BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan
Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial
dalam kehidupan manusia karena merupakan satu-satunya sumber energi manusia Sehingga
apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus memenuhi syarat utama, yaitu
cita rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau
mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh (Moehyi, 2002).
Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran
fisik (pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples), kimia (Timah Hitam,
Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida) dan bakteri Eschericia coli. Cemaran
tersebut dilihat dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata atau melalui
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif menunjukkan angka kuman
Escherichia coli nol (Arisman, 2008).
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjamahan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan
makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan,
penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman(DepKes, 2003).
Telah diketahui bahwa makanan jajajnan sudah menjadi alternatif dalam
memiliki potensi dan peranan yang tidak kalah penting yaitu dalam hal penyerapan tenaga
kerja, kontribusi terhadap perekonomian daerah, perbaikan gizi serta pengaman pangan
(Syarif, 1994).
2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan
Higiene menurut Depkes RI tahun 2001 adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan
untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan.
Dalam Permenkes No.329 tahun 1976 Higiene adalah kesehatan masyarakat yang
khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan dengan tujuan
memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan
daya guna peri kehidupan manusia.
Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan(Direktorat Penyehatan
Lingkungan, 2006).
Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan
dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit
perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian
lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
2.1.2. Sanitasi Makanan Jajanan
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala
bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama
dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan
dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan,
mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjamahan makanan yang akan merugikan
pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan(Adams, 2004).
tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik,
temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan
makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan
konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat
kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat
penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan,
dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi
makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dibagi 2 yaitu
keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Mulia, 2005).
Persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan (KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003)
1. Peralatan
a. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus
sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
b. Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud adalah peralatan yang sudah dipakai
dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap
yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang
bebas pencemaran.
2. Air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian
a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi
standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air
minum.
b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai
mendidih.
c. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk.
d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus
bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat
atau tidak rusak
e. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan
jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.
f. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah
terpisah.
g. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.
h. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan
bersih dan tidak mencemari makanan dan dilarang ditiup.
3. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat
bersih, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan makanan jadi/siap
disajikan dan tempat penyimpanan peralatan, tempat sampah dan tempat cuci (alat,
tangan, bahan makanan)
4. Sentra pedagang
a. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus cukup jauh dari sumber
pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti
pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan
yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
b. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan
peturasan, dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
Proses higiene dan sanitasi dilakukan pada mesin dan peralatan produksi sampai
gedung dan fasilitas pabrik. Prosedur untuk melaksanakannya harus sesuai dengan jenis dan
tipe mesin serta peralatan pengolahan yang digunakan. Ada 5 (lima) tahapan standar yang
biasanya digunakan untuk sanitasi. Kepentingan dari tahapan sanitasi ini sangat bergantung
pada apa yang akan kita sanitasi sehinggga tidak jarang beberapa tahapan sanitasi sangat
bergantung pada saat yang bersamaan(Mortimore, 2005).
Kelima tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut
1. Pre Rinse
Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan sebagai persiapan
untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan tanah dan sisa
Pre rinse bukanlah hal yang mutlak untuk dilakukan, kita dapat menghilangkan proses
ini apabila bagian yang akan dibersihkan tidak terlalu kotor, misalnya peralatan yang
terbuat dari perselen tidak memerlukan tahapan ini.
2. Pembersihan
Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sisa makanan dengan cara mekanis
atau mencuci dengan lebih eektif. Pada tahapan ini biasanya pembersihan dilakukan
dengan menggunakan air dan detergen, bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak
dapat dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan sabun,
3. Pembilasan
Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih
tinggal setelah proses pembersihan, seperti tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang
paling efektif adalah dengan menggunakan air mengalir.
4. Desinfektan
Pembersihan akhir dilakukan dengan menggunakan desinfektan sangat disarankan untuk
menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses pembersihan.
Pembersihan dengan menggunakan desinfektan biasanya dipadukan dengan pemanasan
atau dengan menggunakan bahan kimia seperti pemutih, namun beberapa desinfektan
dapat juga mengontaminasi makanan sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan
kedua.
Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat
pertumbuhan mikroba. Pengeringan biasanya menggunakan untuk evaporator atau
dengan menggunakan lap yang bersih.
