of pupil attainmrent

· Frequent assessment of pupil progres

Kelima faktor terebut jelas berkaitan dalam suatu sistem pendidikan

(44)

219

sekolah, dalam hal ini, aspek kepemimpinan menempati posisi pertama dalam

upaya untuk membangun pendidikan di sekolah, oleh karena itu implementasi

secara tepat semua itu akan menjadi penentu dalam keberhasilan pengelolaan

pendidikan.

Kebijakan pengembangan kinerja kepemimpinan kepala sekolah di

Kabupaten Serang merupakan bagian dari pengembangan kinerja pendidik

secara keseluruhan, sehingga secara substansial nampaknya belum

merupakan fokus khusus dalam pengembangannya. Dalam konteks

manajemen pendidikan pengembangan kinerja kepemimpinan kepala sekolah

pada dasarnya merupakan bagian yang terintegrasi dalam manajemen SDM

pendidikan, sehingga akan menjadi bagian dari sistem pengembangan dan

pembangunan pendidikan.

Pengembangan kinerja kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar di

Kabupaten Serang nampaknya masih belum terintegrasi dalam

pelaksanaannya, serta secara substansial materi pembinaan/pelatihan yang

dimaksudkan untuk mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah masih

lebih berorientasi teknis dengan menitik beratkan pada aspek manajerial,

sementara kepemimpinan itu justru lebih menekankan pada kemampuan

menggerakan organisasi melalui pengaruh-pengaruhnya dalam

mengembangkan organisasi sekolah.

Desamping itu proses rekrutmen yang dilaksanakan melalui

(45)

220

masukan dari Pengawas cenderung menimbulkan bias individu sehingga

objektivitasnya bisa menimbulkan kontroversi. Disamping itu secara umum

kebijakan menjadikan kepala sekolah merupakan pengembangan karir dari

guru juga layak dipertanyakan, karena guru yang baik dan berkinerja bagus

tidak serta merta dapat memprediksi keberhasilannya ketika menjadi kepala

sekolah, karena kompetensi kepala sekolah dengan guru jelas berbeda.

Dalam beberapa hal dapat dilihat sebagai indikator yang menunjukkan

bahwa Manajemen Pengembangan Kinerja Kepemimpinan Kepala Sekolah

tidak menunjukkan proses yang terintegrasi, jika memperhatikan

perbandingan antara kaidah proses manajemen kinerja dengan apa yang

dilaksanakan dalam proses pembinaan kepala sekolah, dimulai dari

rekrutmen, seleksi dan penetapan calon kepala sekolah maka dapat dijelaskan

bahwa manajemen pengembangan kinerja kepemimpinan secara keseluruhan

merupakan rangkaian yang harus berada dalam alur manajemen kinerja sesuai

dengan kajian dalam manajemen sumberdaya manusia khususnya manajemen

kinerja.

Mengawali proses pengembangan kinerja, langkah yang dilakukan

tentunya adalah rekrument, Castetter (1992) mengidentifikasi proses

rekrutmen sumber daya manusia tentunya harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut:

Faktor-faktor proses rekrutmen, dalam hal ini perlu memperhatikan

(46)

221

informasi yang didapat sebagai bahan pertimbangan dalam proses selanjutnya

(seleksi) diutamakan diangkat dari kondisi yang terjadi dari sistem sekolah

yang melekat pada personil yang masuk di proses rekrutmen. Proses

rekrutmen dapat dilakukan dengan pengembangan informasi dari dewan

pendidikan, pengelola kepegawaian, dan tentunya dari pembina langsung para

guru.

Pengambangan sumber daya, dalam proses ini dilakukan identifikasi

bagi seluruh sumber daya personil yang berkaitan dengan aspek-aspek

kapabilitas personil yang bersangkutan. Selanjutnya hasilnya dikategorikan

sebagaikategori internal dankategori eksternal

Mengkoordinasikan hasil penelitian, proses ini menjadi bagian yang

strategis karena bekaitan dengan bagaimana memadukan penelitian atas

kinerja personil selama melaksanakan tugas sebelum mengikuti tahapan

seleksi.

