• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

Setiap karya ilmiah tentunya memerlukan suatu studi kepustakaan atau sering disebut dengan istilah tinjauan kepustakaan. Pada tahapan ini penelitian menjadi landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat “trial and error”.

1 Pencabutan Keterangan Terdakwa

Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Penempatannya pada urutan terakhir inilah salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan saksi. Dalam HIR, alat bukti ini disebut, “ pengakuan tertuduh ”. Perubahannya menjadi “ keterangan terdakwa ” tidak disebutkan secara jelas di dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.

Ditinjau dari segi pengertian bahasa, terdapat ada perbedaan makna antara “ pengakuan ” dan “ keterangan ”. Pada pengakuan, terasa benar mengandung suatu “pernyataan” tentang apa yang dilakukan seseorang sedang pada “ keterangan ” terasa kurang menonjol pengertian pernyataan. Pengertian yang

terkandung pada kata “ keterangan ” lebih bersifat suatu “penjelasan” akan apa yang dilakukan seseorang.16

Umumnya, banyak pihak atau terdakwa yang mencabut keterangannya (keterangan terdakwa) dalam persidangan yang disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Ditinjau dari segi bahasa, pencabutan keterangan terdakwa berarti suatu proses / keadaan dimana terdakwa menarik kembali pernyataannya atas apa yang dia utarakan dalam tingkat penyidikan (berita acara pemeriksaan) dikarenakan hal-hal tertentu.

17

2 Pengertian dan Pembagian Alat Bukti

Pencabutan keterangan terdakwa dilakukan atas alasan yang sah dan bukti yang konkrit.

Kekuatan alat bukti atau juga dapat disebut sebagai suatu efektifitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat tergantung dari beberapa faktor. Sebut saja faktor itu adalah psiko-sosial (kode etika, kualitas sikap penegak hukum, dan hubungan dengan masyarakat) dan partisipasi masyarakat. Salah satu fungsi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap atau perilaku pihak lain menuju ke satu tujuan yang dikehendaki : artinya apabila pihak lain itu mematuhi hukum. Tetapi kenyataannya tidak jarang orang mengacuhkan atau

16

M. Yahya Harahap. (2006). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua.

Jakarta: Sinar Grafika, hal. 318

17

bahkan melanggar dengan terang-terangan, yang berarti orang itu tidak taat pada hukum.

Penerapan hukum itu mempunyai kekuatan pembuktian yang digolongkan ke dalam alat bukti. Pasal 184 ayat (1) telah menentukan secara “limitatif” alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan tidak dibenarkan membuktikan kesalahan terdakwa. Pembuktian dengan alat bukti di luar jenis alat bukti sebagaimana yang disebut dalam pasal 184 ayat (1), tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.

Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam pasal 184 ayat (1), adalah:

a. KeteranganSaksi b. Keterangan Ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan Terdakwa 1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan atas apa yang saksi lihat, dengar dan saksi alami sendiri serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau the

degree of evidence keterangan saksi, agar keterangan saksi atau kesaksian

mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Artinya, agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut :

a. Harus mengucapkan sumpah atau janji sebagaimana yang tersirat dalam pasal 160 ayat (3) KUHAP

b. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan (pasal 185 ayat 1) c. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup

d. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri

Penilaian terhadap keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus memiliki korelasi antara keterangan-keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Menilai dan mengkonstruksi kebenaran keterangan para saksi, ada beberapa hal yang menuntut kewaspadaan hakim dalam persidangan :

1. Persesuaian antara keterangan Saksi,

2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain 3. Alasan saksi memberi keterangan tertentu.

2. Keterangan Ahli

Keterangan pihak ketiga untuk memperoleh kebenaran, hakim dapat meminta bantuan seorang ahli, dalam praktik sering disebut sebagai saksi ahli (experties, deskundigen). Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang memilii keahlian khusus dan objektif dengan maksud membuat terang suatu perkara atau guna menambah pengetahuan hakim sendiri dalam suatu hal. Mengenai saksi ahli diatur dalam Pasal 160 ayat (4) yang menetapkan bilamana pengadilan menganggap perlu, seorang ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah ahli itu selesai memberikan keterangan, dan dalam Pasal 161 ayat (2) ditentukan sebagai saksi ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji

tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanya merupakan keterangan yang dapat menguatkan hakim.

Pasal 1 butir 28, memberikan pengertian umum tentang keterangan ahli yang menyebutkan bahwa keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Pasal 186 menyebutkan pengertian keterangan ahli dalam pemeriksaan sidang yaitu apa yang dinyatakan oleh seorang dalam sidang. Keterangan ahli dalam Pasal 1 butir 28 dan Pasal 186 ayat menimbulkan persoalan, jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 133 ayat (2) yang berbunyi, “keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan”.

