• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Indonesia- Kajian Bentuk yang Benar dan Lazim dalam Pemakaiannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa Indonesia- Kajian Bentuk yang Benar dan Lazim dalam Pemakaiannya."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAHASA INDONESIA:

KAJIAN BENTUK YANG BENAR DAN LAZIM

DALAM PEMAKAIANNYA

Oleh I Wayan Teguh

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa berkat rahmat-Nya

laporan hasil penelitian berjudul “Bahasa Indonesia: Kajian Bentuk yang Benar dan yang Lazim

dalam Pemakaiannya” ini dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini terdapat banyak masukan dari berbagai

pihak. Sehubungan dengan itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang

telah memberikan masukan dan saran demi terwujudnya karya ilmiah ini.

Laporan hasil penelitian ini tentu tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu,

saran-saran perbaikan demi kesempurnaannya, penulis terima dengan kerendahan hati. Semoga laporan

hasil penelitian ini bermanfaat.

(3)

3

BAHASA INDONESIA:

KAJIAN BENTUK YANG BENAR DAN LAZIM DALAM PEMAKAIANNYA

1. Pendahuluan

Ketika “Gerakan Disiplin Nasional” dicanangkan pada acara peringatan hari Kebangkitan

Nasional, 20 Mei 1995 Presiden Soeharto mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ajakan yang melibatkan seluruh warga

bangsa itu cukup arif dan wajar karena bahasa Indonesia dituturkan oleh bangsa Indonesia

sehingga upaya pembinaan dan pengembangannya merupakan tanggung jawab bangsa

Indonesia juga. Hal itu berarti bahwa semua warga negara Indonesia mempunyai tanggung

jawab moral terhadap upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Salah satu

upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam hubungannya dengan pembinaan bahasa

Indonesia adalah dilaksanakannya penghapusan tiga buta/tuna dalam kehidupan bangsa

Indonesia. Satu di antara penghapusan tiga buta/tuna yang dimaksud adalah “buta/tuna bahasa

Indonesia”. Kegiatan ini tentu saja mempunyai dampak yang positif terhadap pembinaan dan

pengembangan bahasa Indonesia.

Pada prinsipnya upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan melalui

berbagai jalur. Upaya itu ditempuh mengingat pembinaan bahasa berarti pembinaan pikiran,

gagal berbahasa juga berarti gagal berpikir (Widyamartaya, 1990:4). Jalur pembinaan yang

ditempuh, misalnya melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah (semua jenis dan jenjang

pendidikan). Pembinaan bahasa Indonesia juga diadakan di media massa, baik media massa

cetak (surat kabar) maupun media massa elektronik (televisi). Di samping itu, juga ada

(4)

kursus-4

kursus. Semua upaya yang dilakukan itu dimaksudkan untuk mempercepat proses

pemasyarakatan pemakaian bahasa Indonesia, terutama bahasa Indonesia yang benar dan baik.

Sesungguhnya pemakaian bahasa Indonesia yang benar dan baik sudah lama

didengung-dengungkan oleh pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.

Bahkan, hampir setiap kesempatan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk keperluan

pemasyakatan konsep itu, lebih-lebih sejak dicanangkannya Bulan Bahasa (1980) yang

kemudian dinamakan Bulan Bahasa dan Sastra. Sejak Bulan Bahasa (1980) itulah upaya

pemasyarakatan konsep bahasa Indonesia yang benar dan baik lebih terarah dalam kegiatan

perayaan Bulan Bahasa yang diselenggarakan setiap tahun, yaitu bertepatan dengan

peringatan Sumpah Pemuda (bulan Oktober). Hingga saat ini kegiatan Bulan Bahasa dan

Sastra sudah berlangsung lebih dari tiga puluh kali. Akan tetapi, ternyata hasil yang dicapai

dalam upaya pemasyarakatan pemakaian bahasa Indonesia yang benar dan baik belum

memuaskan. Belum memuaskannya hasil pemasyarakatan konsep bahasa Indonesia yang

benar dan baik itu cenderung disebabkan oleh faktor kelaziman. Faktor kaidah sebagai

penentu bahasa yang benar dan situasi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap pemakaian

bahasa yang baik tidak diperhatikan akibat keterbiasaan menggunakan bentuk atau struktur

yang lazim. Sehubungan dengan hal itu, berikut dibicarakan secara ringkas konstruksi yang

benar dan lazim dalam pemakaian bahasa Indonesia. Pembicaraan ini pun hanya meliputi

beberapa hal yang frekuensi pemakaiannya cukup mencolok.

