• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Seni Musik

Oleh:

Ilham Yudhistira 1100687

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MUSIK FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DISAIN

(2)

DI SANGGAR BAMBU WULUNG DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG

Oleh :

Ilham Yudhistira

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Musik

© Ilham Yudhistira

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

SKRIPSI

PELATIHAN ANGKLUNG SUNDA DI SANGGAR BAMBU WULUNG DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing I,

Dr. Uus Karwati, S.Kar., M. Sn NIP. 196506231991012001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Seni Musik

(4)

Penelitian ini berjudul “Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang” yang di dalamnya pelatihan sanggar tersebut menggunakan pelatihan angklung Sunda dengan menerapkan cara-cara khusus. Permasalahan yang dikaji yakni terkait perencanaan, tahap-tahap dan hasil pelatihannya. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang diaplikasikan yakni strategi pelatihan, konsep dan teknik, gamelan dalam karawitan Sunda. Perencanaan pelatihan dilakukan dengan menyiapkan menyiapkan kondisi pelatih dan tujuan pelatihan baik secara umum dan secara khusus, penyiapan peserta didik, pemilihan materi, penyiapan sarana dan prasarana serta alat dan media pelatihan. Tahapannya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, imitasi, drill, penugasan. Materi yang dilatihkan yakni lagu Oray-orayan, es lilin, dan

(5)
(6)

Halaman HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN……… i

ABSTRAK……….. ii

KATA PENGANTAR……… iii

HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH………. iv

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR GAMBAR……….. x

DAFTAR FOTO………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Penelitian……….... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Manfaat dan Signifikasi Penelitian……….. 8

E. Struktur Organisasi Skripsi……….. 9

BAB II LANDASAN TEORITIS………. 11

A. Konsep Pelatihan……….. 11

1 Pengertian Pelatihan………... 11

2 Metode Penelitian………... 13

3 Strategi Pelatihan……… 15

B. Media Pelatihan……… 21

C. Pengetahuan Angklung Sunda………. 23

D. Pengetahuan Karawitan Gending………. 34

E. Riwayat sanggar Bambu Wulung………. 43

BAB III METODE PENELITIAN………. 47

A. Lokasi dan Subjek Penelitian……….. 47

B. Desain Penelitian………. 48

C. Metode Penelitian……… 50

D. Definisi Operasional……… 51

E. Instrumen Penelitian……… 52

F. Teknik Pengumpulan Data……….. 52

G. Teknik Analisis Data ………. 56

H. Tahapan Penelitian……….. 57

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN………... 59

A. Temuan……… 59

1. Perencanaan Kegiatan Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung……….. 61

(7)

Bambu Wulung ………... 121

2. Tahap-tahap Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung……… 128

3. Hasil Pelatihan Angklung Sunda di Sanggar Bambu Wulung ……… 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 132

A. Kesimpulan ……… 132

1. Perencanaan Pelatihan Angkluung Sunda di Sanggar Bambu Wulung……… 132

2. Tahap-tahap pelatihan Angkluung Sunda di Sanggar Bambu Wulung……… 132

3. Evaluasi Pelatihan Angkluung Sunda di Sanggar Bambu Wulung……… 133

B Saran……… 134

C Rekomendasi……….. 135

DAFTAR PUSTAKA………. 136

LAMPIRAN-LAMPIRAN………. 137

(8)

PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Angklung merupakan salah satu jenis kesenian yang telah banyak dikenal

oleh masyarakat baik secara lokal di Indonesia maupun di Mancanegara.

Khususnya di Indonesia kesenian yang menggunakan nama angklung berkembang

di beberapa wilayah, di antaranya di daerah Bali dengan nama angklung bumbung,

di Jawa Tengah dengan nama angklung banyumasan, dan di Jawa Barat dengan

berbagai jenis dan ragamnya. Menurut Juju Masunah, dkk (1999, hlm. 3)

jenis-jenis kesenian di wilayah Jawa Barat yang menggunakan alat angklung antara

lain, seni angklung gubrag di Cipining-Bogor, seni angklung bungko di Bungko

Cirebon, seni badud di Cijulang-Ciamis, seni dodod di Mekarwangi-Pandeglang,

seni angklung reak/ angklung buncis di Situraja-Sumedang, seni angklung dogdog

lojor di Ciptarasa-Sukabumi, seni badeng di Sanding-Garut, seni buncis di

Arjasari Banjaran-Bandung, dan seni angklung Sunda/Indonesia di “Saung

Angklung Udjo” Padasuka-Bandung.

Pada umumnya jenis-jenis angklung yang berkembang di beberapa

wilayah Jawa Barat tersebut bertangga nada/berlaras Sunda seperti salendro,

pelog/degung, bahkan madenda, namun ada pula angklung yang bertangga nada

diatonis seperti yang diciptakan oleh Daeng Sutigna. Angklung diatonis tersebut

dinamakan dengan angklung Indonesia. Saat ini angklung diatonis juga

dikembangkan dan di produksi oleh para pengrajin angklung di Jawa Barat,

seperti di “Saung Angklung Udjo” kemudian dikembangkan juga oleh beberapa

pengrajin lainnya di Jawa Barat seperti oleh pak Adis di Bandung, Nunung di

Tasikmalaya, Koko Safa’at di sanggar Bambu Wulung di Sumedang, dan

beberapa pengrajin angklung lain di Bandung.

Angklung ini pun dikenal dengan istilah angklung Indonesia. Angklung

diatonis, umumnya digunakan untuk membawakan lagu-lagu atau kreasi musik

yang berbasis pada musik Barat, atau lagu-lagu pop berbasis tangga nada musik

Barat. Namun dapat pula dikreasikan untuk mengiringi lagu-lagu yang berbasis

(9)

Angklung di Saung Udjo saat ini telah dijadikan sebagai aset pertunjukkan

dan wisata yang fungsinya sebagai media hiburan bagi para turis lokal maupun

turis mancanegara. Adapun di beberapa wilayah lain di Jawa Barat, angklung

yang bersifat tradisional masih difungsikan dalam berbagai acara antara lain:

angklung dog-dog lojor di daerah Baduy difungsikan dalam acara ritual panen

padi, angklung badud di Cijulang Ciamis difungsikan dalam acara ritual minta

hujan dan acara pertanian, angklung badeng di Sanding Garut untuk penyebaran

agama Islam dan hiburan, angklung reak dan atau angklung buncis di Banjaran

Bandung dan di Sumedang difungsikan dalam acara hiburan dan acara sunat.

Jenis-jenis angklung tradisional di beberapa daerah di Jawa Barat

umumnya masih dipertunjukkan dengan memainkan vokabuler lagu-lagu tradisi

Sunda. Di sekolah-sekolah di Jawa Barat khususnya, angklung bahkan dijadikan

sebagai media pendidikan musik serta memainkan vokabuler/lagu-lagu dalam

tangganada musik Barat. Kendati demikian beberapa sekolah ada pula yang

memiliki angklung dalam tangga nada Sunda dan memainkan lagu-lagu tradisi

Sunda dalam tangga nada salendro, degung, dan madenda.

