DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-buku
Ashshofa, Burhan. (2002). Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chazawi, Adami. (2002). Pelajaran Hukum Pidana bagian Percobaan dan
Penyertaan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Hamid, Hamrat. (1991). Pembahasan Permasalahan KUHAP bidang Penuntutan
dan Eksekusi. Jakarta : Sinar Grafika.
Hamzah, Andi. (2002). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. (2006). Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.
---. (2006). Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP:
Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika.
Ibrahim, Johnny. (2005). Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang :
Bayu Media.
Paslyadja, Adnan. (1997). Hukum Pembuktian. Jakarta : Pusat Diktat Kejaksaan
Republik Indonesia.
Prinst, Darwin. (1998). Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta :
Djambatan.
Prodjohamidjojo, Martiman. (1989). Komentar atas KUHAP : Kitab
---. (2001). Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik
korupsi. Bandung : Mandar Maju.
Rahardjo, Satjipto. (1982). Ilmu Hukum. Bandung : Alumni.
Rosita, Lily. (2003). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung :
Mandar Maju.
Soekanto, Soerjono. (2004). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
---. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas
Indonesia press.
Soesono, Slamet. (1986). Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Gramedia.
Waluyo, Bambang. (1992). Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika.
Widhayanti, Erni. (1988). Hak-hak Tersangka / Terdakwa di Dalam KUHAP.
Yogyakarta: Liberty.
2. Kitab-kitab
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) karangan R. Soesilo.
KUHAP (Kitab Undan-Undang Hukum Acara Pidana) karangan M. Karjadi dan
R. Soesilo. Bogor : Politeia. 1997
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Surabaya : Karya Anda
3. Internet
www. detiknews.com, diakses pada tanggal 26 Mei 2010, Pukul 14.41 wib
www. tempo interaktif. com, diakses pada tanggal 26 Mei 2010, Pukul 13.41 wib
www. pemantau peradilan. com
BAB III
IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN TERHADAP KEKUATAN
ALAT BUKTI
A. Pencabutan Keterangan Terdakwa Dalam Persidangan (di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi)
1. Kasus Posisi
Paparan kasus perkara perkosaan di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi
Nomor: 43 / Pid. B / 2009 / PN-TTD :
a. Kasus Posisi Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Nomor: 43 / Pid. B /
2009 / PN - TTD. Identitas Terdakwa:
Bahwa terdakwa I HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA,
tempat / tanggal lahir Sigumpar, 03 Maret 1988, umur 20 Tahun, jenis kelamin
laki-laki, berkebangsaan Indonesia, tempat tinggal Dusun IV Desa Bakaran Batu
Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, agama Kristen Protestan,
pekerjaan Tukang Becak Mesin.
Bahwa terdakwa II PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT, tempat /
tanggal lahir Kelapa Tinggi, 28 April 1980, umur 28 Tahun, jenis kelamin
laki-laki, berkebangsaan Indonesia, tempat tinggal Dusun III Desa Bakaran Batu
Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, agama Kristen Protestan,
pekerjaan Petani.
Bahwa para terdakwa pada hari Jumat tanggal 26 September 2008 sekira
pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan September
Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di areal persawahan atau setidak-tidaknya
pada suatu tempat yang masuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tebing
Tinggi Deli, melakukan atau turut melakukan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia,
dalam hal ini korban bernama Juliana br Tambunan.
b. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Mengingat akan Perbuatan para terdakwa pada hari Jumat tanggal 26
September 2008 sekira pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu
dalam bulan September 2008, bertempat di dusun XVII Desa Sei Bamban
Kecamatan Sei. Bamban Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di areal
persawahan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli, melakukan atau turut melakukan
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
isterinya bersetubuh dengan dia, dalam hal ini korban bernama Juliana br
Tambunan. Berdasar uraian di atas para terdakwa di dakwa dengan ancaman
pidana menurut Pasal 285 Jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
c. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan di
persidangan, akan diuraikan unsur-unsur dakwaan dalam Pasal 285 KUHP Jo
1) Unsur barang siapa;
Yang dimaksud barang siapa di sini adalah setiap orang atau siapa saja
sebagai subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya jelas
di sini yang dimaksud adalah terdakwa yang telah melakukan tindak pidana
perkosaan atas dasar keterangan saksi-saksi, surat, barang bukti petunjuk,
walaupun terdakwa sendiri tidak mengakuinya, karena hal yang demikian adalah
petunjuk bagi kesalahan terdakwa. Apa yang telah dilakukan oleh terdakwa dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena sepanjang pemeriksaan dipersidangan
terdakwa selalu dalam keadaan sehat jasmani dan sehat rohani. Dan tidak
ditemukan alasan pemaaf atau pembenar terhadap diri terdakwa sehingga kepada
terdakwa dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan perbuatan
yang telah dilakukannya, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan terpenuhi .
2) Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang
bukan istrinya bersetubuh dengan dia;
Jika unsur ini dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi yang
menyatakan, bahwa telah terjadi perkosaan atau persetubuhan dengan paksa yang
dilakukan oleh mereka (para terdakwa) pada hari Jum’at tanggal 26 September
2008 sekitar pukul 22.00 WIB, bertempat di Dusun XVII Desa Sei Bamban
Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di areal
Persawahan, dimana terdakwa telah memperkosa saksi korban secara bergantian
dengan paksa, dimana sebelumnya korban dan temannya IIN LASTRI sedang
berjalan-jalan tiba – tiba para terdakwa datang dengan mengendarai becak mesin
LASTRI menolaknya sedangkan saksi korban menerima ajakan
terdakwa-terdakwa dan langsung naik ke becak motor terdakwa-terdakwa I, kemudian mereka pergi
meninggalkan saksi IIN LASTRI, namun sesampainya di DUSUN XVII Desa Sei
Bamban Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai terdakwa-terdakwa
memaksa saksi korban untuk turun dari atas becak dan masuk ke dalam areal
persawahan dan di tempat tersebut terdakwa-terdakwa secara bergantian
memperkosa saksi korban secara paksa dengan mencekik lehernya dan
membungkam mulutnya dengan kedua tangan mereka agar korban tidak bisa
berteriak, dan setelah selesai memperkosanya kemudian terdakwa-terdakwa
membawa korban ke dusun I desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban
Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di areal perkebunan Bamban Estate dan
kembali memperkosa saksi korban secara bergantian, dan setelah merasa puas
kemudian terdakwa-terdakwa pergi meninggalkan saksi korban sendirian di
tempat tersebut, sehingga saksi korban menderita sakit sekali dan ditemukan luka
baru menunjuk jam 2, 7, 9, dan terdapat sisa sperma pada liang vagina,
sebagaimana disebutkan dalam Visum Et Repertum No.Pol.R./ VER.224/ X
/2008/Dokkes tanggal 03 Oktober 2008 yang dibuat dan ditanda tangani di bawah
sumpah jabatan oleh dr. SIM SIYEN, yang menyimpulkan bahwa terdapat luka
baru pada selaput dara akibat bersentuhan dengan benda tumpul atau sejenisnya,
walaupun terdakwa sendiri tidak mengakui perbuatannya dan telah mencabut atau
tidak mengakui keterangannya, karena hal yang demikian adalah petunjuk
terbuktinya perbuatan terdakwa. Maka dari uraian tersebut di atas jelas unsur ini
3) Unsur setiap orang;
Unsur setiap orang ini adalah identik dengan barang siapa, yang telah
dibuktikan tersebut diatas.
