i SKRIPSI
EFEKTIFITAS METODE
PEER EDUCATION
TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN
MENSTRUAL HYGIENE
PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
OLEH:
NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA NIM. 1102105010
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ni Putu Devie Pratana Riandika NIM : 1102105010
Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
EFEKTIFITAS METODE
PEER EDUCATION
TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN
MENSTRUAL HYGIENE
PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA 1102105010
TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI
Pembimbing Utama
(Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes) NIP. 196412311985032010
Pembimbing Pendamping
iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
EFEKTIFITAS METODE
PEER EDUCATION
TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN
MENSTRUAL HYGIENE
PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL
OLEH:
NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA NIM. 1102105010
TELAH DIUJI DIHADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: SENIN
TANGGAL: 15 JUNI 2015
TIM PENGUJI
1. Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes (Ketua) ___________ 2. Ns. Indah Mei Rahajeng, S.Kep (Sekretaris)___________ 3. Ns. Ika Widi Astuti, M.kep, Sp.Kep.Mat (Pembahas)___________
MENGETAHUI:
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul Efektifitas Metode Peer Education Terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada : Badung karena telah memberikan ijin penelitian.
4. Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.
5. Ns. Indah Mei Rahajeng,S.Kep. sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.
6. Kepala sekolah dan pembimbing UKS SMP Negeri 3 Abiansemal yang telah memberikan kesempatan penelitian pada institusi yang dipimpin. 7. Orang tua serta dan adik-adik saya serta seluruh keluarga saya yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.
vi
9. Responden serta fasilitator yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengikuti penelitian ini.
10.PSIK angkatan 2011 (Achillesextavortouz) yang mendukung dalam penyelesaian skripsi penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.
Denpasar, Mei 2015
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
1.2Tujuan Penelitian ... 6
1.3Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengetahuan ... 10
2.2Menstruasi ... 15
2.3Metode Pendidikan Kesehatan ... 23
2.4Metode Peer Education ... 27
2.5Efektivitas metode Peer Education dalam Meningkatkan Pengetahuan Menstrual Hygiene ... 33
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1Kerangka Konsep ... 37
3.2Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional ... 38
3.3Hipotesis ... 39
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 40
viii
4.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
4.4Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ... 42
4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 44
4.6Pengolahan dan Analisa Data ... 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ... 55
5.2 Pembahasan Penelitian ... 65
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 82
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1Simpulan ... 83
6.2 Saran ... 84
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel ... 38
Tabel 5.1 Hasil Analisis Perbedaan Pengetahuan Siswi Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Peer Education pada
Kelompok Perlakuan di SMPN 3 Abiansemal ... 62
Tabel 5. 2 Perbedaan Pengetahuan Siswi Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Ceramah pada Kelompok Kontrol di SMPN
3 Abiansemal ... 63
Tabel 5.3 Perbedaan Pengetahuan Siswi Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene pada Kelompok Perlakuan dan kelompok Kontrol di SMPN 3
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 37
Gambar 4.1 Jenis Penelitian ... 40
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ... 41
Gambar 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 58
Gambar 5.2 Distribusi Pengetahuan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Peer Education di SMPN 3 Abiansemal ... 59
Gambar 5.3 Distribusi Pengetahuan Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode ceramah di SMPN 3 Abiansemal ... 60
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 2: Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 3: Penjelasan Penelitian
Lampiran 4: Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5: Surat Persetujuan Menjadi Fasilitator Lampiran 6: Surat Persetujuan Menjadi Pembicara Lampiran 7: Kisi-Kisi Kuesioner
Lampiran 8: Kuesioner Siswi Lampiran 9: Kuesioner Fasilitator Lampiran 10: Kunci Jawaban Lampiran 11: Lembar Jawaban
Lampiran 12: Pedoman Pelaksanaan Pemberian Materi Menstrual Hygiene Oleh Fasilitator
Lampiran 13: Master Tabel
Lampiran 14: Hasil Analisa Data penelitian Lampiran 15: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 16: Dokumentasi Penelitian
Lampiran 17: Surat Permohonan melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 18: Surat Permohonan Melakukan Uji Validitias
xii
Lampiran 20: Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian oleh Pemerintah Kabupaten Badung
Lampiran 21: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian oleh SMPN 3 Abiansemal
Lampiran 22: Surat Keterangan Telah Melakukan Uji Validitas oleh SMPN 2 Abiansemal
xiii
DAFTAR SINGKATAN
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
ISK : Infeksi Saluran Kemih
KB : Keluarga Berencana
KKR : Kader Kesehatan Remaja
LSS : Lomba Sekolah Sehat
MA : Madrasah Aliyah
MAK : Madrasah Aliyah Kejuruan
pH : Power of Hydrogen (Derajat Keasaman) PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
RA : Roudhotul Athfal
SAP : Satuan Acara Penyuluhan
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
TK : Taman Kanak- Kanak
TV : Televisi
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan munculnya pubertas (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi (Hurlock, 2004). Ciri khas yang menjadi pertanda bahwa telah terjadi pematangan organ reproduksi adalah terjadinya menarche pada wanita. Menarche adalah haid yang pertama kali terjadi pada wanita (Yusuf, 2010). Namun menarche sering kali dianggap oleh beberapa remaja sebagai suatu hal yang tidak normal.
