• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi pengomposan dipandang lebih mampu. memberikan peluang kerja bagi masyarakat, lebih memiliki potensi konflik yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hal ini menunjukkan bahwa teknologi pengomposan dipandang lebih mampu. memberikan peluang kerja bagi masyarakat, lebih memiliki potensi konflik yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar 16. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial.

Keterangan : TENAKER = Penyerapan tenaga kerja

KONFLIK = Potensi konflik dengan masyarakat rendah USAHA = Menumbuhkan lapangan usaha

FORMAL = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal PSM = Penguatan peran serta masyarakat

Overall = Keseluruhan

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi pengomposan dipandang lebih mampu memberikan peluang kerja bagi masyarakat, lebih memiliki potensi konflik yang rendah jika diterapkan di lapangan, lebih mampu memberikan peluang usaha bagi masyarakat, lebih mampu membuka peluang bagi terciptanya sektor informal maupun formal, dan lebih memungkinkan untuk dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan masalah sampah dibandingkan dengan teknologi incenerator.

D. Penentuan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial

Jika didasarkan atas kriteria membuka kesempatan kerja dan membuka sektor informal dan/atau formal, teknologi sanitary landfill dipandang lebih mampu untuk memenuhinya ketimbang teknologi incenerator. Sehingga jika dua kriteria

(2)

tersebut yang mendapat perhatian utama yang ingin ditekankan, maka sanitary landfill lebih diprioritaskan ketimbang incenerator. Namun jika didasarkan atas kriteria potensi konflik yang rendah, dapat membuka peluang usaha bagi sektor swasta, dan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan sampah, maka incenerator merupakan prioritas utama dibandingkan dengan teknologi sanitary landfil, seperti dapat dilihat pada Gambar 17. Secara keseluruhan teknologi incenerator lebih diprioritaskan dibandingkan dengan sanitary landfill.

Gambar 17. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial.

Keterangan : TENAKER = Penyerapan tenaga kerja

KONFLIK = Potensi konflik dengan masyarakat rendah USAHA = Menumbuhkan lapangan usaha

FORMAL = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal PSM = Penguatan peran serta masyarakat

Overall = Keseluruhan

E. Penentuan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial

Semua kriteria dalam aspek sosial menunjukkan bahwa teknologi pengomposan lebih merupakan prioritas utama untuk diterapkan di Jakarta Timur dibandingkan dengan sanitary landfill, sebagaimana terlihat pada Gambar 18. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi pengomposan dipandang lebih mampu

(3)

memberikan peluang kerja bagi masyarakat, lebih memiliki potensi konflik yang rendah jika diterapkan di lapangan, lebih mampu memberikan peluang usaha bagi masyarakat, lebih mampu membuka peluang bagi terciptanya sektor informal maupun formal, dan lebih mungkin untuk dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan masalah sampah dibanding dengan teknologi sanitary landfill.

Gambar 18. Perbandingan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial.

Keterangan : TENAKER = Penyerapan tenaga kerja

KONFLIK = Potensi konflik dengan masyarakat rendah USAHA = Menumbuhkan lapangan usaha

FORMAL = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal PSM = Penguatan peran serta masyarakat

Overall = Keseluruhan

F. Penentuan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis

Jika didasarkan atas kriteria efektifitas dalam mereduksi sampah, dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan, dan banyaknya lokasi yang memungkinkan penerapan suatu teknologi, maka teknologi incenerator lebih diprioritaskan untuk diterapkan di Jakarta Timur dibandingkan dengan pengomposan. Sedangkan jika ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi, kemudahan operasional, ketersediaan

(4)

SDM, dan pemanfaatan sampah maka teknologi pengomposan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan incenerator. Namun jika setiap kriteria dalam aspek teknis dibobotkan, maka incenerator lebih diprioritaskan dibandingkan dengan pengomposan. Untuk lebih jelas berikut disajikan Gambar 19.

Gambar 19. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis.