4) Unsur dilakukan lebih dari satu orang secara bersama-sama;
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan
saksi-saksi yang menerangkan bahwa benar perbuatan terdakwa-terdakwa
memperkosa saksi korban dilakukan oleh terdakwa-terdakwa secara
berganti-gantian, dimana ketika terdakwa I sedang memperkosa korban, terdakwa II
mencekik leher korban dan menutupi mulutnya agar korban tidak bisa berteriak
begitu juga sebaliknya ketika terdakwa II memperkosa II korban / saksi korban
terdakwa I menutupi mulut korban, dengan demikian maka unsur ini telah terbukti
dan terpenuhi secara hukum.
Oleh karena semua unsur dakwaan dalam Pasal 285 KUHP Jo Pasal 55
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka Jaksa Penuntut Umum pada
pokoknya menuntut supaya Hakim / Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini berkenan memutus hal-hal sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT bersalah
melakukan tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam
surat dakwaan Primair.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa HENDRA SANTO
INGOT dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dikurangkan
masa penahanan sementara
3. Menyatakan barang bukti berupa satu buah celana dalam warna kuning
muda dikembalikan kepada saksi korban atau yang paling berhak.
4. Menetapkan agar terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT dibebani
membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,-.
d. Putusan Hakim
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan pertimbangan-pertimbangan hukum
diatas, Majelis Hakim memutuskan:
1) Menyatakan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “SECARA
BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PEMERKOSAAN”.
2) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9
(sembilan) tahun.
3) Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5) Menetapkan barang bukti berupa celana dalam warna kuning muda
dikembalikan kepada saksi korban JULIANA Br TAMBUNAN.
6) Membebankan pula kepada terdakwa untuk membayar ongkos perkara ini
Demikianlah diputuskan berdasarkan rapat permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli, pada hari SENIN tanggal 01 Juni
2009 oleh kami ABDUL HADI NASUTION, SH sebagai Hakim Ketua Majelis,
NORA G. PASARIBU, SH dan HALIMATUSSAKDIAH, SH. Masing-masing
sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan pada hari KAMIS tanggal 04
JUNI 2009 dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim
tersebut, dengan dibantu oleh KASMAWATI Panitera Pengganti pada Pengadilan
Negeri tersebut, serta dihadiri oleh FITRIYANI, SH dan LINCE ROSMINI, SH.
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi Deli dan dihadapan
para terdakwa dengan didampingi oleh Penasehat Hukumnya.
e. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim
Mengingat bahwa, dalam dakwaan yaitu Pasal 285 KUHP Jo Pasal 55 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengandung unsur sebagai berikut:
2) Barang siapa.
3) Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang
bukan istrinya bersetubuh dengan dia atau orang lain.
4) Unsur dilakukan lebih dari satu orang secara bersama-sama.
Mengingat, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
satu persatu dari seluruh unsur yang terkandung dalam Pasal 285 KUHP Jo Pasal
55 ayat (1).
a) Unsur Barang Siapa.
Bahwa unsur barang siapa adalah menunjuk siapa saja atau orang sebagai
didakwa melakukan suatu tindak pidana. Bahwa yang dimaksud unsur barang
siapa dalam perkara ini adalah HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT yang telah ditanyakan
identitasnya di muka persidangan, ternyata sesuai dengan identitas terdakwa yang
termuat dalam surat dakwaan Penuntut Umum.
Bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan, apakah benar
terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA,dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT tersebut di atas benar orang yang
dimaksudkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai orang yang melakukan tindak
pidana? maka Majelis Hakim akan menghubungkan unsur berikutnya.
b) Unsur “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang
bukan istrinya bersetubuh dengan dia atau orang lain”.
bahwa sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di muka persidangan,
bahwa sejak semula terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT telah menyangkal
dakwaan Penuntut Umum dan mencabut Berita Acara pemeriksaan terdakwa yang
dibuat oleh penyidik, dengan alasan waktu itu dipaksa untuk mengaku, akan tetapi
pada akhir persidangan yaitu pada acara pledoi atau pembelaan, Penasehat Hukum
terdakwa secara tertulis memohon agar terdakwa diberikan ampunan dan
diringankan seringan-ringannya, sementara terdakwa sendiri secara lisan mohon
kepada Majelis Hakim supaya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya, dengan
alasan terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan
Bahwa dari fakta-fakta sebagaimana terurai di atas, maka terungkap bahwa
terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT telah mengakui perbuatannya
sebagaimana dakwaan Penuntut Umum.
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dihubungkan dengan
fakta-fakta yang terungkap di muka persidangan, terungkap bahwa pada pada hari
Jum’at tanggal 26 September 2008 sekitar pukul 22.00 WIB, bertempat di Dusun
XVII Desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai
tepatnya di areal Persawahan, dimana terdakwa telah memperkosa saksi korban
secara bergantian dengan paksa, dimana sebelumnya korban dan temannya IIN
LASTRI sedang berjalan-jalan tiba – tiba para terdakwa datang dengan
mengendarai becak mesin milik terdakwa I dan mengajak korban untuk makan
mie goreng, saat itu IIN LASTRI menolaknya sedangkan saksi korban menerima
ajakan terdakwa-terdakwa dan langsung naik ke becak motor terdakwa I,
kemudian mereka pergi meninggalkan saksi IIN LASTRI, namun sesampainya di
DUSUN XVII Desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang
Bedagai terdakwa-terdakwa memaksa saksi korban untuk turun dari atas becak
dan masuk ke dalam areal persawahan dan di tempat tersebut terdakwa-terdakwa
secara bergantian memperkosa saksi korban secara paksa dengan mencekik
lehernya dan membungkam mulutnya dengan kedua tangan mereka agar korban
tidak bisa berteriak, dan setelah selesai memperkosanya kemudian
terdakwa-terdakwa membawa korban ke dusun I desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban
kembali memperkosa saksi korban secara bergantian, dan setelah merasa puas
kemudian terdakwa-terdakwa pergi meninggalkan saksi korban sendirian di
tempat tersebut, sehingga saksi korban menderita sakit sekali dan ditemukan luka
baru menunjuk jam 2, 7, 9, dan terdapat sisa sperma pada liang vagina,
sebagaimana disebutkan dalam Visum Et Repertum
No.Pol.R./VER.224/X/2008/Dokkes tanggal 03 Oktober 2008 yang dibuat dan
ditanda tangani di bawah sumpah jabatan oleh dr. SIM SIYEN, yang
menyimpulkan bahwa terdapat luka baru pada selaput dara akibat bersentuhan
dengan benda tumpul atau sejenisnya, walaupun terdakwa sendiri tidak mengakui
perbuatannya dan telah mencabut atau tidak mengakui keterangannya, karena hal
yang demikian adalah petunjuk terbuktinya perbuatan terdakwa. Maka dari uraian
tersebut di atas jelas unsur ini telah terbukti secara sah dan menurut hukum.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka
terbukti bahwa terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT adalah benar orang atau
subyek hukum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut
Umum pada bagian primair tersebut sehingga dengan demikian kedua unsur
tersebut di atas telah terpenuhi menurut hukum.
Mengingat, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka
terbukti seluruh unsur dari Pasal 285 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, di atas telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa, oleh
pidana sebagaimana tersebut dan kepadanya harus dihukum dengan hukuman
yang setimpal dengan perbuatannya yaitu berupa pidana penjara dan denda.
Bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini tidak ditemukan adanya
alasan pembenar maupun pemaaf terhadap diri terdakwa, maka terhadap terdakwa
tersebut haruslah mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah
dilakukan.
Bahwa selama pemeriksaan perkara ini terdakwa ditahan, maka cukup
alasan bagi Majelis untuk mengurangkan lamanya terdakwa ditahan dari pidana
penjara yang dijatuhkan, serta memerintahkan supaya terdakwa tetap ditahan.