1
Respon negatif ini membawa dampak buruk pada perilaku remaja saat menghadapi menstruasi khususnya perilaku menstural hygiene. Hal ini terungkap dalam acara Kampanye Shine With Charm yang menemukan hasil bahwa wanita Indonesia kurang memperhatikan kebersihan di area genital saat sedang menstruasi karena mereka jarang mengganti pembalut atau pantyliner. Berdasarkan penelitian dilakukan beberapa sekolah di Indonesia sedikitnya ada lima alasan yang menyebabkan wanita malas mengganti pembalutnya, seperti; faktor malu, khawatir tidak bersih, malas, hemat, dan lupa. Survei yang dilakukan di kalangan pelajar, menemukan hasil bahwa mereka jarang mengganti pembalut karena faktor malu, bingung harus dimana membuang pembalut bekas pakai, dan takut ketahuan teman lelaki (Wahyu, 2013).
Menstrual hygiene sering dianggap sebagai sesuatu yang sepele padahal buruknya menstrual hygiene dapat menyebabkan Infeksi Saluran kemih (ISK) dan mungkin juga kanker servik oleh karena virus dan bakteri berkembangbiak pada kondisi yang lembab (Proverawati, 2009). Berdasarkan survei kesehatan 62% perempuan di Indonesia mengalami infeksi vagina seperti flour albus, vaginitis, endometritis, dan servisitis penyakit vulvovaginitis pada masa kanak-kanak (Puspitaningrum, Suryaputro, dan Widagdo, 2012).
1
menganggap menstruasi merupakan periode normal yang akan dialami setiap wanita untuk menuju kedewasaan dan kewanitaan (feminitas). Kelompok tersebut merupakan kelompok yang sudah memiliki pengetahuan dan persiapan yang cukup terkait menarche.
Pengetahuan dan persiapan yang cukup saat menghadapi menarche merupakan hal yang sangat penting, namun tidak semua remaja mendapatkan informasi yang benar terkait menstrual hygiene karena di Indonesia penjelasan tentang kesehatan reproduksi masih dianggap tabu. Bahkan setelah terjadi menarche mereka menerima beberapa informasi tentang proses fisiologis tubuh mereka tersebut dari rekan (teman sekelas) yang belum tentu memberikan informasi yang benar (Unicef, 2010).
Menurut penelitian Tirtawati (2005), remaja memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari TV (98%), guru (96%), teman (91%), orang tua (40%), petugas kesehatan (24%), petugas KB (16%), dan dari radio (66%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa teman memiliki persentase besar dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi bahkan lebih besar dari orangtua, petugas kesehatan, dan petugas KB yang notabene sudah pasti memberikan informasi yang benar terkait kesehatan reproduksi.
1
pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandiriam dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua (Papalia, Old, Feldman, 2009), padahal informasi yang didapatkan dari teman sebaya belum tentu informasi yang benar (Afifah, 2013). Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan kelompok remaja terlatih yang diharapkan mampu memberikan informasi yang benar kepada teman- temannya.