2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Pengertian prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap 4 (empat)
faktor higiene sanitasi makanan, yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan faktor
bahan makanan(Lukman, 2009).
2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum
dihidangkan, contoh daging , beras ubi, kentang, sayuran dan sebagainya.
1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar
dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari
tempat resmi yang diawasi.
2) jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak
bernoda dan tidak berjamur.
3) makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti
ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak
berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.
2. Makanan Terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi
digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, contoh tahu, tempe, kecap,
3. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti
nasi remes, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya.
1) Makanan dikemas harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai
nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan
kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau
berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber bahan
makan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan
yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan makanan(DepKes, 2006).
Sumber bahan makan yang baik adalah :
a. Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi pemerintah dan sebagai tempat pemotongan
hewan yang resmi.
b. Tempat Potong lainnya yang diketahui dan diawasi oleh oleh petugas inspektur
kehewanan/peternakan.
c. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diawasi oleh oleh instansi perikanan.
d. Pusat penjamahan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan
dengan baik.
e. Tempat-tempat penjamahan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah
dengan baik.
g. Perusahaan yangmengkhususkan diri di bidang penjamahan bahan makanan mentah dan
dikelola sesuai dengan persyaratan kesehatan serta telah diawasi oleh pemerintah.
h. Lokasi tempat produksi sayuran, buah atau ternak seperti daerah pertanian, peternakan
atau perkebunan atau kolam ikan
2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan
Syarat untuk penyimpanan bahan makanan adalah :
1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.
2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired
first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang
mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.
3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya
bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan
makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut
Tabel 2.1. Suhu penyimpanan bahan makanan
No Jenis Bahan Makanan
suhu ruang suhu ruang suhu ruang
Sumber: Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga
5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm
6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%
7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup
disimpan pada suhu + 10oC.
8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
2.2.3. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan jadi/masak atau siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing disebut Good
Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB),
(Arisman, 2008).
Persyaratan selama pengolahan makanan adalah sebagai berikut :
1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene
sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah
2. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan
untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran
makanan.
3. Peralatan
1) Peralatan yang kontak dengan makanan
a. Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food
grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
b. Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam
yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan
logam berat beracun.
c. Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.
d. Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus
bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan
tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).
2) Wadah penyimpanan makanan
a.Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan
dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan
(kondensasi).
b.Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan
kering.
3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak
4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya.
5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah
dibersihkan.
4. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan
digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.
5. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai
waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar kuman patogen
mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.
6. Prioritas dalam memasak
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas memasak
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering
2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir
3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es
4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan
panas
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan
menyebabkan kontaminasi ulang
6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat
seperti penjepit atau sendok
7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene
sanitasi makanan.
2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan
terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di
bawahnya.
2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak
a. Wadah
1) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah
2) Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan
3) Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air
4) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya
b. Suhu
Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak
No Jenis Makanan
4) Makanan disajikan
dingin 5
o
s/d 100C < 100C
Sumber : Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga
c. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir,
d. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
e. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas
yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
f. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first
out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa
kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
g. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan
mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat
mengeluarkan uap air.
h. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.
2.2.5. Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehatakan sangat berperan dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang
terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan
pengangkut(Purnamasari, 2009).
1. Pengangkutan Bahan Makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik,
mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya
a. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun
(B3)
b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.
c. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain
seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.
d. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida
walaupun telah dicucimasih akan terjadi pencemaran.
e. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
f. Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut
dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti
daging, susu cair dan sebagainya
2. Pengangkutan Makanan Siap Santap
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang
lebih hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu
diperhatikan sebagai berikut :
a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu
higienis.
c. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup
d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah
e. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair
(kondensasi). Uap makanan yang mencair merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.
f. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan
tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 40C.
2.2.6. Penyajian Makanan
Dalam penyajian makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu
a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji
biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan
1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan),
meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal
telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan
dinyatakan laik santap.
2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan
tersebut dinyatakan aman.
3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik
kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan
yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke
tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena
akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat
mempengaruhi keterlambatan penyajian.
c. Cara penyajian
Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan
konsumen yaitu :
1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama,
umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah
terbatas 10 sampai 20 orang.
2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang
dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat
masing-masing.