Kontrol dan efektivitas rekrutmen, hal-hal yang telah dicantumkan

sebagai tujuan dalam perencanan selayaknya menjadi acuan dalam

pengembangan program kegiatan proses rekrutmen, lngkah ini dilalui melalui

proses koreksi atas kekurangan-kekuranagn yang terjadi sehingga proses

(47)

222

Selanjutnya Castetter (1992) menjelaskan bahwa pasca proses

rekrutmen dilanjutkan dengan langkah seleksi yang eridir dari 3 (tiga) tahap,

yakni:

1. Pra seleksi, dimana dalam tahap ini ditentukan kebijakan dan penetapan

prosedur seleksi;

2. Seleksi, yang merupakan pelaksanaan seleksi dan implementasi aturan

yang ditetapkan pada tahap pra seleksi;

3. Pasca seleksi, tahap dimana terjadi penolakan dan penerimaan peserta

seleksi dengan dasar hasil penilaian, kajian bagian kepegawaian, dan

penempatan personil.

Proses selanjutnya setelah seleksi adalah induksi, dalam hal ini

induksi dapat dinyatakan sebagai upaya organisasional yang sistematik untuk

membantu personil agar dapat menyesuaikan diri secara efektif pada

tugas-tugas baru sehingga personil dapat berkontribusi maksimal pada pekerjaan

atau sistem dengan upaya merealisasikan kepuasan personil dalam jabatanya.

Dalam Siklus Manajemen Kinerja (Ainsworth, 2002:32)

dikembangkan perencanaan kinerja menjadi tahapan awal dimana dalam

tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan oleh pimpinan dengan unsur

staf.

Tahapan berikutnya adalah riview, hal ini dimaksudkan untuk

(48)

223

dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan dengan cara

pimpinan dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana

kinerja, dan bila ditemukan berbagai masalah maka upaya pemecahannya

dilakukan secara bersama, sehingga perbaikan yang diperlukan didasarkan

pada hasil pemikiran bersama antara pimpinan dengan pegawai. Riviu dan

diskusi kinerja sangat penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan

yang dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja,

mengidentifikasi bantuan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja yang ditetapkan masih

relevan atau perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, et.al, 2002:33)

Setelah reviu, tahapan selanjutnya adalah evaluasi kinerja

merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja. Evaluasi

kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment) maupun

oleh pimpinan. Pimpinan perlu menggali data dan informasi yang akurat

berkaitan dengan kinerja pegawai, dan tahapan riview dapat memberi

gambaran akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat menjadi salah satu

sumber informasi bagi penilaian kinerja.

Selanjutnya tahapan terakhir adalah koreksi dan penyesuaian, dalam

tahapan ini tindakan untuk memperbaiki kinerja dengan acuan rencana

menjadi hal penting, namun demikian upaya untuk melakukan penyesuaian

juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan upaya lanjutan

(49)

224

dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja

sesuai dengan hasil evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi yang terus

meningkat di era perubahan dewasa ini.

Sementara Lansbury dalam Stone (1991: 91) mengembangkan Proses

Manajemen Kinerja dimulai dengan tahapan perencanaan kinerja sebagai

dasar untuk melihat, meriview dan mengevaluasi kinerja dan kemudian

upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna

mencapai tujuan dan target kinerja sesuai dengan perencanaan kinerja yang

telah ditetapkan serta tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam internal

organisasi maupun dari lingkungan eksternal.

Dalam implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan

target kinerja individu dan organisasi menjadi prasyarat penting yang akan

menentukan pada efektivitas manajemen kinerja, apabila terjadi ketidak

sinkronan, maka riview dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila hal ini

tidak dapat dilakukan maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja pegawai

tidak dapat dilakukan, sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan

tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara pimpinan dan pegawai harus

dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara dini mendeteksi

berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan berdampak

pada kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak dapat dicapai

Dari uraian kajian Ainsworth dan Lansbury serta memperhatikan

(50)