Bahwa karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dihukum, maka
kepadanya dihukum pula untuk membayar biaya perkara.
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana, Majelis akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang
meringankan.
Hal-hal yang memberatkan:
1) Terdakwa terdakwa telah merusak masa depan saksi korban JULIANA Br
TAMBUNAN
2) Terdakwa tidak merasa bersalah
3) Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Hal-hal yang meringankan:
1) Terdakwa masih muda dan belum pernah dihukum.
Berdasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap perbuatan terdakwa
Hendra Santo Tampubolon alias Hendra dan terdakwa Parningotan Tamba alias
Ingot yang dilakukan secara bersama-sama, disusun secara tunggal (dakwaan
tunggal) yakni seperti apa yang tertera pada halaman sebelumnya tentang surat
dakwaan, dan mengingat akan pertimbangan-pertimbangan hakim dan fakta-fakta
hukum beserta Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang tertera pada
halaman sebelumnya maka menurut penulis dakwaan tersebut bersifat kabur
sebab tidak melihat dan / atau memperhatikan fakta-fakta hukum yang tersirat di
lapangan. Penulis menilai bahwa putusan hakim sudah tepat dengan kata lain
penulis sependapat dengan putusan tersebut, sebab unsur terorganisir yang terjadi
dalam peristiwa ini telah terpenuhi dalam putusan tersebut.
Berdasar isi Pasal 189 ayat (1) KUHAP yang berbunyi, sebagai berikut :
“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri”
Mengingat / memperhatikan ketentuan Pasal di atas menandakan bahwa apa yang
dinyatakan terdakwa dalam persidangan merupakan hal yang sebenarnya Namun,
ketentuan itu ternyata tidak mutlak, karena keterangan terdakwa yang diberikan di luar
sidang dapat pula digunakan untuk membantu menemukan bukti di persidangan asalkan
keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya (Pasal 189 ayat (2) KUHAP).
Terdakwa sering menyangkal di persidangan atas apa yang didakwakan
kepadanya, baik sebagian atau semua keterangan pengakuan yang diberikannya di tingkat
terdakwa dipaksa atau diancam dengan kekerasan baik fisik maupun psikis untuk
mengakui tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Hal ini dapat dimaklumi karena pada prinsipnya KUHAP menganut asas fair
trial, dimana dalam asas ini terdakwa memiliki hak untuk memberikan keterangan secara bebas (Pasal 153 ayat (2) huruf b KUHAP), termasuk hak untuk menarik keterangannya
di sidang pengadilan. Namun satu hal yang perlu diingat, KUHAP hanya memberikan
jaminan kebebasan untuk memberikan keterangan, bukan kebebasan untuk
menyampaikan kebohongan. Menyangkal atau mengingkari pengakuan tersebut, maka
sesungguhnya terdakwa telah melakukan pencabutan keterangan di persidangan, yaitu
keterangan yang terkait dengan pengakuan yang telah diberikan terdakwa di hadapan
penyidik dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Intinya bahwa keterangan terdakwa yang dicabut dalam persidangan pengadilan
adalah keterangan pengakuan terdakwa yang diberikan pada saat pemeriksaan
penyidikan. Pengakuan tersebut dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan penyidikan yang
ditandatangani oleh terdakwa dan penyidik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, diketahui bahwa benar telah
terjadi pencabutan keterangan terdakwa, dimana terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA,dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT dalam
keterangannya di persidangan, menarik seluruh keterangan pengakuan yang diberikannya
pada tingkat pemeriksaan penyidikan di kepolisian. Dengan alasan bahwa pada waktu
diinterogasi di depan Penyidik, terdakwa dipaksa untuk mengaku dan dipukul sehingga
merasa tersiksa baik fisik maupun psikisnya.
Keterangan terdakwa di muka persidangan yang menyangkal atau mengingkari isi
terdakwa dalam persidangan, dimana dalam persidangan terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT secara
jelas dan terbukti telah menyangkal tuntutan Penuntut Umum dengan memberikan
keterangan kepada Majelis Hakim yang pada pokoknya terdakwa tidak membenarkan
seluruh isi dari BAP.
Untuk menjelaskan perihal terjadinya pencabutan keterangan oleh terdakwa
dalam persidangan, berikut akan diuraikan fakta-fakta yang menandakan telah terjadinya
pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan:
a. Fakta dari hasil pemeriksaan alat bukti keterangan terdakwa dalam persidangan
disesuaikan dengan pengakuan terdakwa dalam BAP.
Berikut beberapa hasil pemeriksaan di pengadilan terhadap terdakwa
HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN
TAMBA alias INGOT yang menunjukan adanya penyangkalan atas isi BAP
berdasarkan pertanyaan hakim dalam persidangan:
1) Terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT tidak didampingi oleh Penasihat
Hukum dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan .
2) Terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT mengatakan, bahwa dirinya saat
diperiksa oleh Penyidik dirinya diancam (dipaksa) dan dipukul dengan kayu
rotan oleh penyidik
3) Terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
BAP tidak benar karena terdakwa merasa dirinya tidak pernah melakukan
tindak pidana perkosaan.
4) Terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT mengatakan, bahwa pada saat
diperiksa oleh Penyidik dirinya diancam (dipaksa) dan dipukul oleh penyidik.
Uraian di atas menerangkan bahwa terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT
telah menyangkal semua isi BAP atau mengingkari semua pengakuan yang
diberikannya di tingkat pemeriksaan penyidikan, selain itu terdakwa juga
memberikan keterangan baru yang tidak diutarakan di depan penyidik. Dengan
adanya penyangkalan atau pengingkaran tersebut, maka terbukti bahwa terdakwa
HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN
TAMBA alias INGOT benar-benar telah mencabut keterangannya di sidang
pengadilan.
b. Fakta yang termuat dalam surat tuntutan.
Dalam petikan surat tuntutan juga terdapat keterangan yang menunjukan
adanya pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan, antara lain sebagai
berikut:
Petikan surat tuntutan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya
Penuntut Umum juga menilai telah terjadi pencabutan keterangan terdakwa di
persidangan. Penilaian penuntut umum ini semakin memperjelas, bahwa terdakwa
HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN
TAMBA alias INGOT memang telah mencabut keterangannya di sidang
pengadilan.
c. Fakta yang tertuang dalam petikan putusan pidana.
Dalam petikan putusan pengadilan terutama pada bagian
pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim terhadap keterangan terdakwa, juga terdapat
penjelasan yang menandakan adanya pencabutan keterangan terdakwa di
persidangan. Berikut petikannya:
Bahwa pada intinya terdakwa dalam keterangannya di muka persidangan menyangkal semua dakwaan Penuntut Umum.
Bahwa di muka persidangan terdakwa menarik seluruh keterangannya yang tertuang di Berita Acara yang di buat Penyidik, dengan alasan bahwa pada waktu diinterogasi di depan Penyidik terdakwa dipaksa untuk mengaku dan waktu di depan Penyidik terdakwa di pukul.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, diketahui dan terbukti bahwa terdakwa
HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN
TAMBA alias INGOT dalam persidangan benar-benar telah mencabut keterangan
pengakuan yang diberikannya di tingkat pemeriksaan penyidikan. Namun
masalah dicabut atau tidaknya keterangan terdakwa dalam persidangan, melainkan
masalah mengenai bagaimana ketentuan hukumnya pencabutan keterangan
terdakwa tersebut ? (Apakah undang-undang membenarkan pencabutan
keterangan yang diberikan terdakwa di luar sidang, dan bagaimana sikap hakim
dalam menghadapi dan menilai keterangan pengakuan yang dicabut kembali oleh
terdakwa?) Untuk menjawabnya, maka penulis dalam pembahasan ini akan
menganalisa dan melakukan tinjauan lebih lanjut terkait dengan masalah
pencabutan keterangan yang dilakukan oleh terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT .
Secara yuridis, terdakwa “berhak” dan dibenarkan “mencabut kembali”
keterangan pengakuan yang diberikan dalam penyidikan. Undang-undang pun
pada dasarnya tidak membatasi hak terdakwa untuk mencabut kembali keterangan
yang demikian, asalkan pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan
pengadilan berlangsung dan pencabutan itu mempunyai landasan alasan yang
berdasar dan logis.48
Pencabutan kembali tanpa dasar yang logis adalah pencabutan yang tidak
dapat dibenarkan oleh hukum, sebagaimana ditegaskan oleh beberapa
yurisprudensi, yang dijadikan pedoman dalam praktek peradilan sampai sekarang.
Hal ini dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Februari 1960,
No. 299 K / Kr / 1959, yang menjelaskan:
48
M. Yahya Harahap. (2006). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP :
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua,
“pengakuan terdakwa di luar sidang yang kemudian di sidang pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar merupakan petunjuk tentang kesalahan terdakwa”.
Dari putusan ini dapat dilihat, antara lain:
1) Pencabutan keterangan pengakuan yang dibenarkan hukum adalah
pencabutan yang dilandasi dengan alasan yang berdasar dan logis,
2) Pencabutan tanpa dasar alasan, tidak dapat diterima,
3) Penolakan pencabutan keterangan pengakuan, mengakibatkan pengakuan
tetap dapat dipergunakan sebagai pembantu menemukan alat bukti.
Yurisprudensi yang senada dengan putusan di atas, antara lain putusan
Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1960, No. 225 K / Kr / 1960, tanggal 25
Juni 1961, No. 6 K / Kr / 1961 dan tanggal 27 September 1961, No. 5 K / Kr /
1961, yang menegaskan:
“pengakuan yang diberikan di luar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa dasar alasan”.49
Putusan-putusan di atas jelas menggambarkan bahwa setiap pencabutan
wajib disertai dengan alasan yang berdasar dan logis. Pencabutan harus disertai
dengan alasan yang berdasar dan logis mengandung arti, bahwa pencabutan
tersebut harus didasari alasan-alasan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Sehingga bila terdakwa mencabut keterangannya di persidangan dengan alasan
bahwa pada saat pemeriksaan penyidikan dirinya diancam, dipaksa atau dipukul
49
oleh penyidik, maka hakim harus membuktikan alasan tersebut terlebih dahulu,
sebelum menerima atau menolak pencabutan keterangan terdakwa.
Walaupun terdakwa dibolehkan untuk mencabut keterangannya di
persidangan, namun kenyataannya pencabutan keterangan terdakwa di
persidangan sulit untuk dapat diterima oleh Hakim, salah satu alasannya adalah
bahwa setelah dilakukan cross check dengan saksi verbalisan (penyidik) yang
memeriksa terdakwa pada tingkat penyidikan, ternyata alasan terdakwa yang
mendasari pencabutan tersebut tidak terbukti, sehingga pencabutan ditolak oleh
hakim.
Uraian di atas jelas disebutkan bahwa terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT
dalam persidangan pengadilan mencabut semua keterangan pengakuan yang
diberikannya di depan penyidik dengan alasan bahwa pada saat diinterogasi di
depan Penyidik, terdakwa dipaksa untuk mengaku dan dipukul sehingga merasa
tersiksa baik fisik maupun psikisnya. Akan tetapi, saat pembacaan putusan, hakim
menolak pencabutan tersebut, dengan pertimbangan-pertimbangan pokok sebagai
berikut:
Mengingat, bahwa sejak awal persidangan telah pula didengar keterangan
saksi verbalisan yang telah disumpah menurut agamanya, menerangkan bahwa
pemeriksaan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
Menimbang, bahwa sejak awal persidangan yaitu pada waktu pemeriksaan
saksi-saksi, terdakwa menanggapi bahwa semua keterangan saksi yang
menyangkut inti dakwaan adalah tidak benar, akan tetapi pada akhir persidangan
yaitu pada waktu terdakwa ataupun penasehat hukum terdakwa diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembelaan, pada pokoknya pembelaan penasihat
hukum terdakwa mohon supaya terdakwa diberikan ampunan dan keringanan
seringan-ringannya, sementara dari terdakwa sendiri secara lisan mohon supaya
dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya, dengan alasan menyesali
perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka tampak jelas terdakwa mengakui perbuatannya sebagaimana dakwaan penuntut umum, dan oleh karenanya penyangkalan dan pencabutan keterangan yang tertuang dalam Berita Acara Penyidik karena tidak beralasan, maka haruslah ditolak.
Petikan di atas jelas diketahui bahwa setidaknya ada dua unsur penting
yang dijadikan alasan atau pertimbangan oleh hakim dalam menolak pencabutan
keterangan pengakuan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT , yaitu:
1) Unsur keterangan saksi verbalisan, dan
2) Unsur peninjauan terhadap pembelaan terdakwa.
Terhadap kedua unsur di atas penulis akan mencoba untuk melakukan
analisa dan kajian lebih jauh dengan tujuan agar diperoleh pembahasan yang lebih
1) Unsur keterangan saksi verbalisan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu pertimbangan hakim dalam menolak pencabutan tersebut karena adanya keterangan saksi verbalisan yang menerangkan bahwa pemeriksaan terhadap terdakwa di kantor polisi tidak ada pemaksaan. Dengan adanya keterangan saksi verbalisan ini, maka alasan pencabutan yang mengatakan dirinya (terdakwa) telah diancam, dipaksa untuk mengaku dan dipukul oleh penyidik, tidak terbukti. Berdasarkan keterangan ini, hakim menilai bahwa dengan tidak terbuktinya alasan pencabutan tersebut, maka pencabutan tidak dapat diterima.
Melihat kebiasaan yang terjadi dalam persidangan, setiap kali terjadi
pencabutan keterangan oleh terdakwa terkait dengan adanya pemaksaan maupun
penyiksaan dalam penyidikan, maka sudah dapat dipastikan bahwa tindakan
pertama dari hakim dalam menyikapi pencabutan ini adalah dengan memanggil
saksi verbalisan, guna dilakukan cross check atau klarifikasi dengan penyidik,
guna membuktikan kebenaran alasan dari pencabutan keterangan terdakwa.
Dengan mengetahui secara langsung keterangan dari saksi verbalisan mengenai
proses dan tata cara pemeriksaan yang dilakukan penyidik, maka hakim akan
mengetahui apakah telah terjadi pemaksaan atau ancaman terhadap diri terdakwa
pada saat penyidikan.
Bila dari hasil klarifikasi diketahui bahwa benar atau terbukti telah terjadi
pemaksaan, ancaman dan penyiksaan terhadap diri terdakwa maka alasan
dianggap tidak benar, dan keterangan itu (BAP) tidak dapat digunakan sebagai
landasan untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan.