Keterangan : EFEKTIF = Tingkat efektifitas dalam mengurangi tumpukan sampah LAHAN = Dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan

LOKASI = Ketersediaan lokasi TEKNOLOGI = Ketersediaan teknologi

MUDH-OPR = Kemudahan penerapan teknologi (kemudahan operasional) SDM = Ketersediaan SDM yang memahami teknologi

MANFAAT = Pemanfaatan sumberdaya (dapat memanfaatkan sampah sebagai sebuah sumberdaya)

Overall = Keseluruhan

G. Penentuan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis

Jika didasarkan atas kriteria efektifitas dalam mereduksi sampah, dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan, dan banyaknya lokasi yang memungkinkan penerapan suatu teknologi, maka teknologi incenerator lebih diprioritaskan untuk diterapkan di Jakarta Timur daripada sanitary landfill. Sedangkan jika ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi dan ketersediaan SDM yang memahami teknologi,

(5)

maka sanitary landfill lebih diprioritaskan. Namun jika didasarkan atas kriteria kemudahan operasional dan pemanfaatan sampah, maka kedua teknologi memiliki skala prioritas relatif sama. Jika seluruh kriteria dalam aspek teknis dibobotkan, maka incenerator lebih diprioritaskan dibandingkan dengan teknologi sanitary landfill. Untuk lebih jelas berikut disajikan Gambar 20.

Gambar 20. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis.

Keterangan : EFEKTIF = Tingkat efektifitas dalam mengurangi tumpukan sampah LAHAN = Dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan

LOKASI = Ketersediaan lokasi TEKNOLOGI = Ketersediaan teknologi

MUDH-OPR = Kemudahan penerapan teknologi (kemudahan operasional) SDM = Ketersediaan SDM yang memahami teknologi

MANFAAT = Pemanfaatan sumberdaya (dapat memanfaatkan sampah sebagai sebuah sumberdaya)

Overall = Keseluruhan

H. Penentuan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis

Jika kriteria efektifitas dalam mereduksi sampah digunakan sebagai dasar penentuan skala prioritas teknologi antara pengomposan dengan sanitary landfill, maka sanitary landfill merupakan prioritas utama dibandingkan dengan pengomposan, karena dipandang lebih efektif dalam hal mereduksi sampah. Sedangkan jika didasarkan atas kriteria dapat mengatasi keterbatasan lahan,

(6)

ketersediaan lokasi yang memungkinkan teknologi bisa diterapkan, ketersediaan teknologi, kemudahan operasional, ketersediaan SDM yang memahami teknologi, dan pemanfaatan sampah, maka pengomposan lebih merupakan prioritas utama untuk diterapkan di Jakarta Timur dibandingkan dengan sanitary landfill. Secara keseluruhan, jika semua kriteria dalam aspek teknis dibobotkan, maka teknologi pengomposan lebih merupakan prioritas utama dibandingkan sanitary landfill. Untuk lebih memperjelas berikut disajikan Gambar 21.

Gambar 21. Perbandingan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis.

Keterangan : EFEKTIF = Tingkat efektifitas dalam mengurangi tumpukan sampah LAHAN = Dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan

LOKASI = Ketersediaan lokasi TEKNOLOGI = Ketersediaan teknologi

MUDH-OPR = Kemudahan penerapan teknologi (kemudahan operasional) SDM = Ketersediaan SDM yang memahami teknologi

MANFAAT = Pemanfaatan sumberdaya (dapat memanfaatkan sampah sebagai sebuah sumberdaya)

Overall = Keseluruhan

I. Penentuan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi

Seluruh kriteria dalam aspek ekonomi mengarah kepada penetapan pengomposan sebagai prioritas utama untuk diterapkan dalam kegiatan

(7)

pengolahan sampah di Jakarta Timur dibandingkan dengan incenerator. Hal ini berarti teknologi pengomposan dipandang sebagai teknologi yang investasi pengadaannya lebih murah, biaya operasionalnya juga lebih murah, dan lebih memiliki kemungkinan untuk dapat menghasilkan PAD jika dibandingkan dengan teknologi incenerator. Untuk lebih memperjelas berikut ditampilkan Gambar 22.

Gambar 22. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi.

Keterangan : INVEST = Investasi rendah

BEA-OPRS = Biaya operasional rendah

PAD = Menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi Overall = Keseluruhan

J. Penentuan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi

Jika didasarkan atas kriteria rendahnya investasi pengadaan teknologi dan kemungkinan menghasilkan PAD, maka teknologi incenerator dan sanitary landfill memiliki skala prioritas relatif sama. Sedangkan jika ditinjau dari kriteria rendahnya biaya operasional, maka sanitary landfill lebih diprioritaskan dibandingkan dengan incenerator. Secara keseluruhan dapat ditentukan bahwa berdasarkan pertimbangan semua kriteria dalam aspek ekonomi, incenerator dan

(8)

sanitary landfill memiliki skala prioritas relatif sama untuk diterapkan di Jakarta Timur, seperti dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi.

