(Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “ Veter an” J awa Timur )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh: Atik Indr awati 0812010048 / FE /EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
(Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “ Veter an” J awa Timur )
Disusun Oleh :
ATIK INDRAWATI
0812010048/ FE/ EM
Telah dipertahankan dihadapan Dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal : 20 April 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr a. Ec. Luky Susilowati, MP Dr a. Ec. Luky Susilowati, MP
Dr a. Ec. Kustini, Msi Sekretaris
Dr s. Ec. Supr ijono, MM Anggota
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KETIDAKPUASAN KONSUMEN DAN IKLAN TERHADAP KEPUTUSAN PERPINDAHAN MEREK PADA PRODUK SMARTPHONE DARI NOKIA KE BLACKBERRY (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “Veteran Jawa Timur) ” dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Kedua Orangtuaku serta Saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan dorongan moril maupun materil serta kesabaran yang tidak terkira sihingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Staff Dosen Fakultas Ekonomi (Manajemen) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak.
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Januari 2012
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 11
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Pengertian Pemasaran ... 12
2.2.2 Perilaku Konsumen... 13
2.2.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen ... 13
2.2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ... 16
2.2.3 Konsep Kepuasan, Loyalitas Konsumen dan Brand Loyality ... 17
2.2.4 Ketidakpuasan Konsumen ... 28
2.2.5 Iklan ... 32
2.2.6 Keputusan Perpindahan Merek (Brand Switching) . 34 2.3 Hubungan Antar Variabel ... 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40
3.1.1. Pengukuran Variabel ... 42
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 42
3.3 Prosedur Pengumpulan data ... 44
3.3.1. Jenis data ... 44
3.3.2. Sumber Data ... 44
3.3.3. Metode Pengumpulan Data ... 44
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 45
3.4.1 Teknik Analisis ... ... 45
3.4.2. Outliers ... 46
3.4.3. Evaluasi atas Outlier ... 47
3.4.4. Uji Validitas ... 47
3.4.5. Uji Reliabilitas ... 48
3.4.6. Uji Normalitas ... 48
3.4.7. Multicollinearity dan Singularity... 49
3.4.8. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 49
3.4.9. Pengujian Moodel denagan Two Step Approach .... 49
3.4.10. Evaluasi Model ... 50
3.5 Model Kerangka Penelitian ... 54
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 55
4.2 Deskriptif Hasil Penelitian ... 58
4.2.1 Analisis Karakteristik Responden ... 58
4.3.1 Evaluasi Outlier ... 65
4.3.2 Evaluasi Reliabilitas ... 66
4.3.3 Evaluasi Validitas ... 67
4.3.4 Evaluasi Construct Reliability Dan Variance Extracted ... 68
4.3.5 Evaluasi Normalitas ... 70
4.3.6 Analisis Model SEM ... 71
4.3.7 Uji Kausalitas ... 74
4.4 Pembahasan ... 75
4.4.1 Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Terhadap Brand Switching ... 75
4.4.2 Pengaruh Iklan Terhadap Brand Switching ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran ... 79
Tabel 1.2 Data Top Brand Indeks Nokia pada tahun 2009-2011 ... 4
Tabel 1.3 Daftar Pemenang ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) Tahun 2009-2011 untuk Kategori Smartphone ... 5
Tabel 2.1 Matriks Kepuasan Konsumen dan Pola Pembelian ... 24
Tabel 3.1 Goodness of Fit Indices ... 51
Tabel 4.1 Seri ponsel yang dikeluarkan oleh Nokia ... ... 57
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... ... 59
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Program Studi ... 59
Tabel 4.5 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Ketidakpuasan Konsumen (Disastifaction) ... 60
Tabel 4.6 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Iklan (Advertisment) ... ... 61
Tabel 4.7 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Brand Switching ... 63
Tabel 4.8 Outlier Data ... 66
Tabel 4.9 Reliabilitas Data ... 67
Tabel 4.10 Validitas Data ... 68
Tabel 4.11 Construct Reliability dan Variance Extracted ... 69
Tabel 4.12 Normalitas Data ... 70
Tabel 4.13 Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit Indices Model One-Step Approach - Base Model ... 72
Tabel 4.14 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step Approach – Modifikasi ... 73
Halaman Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen.... 17 Gambar 2.2 Struktur Pasar, Pembelian Ulang, dan Perpindahan Merek . 35 Gambar 3.1 Contoh Model Pengukuran Variabel Brand Switching... 46 Gambar 3.2 Model Kerangka Penelitian ... 54 Gambar 4.1 Model Pengukuran dan Struktural
one step approach - base model ... 72 Gambar 4.2 Model Pengukuran dan Struktural
Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier
UPN “Veteran” Jawa Timur)
Oleh : Atik Indr awati
ABSTRAKSI
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh timbulnya fenomena munculnya berbagai merek-merek baru khususnya untuk kategori produk smartphone. Smartphone Nokia kini mulai tersaingi oleh merek-merek lainnya, hal ini ditandai dengan tingginya tingkat perpindahan merek dari smartphone Nokia ke smartphone merek lain. Dengan meningkatnya perpindahan merek, Nokia yang berada di posisi kedua perlu mempelajari alasan-alasan mengapa pelanggan berpindah ke smartphone merek lain? Berdasarkan data yang diperoleh bahwa terjadi penurunan brand indeks dan pergeseran ICSA smartphone Nokia di tahun 2009-20011. Dimana Nokia mengalami penurunan yaitu 72% di tahun 2010 kini menjadi 39,8% di tahun 2011, atau mengalami derajat penurunan sebesar 32,2%. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketidakpuasan konsumen dan iklan terhadap keputusan perpindahan merek (Brand Switching) pada produk smartphone dari Nokia ke Blackberry di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 responden dengan menggunakan teknik Purposive sampling. Teknik analisis yang dipergunakan adalah Structural Equation Modeling [SEM] untuk mengetahui kausalitas antar variabel yang dianalisis.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
faktor Ketidakpuasan Konsumen berpengaruh positif terhadap faktor Brand Switching, tidak dapat diterima atau signifikan (negatif), dan faktor Iklan berpengaruh positif terhadap faktor Brand Switching, dapat diterima atau signifikan (positif). Artinya, model konseptual yang dikembangkan dan dilandasi oleh teori tidak sepenuhnya didukung oleh fakta.
1.1Latar Belakang Masalah
Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan akibatnya konsumen lebih berorientasi pada harga. Orientasi konsumen pada harga menyebabkan merek menjadi kurang dipentingkan, tingkat loyalitas konsumen terhadap merek produk tertentu semakin menurun, dan hal tersebut memicu terjadinya perpindahan merek. Perpindahan merek tidak hanya terjadi pada produk low involvement, namun juga terjadi pada produk high involvement. Tingkat persaingan yang terjadi antar produsen produk yang rentan terhadap perpindahan merek juga semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan aktivitas pemasaran dan menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk tujuan menarik pelanggan baru sekaligus mempertahankan pelanggan yang sudah ada.