3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan
setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.
4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah
berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya
untuk acara makan siang.
5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu
6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan
(food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang
dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.
7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja
rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.
d. Prinsip penyajian
1) Setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak
terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai
dengan tingkat kerawanan makanan.
2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah)
baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan
cepat rusak dan basi.
3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus
atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur
aduk.
4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam
keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan
dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada
suhu > 600C.
6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak
langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan,
bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.
8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai
dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat
volume (sesuai jumlah).
2.3. Mie
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sekitar empat
puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie (Hoseney, 1998). Produk mie umumnya
digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Mie
dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mie basah dan mie
instan. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan,
tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan
biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket. Mie matang
dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar air mie matang sekitar 52%,
dan biasanya setelah pengukusan dicampur dengan minyak sayur untuk mencegah
lengket(Elvira, 2008).
Salah satu contoh mie yang tergolong mie matang adalah mie lidi, yang
digunakan sebagai bahan dasar untuk mie gomak. Mie gomak banyak ditemukan di daerah
Sumatera Utara, khususnya di daerah Sidikalang. Mie gomak banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Sidikalang karena banyak dijual, praktis dan murah. Terkhusus bagi pedagang
yang ada disekitar pasar Sidikalang, kebanyakan dari pedagang tersebut tidak perlu
membawa bekal untuk makan siang, mereka cukup membeli dari penjual mie gomak yang
ada di pasar tersebut. Selain harga yang murah, banyaknya penjual mie gomak juga
membuat mie gomak mudah didapatkan. Banyaknya penjual juga dipengaruhi cara
mengolah mie gomak yang cukup mudah.
Langkah-langkah membuat mie gomak(C. Siregar, 2011)
Bahan :
1. 250 gram mie lidi
2. 500 gram dada ayam, di potong-potong
3. 250 gram labu siam, iris
4. 10 buah cabe rawit merah
5. 5 buah cabe merah
6. 5 siung bawang merah
7. 5 siung bawang putih
8. 3 batang daun bawang, iris halus
9. 6 lembar daun jeruk purut
12. 1/2 butir kelapa setengah tua parut memanjang, buat serundeng. Giling halus
13. 1250 mil air
14. 4 sendok makan minyak goreng
Cara Membuat :
1. Cuci bersih dada ayam, lalu rebus dengan 1250 ml air.
2. Giling halus cabe merah besar, bawang putih dan bawang merah.
3. Rendam mie lidi dalam air matang hangat, hingga lunak.
4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, masukkan serai, daun jeruk, masak
hingga harum.
5. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan, didihkan kembali.
6. Masukkan labu siam dan tomat. Masak hingga mendidih.
7. Sebelum diangkat masukkan cabe rawit utuh.
8. Siap sajikan mie gomak tersebut, ambil mie lidi dari rendaman, masukkan ke dalam
mangkok. Tuang kuah kaldu, taburi daun bawang, serundeng halus, dan air jeruk nipis.
2.4. Escherichia coli
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau
hewan tersebut dan racun yang ada dalam pangan tersebut akibat pengotoran dan
kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaaan makanan adalah penyakit umum yang dapat
diderita seseorang akibat memakan sesuatu yang sudah terkontaminasi mikroba patogen,
Secara umum istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut
gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme mencakup (Albiner, 2002)
1. Intoksikasi pangan adalah gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang
dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi
organisme penghasil toksin
2. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri kedalam tubuh manusia melalui makanan
yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil
metabolismenya. Salah satu jenis organisme pangan tersebut adalah Escherichia
coli.
Pencemaran makanan yang terutama adalah bakteri, disamping pencemar lainnya yaitu
virus, parasit cacing, zat kimia dan bahan pencemar alami. Salah satu sumber pencemar
terbesar adalah Enterobacteriaceae, suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah besar
spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lain. Hidup di usus besar
manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada dekomposisi material.
Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering
disebut kuman enterik atau basil enterik. Sebagian besar kuman enterik tidak menimbulkan
penyakit pada host bila kuman tetap berada pada usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan
dimana terjadi perubahan pada host atau bila da kesempatan kuman enterik ini mampu
menimbulkan penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari kuman
batang negatif gram yang diisolasi di laboratorium Mikroboilogi Klinik adalah kuman
penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih,
infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan selaputotak, dan septikemi(Hawley,
2003).