Keterangan : INVEST = Investasi rendah

BEA-OPRS = Biaya operasional rendah

PAD = Menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi Overall = Keseluruhan

K. Penentuan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi

Semua kriteria dalam aspek ekonomi mengarah kepada penetapan teknologi pengomposan sebagai prioritas utama dibandingkan dengan sanitary landfill. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jika dibandingkan antara pengomposan dan sanitary landfill, maka teknologi pengomposan dipandang lebih murah dalam hal investasi dan biaya operasional, serta lebih mungkin untuk menghasilkan PAD dibandingkan dengan sanitary landfill. Untuk lebih memperjelas, berikut disajikan Gambar 24.

(9)

Gambar 24. Perbandingan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Ekonomi.

Keterangan : INVEST = Investasi rendah

BEA-OPRS = Biaya operasional rendah

PAD = Menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi Overall = Keseluruhan

Secara umum, hasil studi AHP yang dilakukan menunjukkan bahwa teknologi pengolahan sampah yang memiliki nilai bobot tertinggi adalah pengomposan dengan nilai bobot 0,449, kemudian incenerator dengan nilai bobot 0,402, dan sanitary landfill dengan nilai bobot 0,149, seperti dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini :

Gambar 25. Nilai Bobot yang Menunjukkan Skala Prioritas Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah di Jakarta Timur Hasil Studi AHP.

Hasil analisis sidik ragam yang dilakukan pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa minimal ada satu nilai bobot teknologi yang berbeda sangat nyata. Hasil

(10)

perhitungan analisis sidik ragam hasil studi AHP selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sebagai konsekuensi dari penerimaan H1, maka dilakukan uji lanjut untuk mengetahui nilai bobot manakah yang sesungguhnya berbeda sangat nyata. Uji lanjut yang digunakan adalah uji wilayah berganda Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1% nilai bobot pengomposan tidak berbeda nyata dengan nilai bobot incenerator, dan nilai bobot kedua teknologi tersebut berbeda sangat nyata dengan nilai bobot sanitary landfill. Perhitungan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam perspektif statistik sesungguhnya skala prioritas teknologi pengomposan dengan incenerator tidak berbeda nyata. Artinya pihak Pemerintah Kota Jakarta Timur dapat memprioritaskan penggunaan teknologi pengomposan dan incenerator dalam upaya pengolahan sampah di wilayahnya

3. Analisis Sensitivitas Hasil Studi AHP

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penentuan skala prioritas teknologi pengolahan sampah berkaitan dengan periode waktu adalah adanya faktor ketidakpastian dimasa depan. Dalam hal ini terdapat peluang untuk terjadinya perubahan preferensi para stakeholder terhadap titik berat aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan suatu jenis teknologi. Perubahan preferensi ini dapat diakibatkan oleh perubahan kebijakan pemerintah, perubahan

(11)

kondisi yang terjadi di masyarakat, dan lain-lain. Untuk itu perlu dilihat sejauh mana skala prioritas (nilai bobot) teknologi pengolahan sampah yang telah ditentukan berdasarkan hasil penelitian ini dipengaruhi oleh perubahan preferensi setiap aspek, dengan cara melakukan analisis sensitivitas.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara meningkatkan preferensi aspek lingkungan, sosial, teknis, dan ekonomi hingga mencapai nilai bobot 50% dan 75%. Kenaikan nilai bobot salah satu aspek, secara otomatis akan menurunkan nilai bobot aspek yang lain. Setelah nilai bobot aspek yang dinaikkan mencapai nilai yang diharapkan, yaitu 50% dan 75%, maka dilihat perubahan nilai bobot setiap teknologi. Apakah teknologi pengomposan dan incenerator masih tetap merupakan prioritas utama dan teknologi sanitary landfill merupakan prioritas terakhir ataukah mengalami perubahan. Berikut diuraikan hasil analisis sensitivitas terhadap hasil studi AHP yang telah dilakukan.