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja produk dan harapan-harapannya. Ketidakpuasan konsumen merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perpindahan merek karena pelanggan yang tidak puas akan mencari informasi pilihan produk lain, dan mungkin akan berhenti membeli produk atau mempengaruhi orang lain untuk tidak membeli (Kotler & Keller, 2008:177-193).
Keputusan konsumen untuk berpindah merek merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tertentu, skenario persaingan, dan waktu sehingga perpindahan merek tidak hanya terjadi karena faktor ketidakpuasan konsumen. Keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan mencari variasi. Kebutuhan mencari variasi merupakan komitmen secara sadar untuk membeli merek lain karena individu terdorong untuk menjadi terlibat, terdorong ingin mencoba hal baru, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal baru yang tujuannya adalah untuk mencari kesenangan atau untuk melepaskan kejenuhan dari merek yang biasa dipakainya (Setiyaningrum, 2005:2-7). Kondisi ini memunculkan beberapa isu strategik tentang bagaimana perusahaan menarik perhatian pelanggan pada merek produk yang dihasilkan, dan bagaimana perusahaan dapat menciptakan pelanggan baru dan mempertahankan loyalitas pelanggan (Kotler dan Keller, 2008:191).
beberapa pertumbuhan yang paling menarik di wilayah ini berasal dari Asia Tenggara. Salah satu sektor yang paling menarik dalam industri teknologi saat ini adalah munculnya ponsel cerdas (smartphone) dan fenomena ini juga berlaku sama di Asia Tenggara. Asia Tenggara adalah salah satu pasar smartphone terbesar dengan pertumbuhan yang tinggi di dunia. Kondisi ini didukung oleh data pada tabel berikut:
Tabel 1.1. Per tumbuhan Smar tphone di Asia Tenggara
Negar a Pr osentase
Indonesia 51%
Philipina 40%
Vietnam 46%
Thailand 47%
Malaysia 45%
Singapore 39%
Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?p=554815017
Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa negara Indonesia merupakan pasar yang pertumbuhannya pesat sekali dalam industri produk smartphone, terlihat dari presentasi pertumbuhan yang paling besar diantara negara-negara lain di Asia Tenggara yaitu sebesar 51% sebuah sasaran empuk bagi para produsen smartphone. Kondisi ini menunjukan bahwa Indonesia akan dan bahkan sudah
dihadapkan pada banyak pilihan merek dan kemungkinan konsumen berpindah merek juga semakin besar, khususnya bagi mereka yang berorientasi pada harga dan menyukai hal-hal baru.
Pada tahun 2010 Nokia masih menjadi global market leader pada kategori perangkat bergerak atau mobile device. Nokia memimpin dengan pangsa pasar penjualan sebesar 28,9%. untuk kategori ponsel pintar atau smartphone, sistem operasi Symbian yang digunakan Nokia masih memimpin penjualan sebesar 37,6% (http://kopicoklat.com/tag/smartphone/) namun berbeda dengan hasil sebuah lembaga survei brand indeks terbaik tahun 2009-2011 untuk kategori smartphone, ternyata Nokia yang pada tahun 2009 dan tahun 2010 berada di
posisi pertama (TOP) tetapi pada tahun 2011 berada pada posisi kedua setelah smartphone Blackberry. Berikut Tabel 1.1, Tabel 1.2, Tabel 1.3 menunjukan hasil
survei Top Brand Award tahun 2009-2011 untuk kategori produk smartphone. Tabel 1.2 Data Top Br and Indeks Nokia pada tahun 2009-2011
Merek Tahun
2009 2010 2011
Nokia 79,3% 72% 39,8%
Sony Ericsson 10,7% 9,6% 3,3%
Motorola 3,6% 1,5% -
Samsung 2,1% 3,3% 5,3%
BenQ
Siemens 1,4% - -
Blackberry - 4,3% 41,5%
Huawei - 2,4%
iphone - - 6,2%
Berdasarkan hasil survei di atas menunjukan bahwa dari tahun 2009 hingga tahun 2011 merek smartphone Nokia mengalami penurunan dilihat dari presentase penilaian lembaga tersebut yaitu tahun 2009 (79,3%), tahun 2010 (72,0 %), dan tahun 2011 ini menjadi (39,8%). Indikasi lain yang menunjukan bahwa merek smartphone Nokia sudah mulai ditinggalkan oleh konsumennya yaitu dilihat dari hasil survey sebuah lembaga ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) yaitu sebuah lembaga yang menilai kepuasan konsumen atas suatu
produk, yang pada tahun 2009 pernah diraih oleh Nokia dalam kategori smartphone, namun pada tahun 2010 dan 2011 secara berturut-turut kategori smartphone dimenangkan oleh Blackberry.
Berikut Tabel 1.4 menunjukan data pemenang ICSA dari tahun 2009-2011 untuk kategori smartphone:
Tabel 1.3
Daftar Pemenang ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Awar d) Tahun 2009-2011 untuk Kategor i Smar tphone
Merek
Tahun
2009 2010 2011
Nokia 4.456 4.007 3.895
Blackberry* 3.557 4.191 4.205
Sumber : Modifikasi dari www.icsa-indo.com 2011
Nokia dan RIM Blackberry sebesar 3.895 dan 4.205 dimana pada tahun 2011 ini diduduki oleh RIM Blackberry. Data diatas menunjukan kondisi Nokia yang sedang mengalami masalah secara keseluruhan di Indonesia termasuk di Kota Surabaya baik dalam hal brand indeksnya maupun dalam hal tingkat kepuasan konsumennya yang sedang menurun yang mengindikasikan banyaknya konsumen Nokia yang berpindah merek ke merek lain yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya fitur-fitur yang kurang menarik, aplikasi yang standart, serta tidak tersedia layanan internet full service terutama untuk layanan social network (facebook, twitter, Yahoo Messanger) yang saat ini banyak digemari konsumen smartphone. Di Surabaya sendiri berdasarkan pantauan peneliti di tempat jual-beli
handphone Plaza Marina dan WTC Surabaya, prilaku brand switching ini sangat terlihat dengan banyaknya para pengguna Nokia yang berkunjung dan menawarkan untuk menjual handphonenya, menumpuknya handphone jenis Nokia di counter-counter Handphone, dan lain-lain.