Spesies Enterobacteriaceae yang digunakan sebagai indikator polusi atau dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan adalah
Escherichia coli.
Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal
maupun berpotensi patogen. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa
genetik. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang
diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat
cepat dan mudah penanganannya(Jewetz, 2001).
2.4.1. Sifat Escherichia coli
Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh sekitar 7-100C sampai 500C,
dengan suhu optimum 370C; pada rentang pH 4,4 - 8,5 (Adam dan Moterjemi, 2003).
Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi
hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit. Escherichia coli dapat berkembang
biak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95. Berdasarkan kebutuhan
terhadap oksigen, Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob
fakultatif sehingga Escherichia coli yang muncul di daerah infeksi seperti abses abdomen
anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang
muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (WHO, 2005).
Klasifikasi ilmiah
1. Superdomain Phylogenetica
2. Filum Proteobacteria
3. Kelas Gamma Proteobacteria
4. Ordo Enterobacteriales
5. Famili Enterobacteriaceae
6. Genus Escherichia
7. Spesies Escherichia coli
Secara umum gejala klinis penyakit yang diakibatkan oleh Escherichia coli adalah
dengan masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam
setelah menyantap makanan yang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh
demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli
seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan motilitas usus. Bayi yang diberikan ASI
kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam
ASi terkandung faktor pelindung(Pratiwi, 2008).
Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.
Mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di
lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat
Ketika host dalam keadaan normal Escherichia coli dapat mencapai aliran darah dan
menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir rentan sekali terhadap sepsis E.coli karena
kekurangan antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi setelah infeksi sistem saluran kencing.
2.4.2. Klasifikasi Escherichia coli
Sejauh ini, ada 5 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen (karakteristik dan
virulensi). Kelima kelas tersebut adalah Escherichia coli Enterotoksigenik, Escherichia coli
Enteroinvasif, Escherichia coli Enteropatogenik, Escherichia coli Enterohemoragik. Dan
Escherichia coli Enteroagregative.
1. Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC)
EPEC adalah penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang.
Escherichia coli dengan karakteristik seperti ini merupakan Escherichia coli yang
pertama dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di tempat
perawatan anak. Bakteri golongan ini melekat pada sel mukosa usus halus dan
menyebabkan infeksi dengan gejala diare cair yang biasanya sulit untuk diatasi namun
tidak kronis. Penempelan berhubungan dengan hilangnya mikrovili dan disebabkan oleh
pengaturan ulang dari sel penjamu. Jika keadaan seperti ini menjadi parah pada
anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan (seandainya situasi
berubah kronik) (Jawetz et al, 2005).
2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)
ETEC biasanya menjangkiti musafir dan bakteri ini juga merupakan penyebab
pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang
buruk.
Beberapa strain ETEC memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labil terhadap
panas. Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial
terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir
(Jawetz et al, 2005). ETEC menghasilkan dua toksin yang bersifat stabil dan agak labil
terhadap panas, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera dan diare petualang. ETEC
merupakan penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara
berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi
keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare jenis ini berkaitan
dengan enterotoksin yang dihasilkannnya. Toksin itu sendiri terbagi menjadi heat labil
toxins (struktur dan fungsinya mirip dengan toksin yang disekresikan oleh Vibrio
Cholera) dan heat stabile toxins. ETEC bekerja pada eritrosit untuk menstimulasi
sekresi cairan, meyebabkan terjadinya diare. ETEC Heat Labil Toxins memiliki 70%
homologi dengan toksin kolera, labil terhadap panas, dan meningkatkan adenosin
monofosfat sikliklokal pada sel anterik sedangkan ETEC Heat Stabil Toxins bersifat
stabil terhadap panas dan menstimulasi guanil monofosfat siklik(Staff Kedokteran,
1993).
Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya
diare berair tanpa disertai darah, lendir, atau leukosit. Muntah dapat timbul, tetapi
biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari(Arisman,
2008).
3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
EHEC merupakan bakteri biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika dan dapat
menghasilkan verotoksin. Strain EHEC yang paling banyak dijumpai adalah O157:H7
yang menghasilkan racun yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding
usus sehingga menimbulkan perdarahan. Toksin Escherichia coli 0157 juga memecah
sel darah merah, menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10%
kasus, keracunan Escherichia coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan
organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan
lansia(Gillespie, 2007).