2. Bahasa Indonesia: Kajaian Bentuk yang Benar dan Lazim dalam Pemakaiannya

Tujuan berbahasa tidak hanya sekadar terkomunikasikannya ide atau gagasan yang

(5)

5

sebagai alat berpikir di samping sebagai alat komunikasi. Pemakaian bahasa secara tertib

merupakan pencerminan cara berpikir yang tertib dan pada gilirannya akan menjadi

landasan yang kuat untuk bertindak yang tertib pula (Tim Koordinasi, 1996:v). Oleh karena

itu, berbahasa juga bertujuan menerapkan kaidah yang berlaku sehingga terwujud

pemakaian bahasa yang berkaidah atau bahasa yang benar, termasuk dalam pemakaian

bahasa Indonesia. Untuk mencapai tujuan itu, sejumlah kaidah atau norma bahasa perlu

dipahami, dihayati, dan diterapkan dalam pemakaiannya. Hal itu berarti bahwa di dalam

pemakaian bahasa Indonesia yang benar perlu diterapkan kaidah, aturan, atau norma yang

dimiliki di samping harus diperhatikan pula situasinya.

Pemakaian bahasa Indonesia yang benar harus memperhatikan kosakata dan tata bahasa.

Kedua aspek tersebut selalu dipentingkan pada saat berbahasa, baik pada saat berbahasa

lisan maupun tulis. Di samping kedua hal itu ada aspek lain yang perlu dicermati, yaitu

lafal dan ejaan. Akan tetapi, aspek lafal memegang peranan sangat penting dalam bahasa

lisan, sedangkan ejaan diperlukan pada bahasa tulis. Dengan demikian, sesungguhnya ada

empat hal penting yang perlu dicermati pada saat berbahasa. Keempat hal penting yang

dimaksud adalah lafal, ejaan, kosakata, dan tata bahasa.

Struktur suatu bahasa umumnya dibedakan atas struktur di dalam tataran fonologi,

morfologi, dan sintaksis.Berbicara tentang struktur suatu bahasa berarti membicarakan

hubungan antarunsur yang terdapat dalam bahasa itu. Hubungan yang dimaksud dapat

berwujud hubungan bunyi dengan bunyi (tataran fonologi), hubungan morfem dengan

morfem (tataran morfologi), hubungan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa

(6)

6

per satu sehubungan dengan adanya fenomena konstruksi yang benar dan yang lazim dalam

pemakaian bahasa Indonesia.

2.1 Pelafalan

Hal yang dibicarakan dalam tataran fonologi di sini adalah lafal, yakni ketepatan

pengucapan nama huruf yang digunakan. Ketepatan pengucapan nama huruf yang

dimaksud, yaitu apabila ditemukan bentuk yang tertulis dengan huruf /g/, misalnya, harus

diucapkan atau dilafalkan sesuai dengan namanya /ge/. Dengan demikian, kata dialog,

logaritma, biologi, dan logis tidak dilafalkan dialoh,loharitma, biolohi, dan lohis.

Ketepatan pelafalan itu perlu diperhatikan karena kesalahan atau ketidaktepatan

pelafalan dapat memengaruhi perubahan makna, terutama apabila kesalahan tiu sampai

pada taraf perubahan fonem yang cenderung terjadi pada pelafalan kata yang berhomograf.

Misalnya, kata teras akan sulit dilafalkan secara mandiri karena pelafalan yang tepat

ditentukan oleh konteks yang melingkupinya. Perbedaan pelafalan kata teras itu mengarah

kepada perbedaan fonemik. Oleh karena tiu, diperlukan kecermatan penutur atau pemakai

bahasa memilih alternatif nama yang tepat atas huruf yang digunakan. Pelafalan kata teras

itu jelas pada konteks berikut.