Seiring perkembangan apresiasi masyarakat terhadap seni lain yang

umumnya mereka kenal melalui media masa, perhatian masyarakat terhadap seni

angklung khususnya angklung tradisional Sunda mulai bergeser. Akibatnya

masyarakat pun lebih akrab atau lebih mengenal lagu-lagu asing dan lagu-lagu

populer dibandingkan dengan lagu-lagu tradisionalnya. Apresiasi lagu-lagu asing

dan lagu-lagu popular berbasis musik Barat tersebut secara mudah mereka kenal

melalui berbagai media seperti media: handphone, televisi, radio atau dalam

bentuk CD/VCD. Tidak dapat ditepis, masyarakatpun dapat mengenal lagu-lagu

tradisional melalui media namun penggunanya masih terbatas.

Kenyataan itu telah menimbulkan kekhawatiran yakni berkurangnya

apresiasi dan pengenalan masyarakat terhadap jenis-jenis seni angklung

tradisional, demikian pula kurangnya perhatian terhadap seni tradisional yang lain.

Kekhawatiran lainnya adalah hilangnya kesadaran dan perhatian masyarakat

terhadap seni budayanya sebagai bagian dari kekayaan lokal geniusnya. Kearifan

budaya lokal tersebut diantaranya terdapat pada budaya berkeseniannya

(10)

bermakna bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Kearifan lokal tampak

pada: adanya kebersamaan, saling menghormati, kreativitas, dan wujud

berekspresi, sebagai indentitas dan mengandung makna-makna kehidupan luhur

yang tersirat di dalamnya.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, disamping pengaruh media dan

perkembangan jaman, masih ada faktor lain yang mempengaruhi kurangnya

perhatian masyarakat terhadap seni tradisional terutama di kalangan kaum muda,

di antaranya: seni tradisional sudah mulai jarang dipertunjukkan, sehingga

kesempatan mereka dalam mengenal dan mendapatkan informasi tentang seni

tradisional termasuk seni angklung tradisional masih sangat terbatas. Demikian

pula tempat-tempat pelatihan seni tradisional khususnya seni karawitan di

masyarakat keberadaanya sangat langka. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan

banyak upaya agar seni tradisional dikalangan generasi muda dapat dikenal dan

dipelajari secara lebih serius.

Salah satu upaya pengenalan seni tradisional di kalangan generasi muda

yang dirintis di tengah-tengah masyarakat adalah kegiatan pelatihan seni angklung

Sunda, di antaranya bertempat di sanggar seni Bambu Wulung yang berada di

Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Sanggar tersebut mengembangkan

kegiatan pelatihan seni tradisional kepada para generasi muda di wilayah desanya.

Kegiatan pelatihan seni di sanggar tersebut kerap dilakukan, namun pelatihan

untuk setiap jenis keseniannya bersifat insidental yakni kegiatannya tidak rutin

dan hanya sesuai dengan kebutuhan. Pimpinan sanggar sekaligus Pembina

sanggar tersebut bernama H. Koko Safa’at.

Perangkat angklung Sunda yang digunakan di dalam pelatihan disiapkan

secara khusus dan dilengkapi dengan gambang bambu, sehingga membentuk

sejenis ensamble bambu. Menurut Koko Safa’at, angklung yang digunakan dalam

kegiatan latihannya ditata dalam rak khusus bahkan teknik membunyikannya tidak

dipegang oleh tangan melainkan melalui alat yang didesain khusus sehingga dapat

dibunyikan dengan cara di toel. Teknik membunyikan perangkat angklung

tersebut menurut Koko Safa’at dirasakan lebih efektif dan lebih mudah dikuasai

(11)

Rangkaian angklung Sunda, disiapkan dalam laras salendro dan dilengkapi

nada sisipan sehingga dapat mewujudkan rangkaian laras lainnya yakni pelog dan

madenda yang disusun dalam 1 sampai 3 gembyang. Perangkat angklung yang

digunakan berjumlah 4 perangkat namun jumlah angklung pada tiap perangkatnya

berbeda. Perbedaan tersebut menandakan perbedaan fungsinya antara lain sebagai:

saron I, saron II, angklung rincik dan angklung bonang, dan perangkat angklung

melodi. Adapun gambang yang disiapkan berlaras salendro yang terdiri atas 2

sampai 3 gembyang. Gambang diletakkan dalam ancak khusus dan dibunyikan

dengan dua pemukul khusus. Dalam hal ini hanya terdapat 1 perangkat gambang

yang berfungsi sebagai pengiring.

Alat lain yakni 1 perangkat jenglong bambu, yang berjumlah 6 nada yang

diletakkan secara vertikal pada ancak khusus. Kelengkapan lain dari ensambel

angklung Sunda tersebut yakni satu set kendang dan gong serta ditambah dengan

vokalis/sinden. Mengingat teknik membunyikan instrumen tersebut menirukan

beberapa pola-pola ritme dalam gamelan salendro/pelog, maka Koko Safa’at

memberi nama perangkat ensambel tersebut sebagai “gamelan angklung”, dalam

arti pelatihan gamelan yang menggunakan media angklung.

Sebagai pelatih angklung dan sekaligus pembina sanggar, H. Koko Safa’at,

mengkondisikan pelatihan dari mulai penyediaan alat-alat angklung, sarana dan

prasarana sampai praktek pelatihannya. Materi lagu yang dilatihkan yakni

mencakup lagu-lagu yang bersifat tradisi mulai dari lagu-lagu kaulinan sampai

lagu-lagu kawih yang dapat dimainkan secara sederhana. Kendati usianya telah

memasuki pensiun namun kecintaannya terhadap seni telah ia tunjukkan antara

lain sebagai salah seorang pengrajin angklung, pelatih dan pembina sanggar seni.

Dedikasinya itu ia curahkan melalui berbagai kegiatan berkesenian khususnya

bagi masyarakat dan para generasi muda, di antaranya melalui pembinaan seni di

sanggar dengan tanpa pamrih. Menurutnya tujuan pelatihan seni di sanggar

tersebut semata-mata adalah sebagai salah satu kegiatan pewarisan seni yang

dapat ia lakukan terhadap masyarakat di wilayah desanya. Dengan demikian

pelatihan angklung di sanggar Bambu Wulung menurut Koko Safaat, pada

dasarnya bertujuan yakni: memberi pengalaman dan wawasan berkesenian

(12)

Prinsip bermain angklung dengan menerapkan pola-pola ritme gamelan

tersebut menurut Koko Safa’at merupakan salah satu upaya mengenalkan prinsip permainan gamelan dengan media angklung. Hal lainnya adalah mengingat pada

akhir-akhir ini sulit sekali masyarakat mendapatkan kesempatan berlatih seni

gamelan, karena gamelan jarang dimiliki masyarakat sebab harganya tidak

terjangkau atau cukup mahal. Oleh karenanya kegiatan pelatihan menggunakan

angklung Sunda tersebut setidaknya dapat mewakili berkesenian masyarakat

seperti halnya bermain gamelan.

Pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung merupakan salah

satu kegiatan/program yang dikembangkan dalam kegiatan sanggar. Adapun

kegiatan lainnya yang ada di sanggar tersebut yakni memproduksi dan

memasarkan alat-alat musik tradisional seperti: angklung, calung, arumba,

kolintang dan lain-lain. Kegiatan pelatihan adalah sebagai bagian lain dari

kegiatan sanggar yang kaitannya dengan pembinaan masyarakat. Umumnya waktu

latihan hanya sesuai dengan kebutuhan/ insidental, misalnya apabila ada acara

shooting video atas permintaan stasiun televisi tertentu atau untuk mengisi acara

hiburan lain.

Kegiatan pelatihan angklung Sunda tidak secara rutin dilakukan, hal ini

disesuaikan dengan keluangan waktu peserta didik dari kegiatan pokok yakni

sekolah. Hal itu mengingat umumnya anggota pelatihannya terdiri dari

pemuda-pemudi yang berada di wilayah desa Ambit yang masih usia sekolah. Oleh sebab

itu sifat pelatihan yang di amati waktunya sangat singkat yakni hanya dalam

waktu 3 minggu bertepatan dengan liburan sekolah, yang kegiatannya dilakukan

dua pertemuan dalam satu minggunya.

Berdasarkan pengamatan dilapangan Koko Safa’at sebagai pelatihnya

menerapkan cara-cara mengajar atau strategi khusus. Kendatipun menggunakan

perangkat angklung namun pola-pola permainan tabuhannya menerapkan

dasar-dasar permainan gamelan. Berdasar-dasarkan pengamatan dilapangan dalam setiap

bentuk pelatihan kesenian, Koko Safa’at berhasil membina para peserta pelatihan

dengan hasil yang memuaskan. Salah satu cirinya yakni meskipun latihan hanya

dalam beberapa kali, hasil pelatihan tersebut dapat ditampilkan dalam acara-acara

(13)

materinya dapat mudah dipahami oleh para peserta pelatihan, disamping itu di

dalam pelatihan sangat disiplin, dan memiliki cara-cara yang mudah difahami dan

bersifat kekeluargaan (wawancara, Juni 2015, dengan ibu Entar (55 tahun)).

Bahkan menurut salah seorang peserta didik (neng Sindy, 14 tahun) menyatakan

kesannya bahwa dalam pelatihan angklung Sunda tersebut cepat dimengerti

sehingga ia senang mengikutinya (wawancara, 6 Juli 2015).

Di dalam kegiatan pelatihan, strategi melatih sangat diperlukan, menurut

para ahli bahwa strategi pelatihan merupakan bagian penting untuk memperoleh

kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan Sudjana (2007, hlm. 16)

Strategi pelatihan terdapat hal-hal khusus yang perlu diperhatikan oleh pelatih

seperti dikemukakan Kamil (2010) bahwa strategi pelatihan di dapat

klasifikasikan menjadi perencanaan, proses dan hasil.

Berdasarkan konsep tersebut maka pelatihan di sanggar Bambu Wulung

dapat mencapai keberhasilan mengingat didukung oleh aspek-aspek yang

mendukung berjalannya pelatihan. Menurut pendapat pelatihnya, ia hanya

berupaya menerapkan kemampuan melatih sesuai dengan pengalamannya,

menerapkan tahap-tahap tertentu serta memilih materi yang memungkinkan

mudah dikuasai peserta didiknya. Kendati demikian nampaknya persiapan

pelatihan senantiasa ia lakukan secara maksimal agar hasilnya memuaskan

(wawancara dengan H. Koko Safa’at, 15 Juni 2015). Berdasarkan pengamatan

tersebut dapat dinyatakan bahwa pelatih dalam hal ini menerapkan cara-cara

khusus yang memungkinkan para peserta didik dapat mudah menguasai materi di

dalam pelatihan angklung Sunda tersebut kendati materi yang diberikan masih

pada tahap awal/dasar.

Dengan adanya gambaran pencapaian tersebut maka dapat dinyatakan

bahwa pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung menarik untuk dikaji

yang belum pernah ditemukan di tempat/sanggar pelatihan seni lainnya. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mencoba mengangkat topik penelitian

mengenai salah satu kegiatan di sanggar tersebut dengan judul: “PELATIHAN

ANGKLUNG SUNDA DI SANGGAR BAMBU WULUNG DI KECAMATAN

(14)

Secara konseptual pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

belum pernah diteliti atau dideskripsikan oleh peneliti lain. Oleh karena itu maka

penelitian ini terhindar dari plagiarisme dan terjaga keasliannya.

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi

permasalahan dalam penelitian ini yakni:

1. Pelatihan angklung Sunda di kalangan masyarakat masih jarang ditemukan.

2. Di sanggar Bambu Wulung, pelatihan tersebut bertujuan memberi pengalaman

kepada para generasi muda khususnya mengenai praktek seni tradisi dengan

menggunakan media angklung yang disebut sebagai “angklung gamelan”.

3. Perangkat angklung Sunda yang digunakan dalam pelatihan di sanggar Bambu

Wulung menggunakan perangkat waditra antara lain: angklung melodi,

angklung pengiring (saron I dan II), gambang bambu, jenglong bambu, dan

dilengkapi dengan gong dan kendang.

4. Kegiatan pelatihan angklung Sunda di sanggar tersebut menerapkan cara-cara

khusus yang menunjukkan adanya penerapan strategi khusus yang

dikembangkan oleh pelatihnya.

5. Berdasarkan pengamatan, proses pelatihan tersebut cukup berhasil yang

ditandai dengan adanya kemampuan peserta didik dalam menguasai materi

secara cepat dan menyenangkan.

Berdasarkan identifikasi tersebut maka dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang

diselenggarakan”. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung?

2. Bagaimana tahap-tahap pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung?

(15)

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis kegiatan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung yang

berada di Kabupaten Sumedang.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini tujuan sebagai berikut :

a. Mengetahui perencanaan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu

Wulung.

b. Mendeskripsikan tahap-tahap pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu

Wulung.

c. Mengetahui hasil pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung.

D.Manfaat dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sangat berguna,

terutama bagi :

1. Segi teori

Dengan disusunnya penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat menambah

referensi dan dokumentasi mengenai khazanah seni tradisi dan

pembelajarannya di masyarakat khususnya terkait dengan konsep pelatihan

angklung Sunda di masyarakat.

2. Segi kebijakan

Konsep-konsep yang dikembangkan di dalam penelitian ini, diharapkan dapat

menjadi salah satu contoh pengembangan model pelatihan di masyarakat

berbasis pada tradisional dengan menggunakan media seni angklung.