Melihat uraian di atas, keterangan ahli kedokteran kehakiman atau keterangan yang dimaksud dalam Pasal 133 KUHAP, diberikan dalam proses penyidikan. Jadi, bukan dalam sidang, sehingga keterangan dokter bukan ahli kehakiman dapat dianggap sebagai alat bukti “surat” (Pasal 184 sub c), sedang apabila keterangan dokter bukan ahli kehakiman diberikan dalam sidang, harus dianggap sebagai alat bukti “ keterangan saksi” (Pasal 184 ).

Apabila dibandingkan keterangan saksi dan keterangan ahli, maka ada perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli, antara lain sebagai berikut:

a. Saksi memberi keterangan sebenarnya mengenai peristiwa yang ia alami, ia dengar, ia lihat, ia rasakan dengan pancainderanya, sedangkan ahli memberi keterangan mengenai penghargaan dari hal-hal yang sudah ada

dan mengambil kesimpulan mengenai sebab dan akibat dalam suatu perbuatan terdakwa;

b. Pada saksi dikenal adanya asas unus testis nullus testis yang tidak dikenal pada ahli, sehingga dengan keterangan seorang ahli saja, hakim membangun keyakinannya dengan alat-alat bukti yang lain.

c. Saksi dapat memberi keterangan dengan lisan dan ahli dapat memberi keterangan lisan maupun tulisan.

d. Hakim bebas menilai keterangan saksi dan hakim tidak wajib turut kepada pendapat, kesimpulan dan saksi ahli bilamana bertentangan dengan keyakinan hakim.

e. Kedua alat bukti: saksi dan saksi ahli digunakan hakim dalam mengejar dan mencari kebenaran sejati

3. Surat

Suatu surat bisa berarti pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemaahkan suatu isi pikiran. Atas bahan apa dicantumkannya tanda bacaan ini di atas kertas, karton kayu atau kain adalah tidak penting.18

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang, yang memuat keterangan tentang kejadian

Surat sebagai alat bukti disebutkan dalam pasal 184 dan diatur dalam pasal 187. Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:

18

Pitlo, Pembuktian dan kadaluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Belanda, alih bahasa M.Isa Arief. (1968). judul asli : Bewijs en Verjaring naar het Nederlands Burgerlijk wetboek (1968), Jakarta, hal. 51

atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat mengenai suatu hal atau suatu yang diminta secara resmi daripadanya.19

Ayat (3) memberikan tekanan dalam menerapkan petunjuk sebagai alat bukti bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu diserahkan kepada pertimbangan hakim dengan kearifan dan d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari

alat pembuuktian yang lain.

4. Petunjuk

Pengertian petunjuk diatur dalam pasal 188 ayat (1) KUHAP ialah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri telah menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dalam ayat (2), perbuatan, kejadian atau keadaan itu hanya dapat diperoleh dari:

a. Keterangan Saksi b. Surat

c. Keterangan Terdakwa

19

kebijaksanaan setelah hakim melakukan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.20

Kehadiran rancangan undang-undang hukum acara pidana nasional yang berlandaskan dan dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memang sudah lama dinanti-nantikan oleh rakyat Indonesia. Ada kesepakatan bahwa Hukum Acara Pidana ini bertujuan untuk menegakkan ketertiban umum tetapi sekaligus juga melindungi hak asasi manusia tiap-tiap individu.

5. Keterangan Terdakwa

21

“Pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim.” Pengertian kebebasan memberi keterangan dalam penjelasan pasal demi pasal diberikan sebagai berikut: “ Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus

Keterangan terdakwa dalam perumusan pasal 52 dan 117 tidak dapat dilepaskan dari prinsip hukum diterapkannya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), baik dalam pemeriksaan penyidikan maupun dalam pemeriksaan sidang di Pengadilan. Oleh karena itu, keterangan terdakwa di muka penyidik dan hakim dilandasi oleh kebebasan memberi keterangan (pasal 52) yang berbunyi sebagai berikut:

20

Darwin Prinst, op.cit., hal.145

21

Imron Rosjadi, Zain Badjeber. RUU Hukum Acara Pidana, loc.cit., hal.265,269, dikutip dari Pandangan Umum Fraksi ABRI terhadap RUU Hukum Acara Pidana, disampaikan oleh Danny, pada tanggal 08 November 1979

dijatuhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.

F. Metode Penelitian

Dokumen terkait