(1) Sejak tadi Cintya duduk di teras (dilafalkan teras atau bagian rumah).

(2) Upacara pamarisuda karipubaya di Legian, Kuta itu dihadiri pejabat teras

(dilafalkan teras atau pejabat tinggi).

Kesalahan atau ketidaktepatan pelafalan lain di samping yang sampai pada taraf

perubahan fonem dan perbedaan makna adalah pelafalan alofonis. Pada taraf alofonis

(7)

7

sehingga tidak menimbulkan perbedaan makna. Akan tetapi, apa pun jenis kesalahan

pelafalan itu sebaiknya dihindari pemakaiannya. Sehubungan dengan hal itu, berikut

dicantumkan sejumlah kata yang lazim dan yang benar pelafalannya dalam

pemakaian bahasa Indonesia.

TERTULIS PELAFALAN

YANG LAZIM YANG BENAR abc, Ahad abese; Ahat abece; Ahad

BCA Be Se A Be Ce A

antropologi antropolohi antropologi

apotek; atlet apotit; atlit apotek; atlet

arkeologi arkelohi arkeologi

definisi; fonem difinisi definisi

emblem; fragmen emblim; frahmen emblem; fragmen

filologi filolohi filologi

geologi geolohi geologi

organisasi orhanisasi organisasi

2.2Kata Bersaing

Cakupan tataran morfologi yang dibicarakan pada kesempatan ini adalah pemakaian kata

dan istilah. Kedua hal itu perlu dicermati dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar

karena ada aturan, norma, atau kaidah yang harus ditaati. Ketidaktepatan terhadap aturan

atau norma yang dimaksudkan akan menghasilkan pemakaian bahasa yang tidak benar.

Masalah kebahasaan di Indonesia menyangkut tiga kelompok bahasa, yaitu

(8)

8

pemakaiannya di Indonesia (Halim, 1980:15; Alwi, 1995:6). Adanya perpaduan ketiga

bahasa itu menyebabkan terjadinya tuturan yang heterogen, baik dalam pemakaian kata

maupun istilah. Ketidakhomogenan atau keheterogenan tuturan yang terjadi cenderung

disebabkan oleh tipe aglutinasi bahasa Indonesia, yang antara lain bersifat reseptif. Sifat

yang reseptif itulah yang memberikan peluang masuknya unsur bahasa lain, baik bahasa

daerah maupun bahasa asing, ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing dalam

berbagai bidang kehidupan di Indonesia apabila dibiarkan tidak terkendali, cenderung akan

semakin meningkat dan meluas.

Masuknya unsur-unsur bahasa lain itu memang menguntungkan dalam pembinaan

dan pengembangan bahasa Indonesia. Dewasa ini di dalam tuturan bahasa Indonesia

tampak digunakan kata dan istilah yang tidak bersumber dari satu asal. Kata dan sitilah

yang dipakai dalam bahasa Indonesia itu ada yang berasal dari bahasa daerah, bahasa

asing, dan bahasa Indonesia. Sumber utamanya adalah bahasa Indonesia sendiri. Akan

tetapi, apabila di dalam bahasa Indonesia tidak ada kata atau istilah yang dimaksud, dapat

diambil dari bahasa serumpun, yaitu bahasa daerah dan terakhir diupayakan dari bahasa

asing. Sehubungan dengan itu, bahasa asing dan bahasa daerah perlu dimanfaatkan dengan

sebaik-sebaiknya untuk keperluan pemantapan bahasa Indonesia. Tujuannya adalah agar

bahasa Indonesia benar-benar dapat digunakan sebagai sarana atau wahana komunikasi

yang efektif dan efisien. Sementara itu, bahasa Indonesia yang baik dan benar perlu secara

terus-menerus ditingkatkan mutu pemakaiannya.

Dalam upaya mempermantap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia,

pemerintah telah menetapkan Politik Bahasa Nasional yang merupakan aturan yang tegas.