3. Segi praktik

Contoh hasil pelatihan di dalam tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu

alternatif pengembangan keahlian seni di masyarakat khususnya terkait dengan

kemampuan praktik seni angklung Sunda. Berdasarkan aspek lain bahwa

pengembangan pelatihan tersebut diharapkan mampu menumbuhkan pelaku

seni dan menghasilkan pelatih seni yang profesional di masyarakat terkait

(16)

2. Segi isu serta aksi sosial

Konsep pelatihan seni angklung Sunda dengan metode khusus dapat dijadikan

sebagai konsep baru yang dapat dikembangkan baik dari segi penggunaan

angklung, pelatihan musikalitas, penggunaan media pembelajaran dengan

menggunakan alat angklung maupun konsep pelatihan seni di masyarakat, agar

seni tradisional dapat tumbuh lebih bermakna dan dibanggakan oleh

masyarakatnya.

E.Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

lima bab, yang masing-masing bab dapat dirinci sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, membahas tentang latar belakang mengapa penelitian ini

dilakukan, identifikasi dan rumusan masalah yang ditetapkan dan di angkat di

dalam penelitian, tujuan dan manfaat dilakukan penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II: Landasan Teoritis, berisi tentang konsep-konsep yang dikembangkan

dan dijadikan sebagai pisau bedah di dalam penelitian ini yang memuat: teori

tentang strategi pelatihan; model pendidikan dan pelatihan, pembelajaran musik,

seputar pengetahuan angklung; angklung di Jawa Barat, dan teori karawitan

gending.

BAB III: Metode Penelitian, pada bab ini ditentukan desain penelitian, metode

dan pendekatan kualitatif, partisipan dan tempat penelitian, teknik pengumpulan

data dan analisis data penelitian dan isu etik. Semua komponen yang berada pada

ruang lingkup metode merupakan cara-cara operasional yang dilakukan peneliti

untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis, dan menyusun seluruh data yang

didapat menjadi sebuah karya ilmiah yang berwujud skripsi.

BAB IV: Temuan dan Pembahasan, bab ini berisi tentang deskripsi data-data hasil

observasi dilapangan, hasil analisis dan temuan penelitian dengan mengacu pada

pokok permasalahan atau rumusan masalah yakni: perencanaan, tahap-tahap dan

hasil pelatihan yang diolah sehingga mendapatkan jawaban dari rumusan masalah.

BAB V: Simpulan, Implikasi dan rekomendasi. Pada bagian ini penulis

(17)

rekomendasi kepada pihak atau peneliti lain yang berminat mengembangkan

objek serupa di dalam kajian lain khususnya terkait dengan bentuk pelatihan seni

angklung Sunda sebagai salah satu instrument yang dapat dikembangkan di dalam

kegiatannya.

(18)

METODE PENELITIAN

Sebelum menguraikan isi bab III, agar lebih terfokus terlebih dahulu akan

dibahas mengenai hal-hal yang dipaparkan di dalamnya, antara lain: A. Lokasi

dan subjek penelitian, B. Desain penelitian, C. Metode penelitian, D. Definisi

operasional, E. Instrumen penelitian, dan F. Teknik pengumpulan data.

A.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sanggar angklung Bambu Wulung yang berada

di Desa Ambit Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Desa Ambit jaraknya

kira-kira 14 kilometer arah timur dari ibu kota Kabupaten Sumedang, dan

berbatasan langsung dengan Desa Cijeler di sebelah selatan dan Desa Sukatali di

sebelah barat. Wilayah tersebut merupakan wilayah tadah hujan. pada saat musim

kering maka aktivitas masyarakat petani berkurang dan mereka mengisi kegiatan

dengan hiburan berkesenian. Di antara kesenian yang sering mereka senangi yakni

seni angklung reak/seni angklung buncis, seni tari menari dan seni gamelan. Jika

ada anjuran atau ajakan untuk berlatih seni di sanggar tersebut, para warga sangat

senang, bahkan bagi para generasi mudanya mendapat dukungan cukup positif

dari para orang tuanya. Berikut adalah foto tempat berlatih seni di sanggar Bambu

Wulung.

(19)

Dipilihnya sanggar Bambu Wulung sebagai objek penelitian ini

dikarenakan beberapa alasan antara lain: 1) H. Koko Safa’at adalah salah saorang

pembina sanggar yang dalam setiap kegiatan pelatihan disenangi, dan senantiasa

berhasil membina peserta didiknya secara tuntas. Ia juga termasuk salah seorang

sesepuh yang dihormati masyarakat, disamping besar perhatiannya terhadap

pewarisan seni budaya bagi masyarakat, ia juga dihormati karena kesungguhannya

dalam pembinaan seni kepada para warga di Desa Ambit. 2) Keberadaan sanggar

seni seperti halnya sanggar Bambu Wulung tidak terdapat di lokasi lain di

Kabupaten Sumedang, sehingga sanggar tersebut dipandang memiliki keunggulan

di banding sanggar lainnya. 3) Guna mendukung inspirasinya H. Koko Safa’at

membuat inovasi alat-alat seni bambu sebagai media dalam berlatih seni seperti

halnya pelatihan seni angklung Sunda, bagi para generasi muda di sanggarnya.

2. Subjek Penelitian

Penelitian ini lebih difokuskan kepada kegiatan pelatihan angklung Sunda

di sanggar Bambu Wulung. Subjek penelitiannya yaitu H. Koko Safa’at sebagai

pembina dan pelatih seni angklung Sunda di sanggar tersebut, dan para peserta

pelatihan yang terdiri dari para pemuda-pemudi yang berada di desa tersebut.

Berdasarkan pengamatan di lapangan kegiatan pelatihan angklung Sunda di

Sanggar Bambu Wulung tersebut cukup berhasil, dan peserta pelatihan memiliki

kemampuan dasar dalam memainkan gamelan dengan media angklung tersebut.

Berikut adalah suasana berlatih angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung yang

peneliti observasi.

(20)

B.Desain Penelitian

Guna mendapatkan gambaran dan prosedur yang lebih jelas tentang

tahap-tahap yang dilakukan di dalam penelitian ini, berikut digambarkan desain

[image:20.595.128.480.178.513.2]

penelitian tentang pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung tersebut.

Gambar 3.1 Tahapan-tahapan penelitian pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung. (dok. Ilham Yudhistira. 2015)

Bagan tersebut bertujuan memberikan gambaran mengenai tahap-tahap

penelitian tentang Pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung di

Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Pada tahap awal, peneliti melakukan

studi awal terhadap literatur yang terkait dengan tema pelatihan dan

pembelajarannya, objek angklung, dan metodologi yang akan dilakukan. Di

dukung dengan pengalaman atau studi empirik , selanjutnya peneliti menetapkan

tema dan judul penelitian yang kemudian diajukan dalam bentuk proposal.

Setelah proposal disetujui, peneliti melakukan tahap berikutnya yakni

proses penelitian. Di dalam tahap ini dilakukan pembuatan instrumen penelitian LANGKAH

AWAL

PROSES

HASIL

Studi pendahuluan meliputi:, kajian pustaka, penyusunan instrumen penelitian dan pembuatan proposal penelitian.

Penyusunan hasil penelitian: Pelatihan Angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung.