225

pengembangan kinerja kepala sekolah. Kegiatan pengembangan kinerja

Kepala Sekolah pada dasarnya dilakukan setelah proses penetapan dan

pengangkatan kepala sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid Pembinaan Sekolah

Dasar bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja Kepala Sekolah Dasar di

Kabupaten Serang dinyatakan masih kurang dan belum menemukan format

yang tepat untuk diimplementasikan secara konsisten, serta keterbatasan

anggaran dan SDM yang mampu untuk melaksanakan program pembinaan

kepemimpinan. Dalam pengembangan kinerja kepala sekolah, Pemerintah

Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Serang hanya

menyelenggarakan pembinaan bagi mereka yang telah lulus seleksi dan

diangkat sebagai kepala sekolah. Pembinaan dilakukan oleh Panitia dengan

dasar pelaksanaan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang

Dengan kondisi yang demikian, maka dapat dilihat bahwa kebijakan

dan strategi yang diambil oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Serang dalam

mengembangkan kinerja kepemimpinan kepala sekolah adalah melalui

strategi yang bersifat top down, dimana pelaksanaan pengembangan kinerja

Kepala Sekolah Dasar diatur dan ditentukan dari atas, baik dari pemerintah

pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah Kabupaten Serang.

Dalam implementasinya strategi tersebut dilakukan melalui pelaksanaan

(51)

226

Selanjutnya menurut Entin S.Pd (Pengawas SD), jikapun ada

kesempatan dalam proses pengembangan kinerja bagi kepala sekolah yang

sudah lama dalam jabatannya, masih terdapat kesenjangan dalam

keikutsertaannya. Kepala kepala Sekolah Dasar di “kota” cenderung lebih

sering dibanding dengan kepala SD yang berada di pinggiranuntuk mengikuti

pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah provinsi, yang berakibat pada terjadinya kesenjangan

dalam mutu kinerja Kepala Sekolah Dasar.

Memperhatikan rumusan yang dikembangkan oleh Ainsworth dan

Lansburry, nampak bahwa terdapat kesenjangan dalam siklus pola

manajemen pengembangan kinerja dengan yang diimplementasikan di

lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Serang, diantaranya:

1) Langkah-langkah serta substansi. Pada implementasi yang

dikembangkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Serang nampak jelas

bahwa pengembangan kinerja tidak berdasar pada konsep manajemen

kinerja. Proses pengembangan kinerja hanya didasarkan pada kebijakan

yang bersifat top down, subsatnsi materi pengembangan kinerja tidak

didasarkan atas diskusi dari kebutuhan personil, tidak ada evaluasi

kinerja, serta tidak diakhiri dengan evaluasi meski siklus awalnya

dimulai dengan perecanaan.

2) Pengembangan kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Serang masih

(52)

227

pengembangan karir guru yang kuat dan sistemik. Pengembangan kinerja

cenderung berjalan secara individual (yakni tergantung pada kesediaan

kepala sekolah seperti untuk pendidikan lanjutan), rutin dan lebih

cenderung menunggu pembinaan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi, yang cenderung kurang

relevan dengan kebut

Gambar

Gambar 4.1Pola Penyelenggaraan Pengembangan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk menganalisis pengaruh Strategi Resource-Based dan Orientasi Kewirausahaan terhadap Keunggulan Bersaing pada UMKM di

3 Gambaran upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa indonesia kelas 1 SDLB- B secara internal dan Eksternal

dilakukan guru dan orangtua anak tunarungu dalam mengembangkan.

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. © Osad Imron Rosadi 2014 Universitas

mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya.. bahan makanan yang cepat rusak

Soal open ended merupakan suatu masalah yang dapat diselesaikan. dengan banyak solusi atau strategi penyelesaian, dimana siswa dapat

Kolom Rerata akan otomatis terisi, kemudian secara manual isilah pada kolom Remidi/Pengayaan, hasil remidi atau pengayaan siswa maka akan diperoleh Nilai KD 3..... Demikian juga

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, diharapkan agar Saudara dapat hadir tepat waktu dengan membawa dokumen asli dan 1 (satu) rangkap fotocopy untuk setiap data yang