Kementerian Kesehatan RI mengembangkan strategi baru untuk meningkatkan pengetahuan remaja dengan menggunakan strategi pelatihan teman sebaya dengan pola pembelajaran yang menitik beratkan informasi dari dan untuk siswa itu sendiri, dengan pola ini siswa menjadi lebih aktif (DepKes RI, 2006). Dibandingkan dengan metode ceramah langsung yang dinilai kurang tepat, karena cenderung menyebabkan remaja pasif dan hanya memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010). Metode pelatihan dengan dengan strategi teman sebaya dikenal dengan metode peer education.
1
sehat pada remaja. Peer education merupakan metode pendidikan kesehatan yang dapat diterapkan oleh UKS (Usaha kesehatan Sekolah), namun pada kenyataannya metode ini masih jarang diterapkan oleh UKS.
Berdasarkan hasil survei di Indonesia pengembangan UKS tidak mengalami kemajuan, belum semua sekolah menganggap penting peranan UKS. UKS hanya aktif saat diadakan penilaian Lomba Sekolah Sehat (LSS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, namun setelah perlombaan selesai tidak ada pembinaan lebih lanjut sehingga UKS kembali tidak aktif dan tidak menjalankan program-programnya (Hukormas,2012). Menurut Direktur Eksekutif Daerah
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali peran UKS di provinsi
Balipun perlu dioptimalkan kembali karena UKS selama ini hanya aktif ketika akan diadakan lomba saja padahal keberadaan UKS seharusnya juga dilengkapi
dengan info-info yang terkait dengan kesehatan reproduksi (Balipost, 2013).
1
Berdasarkan latarbelakang di atas maka peneliti tertarik mengangkat penelitian
“Efektifitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual
Hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal”.
1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu “Apakah metode peer education efektif terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal?”
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas metode peer education terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada siswi di SMPN 3 Abiansemal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1
2. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sebelum diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.
3. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode peer education pada kelompok perlakuan di SMPN 3 Abiansemal.
4. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.
5. Menganalisis perbedaan pengetahuan siswi sebelum dan sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode peer education pada kelompok perlakuan di SMPN 3 Abiansemal.
6. Menganalisis perbedaan pengetahuan siswi sebelum dan sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.
7. Menganalisis efektifitas metode peer education terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada siswi di SMPN 3 Abiansemal.
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Ilmu Pengetahuan Khususnya Keperawatan Maternitas
1
mampu menjadi langkah preventif terhadap penyakit-penyakit terkait menstrual hygiene yang buruk.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan gambaran tentang metode peer education dan memberikan ide baru untuk mengeksplorasi masalah-masalah yang belum terungkap pada peneliti kali ini, sehingga tertarik untuk melanjutkannya.
3. Bagi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga keperawatan untuk mengetahui peran serta remaja sebagai penggerak perilaku personal hygiene terutama menstrual hygiene dengan pendekatan kelompok teman sebaya (peer group).
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Sekolah
1 2. Bagi Puskesmas
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba) yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu sehingga menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007). Seseorang dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki, selain pengalaman, seseorang juga menjadi tahu karena diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). Pengetahuan didapatkan melalui proses belajar, seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2 Tingkat pengetahuan
11
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar. Seseorang yang memahami harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
12
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria–kriteria yang ada.
2.1.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Erfandi (2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 1. Faktor internal
a. Umur
13
b. Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya semakin kurang pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi seseorang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
2. Faktor Eksternal a. Informasi
Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang suatu hal. Informasi memberikan pengaruh kepada seseorang meskipun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan rendah. Informasi yang baik dari berbagai media akan dapat meningkatkan pengetahuan orang tersebut.
b. Lingkungan
14
c. Sosial Budaya
Sosial budaya mempengaruhi pengetahuan seseorang karena kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain membuat seseorang mengalami proses belajar sehingga ia mendapat suatu pengetahuan.
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).
Hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan menjadi (Nursalam, 2003) : 1. 76 %-100 % jawaban benar = tingkat pengetahuan baik.