1.Pengumpulan Data.

2.Display Data. 3; Pengolahan Data.

(21)

di antaranya menyusun pedoman observasi, draft wawancara serta dokumentasi

terkait kegiatan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung tersebut.

Hasil kegiatan pada tahap ini terkumpul data yang terkait dengan pelatihan di

sanggar tersebut. Fokus pengamatan utama sesuai dengan rumusan masalah yakni

pada strategi pelatihan yang secara khusus guna mendapatkan data tentang:

perencanaan pelatihan, tahap-tahap pelatihan, dan hasil pelatihan. Peneliti juga

mendapatkan data melalui observasi dan wawancara yang dilakukan kepada

pelatih, dan para peserta pelatihan. Di samping itu melakukan observasi non

partisipan yakni peneliti melakukan kegiatan observasi tanpa berperan serta dalam

pelatihannya terhadap kegiatan pelatihan angklung Sunda di sanggar tersebut.

Semua data yang diperoleh dari lapangan diolah dan direduksi, kemudian

menyajikan display data, dan verifikasi data.

Pada bagian akhir penelitian, data mengenai pelatihan angklung Sunda di

sanggar Bambu Wulung yang sudah terkumpul kemudian diproses dan dipilih

serta dikelompokkan sesuai dengan jenis data yang didapatkan. Data penelitian

tentang pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung kemudian dianalisis

dan direduksi, yakni merangkum dan pengelompokan data serta melakukan

pengkajian data secara mendalam. Setelah kegiatan tersebut, kemudian dilakukan

verifikasi data, guna melihat kembali hasil penelitian kesesuaiannya dengan topik

penelitian guna mempermudah penarikan kesimpulan.

Setelah semua hasil penelitian dilapangan selesai dan ditemukan hasil

penelitian tersebut, selanjutnya tahap pelaporan sebagai finalisasi draft, untuk

menyempurnakan hasil penelitian yang sudah dibuat. Tahap akhir ini peneliti

berupaya menemukan hasil dan temuan penelitian dan menyusunnya dalam

bentuk draft penelitian tentang pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu

Wulung.

C.Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara-cara yang ditempuh dalam suatu

tindakan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Dinyatakan Sukmadinata. N.S (2011, hlm. 96) bahwa

(22)

mengumpulkan data dalam rentang waktu yang cukup lama dalam satu

lingkungan tertentu dari sejumlah individu. Kesimpulan-kesimpulan dalam

penelitian ini harus ditarik dalam konteks keterpaduan dalam setting tersebut.

Adapun yang dimaksud pendekatan deskriptif di dalam penelitian ini ditujukan

untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang bersifat

alamiah atau pun rekayasa manusia (Sukmadinata, N.S. 2011, hlm. 72).

Berdasarkan konsep tersebut maka penelitian ini juga menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yakni melakukan studi lapangan

dan mengumpulkan data terkait pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu

Wulung, serta berupaya untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

fenomena-fenomena yang terjadi di sanggar tersebut terkait dengan pelatihannya.

D.Definisi Oprasional

Guna mendapatkan pengertian yang lebih jelas terkait judul penelitian,

maka akan dirumuskan sebagai berikut:

1. Pelatihan

Simamora, 1995, hlm. 287 (dalam Kamil (2010, hlm. 4) menyatakan

bahwa pelatihan adalah sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang untuk

meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan

sikap seorang individu.

2. Angklung

Menurut Masunah, dkk (1999, hlm. 9) Angklung adalah alat yang dibuat

dari bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan, digetarkan, dan

dihentakan atau di-tengkep. Namun pengertian angklung tersebut hanya untuk

daerah Jawa Barat, karena di daerah lain seperti Bali dan Banyuwangi, istilah

angklung mempunyai pengertian yang berbeda. Berdasarkan pengertian ini istilah

angklung Sunda yang dimaksudkan adalah angklung yang di stem dalam sistem

tangga nada/laras di dalam karawitan Sunda yakni laras: Salendro, pelog/degung

(23)

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu dalam sebuah penelitian ketika

berada di lapangan. Instrumen di dalam penelitian ini menggunakan pedoman

lembar observasi dan pedoman wawancara serta dokumentasi. Data yang

diperoleh merujuk pada rumusan masalah di dalam penelitian ini yakni terkait

dengan perencanaan pelatihan, tahap-tahap pelatihan dan hasil pelatihan yang

diterapkan di dalam kegiatan pelatihan angklung Sunda di Sanggar Bambu

Wulung.

Kedua permasalahan ini bisa berkembang sesuai dengan kondisi dan

situasi. Sifat dari instrumen penelitian fleksibel yang secara rinci disusun dalam

bentuk draft pertanyaan penelitian. Instrumen penelitian terdapat pada lampiran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data merupakan tahap yang paling menentukan

dalam mendapatkan informasi di dalam penelitian ini. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi, yakni melakukan pengamatan langsung terhadap objek

penelitian ini. Peneliti melihat langsung apa yang dilakukan oleh objek yang

sedang diteliti, dengan memfokuskan pada pelatihan angklung Sunda di Sanggar

Bambu Wulung. Melalui cara ini peneliti memperoleh data yang akurat terkait

objek yang di amati tersebut.

Observasi awal dilakukan pada tanggal 7 Februari 2015 selanjutnya

observasi dilakukan sesuai jadwal yang telah di susun, dimulai dengan melakukan

pengamatan terhadap persiapan, proses tahapan pelatihan dan hasil pelatihan

angklung Sunda. Peneliti juga mencari data-data tertulis tentang konsep-konsep

yang relevan dengan masalah yang dikaji. Setelah itu peneliti mengamati proses

pelatihan angklung Sunda tersebut hingga data dirasakan memenuhi sesuai kriteria

rumusan penelitian.

Observasi ini dilakukan antara lain kepada peserta didik untuk

mengetahui pelatihan angklung Sunda yang dilaksanakan di sanggar tersebut serta

(24)

dalam mengikuti kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh H. Koko Safa’at dan

sebagai pembina sanggar Bambu Wulung tersebut.

2. Wawancara

Selain observasi, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data yang

spesifik terkait masalah yang diteliti. Wawancara ditujukan terhadap peserta

pelatihan, yakni bertujuan untuk mengetahui kendala atau kesulitan yang dihadapi

peserta didik dalam pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung tersebut

serta guna mendapatkan kesan dan pesan pelatihan yang mereka rasakan selama

mengikuti proses pelatihan. Kesan dan pesan peserta pelatihan penting guna

mendapatkan data terkait dengan situasi pelaksanaan pelatihan, keterpahaman

mereka terhadap materi dan teknik berlatih yang mereka rasakan. Hal itu tidak

hanya dilakukan pada saat berlangsungnya proses pelatihan angklung Sunda

melainkan juga pada saat sebelum dan setelah kegiatan pelatihan.