(9)

9

mengarah kepada kepentingan bahasa yang baik. Hal itu berarti bahwa bahasa Indonesia

yang benar akan semakin jauh dari harapan. Salah satu aturan yang erat kaitannya dengan

pemakaian kata dan istilah itu adalah sistem prioritas penerimaan atau pemasukan kata dan

istilah. Ada tiga prioritas yang perlu diperhatikan dalam pemasukan kata dan istilah ke

dalam bahasa Indonesia. Ketiga prioritas yang dimaksud adalah (a) menggali bahasa

Indonesia, (b) menggali bahasa serumpun atau bahasa daerah, dan (c) menyerap bahasa

asing (Alwi,1995:6).

Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan suatu

makns konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (Pedoman

Umum Pembentukan Istilah, 1994:5). Sejumlah contoh istilah adalah abortus, buku

besar, diagonal, embrio, fonem, irigasi, linguistik, matriks, moneter, pengacara,

plankton, radiologi, dan vonis. Di pihak lain kata adalah unsur bahasa yang diucapkan

atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat

digunakan dalam berbahasa atau satuan bahasa terkecil yang dapat diujarkan sebagai

bentuk bebas dan dapat berdiri sendiri (Depdikbud, 1995:451). Beberapa contoh kata

ialah bermain, diambil, gemetar, makanan, mandi, menyapu, pemalu, pukul, dan

tarik-menarik.

Contoh di atas menunjukkan bahwa istilah sebenarnya kata juga, tetapi dipakai

dalam bidang atau lapangan kehidupan terbatas, bersifat teknis, bermakna pasti, dan

cenderung tidak dipengaruhi oleh konteks kalimat. Sebaliknya, kata dipakai dalam

berbagi bidang kehidupan dan maknanya tidak pasti karena sering begantung kepada

(10)

10

Pembicaraan ini menitikberatkan pada pemakaian kata bersaing dalam bahasa

Indonesia. Kata bersaing muncul karena dalam bahasa Indonesia ditemukan sejumlah

kata yang bentuknya mirip, maknanya sama, dan distribusinya juga sama. Apabila tidak

diperhatikan secara cermat, kata bersaing seolah-olah sama dengan kata bersinonim.

Akan tetapi, baik kata bersinonim maupun kata bersaing mempunyai kekhasan

masing-masing. Kata bersinonim adalah kata yang bentuknya berbeda, maknanya mirip, dan

distribusinya kadang-kadang sama, kadang –kadang berbeda seperti tampak berikut ini.

KATA BERSAING KATA BERSINONIM

apotek, apotik asli, tulen, murni

konkret, konkrit besar, raya, agung

penasihat, penasehat buku, kitab

personalia, personil bundar, bulat

penerjemah, penterjemah kawan, teman, sahabat

menyukseskan, mensukseskan pokok, baku

Berikut dicantumkan sejumlah kata bersaing lain yang ditemukan di dalam

pemakaian bahasa Indonesia. Kata-kata tersebut menyulitkan pemakai bahasa Indonsia

menggunakannya, khususnya dalam bahasa Indonesia ragam ilmiah.

KATA BERSAING YANG BENAR KATA BERSAING YANG LAZIM

atlet atlit

bersistem bersistim

(11)

11

kuitansi kwitansi

lazim lajim

manajemen managemen

menerapkan menterapkan

metode metoda

perubahan perobahan

rasional rasionil

terampil trampil

tim team

Semua pasangan kata tersebut dapat saling menggantikan. Akan teapi, kalau

pemakaian bahasa Indonesia yang benar diinginkan, kata yang benar atau kata yang baku

yang digunakan, bukan kata yang lazim. Kata bersinonim tidak demikian keberadaannya

karena kata-kata itu tidak selalu dapat saling menggantikan dalam semua konteks

pemakaian.

Contoh:

(3) … jaksa agung. Kata agung dalam konstruksi ini tidak mungkin digantikan

dengan kata raya sehingga menjadi jaksa raya walaupun kata agng dan raya

merupakan kata yang bersinonim.