15
2.2Menstruasi
2.2.1 Pengertian Menstruasi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009). Menstruasi/Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan perempuan setiap bulan akibat gugurnya dinding rahim karena sel telur tidak dibuahi (Hanafiah, 2009).
16
2.2.2 Menstrual Hygiene
1. Pengertian Menstrual Hygiene
Menstrual hygiene merupakan mamajemen diri saat menstruasi dengan aman dan sesuai aturan mulai dari menggunakan produk- produk yang aman saat menstruasi, air bersih, penggunaan toilet, sampai membuang pembalut dengan benar (Patkar, 2011).
Hygiene pada saat menstruasi merupakan komponen personal hygiene (kebersihan perorangan) yang memegang peranan penting dalam status perilaku kesehatan seseorang, termasuk menghindari adanya gangguan pada fungsi alat reproduksi. Hygiene pada saat menstruasi merupakan hal penting dalam menentukan kesehatan organ reproduksi remaja putri, khususnya terhindar dari infeksi organ reproduksi. Wanita saat menstruasi harus menjaga organ reproduksi dengan baik, terutama pada bagian vagina, karena apabila tidak dijaga kebersihannya dapat menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009).
17
2. Tujuan Menstrual Hygiene
Tujuan melakukan perilaku higienis pada saat menstruasi yaitu agar terhindar dari penyakit seperti kanker rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri dan bersemangat, tidak dijauhi teman-teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos-mitos yang beredar di masyarakat karena sudah memiliki pengetahuan tentang menstrual hygiene, serta memiliki kepedulian akan kebersihan alat reproduksinya (Indriastuti, 2009).
3. Cara Melakukan Menstrual Hygiene
Menurut Salim dalam Maulida (2013), Laksamana (2002), dan Siswono (2001) menyatakan bahwa ada beberapa cara mudah dalam merawat alat kelamin saat menstruasi yaitu sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan diri dengan mandi minimal dua kali sehari dan keramas. Saat menstruasi wanita lebih berkeringat dibandingkan hari-hari biasa, agar tubuh tetap segar dan bebas dari bau maka wanita wajib mandi yang bersih dan mencuci rambut. Mandi dilakukan minimal dua kali sehari dan mencuci rambut satu kali/ hari untuk rambut berminyak sedangkan untuk rambut normal dua sampai tiga kali/ minggu.
b. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah mengganti pembalut. c. Menggunakan pembalut yang bersih dan berbahan lembut, menyerap dengan
baik serta tidak membuat alergi dan merekat baik pada celana dalam.
18
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Membasuh kelamin dari arah depan (vagina) ke belakang (anus) agar bakteri di sekitar anus tidak terbawa ke vagina karena dapat menimbulkan infeksi.
e. Menggunakan air yang bersih untuk mencuci organ reproduksi.
f. Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari, menggunakan pakaian dalam berbahan katun untuk mempermudah penyerapan keringat dan tidak ketat. Celana yang ketat seperti celana jeans membuat kulit susah bernafas dan akhirnya menyebabkan daerah kewanitaan menjadi lembab, berkeringat, dan mudah menjadi tempat berkembang biak jamur yang dapat menimbulkan iritasi dan infeksi.
g. Mengganti pembalut secara teratur 4-5 kali perhari atau setiap enam jam sekali. h. Menurut Ali dalam Fitriyah (2014) menggunakan pembalut (sanitary pad) yang siap pakai, bukan pembalut kain karena pembalut kain kurang hygiene akibat perawatannya yang kurang baik, seperti mengeringkan di tempat tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari yang meneyabkan risiko tumbuhnya mikroorganisme atau larva.
i. Mencukur rambut disekitar daerah kemaluan untuk menghindari tumbuhnya bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah reproduksi. Mencukur lebih baik dari mencabut karena mencabut bulu kemaluan dapat menyebabkan tertumpuknya kuman dan bakteri pada lubang bekas pencabutan.