Wawancara juga dilakukan dengan Pembina sanggar sekaligus sebagai

pelatih sanggar yakni H. Koko Safa’at guna memperoleh data terkait dengan visi

misi sanggar serta kesiapan-kesiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan

pelatihan. Selain itu wawancara dilakukan terhadap maksud-maksud pelatih

apabila melakukan tindakan-tindakan khusus yang khas dalam menyempurnakan

hasil pelatihan angklung Sunda. Data tersebut sangat bermanfaat guna melihat

hal-hal khusus yang menunjang keberhasilan pelatihan angklung Sunda di sanggar

tersebut.

3. Dokumentasi

Dalam sebuah penelitian diperlukan dokumentasi, baik dalam bentuk

audio, foto maupun audio-visual. Hal ini dimaksudkan guna melengkapi data

penelitian seandainya diperlukan atau bermanfaat dalam analisis kaitannya guna

memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian. Penelitian melakukan

pengamatan secara langsung, peneliti sendiri berperan sebagai alat pengumpul

data. Seluruh data yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan studi literatur

dikumpulkan untuk selanjutnya disusun secara berstruktur dalam wujud hasil

(25)

4. Studi pustaka

Studi pustaka dimaksudkan untuk mempelajari kepustakaan yang ada baik

berupa buku-buku maupun media bacaan lainnya yang berguna dan membantu

dalam mencari sumber informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

peyusunan. Studi pustaka yang digunakan sebagai dasar penelitian ini yakni

konsep karawitan (Pandi, tahun 2010), pelatihan dan pendidikan (Kamil, tahun

2010), media pendidikan (Arief S. Sadiman, tahun 2005), Pengetahuan gamelan

salendro (Nanang dan Toni, tahun 2010), dan pengetahuan angklung (Masunah,

tahun 1999).

Adapun jurnal terkait yang menginspirasi di dalam penelitian ini

yakni:

a. Angklung dan pembelajaran musik di pendidikan sekolah oleh Zujadi Ansor

(Ritme, 2010, hlm. 88). Artikel ini membahas tentang sifat dan karakter musik

angklung yang multi value, bukan saja mengandung aspek musikal yang

bernuansa edukatif, tetapi juga sebagai alat musik yang refresentatif dalam

upaya menumbuh kembangkan dan pembinaan cita, rasa, dan karsa bagi para

pembelajar, terutama dalam bidang seni musik. Di dalam artikel jurnal

tersebut juga dipaparkan mengenai keputusan pemerintah terkait penetapan

angklung sebagai alat pendiidkan seni musik yakni ditetapkan sejak tahun

1968 (Kep. Mendikbud RI No.082/1968). Keputusan menteri ini, sampai saat

ini belum dicabut, karena itu secara hukum ketetapan ini masih tetap berlaku

sampai sekarang.

Pembahasan di dalam jurnal tersebut sangat bermanfaat bagi peneliti dalam

memberi pemahaman mengenai angklung sebagai media pendidikan musik,

yang memperkuat konsep dilakukannya penelitian pelatihan angklung sebagai

bagian dari kegiatan pendidikan dengan adanya kebermaknaan nilai-nilai di

dalamnya. Di samping itu adanya pengetahuan tentang angklung yang

refresentatif dalam pengajaran/pendidikan musik di pendidikan dasar, serta

gambaran konsep model pengajaran pendidikan musik angklung dengan

penggunaan angklung dalam proses belajar mengajar (PBM) seni musik di

pendidikan dasar (SD dan SLTP) yang ternyata memiliki efektifitas dan

(26)

b. Strategi pembelajaran melalui model elaborasi pada kegiatan pendidikan seni

musik oleh Dewi Suryati Budiwati (Kagunan, 2010, hlm. 48). Artikel di dalam

jurnal ini mendeskripsikan tentang proses kegiatan pendidikan seni yang dalam

pelaksanaannya berbeda dengan bidang pembelajaran umum, yakni memiliki

karakteristik unik dan spesifik, selain itu membahas konsep pembelajaran seni,

secara praktek, yang tujuan guna mengembangkan sikap dan kemampuan siswa

agar berkreasi dan menghargai kerajinan tangan dan kesenian. Konsep tersebut

sangat bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis proses pelatihan serta

perbedaannya dibanding proses pembelajaran di sekolah.

c. Aplikasi model pembelajaran sinektik (Synectic Model) oleh Uus Karwati

(Panggung, Signifikansi makna seni dalam berbagai dimensi, 2012, hlm. 153).

Di dalam artikel jurnal tersebut di bahas mengenai proses pembelajaran di

sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang yang di kembangkan

programnya untuk tujuan pariwisata pendidikan. Paparan jurnal ini

memberikan wawasan kepada peneliti mengenai proses pengelolaan sanggar;

konsep pelatihan yang dikemas dalam bentuk pariwisata; dan pengembangan

materi pembelajaran di dalam konsep pariwisata di sanggar tersebut. Temuan

hasil penelitian memberikan pemahaman kepada peneliti mengenai tahap-tahap

pengamatan kegiatan pelatihan sesuai dengan konsep pendidikan non formal

yang dikembangkan oleh Djudju Sudjana (2007) terkait dengan: Tahap

persiapan, identifikasi kebutuhan belajar, identifikasi potensi yang menunjang

pembelajaran, analisis kebutuhan dan potensi materi yang tersedia,

Perencanaan pembelajaran menyangkut: a) perumusan tujuan, b) penetatapan

bahan/materi belajar, c) penetapan instruktur, d) penetapan strategi

pembelajaran, e) penetapan waktu pembelajaran, f) penetapan sarana dan

media pembelajaran. Upaya pengembangan materi pembelajaran dilakukan

dengan cara penggunaan media yang berbasis pada lingkungan, antara lain:

boboko, cetok, tutunggulan, ngaronda, kentongan yang distimulus dari

lingkungan sekitar sebagai wujud diterapkannya pembelajaran seni berbasis

(27)

G.Teknik Analisis Data

Keseluruhan data yang telah diambil di lapangan kemudian diproses dan

diolah dengan berbagai teknik pengolahan data untuk mendapatkan kesimpulan

atau pendeskripsian data. Tahapan pengolahan data di dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Pengelompokan data

Data mengenai proses pelatihan angklung Sunda diperoleh melalui

observasi non partisipatif, data lisan dan tulisan pada saat wawancara, data hasil

analisis dokumentasi, dan data kajian literatur. Semua data tersebut kemudian

dikelompokkan sesuai dengan pokok permasalahan.