Sebaliknya, jika hasil klarifikasi diketahui ternyata tidak terjadi
pemaksaan, ancaman dan penyiksaan terhadap diri terdakwa, maka alasan
pencabutan tidak dibenarkan, sehingga keterangan pengakuan terdakwa yang
tercantum dalam BAP tetap dianggap benar dan hakim dapat mempergunakannya
sebagai alat untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan.50
a) Dengan disumpah;
Begitu besar pengaruh keterangan saksi verbalisan terhadap diterima atau
tidaknya pencabutan keterangan terdakwa, membuat kedudukan keterangan saksi
verbalisan menjadi sangat penting, terutama bagi hakim. Melihat begitu besarnya
peranan keterangan saksi verbalisan dalam masalah pencabutan ini, maka penulis
merasa perlu untuk mengkaji dasar-dasar yang menjadi landasan hakim dalam
mempercayai keterangan saksi verbalisan tersebut, karena hakim tentunya
mempunyai dasar yang kuat dalam mempercayai keterangan saksi verbalisan.
Pada dasarnya seorang hakim tidak boleh langsung mempercayai
keterangan saksi verbalisan, karena mungkin saja keterangan dari penyidik juga
terdapat unsur kebohongan, untuk menghindari hal tersebut hakim memilik
beberapa prinsip yang menjadi landasan hakim dalam menilai kebenaran
keterangan saksi verbalisan, antara lain yaitu:
50
Sumpah dilakukan menurut agama atau keyakinan saksi verbalisan,
sumpah bertujuan agar saksi verbalisan dalam memberikan keterangannya tidak
berdusta. Karena sumpah dilakukan atas nama Tuhan, maka diyakini bahwa
setelah disumpah saksi verbalisan tidak akan memberikan keterangan bohong (lie)
maupun keterangan palsu (perjury), dengan asumsi bila saksi verbalisan
memberikan keterangan bohong atau palsu, maka akan mendapatkan hukuman
langsung dari Tuhan.
Namun demikian, ternyata sumpah saja tidak cukup untuk membuktikan
kebenaran keterangan saksi verbalisan dan tidak menjamin sepenuhnya kebenaran
keterangan saksi verbalisan, karena pada kenyataannya masih mungkin saksi
verbalisan memberikan keterangan bohong maupun keterangan palsu meskipun
telah disumpah. Terlepas dari hal demikian, setidaknya sumpah mampu
memberikan tambahan keyakinan bagi Hakim dalam menilai dan mempercayai
kebenaran keterangan saksi verbalisan.
b) Menghubungkan keterangan saksi verbalisan dengan alat-alat bukt i lainnya;
Hakim tidak serta merta mempercayai keterangan saksi verbalisan, karena
tidak tertutup kemungkinan saksi verbalisan dapat memberikan keterangan
bohong maupun keterangan palsu meskipun telah disumpah. Oleh karena itu
sekedar sumpah saja tidaklah cukup bagi hakim untuk mempercayai keterangan
saksi verbalisan, melainkan harus didukung oleh keterangan alat-alat bukti lain
yang mengacu pada kebenaran keterangan saksi verbalisan.
Adanya kesesuaian antara keterangan saksi verbalisan dengan keterangan
keterangan saksi verbalisan. Sehingga penting bagi hakim untuk melakukan
analisa dan mencari keterkaitan antara keterangan saksi verbalisan dengan
keterangan alat-alat bukti lainnya, guna mendapatkan sebenar-benarnya keyakinan
atas kebenaran keterangan saksi verbalisan.
c) Kepercayaan atas kode etik korps jabatan.
Setiap penegak hukum pasti memiliki etika profesi sesuai dengan
jabatannya. Selain itu penegak hukum juga berkewajiban melaksanakan
jabatannya sesuai dengan kode etik profesinya. Bagi penegak hukum sendiri, ada
kode etik yang harus ditaati dan dijunjung tinggi sebagai pedoman dalam
menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.
Salah satu kode etik korps penegak hukum adalah kewajiban untuk
berlaku jujur, saling menghormati dan saling membantu antara sesama penegak
hukum. Berdasarkan hal ini kiranya dapat dimengerti bahwa sebagai penegak
hukum hakim dan penyidik (polisi) harus saling percaya, saling menghormati dan
saling membantu atau bekerja sama dalam menegakkan hukum.
Atas dasar tersebut hakim merasa dapat mempercayai keterangan saksi
verbalisan, karena hakim menilai bahwa penyidik dalam memberikan keterangan
pastilah dilandasi dengan kode etik korps penegak hukum yaitu kejujuran,
sehingga tidak mungkin akan memberikan keterangan bohong atau keterangan
palsu yang dapat mencoreng kehormatan korps penegak hukum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya hakim
menjadikannya sebagai dasar penolakan pencabutan keterangan terdakwa, karena
jika hakim hanya mempercayai keterangan saksi verbalisan saja, maka dapat
dikatakan hakim cenderung tidak adil karena sifatnya yang subyektif atau sepihak.
Apabila hakim mempercayai keterangan saksi verbalisan tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain, dikhawatirkan dapat merugikan terdakwa dalam
pembelaan diri. Untuk itu hakim perlu memikirkan pertimbangan-pertimbangan
lain, termasuk isi hati nuraninya sendiri, sebelum memutuskan menerima
keterangan saksi verbalisan tersebut.
2) Unsur peninjauan terhadap pembelaan terdakwa.
Selain keterangan saksi verbalisan, yang menjadi dasar penolakan hakim
atas pencabutan keterangan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT adalah adanya
kejanggalan pada isi pembelaan terdakwa. Pada pembelaannya penasehat hukum
terdakwa pada pokoknya memohon agar terdakwa diberikan ampunan dan
keringanan seringan-ringannya, sementara terdakwa sendiri secara lisan mohon
supaya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya, dengan alasan menyesali
perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Berdasar isi pembelaan tersebut diketahui bahwa secara tidak langsung
terdakwa telah mengakui perbuatannya sebagaimana dakwaan penuntut umum,
karena logikanya bila terdakwa memang benar-benar tidak melakukan tindak
pidana, pasti dalam pembelaannya akan memuat permohonan untuk dibebaskan
dari segala tuntutan sedangkan dalam pembelaan terdakwa HENDRA SANTO
yang termuat adalah permohonan untuk dijatuhi hukuman yang
seringan-ringannya, isi pembelaan ini sangat berlawanan dengan sikap terdakwa yang
selama persidangan bersikeras menganggap dirinya tidak melakukan tindak
pidana perkosaan sebagaimana dakwaan penuntut umum.
Adanya kejanggalan dalam pembelaan tersebut maka hakim menarik
kesimpulan bahwa sebenarnya terdakwa mengakui perbuatannya sesuai dakwaan
penuntut umum, walaupun tidak diucapkannya secara langsung. Dan berdasarkan
hal ini pula, hakim merasa wajib untuk menolak pencabutan keterangan
pengakuan terdakwa yang diberikan pada saat pemeriksaan penyidikan.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam perkara
HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN
TAMBA alias INGOT, hakim membuktikan alasan pencabutan keterangan
terdakwa dengan mencari petunjuk melalui klarifikasi dengan saksi verbalisan dan
melalui peninjauan terhadap isi pembelaan terdakwa. Setelah melakukan
peninjauan terhadap dua hal tersebut pada akhirnya hakim cukup merasa yakin
untuk memutuskan bahwa alasan pencabutan keterangan terdakwa tersebut tidak
dapat diterima karena tidak beralasan atau tidak terbukti kebenarannya.
Menurut penulis, pertimbangan hakim yang menolak pencabutan
keterangan terdakwa hanya dengan dasar petunjuk dari keterangan saksi
verbalisan dan isi pembelaan sangatlah riskan dan dikhawatirkan dapat merugikan
terdakwa dalam pembelaan diri. Oleh karena itu, sebaiknya hakim mencari
pertimbangan-pertimbangan lain sebelum memutuskan menerima atau menolak
keterangan saksi verbalisan dan isi pembelaan, walaupun keterangan saksi
verbalisan dan peninjauan terhadap isi pembelaan juga cukup penting, namun
akan lebih baik bila hakim mencari pertimbangan-pertimbangan lain agar dalam
mempertimbangkan alasan penolakan pencabutan dapat lebih mantap dan utuh
tanpa keragu-raguan.