19
k. Keringkan area vulva dengan handuk atau tisu bila selesai buang air kecil atau buang air besar agar vagina tidak lembab.
l. Tidak menggunakan bedak, minyak dan produk pembersih vagina karena vagina otomatis akan membersihkan dirinya. Vagina memiliki mekanisme alami untuk mempertahankan keasamannya yaitu adanya kuman Doderlin yang hidup di vagina dan berfungsi memproduksi asam sehingga terbentuk suasana masam yang mampu mencegah bakteri masuk ke dalam vagina. Menggunakan produk pembersih vagina hanya akan membuat PH atau keasaman vagina terganggu dan membunuh bakteri baik yang dapat menyebabkan infeksi ke organ reproduksi bagian dalam.
m.Menurut Nada dalam Fitriyah (2014) membuang pembalut bekas dengan dibungkus dengan kantong kertas kemudian di buang ke tempat sampah limbah padat.
n. Mengkonsumsi sayur dan buah karena antioksidan didalam sayur dan buah bermanfaat tinggi. Meningkatkan konsumsi makanan mengandung banyak zat besi dan vitamin seperti hati ayam/ sapi, daging, telur, sayur dan buah. Olahraga teratur, kurangi konsumsi lemak dan idealkan berat badan.
o. Tidak mempercayai mitos seperti larangan memotong kuku, rambut, dan keramas selama menstruasi karena larangan tersebut tidak memiliki penjelasan secara medis, justru perempuan harus menjaga kebersihan diri saat menstruasi (Suharti, 2008).
20
4. Cara menghindari Alergi Kulit saat Menstruasi
Menurut Dwikarya (2005) cara menghindari alergi kulit saat menstruasi adalah sebagai berikut:
a. Mengganti jenis atau merek pembalut jika terjadi alergi atau iritasi kulit. b. Daerah iritasi dibilas dengan air aquadest bukan air ledeng saat mandi. c. Menghindari penggunaan sabun.
d. Menggunakan sabun lunak yang ber- PH rendah.
e. Mencuci celana dalam dengan sabun cuci pakaian yang lembut.
f. Mengoleskan krim anti alergi dengan lembut dan hati- hati pada vagina. g. Jika gatal kompres dengan menggunakan handuk yang dicelupkan air es,
jangan menggaruk bagian yang gatal. h. Hindari penyebab alergi dan iritasi.
5. Hal – Hal yang Dilarang Saat Menstruasi
Suharti (2008) menyebutkan hal- hal yang dilarang saat menstruasi adalah sebagai berikut:
a. Berhubungan Seksual
21
menyebabkan kematian. Selain itu, berhubungan seksual saat menstruasi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman karena saat menstruasi suasana hati perempuan sering terganggu.
Hubungan seksual dapat menimbulkan perlukaan, darah menstruasi atau sperma yang tidak steril bisa masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. Kuman-kuman yang keluar saat menstruasipun dapat masuk kembali saat melakukan hubungan seksual dan menyebabkan infeksi (Kissanti, 2008).
b. Olahraga Berat
Olahraga berat dikhawatirkan menyebabkan perdarahan berat karena banyaknya pembuluh darah yang terbuka saat menstruasi, sehingga perempuan disarankan memilih olahraga yang sesuai dengan kemampuannya salah satunya olahraga ringan seperti jalan santai. Olahraga berat dapat menimbulkan keringat berlebih. Keringat dan minyak berlebih membuat vagina semakin lembab dan makin rentan pula terkena infeksi (Kusmiran, 2011).
c. Berenang
22
yang dapat menyebabkan infeksi karena saat menstruasi pembuluh darah terbuka.
6. Dampak Tidak melakukan Menstrual Hygiene
Kebersihan diri saat menstruasi sangat diperlukan agar terhindar dari penyakit. Asma (2009) menyatakan pemakaian pembalut yang terlalu lama dapat menyebabkan kanker serviks karena pembalut mengandung zat dioksin (zat pemutih kertas), pembalut yang mengandung zat dioksin juga menyebabkan bagian intim organ kewanitaan mengalami masalah seperti keputihan, gatal-gatal dan iritasi. Menurut WHO dalam KabarNet (2011),
Indonesia merupakan negara dengan penderita kanker mulut rahim nomor satu
di dunia dan 62% diakibatkan oleh penggunaan pembalut yang kurang
berkualitas.