(4) … pelajaran tata buku. Konstruksi ini pun tidak mungkin dapat digantikan

(12)

12 2.3Pola Pemasifan

Upaya untuk mengutamakan bagian kalimat pada hakikatnya dapat ditempuh

dengan empat cara. Cara-cara yang dimaksud adalah (a) mengubah bentuk kata, (b)

mengubah urutan kata, (c) menambah partikel, dan (d) memberikan tekanan keras pada

bagian yang diutamakan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam kaitan dengan

pengutamakan bagian kalimat di samping keempat cara di atas adalah pemasifan.

Pemasifan yang benar harus mengikuti pola aspek + pelaku + tindakan. Pola inilah

yang harus diterapkan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar, termasuk dalam

karya tulis ilmiah.

Contoh:

(5) Dana yang terkumpul akan kita ambil segera.

(6)Majalah tersebut belum kami terima hingga saat ini.

(7) Surat Anda sudah saya baca.

Di dalam pemakaian bahasa Indonesia yang lazim ditemukan bukan seperti (5)--(7) di

atas, melainkan sebagai berikut.

(5a) Dana yang terkumpul kita akan ambil segera.

(6a) Majalah tersebut kami belum terima hingga saat ini.

(7a) Surat Anda saya sudah baca.

Contoh lain yang juga lazim ditemukan dalam pemakaian bahasa Indonesia

adalah seperti di bawah ini.

(8) Surat kabar Kompas ia sedang baca.

(13)

13

Struktur (5a)—(9) yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia ternyata tidak

sesuai dengan kaidah atau pola pemasifan yang benar. Semua struktur tersebut berpola

pelaku + aspek + tindakan, sedangkan pola yang benar adalah aspek + pelaku + tindakan.

Oleh karena itu, yang lazim belum tentu benar dan yang benar belum tentu lazim

digunakan. Hal itu terjadi karena sebagian besar penutur bahasa Indonesia sudah terbiasa

menggunakan bentuk dan struktur yang lazim tanpa memperhatikan kaidah atau norma

yang berlaku.

2.4Pemakaian Pleonasme

Ploenasme bermakna ‘pemakaian kata yang mubazir’. Hal itu berarti bahwa

pleonasme sebenarnya termasuk dalam pembicaraan makna kata. Akan tetapi,

mengingat pleonasme itu berkaitan erat dengan struktur bahasa, lebih-lebih

pembahasan frasa, maka di sini pleonasme dikaitkan dengan keberadaan kalimat.

Dengan demikian, pleonasme dibicarakan dalam konteks kalimat.

Sejumlah tipe atau model pleonasme ditemukan dalam pemakaian bahasa

Indonesia. Apabila diinginkan pemakaian bahasa Indonesia yang benar, penggunaan

kata yang mubazir harus dihindari. Maksudnya, hanya salah satu wujudnya yang perlu

dipertahankan dalam konteks. Hal yang selalu perlu diingat dalam hubungan dengan

pleonasme adalah tidak setiap wujudnya dapat saling menggantikan mengingat

memang tidak ada sinonimi mutlak. Sehubungan dengan hal itu, berikut dikemukakan

sejumlah model pleonasme yang lazim ditemukan dalam pemakaian bahasa Indonesia,

(14)

14 2.4.1 Pleonasme Kata dengan Frasa

Pleonasme tipe ini ditemukan dalam sejumlah kalimat. Kata dan frasa yang

membentuknya saling berkaitan makna. Berdasarkan keterkaitan maknanya itulah

diperlukan adanya pertimbangan dan kecermatan pemakaiannya.

Contoh:

(10) Akhir-akhir ini nilai investasi di Indonesia terus merosot ke bawah.

(11) Akibat ledakan bom itu mereka pasrah dan menengadah ke atas sambil berdoa.

(12) Pasukan GAM yang semula bertahan itu akhirnya mundur ke belakang karena terus-

menerus didesak oleh pasukan TNI.