A. Sensitivitas Skala Prioritas Teknologi Terhadap Peningkatan Preferensi Aspek Lingkungan

Jika diasumsikan dimasa depan terjadi peningkatan preferensi aspek lingkungan sedemkian rupa sehingga secara kuantitif nilai bobotnya mencapai 50%, ternyata pengomposan tetap memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 44% walaupun lebih rendah dari nilai bobot sebelumnya (44,9% = 0,449) seperti disajkan pada Gambar 26.

(12)

Gambar 26. Nilai Bobot Setiap Teknologi Jika Nilai Bobot Aspek Lingkungan Mencapai 50%.

Jika preferensi terhadap aspek lingkungan meningkat lagi menjadi 75%, maka incenerator merupakan teknologi yang memiliki nilai bobot tertinggi (47,2% = 0,472), seperti disajikan Gambar 27.

Gambar 27. Nilai Bobot Setiap Teknologi Jika Nilai Bobot Aspek Lingkungan Meningkat Menjadi 75%.

Hal ini menunjukkan, jika pada suatu saat pertimbangan terpenting dalam menentukan jenis teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur adalah aspek lingkungan, yang berarti pula aspek sosial, ekonomi, dan teknis relatif tidak menjadi masalah, maka incenerator merupakan teknologi yang menjadi prioritas utama untuk diterapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa skala prioritas teknologi yang dipilih relatif tidak sensitif terhadap perubahan preferensi aspek lingkungan karena masih tetap salah satu dari pengomposan dan incenerator yang menjadi prioritas utama.

(13)

B. Sensitivitas Skala Prioritas Teknologi Terhadap Peningkatan Preferensi Aspek Sosial

Jika diasumsikan dimasa depan terjadi peningkatan preferensi terhadap aspek sosial sehingga nilai bobot aspek sosial mencapai 50%, yang berarti pula nilai bobot aspek lainnya mengalami penurunan, maka teknologi pengomposan merupakan prioritas utama yang sebaiknya diterapkan dalam kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur dengan nilai bobot 47,6%. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Preferensi Terhadap Aspek Sosial Meningkat Hingga Memiliki Nilai Bobot 50%.

Jika preferensi terhadap aspek sosial terus mengalami peningkatan sehingga nilai bobotnya mencapai 75% maka teknologi pengomposan tetap merupakan prioritas utama (nilai bobot 55,1%) seperti dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Nilai Bobot Aspek Sosial Mencapai 75%.

(14)

Hal ini berarti bahwa jika kondisi yang dihadapi mengharuskan penentuan teknologi pengolahan sampah ditikberatkan kepada perhatian : membuka kesempatan kerja, meminimalkan potensi konflik yang mungkin terjadi, menciptakan peluang berusaha bagi masyarakat, membuka peluang kepada sektor informal dan formal untuk terlibat, serta dapat meningkatkan peran serta masyarakat, maka teknologi pengomposan adalah prioritas utama untuk diterapkan di Jakarta Timur.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skala prioritas teknologi yang telah ditetapkan tidak sensitif terhadap peningkatan preferensi aspek sosial karena prioritas utama teknologi yang dipilih tetap salah satu dari pengomposan dan incenerator.

C. Sensitivitas Skala Prioritas Teknologi Terhadap Peningkatan Preferensi Aspek Teknis

Analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap aspek teknis menunjukkan bahwa jka nilai bobot aspek teknis meningkat hingga mencapai 50%, maka nilai bobot pengomposan akan mencapai 42,2% dan merupakan prioritas utama. Kemudian jika nilai bobot aspek teknis terus meningkat hingga mencapai 75%, ternyata nilai bobot teknologi incenerator mencapai 41,1% yang hampir sama dengan nilai bobot pengomposan (40,2%), seperti disajikan pada Gambar 30 dan Gambar 31.

(15)

Gambar 30. Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Preferensi Terhadap Aspek Teknis Meningkat Hingga Memiliki Nilai Bobot 50%.

Gambar 31. Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Preferensi Terhadap Aspek Teknis Meningkat Hingga Memiliki Nilai Bobot 75%

Kondisi seperti ini mengindikasikan jika aspek teknis menjadi pertimbangan yang paling utama dalam menentukan teknologi, sedangkan ketiga aspek lainnya relatif tidak terlalu diutamakan, maka pengomposan dan incenerator merupakan teknologi yang mendapat prioritas utama untuk diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penentuan skala prioritas teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur relatif tidak sensitif terhadap peningkatan preferensi aspek teknis.