Fenomena ini bisa disebut “imitation effect” yaitu suatu dampak dimana jika seseorang menggunakan Blackberry, orang lain juga mengikutinya. Sebab kalau tidak seperti ketinggalan jaman. Efek semacam ini dengan segera akan menciptakan promosi yang menyebar dengan sendirinya melalui jaringan para konsumennya. Efek semacam ini pelan-pelan bergerak seperti bola salju dan pada titik tertentu, akan menciptakan momentum ledakan penjualan. Dampak semacam inilha yang dengan indah dimanfaatkan oleh produsen Blackberry. Mereka hampir tak pernah mengeluarkan biaya untuk iklan; sebab yang menjadi salesman produk mereka adalah ribuan penggunanya yang tersebar disetiap sudut kota. Namun seperti kita lihat efeknya sangat dramatis bagi laju penjualan Blackberry. (Ini tentu berbeda dengan smartphone Nokia yang mengeluarkan puluhan milyar untuk pasang iklan dimana-mana; namun hasilnya tak juga maksimal)..
Untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat Nokia sudah mencoba untuk melakukan difersifikasi pruduk, namun penjualan tidak seperti yang diharapkan. Nokia segera berbenah; sebab jika mereka terus gagal, maka masa depan mereka benar-benar berada dalam kekelaman. Sebab pada sisi lain, secara global Nokia juga harus menahan laju produk dahsyat lainnya, yakni iPhone dari Apple yang juga terus menggerus pangsa pasar Nokia.
supaya konsumen yang telah dimiliki bisa tetap loyal dengan produk kita dan tidak berpindah ke merek yang lain karena merasa tidak puas dengan produk yang dikonsumsinya. Hal ini sesuai dengan teori Hoyer dan Ridgwai dalam Setiyaningrum, (2007:105) menyatakan bahwa ketidakpuasan konsumen terhadap merek atau produk yang digunakan sebelumnya merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya perpindahan merek. Ketidakpuasan konsumen ini terjadi sebagai akibat dari produk atau merek yang digunakan sebelumnya tidak sesuai dengan harapan atau keinginan konsumen.
Ketidakpuasan konsumen merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya Perpindahan merek karena pelanggan yang tidak puas akan mencari informasi pilihan produk lain, dan mungkin akan berhenti membeli produk atau mempengaruhi orang lain untuk tidak membeli (Kotler & Keller, 2008: 177-193).
Chang (2003:332) yang berpendapat bahwa periklanan memberikan perangsang dan pendorong bagi konsumen untuk berpindah merek dan menyatakan bahwa konsumen dengan tingkat persepsi periklanan yang berbeda mempunyai berbagai macam kemungkinan untuk berpindah merek. Menurut Sutisna (2001) yaitu konsumen yang melakukan brand switching merupakan konsumen yang low involvement, konsumen tersebut dalam perilaku pembeliannya dipengaruhi oleh ingatan yang kuat akan merek tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Iklan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi brand switching.
produk yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul “Pengar uh Ketidakpuasan Konsumen dan Iklan ter hadap Keputusan Per pindahan Mer ek Pr oduk Smar tphone dar i Nokia ke Blackber r y (Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “Veter an” J atim)”
I.2 Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diajukan di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ketidakpuasan konsumen berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek smartphone dari Nokia ke Blackberry?
2. Apakah iklan berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek smartphone dari Nokia ke Blackberry?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Untuk mengetahui pengaruh iklan terhadap keputusan perpindahan merek smartphone dari Nokia ke Blackberry
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian dan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Fakultas Ekonomi
Untuk menambah khasanah perpustakaan dan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap kajian dan pembahasan yang lebih mendalam dan lebih baik lagi di masa yang akan datang.
2. Bagi Penulis
2.1 Hasil Penilitian Ter dahulu
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh Dwi Ermayanti S,(2006) dengan judul penelitian ” Pengaruh Periklanan, Perubahan Harga dan Ketidakpuasan Konsumen Terhadap Keputusan Perpindahan Merek pada Konsumen Shampo Sunslik di Surabaya)”. Rumusan masalah yang diajukan adalah : apakah ada pengaruh periklanan, perubahan harga dan ketidakpuasan konsumen terhadap keputusan perpindahan merek pada konsumen shampo Sunslik di Surabaya?
signifikan pada tingkat 5%. Ketiga, ketidakpuasan konsumen meiliki pengaruh yang dominan terhadap keputusan perpindahan merek pada konsumen shampo Sunslik dengan kontribusi sebesar 0,642 ditunjukan dengan besarnya nilai koefisian determinasi parsial.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ari Setiyaningrum (2007) dengan judul penelitian ”Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Variety Seeking terhadap Keputusan Perpindahan Merek)”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1). Apakah ketidakpuasan konsumen berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek pada produk kosmetika? 2). Apakah variety seeking berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek pada produk kosmetika?
Teknik analsis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ketidakpuasan konsumen dan variety seeking berpengaruh secara signifikan terhadap keputusaan perpindahan
merek untuk keempat produk kosmetika yang diteliti (pelembab muka, alas bedak, susu pembersih muka, dan cairan penyegar wajah). Temuan ini konsisten dengan model teoritikal Hoyer dan Ridgway (1984) mengenai exploratory purchase behavior yang menyatakan bahwa ketidakpuasan konsumen terhadap merek/
produk yang digunakan sebelumnya dan variety seeking merupakan faktor penyebab terjadinya perpindahan merek.
2.2 Landasan Teor i
2.2.1. Penger tian Pemasar an
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Stanton pada buku Swastha dan Irawan (1983 : 5) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Menurut Pride dan Ferrel (1995 : 4) pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan rancangan, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan seluruh kegiatan usaha yang dibuat untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa dalam menciptakan hubungan pertukaran yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen.
2.2.2 Per ilaku Konsumen
2.2.2.1 Penger tian Perilak u Konsumen
Menurut Hawkins, Best, dan Coney dalam Supranto dan Limakrisna (2007:4), perilaku konsumen adalah studi tentang individu, kelompok atau organisasi serta proses yang mereka gunakan untuk memilih, menjamin, menggunakan, dan menjual produk, jasa, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan pengaruh dari proses ini kepada konsumen dan masyarakat.
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda. Kotler dan Armstrong menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.
Menurut Mowen (1995), perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi mengenai pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan konsumsi dan pertukaran barang, jasa, pengalaman, dan ide.
Loudon dan Bitta (1993). Menyatakan bahwa perilaku konsumen meliputi proses pengambilan keputusan dan kegiatan individu secara secara fisik pada saat mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mendapatkan barang dan jasa. Dari pendapat tersebut diperoleh dua hal penting yaitu:
a. Sebagai proses pengambilan keputusan
b. Kegiatan fisik dalam upaya menilai, memperoleh dan menggunakan barang dan jasa.