Ada beberapa hal yang masih dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim
sebelum memutuskan menerima atau menolak pencabutan keterangan terdakwa,
adalah dengan mempertimbangkan secara seksama semua alat bukti dan fakta
maupun keadaan yang ditemukan selama persidangan berlangsung atau dengan
kata lain hakim harus menganalisa keterkaitan hubungan antar tiap-tiap alat bukti,
barang bukti dan keadaan selama persidangan berlangsung.
Menilai alasan pencabutan keterangan pengakuan, memerlukan kearifan
dan ketelitian, hal ini sering dilupakan oleh hakim. Kadangkala penolakan hakim
atas pencabutan, hanya didasari oleh keterangan saksi verbalisan semata tanpa
mempertimbangkan keadaan-keadaan lain di sekitarnya.
Menghadapi adanya pencabutan pengakuan dari terdakwa, hakim dituntut
memiliki kemampuan kecakapan hukum dan keterampilan penguasaan yang
matang akan seluk-beluk pembuktian dan penilaian kekuatan pembuktian yang
diatur dalam hukum acara pidana serta dipadu dengan intuisi dan “seni
mengadili”. Jika semua ini dimiliki hakim, maka hakim akan mampu menilai dan
mempertimbangkan alasan pencabutan dengan mantap dan utuh.51
51
Karena masalah pencabutan keterangan pengakuan terdakwa di muka
penyidik terletak sepenuhnya di pundak hakim, maka hakim harus
sungguh-sungguh mempertimbangkan pencabutan ini secara arif dan bijaksana. Salah
satunya adalah dengan melihat dan mencari keterkaitan hubungan antar tiap-tiap
alat bukti, barang bukti dan fakta-fakta selama persidangan berlangsung.
Melakukan penilaian dan mencari hubungan yang ada pada tiap-tiap alat
bukti, barang bukti, dan fakta-fakta yang ada selama persidangan berlangsung
hakim akan memperoleh petunjuk yang berguna dalam mempertimbangkan
diterima atau tidaknya pencabutan tersebut, lebih dari itu hakim akan memperoleh
keyakinan dalam menilai kesalahan terdakwa, sehingga tidak ada keraguan dalam
diri hakim saat menjatuhkan putusan pidana. Sebagai gambaran pentingnya hakim
untuk mencari keterkaitan antar tiap-tiap alat bukti, barang bukti dan fakta-fakta
yang ada selama persidangan dalam menyikapi pencabutan keterangan pengakuan
oleh terdakwa, dapat dilihat dari kasus HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Di persidangan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT menyangkal dakwaan
penuntut umum, dan mencabut pengakuannya yang tertuang dalam BAP, akan
tetapi setelah dilakukan pemeriksaan terhadap alat-alat bukti ternyata tidak ada
satu pun alat bukti yang mendukung penyangkalan tersebut. Hal ini dapat dilihat
dari hasil pemeriksaan alat-alat bukti sebagai berikut:
Hasil pemeriksaan terhadap saksi korban Juliana Tambunan diperoleh
keterangan bahwa benar saksi telah diperkosa dan yang melakukan perkosaan
tersebut adalah terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA,
dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT .
b) Keterangan saksi Tiurlan br Samosir.
Hasil pemeriksaan terhadap saksi Tiurlan br Samosir di peroleh
keterangan bahwa, saksi tahu anaknya diperkosa dari keterangan anaknya sewaktu
pulang ke rumah, dan dari keterangan terdakwa waktu di kantor polisi.
c) Keterangan saksi Basrani.
Hasil pemeriksaan terhadap saksi Basrani diperoleh keterangan bahwa,
saksi tahu korban Juliana br Tambunan diperkosa oleh terdakwa dari keterangan
korban sendiri berdasarkan pertanyaan saksi Basrani kepada korban
d) Keterangan saksi verbalisan Ferry Manalu
Hasil pemeriksaan terhadap saksi verbalisan di peroleh keterangan bahwa,
benar terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT dihadapan Penyidik mengaku dengan
memberikan keterangan secara jelas bahwa terdakwa telah memperkosa Juliana br
Tambunan.
e) Keterangan saksi ahli dr. Sim Siyen
Hasil pemeriksaan terhadap saksi ahli di peroleh keterangan bahwa, benar
dengan benda tumpul pada selaput dara alat kelamin korban dan juga terdapat sisa
sperma pada liang vagina korban.
f) Barang bukti.
Celana dalam korban Juliana br Tambunan warna kuning muda yang
terdapat bekas sperma.
Hasil pemeriksaan alat-alat bukti di pengadilan tersebut, diketahui bahwa
pada pokoknya semua keterangan alat bukti memberikan keterangan yang sama,
yaitu mengarahkan bahwa pelaku perkosaan adalah terdakwa HENDRA SANTO
TAMPUBOLON alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT.
Akan tetapi, keterangan saksi saja belum dapat memberikan keyakinan yang utuh
kepada hakim tentang kesalahan terdakwa, terlebih lagi dengan tidak adanya
seorang saksi pun yang mengetahui dan secara langsung melihat terjadinya tindak
pidana perkosaan.
Menghadapi keadaan seperti ini hakim dituntut untuk jeli dan cermat
dalam menilai dan mempelajari tiap-tiap alat bukti, karena dengan kejelian dan
kecermatan tersebut, hakim akan mampu melihat persesuaian yang ada antara alat
bukti, barang bukti dan fakta-fakta yang ada selama persidangan berlangsung.
Berdasarkan persesuaian tersebut, hakim akan menemukan petunjuk baru yang
dapat memperkuat alasan hakim dalam melakukan penolakan pencabutan
Hasil pemeriksaan yang dapat digunakan hakim untuk mendapatkan
petunjuk kasus HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias HENDRA, dan
PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT adalah:
1) Keterangan saksi korban yang mengatakan bahwa benar dirinya telah
diperkosa oleh terdakwa.
2) Keterangan semua saksi yang mengarah pada kesalahan terdakwa.
3) Hasil visum et repertum yang menunjukan adanya indikasi telah terjadi
perkosaan terhadap diri korban, yaitu ditemukannya luka baru pada alat
kelamin korban akibat benda tumpul.
4) Adanya barang bukti berupa celana dalam milik korban yang masih ada
bekas air mani.
Dengan mendapatkan petunjuk baru tersebut setidaknya hakim akan lebih
yakin dalam menguraikan alasan penolakannya terhadap pencabutan keterangan
terdakwa. Sebab setidaknya ada petunjuk baru yang memperkuat petunjuk awal,
petunjuk awal adalah petunjuk yang diperoleh hakim dari hasil peninjauan
terhadap keterangan saksi verbalisan dan terhadap peninjauan isi pembelaan
terdakwa.52
Hasil pembahasan terhadap kasus HENDRA SANTO TAMPUBOLON
alias HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT, dapat
disimpulkan bahwa yang menjadi sebab ditolaknya pencabutan oleh hakim adalah
karena tidak terbuktinya alasan yang menjadi dasar pencabutan tersebut, dimana
52
setelah hakim melakukan persesuaian dalam persidangan terhadap alat-alat bukt i,
barang bukti dan fakta-fakta lain yang ada dalam persidangan, ternyata tak satu
pun yang dapat membenarkan alasan pencabutan tersebut.