23
2.3Metode Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Achjar, 2010). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) tujuan penggunaan metode adalah adanya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa (kognitif), sikap (afektif), maupun tindakan (motorik) atau kombinasi dari komponen tersebut. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk memberikan pengetahuan karena pengetahuan akan mengubah perilaku dan perubahan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng, oleh karena itu pengetahuan merupakan domain terpenting dalam membentuk perilaku tertutup maupun terbuka (Sunaryo, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2007), metode pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :
1. Metode perorangan (individual)
24
a. Bimbingan dan penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.
b. Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode kelompok
Dalam memilih metode kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup:
25
1) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah :
a)Persiapan
Keberhasilan ceramah dipengaruh penguasaan materi oleh penceramah. Penceramah harus mempersiapkan materi, mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Materi dapat disusun dalam bentuk diagram atau skema. Penceramah juga harus mempersiapkan alat bantu pembelajaran agar materi yang diberikan dapat lebih mudah diterima.
b)Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran. Untuk dapat menguasai sasaran penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas. Selain itu dalam pelaksanaan penceramah diharapkan memiliki pandangan yang tertuju ke seluruh peserta, berdiri di depan atau di pertengahan, tidak duduk, dan menggunakan kacamata jika memiliki gangguan penglihatan.
26
Simamora, 2008). Namun penyampaian informasi dengan metode ceramah murni hanya efektif sekitar 15 menit pertama, menit-menit berikutnya daya serap siswa terhadap ceramah mulai menurun karena siswa mengalami kejenuhan pada selang waktu tertentu (Gulo, W, 2005).
2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi, dan metode pendidikan sebaya (peer education).
3.Metode penyuluhan massa
27
media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.
2.4Metode Peer Education
2.4.1 Pengertian Peer Education
Menurut Negara (2006) peer education merupakan pendidikan sebaya yang dilaksanakan antar kelompok sebaya dengan dipandu fasilitator yang juga berasal dari kelompok itu sendiri atau yang mengerti kelompok itu. Peer Education efektif dalam mengatasi berbagai masalah remaja, karena penjelasan yang diberikan oleh seorang kelompoknya sendiri akan lebih mudah dipahami. Pendidikan lebih bermanfaat, karena alih pengetahuan dilaksanakan oleh antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi menjadi lebih terbuka dan masalah yang dihadapipun diselesaikan secara bersama.
28
keterampilan sehingga mampu untuk bertanggung jawab dan menjaga kesehatan dirinya (Mcdonald,et al., 2003).
2.4.2 Metode dalam Peer Education
Menurut Mcdonald et al., (2003) dalam melakukan edukasi sebaya perlu disesuaikan dengan karakteristik partisipan yaitu, meliputi:
1. Planned Group Sessions
Planned Group Sessions lebih dikenal dengan forum diskusi atau sesi tanya jawab dalam kelompok yang terencana. Sesi ini kelompok ini dipimpin oleh edukator sebaya dan bersifat lebih iteraktif, partisipatif, dan praktis dibandingkan dengan sesi kelompok yang dipimpin oleh guru atau tenaga profesional. Sesi kelompok pada umumnya digunakan untuk menggali nilai atau pendapat serta penyampaian informasi oleh edukator sebaya.
2. Dissemination of Resources and Information
29
3. Opportunistic Interactions
Metode ini bersifat informal, berupa pemberian edukasi oleh edukator sebaya secara spontan yang terjadi dalam interaksi sehari-hari. Edukator sebaya akan memberikan informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada kelompok sebayanya. Proses dari metode ini diidentifikasi sebagai difusi budaya berupa penyebaran pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui jaringan sosial.
4. Pendekatan kreatif dengan budaya popular
Pendekatan kreatif dengan budaya popular dalam edukasi sebaya sangat diperlukan untuk menarik minat anggota kelompok sebaya. Bentuk dari metode ini antara lain, seperti: permainan interaktif, musik, bermain peran (role play), seni gambar/visual art, video drama, majalah serta pemanfaatan web site dalam pengembangan jaringan kelompok.