Perilaku konsumen disebutkan sebagai interaksi yang dinamis antara kesadaran atau pengertian, perilaku dan peristiwa lingkungan dimana manusia melakukan aspek dengan mana pertukaran tentang kehidupan mereka. Dari definisi diatas terdapat tiga hal penting yaitu :
1. Perilaku konsumen bersifat dinamis.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara perasaan dan kesadaran perilaku serta peristiwa lingkungan
3. Perilaku melibatkan pertukaran
a. Proses pengambilan keputusan b. Kegiatan fisik.
Kedua elemen ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa ekonomi dari beberapa pengertian perilaku konsumen tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa yang dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dengan demikian kegiatan pembelian hanyalah merupakan salah satu tahap dari proses untuk mendapatkan barang dan jasa. Bagi pemasar memahami proses pembelian sangat penting. Karena proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada tindakan manusia untuk membeli suatu produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
2.2.2.2Fak tor Yang Mempengar uhi Per ilaku Konsumen
Faktor yang mempengaruhi konsumen anatara lain adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh lingkungan
2. Perbedaan dan pengaruh individu
3. Proses psikologis (Engel,J.F,Blackwell,R.D,Miniard,P.W, 1994)
mempengaruhi konsumen agar mau mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atas produk atau jasa yang ditawarkan.
Menurut Amstrong dan Kotler (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen meliputi budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Rangkaian dan unsur masing-masing faktor dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. : Fak tor – fak tor yang mempengar uhi konsumen. Budaya
- Budaya - Sub budaya - Kelas Sosial
Sosial - Kelompok
acuan - Keluarga - Peran &
status
Kepribadian - Umur & tahap
daur hidup - Situasi ekonomi - Gaya hidup - Kepribadian &
konsep diri
Psikologis - Motivasi - Persepsi - Pengetahuan - Keyakinan &
sikap
Sumber : Kotler and Amstrong, (1992), Dasar-Dasar Pemasaran, Penerbit : Intermedia Jakarta.
2.2.3 Konsep Kepuasan, Loyalitas Konsumen dan Brand Loyality
Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas produk dengan kinerja yang dirasakan dari produk tersebut. Jika kinerja produk lebih buruk dari harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami ketidakpuasan. Menurut Kotler (1997), jika produsen melebih-lebihkan manfaat suatu produk maka harapan konsumen tidak akan tercapai sehingga akan mengakibatkan ketidakpuasan. Hasil dari evaluasi merek yang dilakukan konsumen adalah niat atau keinginan memebeli atau tidak membeli melalui proses yang kompleks (Assael, 1995).
pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Kepuasan konsumen merupakan konsep yang penting dalam rise pemasaran. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas (Lein-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao, 2001, dikutip oleh Marco van der Heijden and Tim Snijder, 2007). Vasquez-Carrasco dan Foxall (2006) membuktikan bahwa kepuasan konsumen mempunyai pengaruh positif terhadap ingatan konsumen pada merek tersebut.
Parasuman, Zeithaml dan Berry (1994) seperti yang dikutip oleh Marco van der Heijden dan Tim Snijder (2007) memberikan definisi yang jelas tentang kepuasan. Mereka mengemukakan bahwa kepuasan dipengaruhi oleh kualitas layanan, kualitas produk dan harga. Mereka telah meneliti kepuasan pada level transaksi yang menunjukkan bahwa kepuasan secara keseluruhan merupakan fungsi dari transaksi. Kepuasan merupakan respons konsumen baik secara afektif maupun kognitif (Giese dan Gote, 2000, dalam Marco van der Heijden dan Tim Snijder, 2007).
Fokus dari kepuasan konsumen ialah membandingkan kinerja produk dengan standar. Richard Oliver, seperti yang dikemukakan Engel (1995) telah mempelopori penelitian mengenai kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dengan model diskonfirmasi harapan. Konsumen melakukan pembelian dengan harapan mengenai bagaimana produk akan benar-benar bekerja begitu digunakan. Para peneliti mengidentifikasikan tiga jenis harapan:
untuk pembelian dan pemakaian.
2. Kiner ja yang ideal, yaitu tingkat kinerja “ideal” yang optimum atau diharapkan.
3. Kiner ja yang dihar apkan, yaitu bagaimana kemungkinan kinerja nantinya. Kepuasan dikenal sebagai fenomena pascapembelian, pada praktiknya hal ini tidak selalu benar. Konsumen dapat menunjukkan kepuasan sebelum pembelian atau ketiadaan pilihan dalam pembelian. Tipe kepuasan seperti ini sulit diukur karena hal tersebut tidak terjadi setiap waktu. Heijden dan Snijder (2007) menyatakan bahwa kepuasan secara empiris diukur dari membandingkan ekspektasi konsumen terhadap produk atau layanan dengan pengalaman yang sesungguhnya.
Penelitian terdahulu mengidentifikasi berbagai tingkatan pengukuran kepuasan konsumen sebagai berikut:
1. During consumption (Oliver, 1997)
Fokus pada produk dan layanan
2. Post-consumption (Mano and Oliver, 1993)
Fokus pada produk
3. During or after consumption (Halstead, Hartman and Schmidt, 1994)
Fokus pada kinerja produk dibandingkan dengan beberapa standard pra pembelian
4. During consumption experience (Hunt , 1977)
Fokus pada pengalaman dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya.
Fokus pada perceived product performance pascapembelian dibandingkan ekspektasi pra pembelian
6. Post-choice (Westbrook and Oliver, 1991)
Fokus pada pilihan pembelian yang spesifik
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lein-Ti Bei dkk (dikutip oleh Marco van der Heijden and Tim Snijder, 2007) mengemukakan sebuah model alternative untuk kepuasan konsumen. Mereka mengemukakan bahwa kepuasan konsumen bergantung pada tiga variable independen, antara lain:
1. Perceived service quality
Merupakan pandangan konsumen terhadap kualitas layanan ketika mereka membandingkan antara harapan dengan kinerja layanan yang sebenarnya.
2. Perceived product quality
Merupakan pandangan konsumen terhadap kualitas produk ketika mereka membandingkan antara harapan dengan kinerja produk yang sesungguhnya.
3. Perceived price fairness
Harga yang dimaksud tidak hanya harga secara moneter, tetapi segala yang harus dikorbankan konsumen untuk memperoleh produk atau jasa tertentu. Perceived price fairness adalah bagaimana konsumen menilai harga dikaitkan dengan produk atau jasa yang mereka terima.
Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan didasarkan atas keseluruhan pengalaman, bukan pada pengalaman transaksi secara spesifik (Anderson, Fornell dkk. dalam Geffen 2009). Semakin tinggi tingkat kepuasan, maka semakin tinggi pula tindakan positif yang diambil konsumen terhadap produk atau jasa.
kepuasan konsumen maka perusahaan akan memperoleh manfaat lain, yaitu word-of-mouth advertising serta rekomendasi.