Berdasarkan seluruh uraian di atas dan dari hasil penelitian di Pengadilan
Negeri Tebing Tinggi dapat ditarik kesimpulan bahwa pada prinsipnya
pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan boleh dilakukan oleh
terdakwa, dengan syarat pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan
pengadilan berlangsung dan disertai dengan alasan yang mendasar dan logis.
Alasan yang mendasar dan logis tersebut mengandung arti bahwa alasan yang
menjadi dasar pencabutan tersebut harus dapat dibuktikan kebenarannya dan
diperkuat atau didukung oleh bukti-bukti lain yang menunjukkan bahwa alasan
B. Implikasi Yuridis Pencabutan Keterangan Terdakwa dalam Persidangan Terhadap Kekuatan Alat Bukti
Pembahasan di atas telah dijelaskan bahwa pada dasarnya keterangan
pengakuan yang diberikan di tingkat penyidikan, dapat dicabut kembali oleh
terdakwa di persidangan. Bahkan undang-undang pun tidak membatasi hak
terdakwa untuk mencabut kembali keterangan yang demikian, asalkan pencabutan
tersebut dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung dan
disertai dengan alasan yang mendasar dan logis.
Suatu hal yang penting untuk diingat, hakim tidak boleh buru-buru
menolak atau menerima begitu saja alasan pencabutan. Terlampau gampang
menolak alasan pencabutan, berarti hakim yang bersangkutan, dengan sengaja
merugikan kepentingan terdakwa dalam pembelaan diri. Sebaliknya terlalu
gampang menerima alasan pencabutan, mengakibatkan terdakwa yang
benar-benar bersalah akan dibebaskan dari pertanggung jawaban hukum, karena tidak
jarang dijumpai kasus perkara yang tumpuan pembuktiannya tersimpul dalam
pengakuan berita acara penyidikan. Artinya kunci yang membukakan pintu
pembuktian sering harus dimulai dari keterangan pengakuan yang diberikan
terdakwa dalam berita acara penyidikan.
Terlepas dari diterima atau tidaknya pencabutan keterangan terdakwa oleh
hakim, dengan adanya pencabutan tersebut pasti akan mempengaruhi proses
persidangan di pengadilan. Oleh karena itu perlu kesiapan dari hakim dan jaksa,
Hal ini penting mengingat pengaruh pencabutan tersebut sangat luas mulai dari
penilaian pembuktian sampai pada putusan.
Implikasi dari adanya pencabutan keterangan terdakwa terhadap kekuatan
alat bukti, dapat diketahui setelah adanya penilaian hakim terhadap alasan
pencabutan tersebut, apakah hakim menerima atau menolak alasan pencabutan
tersebut. Pencabutan keterangan terdakwa diterima oleh hakim mengakibatkan
terdakwa bebas murni vrijspraak atas apa yang didakwakan (tuntutan) kepadanya
dalam surat dakwaan, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Penuntut Umum
antara lain, kasasi dan terdakwa dapat mengajukan rehabilitasi. Mengenai proses
ganti rugi yang merupakan bagian dari Praperadilan (Pasal 77 KUHAP) tidak
mutlak tergantung kepada terdakwa. Tidak terkait dengan proses pembuktian, hal
yang terjadi ialah proses penyidikan cacat hukum yang mengakibatkan dakwaan
batal demi hukum, alternatifnya ialah dilakukan pemeriksaan kembali dalam
proses penyidikan (BAP) agar hak azasi tersangka atau terdakwa terjamin /
terlindungi. Selain itu, Apabila hakim menerima alasan pencabutan, berarti
keterangan yang terdapat dalam berita acara penyidikan dianggap “tidak benar”
dan keterangan itu tidak dapat dipergunakan sebagai landasan untuk membantu
menemukan bukti di sidang pengadilan. Sebaliknya, apabila alasan pencabutan
tidak dapat dibenarkan maka keterangan pengakuan yang tercantum dalam berita
acara penyidikan tetap dianggap benar dan dapat dipergunakan sebagai landasan
untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan.53
53
Bila pencabutan keterangan pengakuan terdakwa ditolak oleh hakim,
karena dinilai alasan pencabutan keterangan tidak berdasar dan tidak logis, maka
penolakan tersebut ikut membawa dampak bagi kekuatan alat bukti keterangan
terdakwa itu sendiri, yaitu dengan ditolaknya pencabutan kembali tersebut, Hakim
menilai bahwa keterangan terdakwa (tersangka) di depan penyidiklah yang
mengandung unsur kebenaran dan mempunyai nilai pembuktian, sedangkan
keterangan terdakwa di persidangan yang menyangkal semua isi BAP dinilai tidak
benar dan tidak ada nilainya sama sekali dalam pembuktian.
Atas penilaian ini, Hakim kemudian menganggap keterangan terdakwa
(tersangka) di depan penyidik (BAP) dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Karena pada dasarnya dengan ditolaknya
pencabutan tersebut berarti pengakuan-pengakuan terdakwa yang tertulis dalam
BAP diterima sebagai suatu kebenaran yang sangat membantu hakim dalam
membuktikan kesalahan terdakwa.
Penggunaan keterangan pengakuan terdakwa sebagai petunjuk ini
dipertegas dengan Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 September 1977 No.
177 K / Kr / 1965, yang menegaskan:
“Bahwa pengakuan-pengakuan Terdakwa I dan II di muka polisi dan jaksa, ditinjau dalam hubungannya satu sama lain, dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan kesalahan terdakwa”.
Isi putusan Mahkamah Agung di atas mengandung kaidah bahwa
sebagai “petunjuk” untuk menetapkan kesalahan terdakwa.54 Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa dengan ditolaknya pencabutan keterangan yang ada
dalam BAP, maka terhadap keterangan yang tertulis dalam BAP tersebut, oleh
hakim kemudian dijadikan petunjuk dalam menetapkan kesalahan terdakwa.
Adapun pertimbangan hakim menggunakan keterangan dalam BAP sebagai
petunjuk, adalah karena keterangan tersebut secara utuh menggambarkan kejadian
peristiwa pidana yang didakwakan. Keutuhan ini mampu melengkapi dan
menegaskan alat bukti yang ditemukan dalam persidangan pengadilan. Dengan
kata lain, kedudukan keterangan pengakuan yang diberikan terdakwa di depan
pemeriksaan penyidikan, tidak bisa berdiri sendiri. Fungsinya hanya dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyempurnakan pembuktian alat bukti
lain. Atau berfungsi dan bernilai “untuk mencukupi dan “mengungkapkan”
keterbuktian kesalahan terdakwa.55
Demikian halnya dengan kasus HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT, dimana pencabutan
keterangan yang dilakukan terdakwa HENDRA SANTO TAMPUBOLON alias
HENDRA, dan PARNINGOTAN TAMBA alias INGOT, ditolak oleh Hakim
dengan dasar bahwa alasan pencabutan tersebut tidak terbukti kebenarannya,
karena setelah dilakukan cross check dengan saksi verbalisan dan setelah Hakim
melakukan pengamatan atas fakta-fakta dan alat-alat bukti dalam persidangan
ternyata tidak satu pun yang dapat membenaran alasan pencabutan keterangan
pengakuan tersebut. Bahkan dengan ditolaknya pencabutan tersebut, Hakim
54
Ibid., hal.326
55
kemudian menjadikan keterangan dalam BAP sebagai petunjuk dalam
membuktikan kesalahan terdakwa. Sebagaimana yang diutarakan oleh Adnan
Paslyadja, yang menjelaskan bahwa penyangkalan terdakwa yang melalui alat
bukti lain dapat dibuktikan sebagai kebohongan dapat di terima sebagai alat bukti
petunjuk. Sehingga, dengan tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung
pencabutan keterangan oleh terdakwa, maka keadaan ini dapat dijadikan petunjuk
bagi hakim dalam menilai atau membuktikan kesalahan terdakwa.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa implikasi dari ditolaknya
pencabutan, terhadap kekuatan alat bukti keterangan terdakwa adalah, hakim akan
menilai keterangan terdakwa di sidang pengadilan sebagai suatu keterangan yang
tidak mengandung unsur kebenaran dan tidak ada nilainya sama sekali dalam
pembuktian (tidak dapat digunakan sebagai alat bukti) sedangkan bila pencabutan
keterangan pengakuan terdakwa diterima hakim, karena alasan pencabutan yang
dapat dibuktikan kebenarannya, hal ini juga akan membawa dampak bagi
kekuatan alat bukti keterangan terdakwa itu sendiri, yaitu dengan diterimanya
pencabutan tersebut, hakim akan menilai bahwa keterangan terdakwa di
persidanganlah yang mempunyai nilai kebenaran dan dapat digunakan dalam
pembuktian, sedangkan terhadap keterangan terdakwa (tersangka) di depan
penyidik (BAP) dinyatakan tidak benar dan tidak ada nilainya sama sekali dalam
pembuktian.