2. Analisis data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul. Kemudian di

analisis sesuai dengan konsep yang diperoleh pada buku literatur serta hasil

dokumentasi yang menunjang, sehingga mendapatkan kesimpulan dari pokok

permasalahan penelitian yang sedang diteliti. Setelah data terkumpul, peneliti

melakukan pengklasifikasian analisis data, baik itu sebelum, selama dilapangan

dan setelah dilapangan. Data di dalam penelitian ini dikategorikan sesuai hasil

yang diharapkan. Kemudian data diverifikasi untuk memastikan kembali data

yang telah terkumpul. Analisis data yang dilakukan berupa:

a. Reduksi data, yakni kegiatan memilah dan memilih data yang terkait dengan

materi dan tahapan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung.

b. Penyajian data, yakni kegiatan menyusun atau mewujudkan laporan hasil

penelitian sesuai dengan tema penelitian ini sehingga diperoleh gambaran

kesimpulan penelitian.

c. Verifikasi data, yakni kegiatan untuk mempelajari dan memahami kembali

data-data yang terkumpul dengan meminta pendapat atau pertimbangan dari

(28)

Setelah data-data di lapangan diperoleh kemudian dikumpulkan dan

dianalisis dengan cara:

1) Pengelompokan data-data yang telah diperoleh sesuai dengan poin-poin materi

yang telah di tentukan terkait dengan pelatihan angklung Sunda di sanggar

Bambu Wulung.

2) Setelah dikelompokan, data-data tersebut dipilih agar sesuai dengan tujuan

penelitian.

3. Interpretasi Data

Setelah data-data terkait objek penelitian diperoleh kemudian data tersebut

dianalisis, dan di interpretasi sesuai konsep dan teori serta sesuai persepsi penulis.

Penjelasan tersebut mengarah pada permasalahan yang dikaji. Dalam hal ini,

pendapat dan pandangan penulis terhadap data-data tersebut kemudian disajikan

sesuai dengan masalah yang telah ditentukan di dalam penelitian ini.

H.Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini disusun agar proses penelitian dapat berjalan lebih

teratur dan sistematis. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Tahap awal/persiapan yakni:

a. Studi pendahuluan (observasi) ke lokasi penelitian dengan tujuan untuk

mengetahui gambaran lokasi penelitian tentang pelatihan angklung Sunda di

sanggar Bambu Wulung.

b. Merumuskan masalah, ditentukan agar peneliti menjadi lebih terfokus dan

mempermudah dalam pembuatan laporan penelitian.

c. Merumuskan asumsi, yakni merumuskan anggapan sementara terkait topik

permasalahan penelitian guna merelevansikan dengan hasil penelitian.

d. Menentukan jenis penelitian, dalam hal ini dipilih penelitian yang bersifat

kualitatif dengan hasil penelitian yang deskriptif. Semua data-data yang

dikumpulkan dirubah kedalam bentuk pemaparan secara mendalam atau di

(29)

2. Pelaksanaan penelitian

Pada tahap ini hanya dilakukan pengumpulan data yang ada dilapangan.

Data-data diperoleh dengan cara melakukan observasi secara langsung tetapi

bersifat non partisipan artinya peneliti tidak terlibat menjadi objek penelitian,

terutama dalam pelatihannya. Kemudian melakukan wawancara dengan

narasumber, serta mencari data-data terkait topik penelitian yang sejenis dengan

mempelajari sumber-sumber tertulis melalui studi kepustakaan dan mempelajari

dokumen yang berhubungan dengan tema dan objek penelitian.

Setelah memperoleh data-data berupa informasi mengenai topik penelitian

dari hasil wawancara, observasi dan studi kepustakaan, kemudian melakukan

proses pengolahan data dengan cara mereduksi data, penyusunan data, dan

verifikasi data. Pada tahap reduksi data dilakukan kegiatan merangkum semua

data yang telah didapat dengan memilih data sesuai kebutuhan dan hanya data

terkait topik permasalahan. Kegiatan reduksi data dilakukan setelah adanya

pengelompokan data.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data secara sistematis sesuai

dengan urutan topik permasalahan agar hasil penelitian menjadi lebih terstruktur.

Setelah semua data disusun langkah selanjutnya adalah memverifikasi data,

kegiatan ini akan melihat kembali seluruh hasil penelitian dari awal sampai akhir

dan berfungsi untuk melihat kekurangan-kekurangan yang ada dalam hasil

penelitian sebagai langkah perbaikan. Selanjutnya kegiatan validasi terkait

rumusan masalah dengan berbagai teori, konsep dan fakta dilapangan sehingga

menemukan hasil yang nyata.

3. Tahap pelaporan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah finalisasi draf hasil

pengolahan data dari kegiatan sebelumnya yaitu data hasil penelitian mengenai

pelatihan angklung Sunda di sangar Bambu Wulung di Kecamatan Situraja

Kabupaten Sumedang. Setelah semua kegiatan diselesaikan kegiatan terakhir

berupa penulisan laporan akhir kedalam bentuk skripsi, untuk dipertanggung

jawabkan dalam ujian sidang skripsi.

(30)

BAB V KESIMPULAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai simpulan, saran dan rekomendasi

terkait hasil pengamatan dilapangan. Adapun hal-hal yang menjadi simpulan

sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Perencanaan pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

Pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung berdasarkan

perencanaan dapat memenuhi kriteria sebagai sebuah program pelatihan di

lingkungan masyarakat. Hal itu di amati berdasarkan terdapatnya pemenuhan

aspek kesiapan sarana dan prasarana yakni bertempat di sanggar Bambu Wulung

yang cukup memadai; tersedianya alat-alat atau instrument berupa perangkat

angklung Sunda yang disiapkan oleh pelatih; pemilihan materi yang sesuai

dengan tingkat kemampuan peserta pelatihan; dan kemampuan pelatih yang

memenuhi kriteria sebagai Pembina dan pelatih seni karena memiliki latar

belakang dan kompetensi di bidang keilmuan seni budaya dan pengalaman di

dalam pembelajaran yang baik; peserta didik yang dibina merupakan anggota

masyarakat di sekitar sanggar yang senang berkesenian dan mendapat kesempatan

untuk mendapatkan pengalaman dan kemampuan dalam pelatihan angklung

Sunda, hal itu sesuai dengan visi misi sanggar yakni membina masyarakat sekitar

sanggar; tersedianya media di dalam pelatihan sangat mendukung kelancaran

proses pelatihan seperti pemakaian cube dan mike yang menunjang di dalam

kejelasan dalam pemaparan dan praktek kawih.

Kesulitan dalam tingkat persiapan yakni dalam pemilihan waktu karena

harus selalu disesuaikan dengan kegiatan sekolah peserta didik, agar tidak

mengganggu kepentingan/aktivitas belajar di sekolah.

2. Tahap-tahap pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

Tahap-tahap pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung, secara

konseptual tidak dipaparkan secara tertulis, namun demikian pelatih

(31)

awal hingga tingkat kesulitan yang bervariasi baik secara penggunaan laras

maupun pola ritme tabuhannya. Kesulitan pelaksanaan sintak dirasakan pelatih,

yakni dalam hal menyederhanakan materi yang diberikan yakni di sesuaikan

dengan kemampuan peserta pelatihan. Urutan sintaknya terlaksana namun materi

atau substansinya yang dirubah sebagai akibat salah satu upaya pelatih dalam

penyesuaian dengan kemampuan peserta didik tersebut. Penggunaan matode

sesuai dengan hakikat meetode pada umumnya yakni: ceramah, demonstrasi, dril,

penugasan. Adapun evaluasi dilakukan pada setiap akhir pertemuan, hal ini

dimaksudkan agar rencana pertemuan selanjutnya dapat disesuaikan.