Menurut Geffen (2009), konsumen yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan. Diasumsikan secara umum bahwa mempertahankan konsumen hanya membutuhkan biaya 25% dari menarik konsumen baru. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan lebih memilih untuk mempertahankan konsumen yang loyal. Zeithaml (dalam Geffen 2009) membagi alasan-alasan ini dalam tiga kelompok: economic benefits, customer behavior benefits, and human resource management benefits.
Economic benefits dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian dimana
yang paling berpengaruh adalah mengurangi start-up costs. Ini merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menarik konsumen baru, dalam hal ini termasuk iklan, promosi dan opportunity cost lainnya. Jika konsumen loyal terhadap perusahaan, start-up costs ini dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama. Maksudnya, biaya yang dikeluarkan perusahaan secara rata-rata akan semakin kecil dari waktu ke waktu. Manfaat ekonomis yang kedua adalah pelanggan kemungkinan besar akan membeli lebih banyak produk dari perusahaan. Pelanggan setia pada umumnya memiliki kepercayaan yang tinggi pada perusahaan yang membuat mereka enggan untuk mencoba produk yang ditawarkan perusahaan lain. “The creation of trust leads to the creation of commitment and that is the condition necessary for customers to extend the time
perspective of a relationship” (Zeithaml, Gremler et al. 2007 p.181, Geffen
merupakan kondisi yang bermakna bagi pelanggan untuk memperluas waktu hubungan dengan perusahaan. Manfaat terpenting dari kepuasan konsumen adalah terciptanya positive wordof- mouth communication dari pelanggan yang ada. Ini merupakan iklan gratis bagi perusahaan. Pada akhirnya, human resource benefits juga memiliki pengaruh positif bagi perusahaan. Pelanggan yang loyal dapat berkontribusi pada perusahaan dengan bertukar pikiran dengan para karyawan. Contoh lainnya adalah lebih mudah bagi perusahaan untuk mempertahankan karyawannya karena para karyawan pada umumnya membentuk suatu hubungan dengan pelanggan yang setia. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, positive word-of-mouth communication bermanfaat bagi perusahaan. Dari sudut pandang perusahaan, word-of-mouth communication merupakan bentuk promosi terbaik dan termurah. Seperti yang dikemukakan Assael dalam Geffen (2009), “Word-of-mouth is the most influential type of communication because it comes from family, friends, and neighbors – all highly credible sources
of information”. Word of mouth merupakan tipe komunikasi yang paling
berpengaruh karena berasal dari keluarga, teman dan tetangga dimana semuanya merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya. Ini menunjukkan bahwa konsumen memandang opini dari sepuluh orang pelanggan lainnya sebagai informasi yang paling dapat diandalkan. Menurut Hennig-Thurau (dikutip oleh Geffen 2009), ada dua factor yang mendorong positive word-of-mouth communication yaitu kepuasan dan komitmen. Hubungan di antara kedua factor
juga berlaku pada orang-orang yang berkomitmen terhadap perusahaan. Namun orang-orang ini tidak selalu berkomitmen secara sukarela, sementara kepuasan berujung pada word-of-mouth communication secara sukarela yang dilakukan konsumen.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, word-of-mouth communication merupakan cara beriklan terbaik karena biayanya rendah serta keandalannya yang tinggi. Oleh karena itu berdasarkan pendapat-pendapat di atas dan dari literature akademis, Geffen (2009) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan langsung antara customer satisfaction dan loyalty. Semakin tinggi tingkat loyalitas konsumen maka semakin tinggi pula profitabilitas perusahaan yang berasal dari meningkatnya nilai saham dan asset perusahaan (Rust and Oliver, 1994; Reichheld and Teal, 1996 dalam Geffen, 2009). Oleh karena itu dari tahun ke tahun, customer satisfaction menjadi fokus penting bagi banyak perusahaan.
Namun Engel dkk menunjukkan pola yang berbeda dari kepuasan konsumen, perilaku pembelian dan loyalitas konsumen.
Tabel 2.1
Matr iks Kepuasan Konsumen dan Pola Pembelian
Table 3 memperlihatkan hasil akhir perilaku konsumen pada baris dan tingkatan consumer satisfaction dalam kolom. Kolom pertama merepresentasikan suatu tingkatan ideal dari respons konsumen terhadap strategi perusahaan dan situasi di mana konsumen biasanya tidak mempan terhadap strategi dari perusahaan competitor. Sementara itu kolom ketiga merepresentasikan hasil yang tidak akan dapat diketahui dari data penjualan saja. Konsumen pada kelompok ini tidak puas meskipun mereka konsumen produk atau jasa tersebut. Situasi ini sangat rentan terhadap pelanggaran kompetitif. Beberapa orang mungkin bertanya-tanya mengapa konsumen berada pada kategori “always use” jika mereka benar-benar tidak puas. Ada berbagai alasan yang mungkin. Mungkin perilaku tersebut disebabkan karena tidak ada produk alternatif yang dapat memuaskan mereka, maka konsumen tersebut tidak punya pilihan jika ia hanya menginginkan atribut mendasar dari produk tersebut. Mungkin ia berbelanja pada sebuah outlet pedagang ritel yang hanya menyediakan satu merek dan kategori produknya tidak begitu penting untuk menyebabkan berpindah tempat belanja. Mungkin konsumen tersebut tidak menyadari keberadaan produk lain. (Engel dkk, 1973).
Brand Loyality
Aaker menyatakan dalam bukunya “Brand is an intangible but critical component of what a company stands for. A consumer generally does not have a
relationship with a product or service, but he or she may have a relationship with
a brand. In part, a brand is a set of promises. It implies trust, consistency, and a
penting bagi perusahaan. Seorang konsumen pada umumnya tidak mempunyai hubungan dengan produk atau jasa tetapi ia dapat memiliki hubungan dengan sebuah merek. Merek merupakan sekumpulan janji-janji di mana di dalamnya terdapat kepercayaan, konsistensi, dan mendefinisikan sekumpulan ekspektasi.
Sementara Engel (1973) mendefinisikan brand loyalty sebagai kecenderungan dari beberapa konsumen untuk membeli produk dengan merek tertentu secara konsisten. Jacob Jacoby dalam Engel (1973) mendefinisikan perilaku loyal terhadap merek sebagai tindakan nyata dari pembelian ulang selektif berdasarkan pada proses keputusan psikologis yang evaluative. Brand loyalty melibatkan perilaku pembelian ulang berdasarkan pada kognitif, afektif,
evaluatif beserta faktor-faktor yang mempengaruhi.