Kesimpulannya, bahwa implikasi dari diterimanya pencabutan, terhadap
terdakwa di sidang pengadilan sebagai suatu keterangan yang mengandung unsur
kebenaran dan dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan.
Kesimpulan akhir dari seluruh uraian di atas, bahwa implikasi dari
pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan terhadap kekuatan alat bukti
keterangan tersangka adalah:
a. Apabila pencabutan tersebut diterima oleh hakim, maka konsekuensi
yuridisnya adalah keterangan terdakwa dalam persidangan pengadilan
dapat digunakan sebagai alat bukti dan keterangan terdakwa (tersangka) di
tingkat penyidikan tidak dapat digunakan sama sekali untuk menemukan
bukti di persidangan karena isinya yang dinilai tidak benar.
b. Apabila pencabutan ditolak oleh hakim, maka konsekuensi yuridisnya
adalah keterangan terdakwa dalam persidangan pengadilan tidak dapat
digunakan sebagai alat bukti, justru keterangan terdakwa (tersangka), di
tingkat penyidikanlah (BAP) yang kemudian dapat digunakan dalam
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Perumusan masalah yang penulis kemukakan serta pembahasannya baik
yang berdasarkan atas teori maupun data-data yang penulis dapatkan selama
mengadakan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa prinsipnya pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan boleh
dilakukan oleh terdakwa mengingat akan hak yang dimiliki oleh terdakwa,
dengan syarat pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan
pengadilan berlangsung dan harus disertai dengan alasan yang mendasar dan
logis. Alasan yang mendasar dan logis tersebut mengandung arti bahwa
alasan yang menjadi dasar pencabutan tersebut harus dapat dibuktikan
kebenarannya dan diperkuat atau didukung oleh bukti-bukti lain yang
menunjukkan bahwa alasan pencabutan tersebut benar dan dapat dibuktikan
oleh terdakwa di dalam persidangan, hakim dalam hal ini bersifat imparsial
atau tidak memihak di dalam proses pembuktian yang sedang berlangsung.
2. Implikasi dari pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan terhadap
kekuatan alat bukti keterangan tersangka adalah:
a. Apabila pencabutan diterima oleh hakim, maka keterangan terdakwa
dalam persidangan pengadilan dapat digunakan sebagai alat bukti dan
sama sekali untuk menemukan bukti di persidangan karena isinya yang
dinilai tidak benar.
b. Sedangkan apabila pencabutan ditolak oleh hakim, maka keterangan
terdakwa dalam persidangan pengadilan tidak dapat digunakan sebagai alat
bukti, justru keterangan terdakwa (tersangka), di tingkat penyidikanlah
(BAP) yang kemudian dapat digunakan dalam pembuktian.
B.Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka sebagai akhir dari seluruh tulisan
ini, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: Hakim hendaknya dalam menolak
atau menerima pencabutan keterangan terdakwa harus bersikap hati-hati, arif dan
bijaksana. Tidak buru-buru mengambil keputusan. Harus lebih dulu dengan teliti
mengadakan pemeriksaan yang menyeluruh secara cermat dan seksama termasuk
mengedepankan sanubari dan hati nuraninya. Jangan hanya bersandar pada
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat formal di persidangan, hakim dalam menolak
atau menerima pencabutan keterangan terdakwa, dapat merugikan pembelaan
BAB II
KETENTUAN HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN
TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN
A.Tinjauan Umum Pembuktian
Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan
penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis
alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP. Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai
pembuktian, akan tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang
arti dari pembuktian. Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran
dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.27
Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha
untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal
terhadap kebenaran peristiwa tersebut.28 Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah
melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya.29
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan
pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan
27
Subekti. (2001). Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, hal. 1
28
Martiman Prodjohamidjojo. (1984). Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, Jakarta: Pradnya Paramitha, hal. 11 29
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan
boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.30
Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang
mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut
dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.31
1. Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk
mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang
didakwakannya kepada terdakwa.
Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP,
telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:
2. Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk
melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut
umum, sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan undang-undang.
3. Terutama bagi hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan
mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang diketemukan selama
pemeriksaan persidangan.32
30
M.Yahya Harahap. (2006). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua,
Jakarta: Sinar Grafika, hal. 273
31
Hari Sasangka dan Lily Rosita. (2003). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung: Mandar Maju , hal. 10
32
1. Prinsip-Prinsip Pembuktian
a. Hal-hal yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” atau disebut
dengan istilah notoire feiten.
Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian.Yang
dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak. yang dimaksud
dengan peristiwa misalnya, pada tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari
Kemerdekaan Indonesia.
2) Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan
demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya, arak adalah
termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa menyebabkan
seseorang mabuk.33
b. Kewajiban seorang saksi
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat
(2) KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke
suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak
kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang
yang berlaku, demikian pula dengan ahli.
33
c. Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)
Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Menurut KUHAP, keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini
dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Dalam
acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah”.
Jadi, ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk,
atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat bukti
untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat.34
d. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum
membuktikan kesalahan terdakwa.
Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip “pembuktian terbalik”
yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut
Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain”.
e. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri
Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri”. Ini
34
berarti apa yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh diterima
dan diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa
sendiri.
Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan yang
berkedudukan sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukt i
terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa
orang, masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti
yang mengikat kepada dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat
dipergunakan terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya.35
2. Teori-Teori atau Sistem Pembuktian
Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:
a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata
(Conviction In Time)
Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap
perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian “keyakinan”
hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya
terdakwa sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak
harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada.
Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau
35
hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam
memutuskan perkara hakim menjadi subyektif sekali.
Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak memberikan
kepercayaan kepada hakim, kepada kesan-kesan perseorangan sehingga sulit
untuk melakukan pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan Prancis yang
membuat pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak mengakibatkan
putusan bebas yang aneh.36
b. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang
Logis (Conviction In Raisone)
Sistem pembukt ian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan
penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum
terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim
yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim
tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, meskipun
alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa
menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu
mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat
dijelaskan dengan alasan yang logis.
Keyakinan hakim dalam sistem pembukt ian convition in raisone harus
dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus
“reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan
36
A. Minkenhof, hal. 219, dikutip Andi Hamzah. (1985). Pengantar Hukum Acara