Apabila diperhatikan secara saksama, ternyata ketiga contoh di atas menunjukkan

bentuk yang sejenis. Artinya, dengan menggunakan satu unsur saja sebenarnya telah

memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang benar dan tidak mubazir. Berdasarkan

konteksnya, cenderung unsur pertama yang lebih tepat digunakan dalam ketiga contoh

tersebut. Apabila unsur yang kedua digunakan, makna yang terkandung di dalamnya akan

berubah. Dengan demikian, tuturan yang lazim itu akan menjadi benar jika dijadikan

seperti berikut.

(10a) Akhir-akhir ini nilai investasi di Indonesia terus merosot.

(11a) Akibat musibah ledakan bom itu mereka pasrah dan menengadah dambil berdoa.

(12a) Pasukan GAM yang semula bertahan itu akhirnya mundur karena terus-menerus

(15)

15

2.4.2 Pleonasme Partikel dengan Kata Ulang Berimbuhan

Pleonasme tipe ini menunjukkan kesejajaran makna antara partikel dan kata ulang

yang membentuknya. Pola atau tipe pleonasme ini umumnya dibentuk oleh partikel

saling.

Contoh:

(13) Setiap orang cenderung berusaha saling tolong-menolong dengan sesamanya.

Pemakaian konstruksi saling tolong-menolong di dalam kalimat itu mubazir

karena saling menyatakan makna ‘berulang-ulang’ dan tolong-menolong mencerminkan

makna ‘perbuatan yang tidak hanya dilakukan satu kali’. Dengan demikian, kemubaziran

akan hilang jika konteks (13) dijadikan seperti berikut.

(13a) Setiap orang cenderung berusaha saling menolong dengan sesamanya.

(13b) Setiap orang cenderung berusaha tolong-menolong dengan sesamanya.

Bentuk lain yang sejenis dengan pola itu adalah pemakaian pola saling

tukar-menukar dan saling bantu-membantu. Kedua bentuk tersebut seharusnya masing-masing

diwujudkan menjadi saling menukar atau tukar-menukar dan saling membantu atau

bantu-membantu sehingga tidak memunculkan pola yang mubazir.

2.4.3 Pleonasme Kata Depan dengan Kata Ulang Murni

Pleonasme tipe ini ditemukan berupa pemakaian kata yang bermakna jamak

digabungkan dengan kata ulang yang bermakna jamak juga. Penggabungan kata banyak,

para, dan semua dengan kata ulang cenderung menimbulkan kemubaziran.

Contoh:

(16)

16

Pemakaian kata semua yang bergabung dengan kata ulang provokator-provokator

pada kalimat (14) di atas menimbulkan kemubaziran. Konstruksi yang benar tampak di

bawah ini.

(14a) Semua provokator kerusuhan harus ditangkap dan diadili.

(14b) Provokator-provokator kerusuhan harus ditangkap dan diadili.

Penggunaan kata banyak dan para yang lazim ditemukan dalam bentuk

pleonasme, misalnya sebagai berikut.

(15) Sebelum krisis ekonomi dan moneter telah banyak daerah-daerah di Indonesia yang

berhasil meningkatkan taraf hidup warganya.

(16) Para petugas-petugas wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada

masyarakat.

2.5Pemakaian Keposesifan

Keposesifan yang tidak sesuai dengan kaidah atau norma bahasa Indonesia, tetapi

sangat lazim ditemukan adalah pemakaian kata dari dan daripada. Kedua kata

tersebut, baik dari maupun daripada tidak dapat digunakan untuk menyatakan

keposesifan di dalam bahasa Indonesia. Kata dari berfungsi menyatakan tempat asal,

bahan, serta sama artinya dengan sejak dan sebab, sedangkan kata daripada berfungsi

menyatakan perbandingan (Suparni, 1991:96). Akan tetapi, kedua kata tersebut sering

digunakan sebagai penanda keposesifan.

Contoh:

(17) Rumah daripada para korban bencana alam itu akan diperbaikai oleh warga

(17)

17

(18) Joice belum dapat melaksanakan kewajiban sesuai dengan kemauan dari ibunya.