Brown (dikutip oleh Engel dkk., 1973) menemukan bahwa ada empat kategori kesetiaan bergantung pada tingkat keseringan membeli merek tersebut.
1. Undivided loyalty (AAAAA)
2. Divided loyalty (ABABAB)
3. Unstable loyalty (AAABBB)
4. No loyalty (ABCDEF)
Kategori tersebut dijelaskan oleh Mowen dan Minor (1995) sebagai berikut: Divided loyalty atau kesetiaan yang terbagi (ABABABA) yang artinya seseorang mengalami keputusan perpindahan karena kesetiaannya terbagi dengan orang lain.
1. Occasional switch atau keputusan sekali-kali (AABAAACAADA) adalah
pada akhirnya akan kembali pada merek awal.
2. Unstable Lloyaltyy atau kesetiaan yang tidak stabil (AAAABBBB)
merupakan keputusan perpindahan merek yang dilakukan karena seseorang mempunyai kesetiaan yang tidak stabil.
3. No loyalty atau ketidaksetiaan (ABCDEFG) artinya keputusan perpindahan
disebabkan karena adanya sikap ketidaksetiaan terhadap suatu merek.
Aaker (dalam Simamora 2002) membagi loyalitas merek ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut:
1. Switcher
Adalah golongan yang tidak Peduli pada merek, mereka suka berpindah merek Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap harga (price sensitive switcher), adapula yang selalu mencari variasi yang disebut Blackwell dkk dan Kotler sebagai variety-prone switcher dan karena para konsumen tersebut tidak mendapatkan kepuasan (unsatisfied switcher).
2. Habitual buyer
3. Satisfied Buyer
Adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya peralihan (switching cost) bila melakukan pergantian ke merek lain.
4. Liking the brand
Adalah golongan konsumen yang belum mengekspresikan kebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk baru terbatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek.
5. Commited buyer
Adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut dan mengekspresikan kebanggaannya dengan mempromosikan merek tersebut pada orang lain.
2.2.4 Ketidakpuasan Konsumen
behavior.
Solomon (1992) menyatakan bahwa konsumen memiliki tiga tindakan yang berbeda dalam menghadapi ketidakpuasan (mungkin saja terjadi lebih dari satu tindakan).
1. Voice response. Konsumen dapat menyerukan secara langsung ketidakpuasan
mereka kepada penjual untuk mendapatkan perbaikan atau penggantian.
2. Private response. Konsumen dapat menceritakan ketidakpuasan terhadap
toko atau produk kepada teman dan/atau memboikot toko tersebut. Negative word of mouth (WOM) dapat merusak reputasi perusahaan.
3. Third-party response. Konsumen dapat mengambil tindakan hukum untuk
menentang pedagang, mendaftarkan keluhan pada lembaga konsumen atau menulis surat pembaca di surat kabar.
Konsumen dapat timbul karena adanya proses informasi dalam evaluasi terhadap suatu merek. Konsumen akan menggunakan informasi masa lalu dan masa sekarang untuk melihat manfaat yang mereka harapkan.
Pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang diharapkan. Penilaian terhadap kepuasan konsumen dapat dibedakan menjadi :
1. Positive disconfirmation dimana hasil yang diterima lebih baik dari hasil
yang diharapkan.
2. Simple confirmation, dimana hasil yang diterima sama dengan hasil yang
diharapkan.
3. Negative disconfirmation dimana hasil yang diterima lebih buruk dari
hasil yang diharapkan
kualitas suatu produk dalam memenuhi harapan konsumen. Adapun dimensi-dimensi dari kualitas produk yang digunakan untuk mengukur kualitas produk konsumen menurut Tjiptono (2003: 27), yaitu sebagai berikut :
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik tambahan atau pelengkap.
3. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to sfecifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6. Serviciability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan mudah
direparasi: penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggungjawab perusahaan terhadapnya.
Sedangkan indikator yang dapat digunakan untuk menilai ketidakpuasan konsumen menurut Tjiptono (2003), antara lain sebagai berikut :
b. Ciri-ciri dan keistimewaan tambahan (Features), merupakan karakteristik sekunder atau pelengkap.
c. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality), merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.
2.2.5 Iklan
Iklan merupakan komponen yang dipakai untuk memberitahu dan menyampaikan pesan mengenai barang yang ditujukan pada para calon pembeli dan juga berperan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Adapun kegiatan-kegiatan yang termasuk Iklan adalah : (Kotler 1997: 257)
1. Advertasi, merupakan suatu bentuk penyajian dan Iklan dari gagasan, barang
atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang bersifat non personal. Contoh : radio, TV, majalah, Koran dll.
2. Personal selling, yang merupakan penyajian secara lisan dalam suatu
3. Iklan penjualan (sales promotion), yang merupakan segala kegiatan pemasaran yang merangsang pembelian konsumen dan keefektifan agen seperti : demonstrasi produk.
Publisitas (publicity), merupakan usaha untuk merangsang permintaan dari suatu produk secara nonpersonal dengan membuat, baik yang berupa berita di dalam media tercetak atau tidak.
Selain iklan masih ada alat Iklan masa lainnya, yakni Iklan penjualan dan hubungan masyarakat. Iklan penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk atau jasa. Kalu iklan menyodorkan alasan untuk membeli suatu produk atau jasa, maka Iklan penjualan menekankan alasan mengapa kita harus membeli sekarang juga (Kotler, 1997:257).
Iklan merupakan komponen yang dipakai untuk memberitahu dan menyampaikan pesan mengenai barang yang ditujukan pada para calon pembeli. Menurut Ermayanti (2006:99) terdapat indikator utama, yaitu :
1. Pengenalan iklan adalah upaya perusahaan dalam mengenalkan produknya
melalui promosi atau iklan
2. Kemampuan iklan adalah kemampuan iklan dalam menjelaskan kepada
pemirsa mengenai keunggulan produk serta untuk menciptakan citra yang berbeda dari produk yang lain.
3. Kekuataan pengaruh iklan adalah kekuatan iklan dalam mempengaruhi
4. Pengaruh iklan adalah pengruh iklan terhadap perilaku pembelian (ulang) konsumen.
2.2.6 Keputusan Per pindahan Merek (Brand Switching)
Menurut Roos seperti yang dikutip oleh Marco van der Heijden dan Snijder (2007) ada dua kategori perpindahan merek. Kategori pertama, perpindahan konsumen didasarkan pada keputusan pribadi, yang kedua perilaku brand switching dilakukan secara tidak segaja tanpa dipengaruhi pertimbangan pribadi.