Escherichia coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut
dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang biak di
sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama memengaruhi usus
besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. Escherichia coli 0157 jarang
menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare hebat
sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis keracunan
makanan lainnya, Escherichia coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu
seminggu atau lebih sebelum diare mereda(Stephen 2007).
Bakteri ini banyak dihubungkan dengan haemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare
yang parah dan dihubungkan dengan uremic hemolytic syndrome, sebuah penyakit
EHEC mampu mengeluarkan Shigaliks toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom,
yaitu hemorrhagic colitis dan HUS. Toksin ini pula yang bertanggung jawab terhadap
gejala sisa sistemik (systemic sequela) akibat penyakit ini(Jawetz et al, 2005).
Gejala yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga kolitis
hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dengan
kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah
biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul, tetapi tidak terkait dengan
keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus,
sementara penyakit ini berlangsung selama 4-10 hari(Hewley, 2003).
EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS telah terjadi.
Hemolytic-uremic syndrome terdiri atas trias mikroangiopati akibat anemia hemolitik,
trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu
kedua (kisaran 2-14 hari) perjalanan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah
diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta
oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis(GGK) akan terjadi pada
sebanyak 10 % penderita HUS. Hemolytic-uremic syndrome adalah penyebab kematian
pada 3-5 % penderita GGK(Jewetz, 2001).
4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)
EIEC merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit mirip dengan shigellosis.
Bakteri ini menyerang sel epitel mukosa usus dan biasanya menjangkiti anak di negara
5. Enteroagregative Escherichia coli (EAEC)
EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu 14 hari) pada
orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena
makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan
pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik,
meskipun dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan menghasilkan
enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya dalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah
besar mukosa dan terjadinya diare(Pratiwi, 2008).
Identifikasi Laboratorium
Seluruh tinja penderita diare hendaknya dikultur(cukup diare, tanpa darah, jika
terjadi KLB), untuk menemukan kemungkinan keberadaan bakteri patogen Escherichia coli
serotipe 0157:H7. Tanpa kultur Escherichia coli patogen dapat ditemukan dengan
menggunakan Rapid enzyme immunoassays, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat
dengan polymerase chain reaction (PCR), yang dapat mengidentifikasi jasad renik
langsung dari spesimen(Kathleen, 2007).
Infeksi Saluran Kencing (ISK) yang pertama kali terjadi dianggap sebagai
Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan triemtoprim-sulfemetoktazol
identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi tes dipstick dan biakan
kuantitatif. Tes dipstick memperlihatkan leukosit esterase positif (tanda adanya pus di
urine, tidak selalu berkaitan dengan bakteriuria), nitrit positif dan adanya bakteri gram
negatif pada urine yang tidak dipusing. Biakan kuantitatif dengan menghitung > 1000/ml
Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah,
sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media Escherichia coli peka
terhadap panas, segera hancur dengan pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan pada proses
pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup pada suhu yang
rendahuntuk jangka waktu yang relatif panjang(Depkes RI, 1991).
Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh Escherichia coli adalah :
1. Infeksi saluran kemih
Escherichia coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) dan diperkirakan
sekitar 90% ISK pada wanita muda disebabkan oleh Escherichia coli. Wanita lebih
sering terkena ISK karena perbedaan struktur anatomisnya, kematangan seksual,
perubahan traktus urogenitalitasselama kehamilan dan melahirkan, serta karena adanya
tumor(Staff Pengajar FK UI, 1993).
2. Sepsis
Bila pertahanan hospes tidak adekuat, Escherichia coli bisa masuk peredaran darah dan
meyebabkan sepsis. Bayi-bayi yang baru lahirn sangat peka terhadap sepsisi
disebabkan Escherichia coli, karena mereka tidak memiliki anbodi IgM. Sepsis bisa
terjadi sebagai efek sekunder dari Infeksi Saluran Kemih(Tim Mikrobiologi FK
Universitas Brawijaya, 2003)
3. Meningitis
Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi. Kurang lebih 75%
2.5. Kerangka Konsep
n Escherichia coli