D. Sensitivitas Skala Prioritas Teknologi Terhadap Peningkatan Preferensi Aspek Ekonomi

Analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap aspek ekonomi menunjukkan bahwa jka nilai bobot aspek ekonomi meningkat hingga mencapai 50%, maka nilai

(16)

bobot pengomposan akan mencapai 53,4% dan merupakan prioritas utama. Kemudian jika nilai bobot aspek ekonomi terus meningkat hingga mencapai 75%, nilai bobot teknologi pengomposan tetap tertinggi yaitu 60%. Gambaran secara terperinci mengenai nilai bobot setiap teknologi akibat peningkatan nilai bobot aspek ekonomi hingga mencapai 50% dan 75% secara berturut-turut disajikan Gambar 32 dan 33.

Gambar 32 Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Nilai Bobot Aspek Ekonomi Mencapai 50%

Gambar 33. Nilai Bobot Setiap Jenis Teknologi Jika Preferensi Terhadap Aspek Ekonomi Meningkat Hingga Memiliki Nilai Bobot Sebesar 75%

Hal ini menunjukkan bahwa pertimbangan ekonomi sangat kuat mendominasi keputusan penentuan teknologi pengolahan sampah. Meningkatnya preferensi aspek ekonomi akan meningkatkan nilai bobot pengomposan. Jika pertimbangan investasi yang rendah, biaya operasional yang rendah, dan kemungkinan menghasilkan PAD menjadi titik berat penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur, maka prioritas utama penggunaan teknologi jatuh pada

(17)

pengomposan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa skala prioritas penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur relatif tidak sensitif terhadap peningkatan preferensi aspek ekonomi karena salah satu dari pengomposan atau incenerator tetap menjadi prioritas utama.

Mengingat skala prioritas teknologi pengolahan sampah yang terpilih relatif tidak sensitif terhadap perubahan preferensi aspek lingkungan, sosial, teknis, dan ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa teknologi yang sebaiknya diprioritaskan untuk kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur adalah pengomposan dan incenerator. Keputusan tersebut sangat kuat dipengaruhi oleh pertimbangan aspek lingkungan, khususnya kriteria teknologi yang minimal dalam menimbulkan dampak terhadap pencemaran air. Dengan demikian, hipotesis yang mengatakan bahwa teknologi yang sebaiknya diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur adalah incenerator, tidak sepenuhnya dapat diterima.

Gambar

Gambar 16. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan  Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial
Gambar 17. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Sanitary Landfill  Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial
Gambar 18. Perbandingan Skala Prioritas antara Pengomposan dan Sanitary Landfill  Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Sosial
Gambar 19. Perbandingan Skala Prioritas antara Incenerator dan Pengomposan  Berdasarkan Kriteria dalam Aspek Teknis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak daun pegagan yang menunjukkan perubahan rata-rata derajat kerusakan hepar terendah adalah.. kelompok K6, yaitu kelompok yang

Menurut Depkes (1997), dari beberapa jenis sistem penyimpanan rekam medis, sistem penyimpanan angka akhir lebih mengajukan untuk dipilih karena umum dipakai dan lebih

(2) Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan PERPUSNAS.. (3)

Implikasi dari fungsi memori pekerja dalam mendesain metode pembelajaran antara lain: (1) perlu memahami tingkat kekompleksan materi yang akan dipelajari atau banyaknya informasi

• Semua operasi yang mempunyai waktu penyelesaian sama.. • Semua operasi yang overlap dengan operasi pada langkah 2. 4) Pada suatu mesin yang padanya terdapat >= 1 operasi

Sedangkan pada kedalaman 10 cm memiliki persentase flatness yang meningkat dengan meningkatnya energi berkas elektron yang diberikan. Kedalaman d max , 5 cm dan 10

Beberapa potensi untuk memacu kinerja petani dalam mengusahakan lahannya yang tidak produktif menjadi produktif adalah adanya, niat, akhlaq, ilmu dan pengamalan ke

• PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills akan dapat meningkatkan pengendalian terhadap aplikasi yang ada dan memaksimalkan sumber daya yang ada perusahaan untuk mendukung strategi