2.4.3 Kriteria menjadi Peer Educator
Menurut Pusat Kajian Perlindungan Anak (2008) peer educator atau fasilitator merupakan pendidik sebaya yang akan menjadi narasumber dalam kelompoknya. Syarat untuk menjadi peer educator adalah sebagai berikut:
30
4. Memiliki ciri-ciri kepribadian antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong. 5. Memiliki kemampuan untuk mempengaruhi teman sebayanya, memiliki
perilaku yang cenderung tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan dan mempunyai rasa percaya diri (Imron, 2012).
Fasilitator memposisikan kedudukannya setara dengan peserta, berkontribusi untuk memberikan informasi, menarik kesimpulan, memberikan feedback dan respon sesuai dengan pendidik sebaya (Rahardjo, 2008).
2.4.4 Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education
Ford dan Collier (2006) menyatakan mekanisme atau tahapan kegiatan edukasi sebaya, antara lain:
1. Perencanaan (planning)
31
2. Pelatihan (training)
Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Pelatihan edukator sebaya untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh fasilitator terkait informasi atau isu permasalahan yang akan dibahas, keterampilan dalam melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman kelompok yang sulit diatur.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training, pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi materi), dan pemberian atau pelaksanaan training.
Tempat training edukator sebaya akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya. Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya, karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada. Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi pendek).
32
3. Implementasi
Aktifitas edukasi sebaya digambarkan dalam bentuk kegiatan formal atau informal. Aktifitas edukasi sebaya formal harus terencana dan terstruktur, biasanya dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang dilakukan oleh fasilitator (McDonlad, et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktifitas: diskusi grup yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran); aktifitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Evaluasi
33
2.5Efektivitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan
Menstrual Hygiene
Perilaku hygiene yang buruk saat menstruasi banyak terjadi pada remaja yang baru mengalami menstruasi karena belum siap dan belum memiliki pengetahuan banyak tentang menstruasi dan kebersihan yang perlu diterapkan saat menstruasi (Hidayat, 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun (Lestari, 2011).
Teman sebaya memberikan pengaruh paling kuat di saat masa remaja awal (usia 12- 13 tahun) serta menurun selama remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknya hubungan mereka dengan orangtua. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandirian dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua. Teman sebaya juga merupakan tempat berlatih membentuk hubungan dekat sebagai latihan membina hubungan di masa dewasa. (Papalia, Old, Feldman, 2009).
34
dibandingkan orangtua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan serta lebih berbagi rahasia dengan teman mereka. Pertemanan remaja perempuan cenderung lebih dekat dibandingkan remaja laki-laki. Pertemanan menyediakan tempat yang aman untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah (Papalia, Old, feldan, 2009).
Terdapat metode pendidikan kesehatan yang merupakan metode baru dalam pemberian informasi yaitu metode Peer Education (Pendidikan Sebaya) (Unicef, 2012). Peer education (pendidikan sebaya) adalah suatu proses komunikasi, informasi, dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat berarti kelompok sebaya pelajar atau memiliki jenis kelamin sama. Kegiatan sebaya dipandang sangat efektif dalam membrikan health education karena penjelasan mudah dipahami (Wahyuningsih, 2000).
Metode peer education lebih efektif digunakan dalam menyampaikan informasi pada kelompok remaja karena penyampaian materi yang disampaikan oleh kelompok itu sendiri membuat informasi lebih mudah dipahami dan diserap oleh kelompok tersebut (Wati, 2010).
35
Crichton, and T Ripp dalam penelitian Rizky Amelia (2014) pendidikan kesehatan semakin baik jika diberikan di sekolah oleh teman sebaya karena remaja lebih mudah memahami informasi yang diberikan oleh teman sebaya dibandingkan oleh orang tua dan guru karena antar teman sebaya komunikasi menjadi lebih terbuka.
Beberapa penelitian menunjukkan metode peer education efektif untuk meningkatkan pengetahuan. Penelitian Rizky Amelia (2014) menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan sindrom pramenstruasi sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya. Pengetahuan responden menjadi lebih meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo pada tahun 2013 mengenai perbandingan pengaruh metode pendidikan sebaya dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap pengendalian HIV/AIDS pada mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha menunjukkan hasil bahwa metode pendidikan sebaya meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam pencegahan HIV/AIDS secara signifikan dibandingkan metode ceramah.
36
mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010).