Sesuai dengan praktek dilapangan bahwa penggunaan perangkat angklung

Sunda tersebut menunjukkan bahwa hakekat instrument angklung adalah sebagai

media berlatih seni berbasis karawitan Sunda. Hal itu dibuktikan dengan adanya:

a. penggunaan laras Slendro, dan madenda, dan laras degung; laras slendro

terdapat pada deretan nada-nada di setiap instrument, laras madenda dan

degung terdapat dalam deretan nada-nada angklung melodi.

b. Penerapan pola-pola ritme yang berbasis pada pola-pola ritme yang terdapat di

dalam gamelan atau ensambel lain di dalam karawitan Sunda.

c. Impelemtasi lagu yang berbahasa Sunda dan berpola tabuh sesuai garap pada

karawitan Sunda.

3. Evaluasi pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

Evaluasi dalam hal ini terdapat dua kriteria yakni pelaksanaan program

pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan. Berdasarkan pelaksanaannya secara umum

program pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan mengingat terpenuhinya

beberapa aspek sesuai program pelatihan yakni secara perencanaan,

proses/tahap-tahap dan evaluasinya, yang pada dasarnya memenuhi kriteria tersebut. Adapun

berdasarkan evaluasi di setiap pertemuan, evaluasi dilakukan diakhir pelatihan

dengan cara mencoba mengulang penyajian gending yang telah dilatihkan oleh

pelatih, kemudian penilaian dilakukan secara lisan dengan melihat kemampuan

(32)

Adapun berdasarkan prinsip pelatihan dapat dinyatakan bahwa pelatihan

tersebut dapat memenuhi kriteria sebagai sebuah program pendidikan secara non

formal di luar pendidikan sekolah, yakni ditandai dengan:

a. Pelaksanaan dilakukan di luar jadwal waktu sekolah sesuai hakikat pelatihan;

b. Peserta pelatihan terdiri dari masyarakat di lingkungan sekitar yang diberi

layanan pendidikan keahlian seni.

c. Materi pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pelatihan yakni

agar peserta pelatihan memiliki pengalaman dan kemampuan dalam

menguasai penyajian angklung Sunda. Proses pelatihan dalam hal ini

memenuhi kriteria pelatihan yakni bertujuan guna memberikan kemampuan

secara praktis yakni bermain angklung Sunda.

d. Pelaksanaan pelatihan dengan demikian berperan sesuai dengan program

sanggar yakni membina seni budaya pada masyarakat di sekitar sanggar

Bambu Wulung.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penting untuk berusaha kearah perbaikan

agar tercipta sebuah proses pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

yang lebih baik, dengan meningkatkan kreativitas, dan produktivitas, maka

peneliti ingin memberikan saran serta masukan untuk:

1. Pelatih

Pelatih angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung untuk selalu terbuka

dan menerima masukan dari pihak luar yang terkait dengan inovasi pelatihan

angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung.

2. Peserta didik

Tidak berhenti untuk terus berlatih dan mengenal seni budaya tradisi yang

menjadi kekayaan milik bersama juga melestarikan dengan penuh rasa tanggung

jawab, jangan sampai kekayaan seni budaya kita diakui oleh pihak yang tidak

(33)

3. Sanggar Bambu Wulung

Memberikan fasilitas, sarana dan prasarana yang lebih memadai untuk bisa

membantu dalam proses pelatihan. Sebagai contoh, misalnya untuk tempat

pelatihan supaya selalu dibersihkan sehingga para peserta didik nyaman.

C. Rekomendasi

Penyelenggaraan pelatihan seni karawitan dengan menggunakan media

angklung Sunda merupakan hal yang langka di masyarakat, pelatihan ini dapat

dijadikan sebagai salah satu alternative berlatih seni seperti halnya gamelan Sunda

yang berfungsi sebagai iringan lagu-lagu. Oleh karena itu pelatihan angklung

dengan demikian dapat dikembangkan menjadi salah satu alternative

pembelajaran seni di masyarakat.

Penerapan program pelatihan tersebut dapat dikembangkan di

sanggar-sanggar lainnya, dan cukup efektif apabila akan diaplikasikan oleh para seniman

di masyarakat dalam melakukan kegiatan pelatihan seni sejenis. Program tersebut

dapat dikembangkan oleh sanggar-sanggar lainnya yang tujuannya

menyelenggarakan pembinaan seni budaya di masyarakat.

(34)

Arshad, Azhar. (2005). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Upandi, Pandi. (2010). Metode Pembelajaran Kliningan Kawih dan Gending Pirigannya. Bandung: Sunan Ambu STSI Press

Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Kamil, Mustofa (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Masunah, Juju. dkk. (1999). Angklung di Jawa Barat, Sebuah Perbandingan. Bandung: CV Andira

Marzuki, Saleh. (2010). Pendidikan Non Formal. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA Yoyo RW, BA (1986). Diktat Teori Menabuh Gamelan Sunda, Bandung: Kantor

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung

Sudjana. (2005). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production

Safa’at, Koko. (1995) Diktat Pendidikan Dasar Seni Musik. Sumedang: SMAN Situraja

Nanang dan Toni (2010). Belajar Menabuh Gamelan Salendro. Bandung: CV. Bintang Warli Artika

Sudjana, D. (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan. Bandung: Falah Production

Sadiman, Arief S.dkk. (2005) Media Pendidikan “Pengertian”, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya”. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Jurnal Seni dan Pengajarannya (2010). Ritme. Bandung: FPBS UPI Bandung

Jurnal Pendidikan Seni (2010). Kagunan. Jakarta: Asosiasi Pendidikan Seni Indonesia (APSI)

Jurnal Seni (2012). Panggung. Bandung: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)

Gambar

Gambar 3.1 Tahapan-tahapan penelitian pelatihan angklung Sunda di sanggar Bambu Wulung

Referensi

Dokumen terkait

PENGEMBANGAN SIKAP TOLERAN DALAM PERBEDAAN PENDAPAT SISWA MELALUI DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

[r]

Dari penelitian didapat akar permasalahan yang terjadi pada kerusakan dini disetiap komponen pada depericarper fan, terdapat 3 penyebab kerusakan utama pada

3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi... 4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari.. pengumpulan,

perangkat tes Y yang telah disisipkan butir anchor pada kedua perangkat tersebut. Reliabilitas instrumen adalah ketepatan alat ukur dalam mengukur

Adapun tujuan penulis dalam penulisan ilmiah ini adalah untuk mengetahui cara penerapan perhitungan atas pajak penghasilan pasal 21 yang diterapkan perusahaan sesuai dengan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Ayu Susanti

Perbandingan Efisiensi Antara Praktikum Kimia Skala Kecil D an Skala Besar Pada Subpokok Bahasan Sifa t Garam Yang Terhidrolisis D i Sma.. Universitas Pendidikan Indonesia