Kedua kalimat di atas masing-masing mengandung kata daripada dan dari yang

menunjukkan bahwa rumah itu dimiliki oleh para korban bencana alam dan kemauan

dimiliki oleh ibu. Hubungan rumah dengan para korban pada (17) dan kemauan

dengan ibunya pada (18) sebenarnya telah menyatakan posesif. Adanya kata daripada

dan dari justru menyebabkan ketidaktepatan . Jadi, struktur yang benar adalah sebagai

berikut.

(17a) Rumah para korban bencana alam itu akan diperbaikai oleh warga

setempat.

(18a) Joice belum dapat melaksanakan kewajiban sesuai dengan kemauanibunya.

2.6Upaya yang Dapat Ditempuh

Pemakaian bentuk atau struktur yang lazim dalam bahasa Indonesia, terutama bahasa

Indonesia yang benar tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Semakin memasyarakatnya

pemakaian bentuk dan struktur yang lazim akan semakin menjauhkan keberadaan bahasa

Indonesia yang benar. Sehubungan dengan itu, semua warga negara Indonesia mempunyai

tanggung jawab moral untuk membina dan mengembangkna bahasa Indonesia.

Penghapusan “buta bahasa Indonesia” dalam kehidupan bangsa Indonesia merupakan

upaya awal yang dilakukan pemerintah untuk membina dan mengembangkan bahasa

nasional bangsa Indonesia. Keberhasilan langkah awal itu akan mempunyai makna dan

sekaligus berdampak positif bagi upaya ke arah terwujudnya pemakaian bahasa Indonesia

(18)

18

Upaya mendasar yang dapat dilakukan untuk memeperkecil atau

sekurang-kurangnya membendung keterbiasaan memanfaatkan bentuk atau struktur yang lazim

dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar adalah memasyarakatkan konsep bahasa

Indonesia yang benar. Artinya, perlu dimasyarakatkan semua kaidah atau norma yang

berlaku yang harus ditaati oleh pemakai bahasa Indonesia. Di samping itu, satu hal yang

justru lebih penting dilakukan dalam upaya mengubah keterbiasaan itu adalah

mempertinggi kesadaran setiap pemakai bahasa Indonesia. Para penutur bahasa Indonesia

hendaknya menyadari situsai dan konteks pemakaian bahasa. Dengan upaya ini diharapkan

pemakaian bentuk dan struktur yang lazim dapat dikurangi. Hal ini perlu ditempuh karena

hanya dengan menyadari kekeliruan atas keterbiasaan menggunakan hal-hal lazim,

kelaziman pemakaiannya dapat diperkecil. Hal itu berarti bahwa kaidah atau norma bahasa

Indonesia yang benar dan baik semakin mempunyai peluang untuk digunakan sesuai

dengan situasinya.

Upaya-upaya tersebut sesungguhnya merupakan sebagian kecil dari kegiatan yang

telah dilakukan selama ini. Acara pembinaan bahasa Indonesia di layar televisi, media

massa cetak, dan melalui jalur pendidikan formal di sekolah-sekolah menunjukkan hasil

yang berdampak positif. Di samping itu, kegiatan yang berupa penataran, ceramah, dan

penyuluhan juga mempunyai peranan yang cukup penting di dalam upaya pembinaan (dan

pengembangan) bahasa Indonesia. Hal lain yang perlu dicermati adalah adanya usaha

memperbanyak buku yang berkaitan dengan keberadaan bahasa Indonesia yang benar dan

baik mempunyai andil yang cukup besar pula. Upaya itu memugkinkan setiap pembaca

yang telah memahami hakikat bahasa Indonesia yang benar dan baik dapat berperan

(19)

19

diharapkan konsep bahasa Indonesia yang benar semakin cepat dipahami oleh

pemakainya.

3. Penutup

Pemakaian bahasa Indonesia yang benar belum memasyarakat di sebagian

penuturnya. Hal itu cenderung disebabkan oleh belum dipahami dan belum dihayatinya

konsep tentang kaidah bahasa Indonesia yang benar. Di samping itu, juga disebabkan oleh

adanya keterbiasaan penutur menggunakan bentuk dan struktur bahasa Indonesia yang

telah lazim di dalam pemakaian walaupun tidak memenuhi tuntutan kaidah yang benar.