Gambar 2.2
Str uk tur pasar , Pembelian Ulang, dan Per pindahan Mer ek
Sumber : Lin, Wu, dan Wang (dalam Noviandra, 2006:65)
a. Potential Switcher
Kelompok ini terdiri dari seluruh pelanggan yang loyal terhadap suatu produk namun ada potensi untuk dipengaruhi oleh berbagai macam factor untuk berpindah merek.
b. Repeat Buyer
Kelompok pembeli yang membuat pilihan produk yang sama pada waktu yang lalu, waktu sekarang dan untuk masa yang akan datang.
c. Brand Switcher
Kelompok ini terdiri dari sebagian pembeli yang akan berpindah merek setidaknya satu kali ketika membuat pilihan merek untuk pembelian sekarang atau di masa yang akan datang.
yang lain. Perpindahan merek dapat muncul karena variety seeking. Menurut Hoyer dan Ridgway (1984), keputusan konsumen untuk berpindah merek tidak hanya dipengaruhi oleh variety seeking, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti strategi keputusan (decision strategy), faktor situasional dan normatif, ketidakpuasan terhadap merek sebelumnya, dan strategi pemecahan masalah (Peter dan Olson, 2002). Adapun indikator perpindahan merek menurut Cahyono Tri Haryono & Harry Soesanto (2011: 15), yaitu sebagai berikut:
1. Ketidakpuasan pasca konsumsi, yaitu ketidakpuasan yang dialami oleh
konsumen setelah membeli dan mengkonsumsi suatu produk artinya apa yang dia rasakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Keinginan untuk mencari variasi, yaitu keinginan untuk mencoba produk
yang lain selain yang telah dia konsumsi.
3. Keinginan untuk mempercepat penghentian penggunaan.
2.3. Hubungan Antar Var iabel
2.3.1 Penga r uh Ketidakpuasan Konsumen Ter hadap Keputusan Per pindahan Mer ek
terhadap produk merupakan konsep penting yang perlu dipahami pemasar karena dapat mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Ketidakpuasan konsumen merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perpindahan merek karena pelanggan yang tidak puas akan mencari informasi pilihan produk lain dan mereka mungkin akan berhenti membeli produk atau mempengaruhi orang lain untuk tidak membeli. (Setiyaningrum, 2007:101)
Menurut Athanassopoulos et al (2001) dalam Darmawan (2005 : 19) menyatakan bahwa ada indikasi berbeda antara konsumen yang puas dan kosumen yang kecewa. Konsumen yang puas tidak akan berminat berpindah ke merek lain. Namun untuk konsumen yang kecewa kecenderungan berpindah ke merek lain yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan kosumen memiliki keterkaitan dengan perpindahan merek.
Menurut model Engel at aal (1993:53) dalam Darmawan (2005 : 19) menyatakan hasil yang dirasakan oleh konsumen (outcome) berupa kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi evaluasi alternatif berdasarkan pengalaman konsumsi untuk proses pemilihan merek selanjutnya. Hal ini dapat diartikan ketidakpuasan juga mempengaruhi konsumen dalam proses perpindahan merek selanjutnya.
Sehingga jika produsen membuat suatu produk yang kinerjanya (hasil) tidak sesuai dengan harapan konsumennya, maka keputusan untuk berpindah merek akan semakin besar. Dengan demikian faktor ketidakpuasan konsumen dapat mempengaruhi seorang konsumen untuk melakukan perpindahan merek (Brand Switching).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan seorang konsumen terhadap suatu barang atau jasa dapat mempengaruhi seorang konsumen untuk melakukan perpindahan merek (Brand Switching). Hal ini berarti produk atau jasa tersebut tidak memnuhi harapannya. Semakin tinggi tingkat ketidakpuasan konsumen maka semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk berpindah merek.
2.3.2 Pengar uh Iklan Ter hadap Keputusan Per pindahan Merek
Adanya iklan yang sering muncul atau dilihat konsumen akan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Dengan iklan yang sering muncul, konsumen akan membandingkan apa yang sering dibelinya dengan produk yang baru dibelinya. Jika konsumen lebih menyukai produk lama, maka konsumen akan kembali mengkonsumsi produk lamanya. Namun, jika produk yang baru dibelinya memberikan manfaat lebih dibanding produk lama, maka konsumen akan melakukan perpindahan merek. (Nugraini, 2010 : 4)
2.5 Hipotesis
1. Diduga terdapat pengaruh positif antara ketidakpuasan konsumen terhadap keputusan perpindahan merek produk smartphone Nokia ke Blackberry 2. Diduga terdapat pengaruh positif antara iklan terhadap keputusan
perpindahan merek smartphone Nokia ke Blackberry
Menurut Sutisna (2001) yaitu konsumen yang melakukan brand switching merupakan konsumen yang low involvement, konsumen tersebut dalam perilaku pembeliannya dipengaruhi oleh ingatan yang kuat akan merek tertentu. Menurut Philip Kotler (1999), Iklan merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh membentuk citra merek (brand image building). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Iklan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berpindah merek (brand switching). Artinya semakin sering Iklan produk pesaing muncul maka akan semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk berpindah merek.
2.4 Ker angka Konseptual
Ketidakpuasan Konsumen
(X1)
Keputusan Perpindahan
Merek (Y)
3.1Definisi Oper asional dan Pengukuran Var iabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang pengoperasiaan atau pendefinisian konsep penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, adalah sebagai berikut:
1. Ketidakpuasan Konsumen (X1)
Secara operasional, variabel ketidakpuasan konsumen didefinisikan sebagai ”Evaluasi pasca konsumsi produk smartphone Nokia yang dirasakan konsumen dimana kinerja yang dia rasakan tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan sebelum melakukan pembelian”. Ketidakpuasan konsumen ini terjadi sebagai akibat dari produk atau merek yang digunakan sebelumnya tidak sesuai dengan harapan atau keinginan konsumen. Sehingga jika produsen membuat suatu produk yang kinerjanya (hasil) tidak sesuai dengan harapan konsumennya, maka keputusan untuk berpindah merek akan semakin besar. Adapun indikator yang dapat digunakan untuk menilai ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk menurut Tjiptono (2003: ), antara lain sebagai berikut :
b. Ciri-ciri dan keistimewaan tambahan (Features), merupakan karakteristik sekunder atau pelengkap yang ada pada produk smartphone nokia seperti aplikasi-aplikasi games, browser, theme, dan lain-lain.
b. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality), merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk smartphone nokia seperti menilai kualitas konsumen berdasarkan harga, nama merek, reputasi perusahaan, dan negara pembuatnya.