Bahasa Indonesia yang beanr memang terasa agak asing dibandingkan dengan yang telah

lazim digunakan. Oleh karena itu, kelaziman yang tidak benar hanya mungkin diperbaiki

apabila disertai dengan adanya kesadaran penutur masing-masing. Upaya tersebut akan

lebih berhasil apabila di dalamnya diikutsertakan juga kegiatan memasyarakatkan konsep

bahasa Indonesia yang benar secara berkesinambungan.

Kaidah bahasa Indonesia yang benar yang ternyata sangat sering kurang diperhatikan

di dalam pemakaian adalah kaidah di bidang pelafalan, pemakaian kata bersaing, pola

pemasifan, pleonasme, dan bentuk keposesifan. Dalam tuturan bahasa Indonesia lebih

lazim dipakai pelafalan dialoh daripada dialog, apotik daripada apotek; lebih lazim

digunakan struktur saya sudah baca daripada sudah saya baca, merosot ke bawah daripada

merosot; rumah dari para korban daripada rumah para korban. Kenyataan itu

menunjukkan bahwa konstruksi yang benar belum tentu lazim di dalam pemakaian,

sedangkan konstruksi yang lazim dipakai belum tentu benar atau sesuai dengan kaidah

(20)

20

Pemakaian bentuk dan struktur yang lazim akan dapat diperbaiki secara bertahap

apabila konsep bahasa Indonesia yang benar telah dipahami disertai dengan adanya

kesadaran untuk menggunakannya. Bahasa Indonesia yang baik dipengaruhi oleh faktor

situasi dan ragam bahasa, bahasa Indonesia yang benar ditentukan oleh ketaatan terhadap

pemakaian kaidah, sedangkan pemakaian bantuk atau struktur yang lazim dipengaruhi oleh

faktor keterbiasaan. Mengubah keterbiasaan memang sulit apabila tanpa didasari oleh

kesadaran yang tinggi di samping tujuan yang jelas. Jadi, harus diupayakan dengan

sungguh-sungguh agar bentuk dan struktur yang lazim tidak dimanfaatkan di dalam

pemakaian bahasa Indonesia yang beanr, terutama pada karya-karya ilmiah.

Daftar Pustaka

Alwi, Hasan, 1995. “Strategi Pengindonesiaan Bahasa Asing di Tempat Umum”. Dalam Nuansa: Bina Bahasa dan Sastra. Edisi Perdana. Oktober 1995. Denpasar: Balai Penelitian Bahasa Denpasar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Halim, Amran. 1980. “Fungsi Politik Bahasa Nasional”. Dalam Politik Bahasa Nasional 1. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Sukarta, I Nengah, I Nyoman Suparwa, I G.N.K. Putrayasa, I Wayan Teguh. 2015. Bahasa Indonesia Akademik untuk Perguruan Tinggi. Denpasar: Udayana University Press.

Suparni. 1991. Penuntun Bahasa Indonesia. Bandung: Ganesa Exact.

Tim Koordinasi. 1996. Panduan Penertiban Penggunaan Bahasa Asing di Tempat Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

Pada pengujian workability, untuk nilai slump sama yaitu 75 mm, campuran beton dengan menggunakan substitusi abu dasar membutuhkan penambahan air yang lebih

Dengan mengetahui faktor – faktor tersebut perusahaan akan dapat menetapkan kebijaksanaan untuk mengantisipasi kondisi tersebut, sehingga perusahaan dapat menjual produk dalam

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran tipe STAD lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti

Tumis bawang putih sampai harum, lalu masukan kuning telur asin yang sudah dihancurkan, aduk sampai.. berbusa, lalu masukan cabe rawit dan daun bawang, aduk

Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas ke arah rongga panggul, sedang tangan lain yang diletakkan

Dan semua tehnik tersebut diyakini dapat mengurangi nyeri pada persalinan kala I, namun sejauh itu belum dapat diukur tehnik yang mana yang paling efektif dalam

Data Username dan Password yang anda masukan belum benar” Sesuai harapan Valid 2 Mengetikkan username dan password tidak diisi atau kosong kemudian klik tombol