2. Iklan (X2)
Secara operasional iklan didefinisikan sebagai ”bentuk promosi yang dilakukan oleh perusahaan pesaing (Blackberry) dalam upaya mengenalkan, menginformasikan serta meyakinkan kepada konsumen ataupun calon konsumen mengenai produk smartphone yang ditawarkan”. Adapun indikator dari iklan menurut Ermayanti (2006:99) adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan iklan, merupakan upaya perusahaan Blackberry dalam
mengenalkan produknya melalui promosi atau iklan
2. Kemampuan iklan, merupakan kemampuan iklan Blackberry dalam
menjelaskan kepada pemirsa mengenai keunggulan produk serta untuk menciptakan citra yang berbeda dari produk yang lain.
3. Kekuataan pengaruh iklan, merupakan kekuatan iklan Blackberry dalam
mempengaruhi konsumen.
4. Pengaruh iklan, merupakan pengruh iklan Blackberry terhadap perilaku
3. Br and Switching (Y)
Perpindahan merek (brand switching), dalam penelitian ini merupakan pola pembelian yang dikarakteristikan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek yang lain. Adapun indikator perpindahan merek menurut Cahyono Tri Haryono & Harry Soesanto (2011), yaitu sebagai berikut:
1. Ketidakpuasan pasca konsumsi, merupakan ketidakpuasan yang dialami oleh
konsumen setelah membeli dan memakai produk smartphone nokia.
2. Keinginan untuk mencari variasi, merupakan keinginan untuk menggunakan
produk smartphone yang lain selain produk smartphone nokia.
3. Keinginan untuk mempercepat penghentian penggunaan, merupakan
keinginan untuk segera berhenti menggunakan produk smartphone nokia. 3.1.1 Pengukur an Var iabel
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dengan menggunakan teknik pembobotan skala (semantic differential scale). Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan
pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi. Dalam penelitian ini, setiap pertanyaan masing-masing diukur dalam 7 skala dan ujung-ujung ditetapkan dengan kata sifat yang tidak secara kontras berlawanan. sebagai berikut:
3.2Teknik Pengambilan Sampel a. Populasi
Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek / obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004: 44). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jatim yaitu sebanyak 1.817 mahasiswa (Dikjar Fakultas Ekonomi).
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Metode pengambilan sampel dengan metode non probability sampling dengan teknik Purposive Sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dengan kriteria antara lain :
• Pengguna Nokia yang berpindah merek ke Blackberry
• Terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi aktif Reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan pedoman pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002:48), antara lain :
- Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi
- Karena terdapat 10 indikator, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
(10 x 10 = 100) maka sampel yang digunakan adalah minimal sebesar 100 responden.
3.3Pr osedur Pengumpulan Data 3.3.1 J enis Data
Data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer, data yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada konsumen.
3.3.2Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang diambil langsung dari konsumen yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif fakultas ekonomi reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur dengan cara menyebarkan kuesioner.
3.3.3 Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dan pernyataan dengan cara bertanya kepada mahasiswa aktif fakultas ekonomi reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur. b. Kuisioner
Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada mahasiswa aktif fakultas ekonomi reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur untuk diisi agar memperoleh jawaban langsung dari konsumen.
3.4 Tek nik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling [SEM]. Merupakan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit. Model pengukuran sikap, atribut produk terhadap minat beli menggunakan confirmatory factor analyses. Penaksiran pengaruh masing-masing variable bebas terhadap
variable terikatnya menggunakan koefidien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh faktor variabel ketidakpuasan konsumen dilakukan sebagai berikut : Persamaan Dimensi variabel Brand Switching
Y1 = λ1 Brand Switching + er_1 Y2 = λ2 Brand Switching + er_2 Y3 = λ3 Brand Switching + er_3
pengukuran dengan contoh variabel ketidakpuasan konsumen akan nampak sebagai berikut:
Gambar 3.1 : Contoh Model Penguk uran Var iabel Brand Switching
Keterangan :
Y1 = pertanyaan tentang ketidakpuasan pasca konsumsi Y2 = pertanyaan tentang keinginan untuk mencari variasi
Y3 = pertanyaan tentang keinginan untuk mempercepat penghentian penggunaan
er_j = error term X1j
3.4.2. Outlier s
Outlier adalah obsevasi yang muncul dengan nilai-nilai eksterim baik secara univariat maupun multivariate yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainya. Dapat diadakan treatment khusus pada outliers ini asal diketahui munculnya outlier itu. Outliers pada dasarnya dapat muncul dalam empat kategori.
• Pertama, Outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam
memasukkan data atau kesalahan dalam mengkoding data. Misalnya 8 diketik 80 sehingga jauh berbeda dengan nilai-nilai lainnya dalam rentang jawaban
Brand Switching
(Y)
(Y1)
(Y2)
(Y3)
Er_1
Er_2
responden antara 1-10 jika hal semacam ini lolos maka akan menjadi sebuah nilai ekstrim.
• Kedua, outlier dapat muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang
memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain daripada tetapi peneliti mempunyai penjelasan mengenai penyebab munculnya nilai ekstrim itu.
• Ketiga, outlier dapat muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak
dapat mengetahui apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai nilai ekstrim itu.
• Keempat, outlier dapat muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila
dikombinasi dengan varibel lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim. Inilah yang disebut multivariate outlier.
3.4.3. Evaluasi atas outlier s
Menagamati atas z-score variabel: ketentuan diantara +_ 3,0 non outlier Multivariate outlier diukur dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p <
0,001.Jarak diuji dengan Chi-Square (X2) pada df (degrees of Freedom) sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : Mahalanobis > dari nilai X2 adalah multivariate outlier.
3.4.4. Uji Validitas
dengan cara mengkorelasiakn antar skor item denga skor total item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.
3.4.5. Uji Reliabilitas
Yang dimaksud dengan reabilitas ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukan derajat sampai dimana masing-masing indicator itu menghasilakan sebuah konstruk/faktor laten yang umum. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,70 dan variance extracted ≥ 0,5 ( Hair et. al., 1998 ).
3.4.6. Uji Nor malitas
Untuk menguji normalitas distribusi data-data yang digunakan dalam analisis, peneliti dapat menggunakan uji-uji statistik. Uji yang paling mudah adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang biasanya disajikan dalam statistik diskriptif dari hampir semua program statistik. Nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :
adalah nilai kritis sebesar ±1,96 yang berarti bahwa asumsi normalitas ditolak pada tingkat signifikasi 0.05 (5%) Sumber (Augusty 2002: 95 )
3.4.7. Multicollinear ity dan Singular ity
Untuk melihat apakah pada data penelitian terdapat multikolinieritas dan singularitas dalam kombinasi-komninasi variabel, maka perlu mengamati determinan dari variable kovarian sampelnya. Determinan yang benar-benar kecil mengindikasikan adanya multikolinieritas dan singularitas, sehingga data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. (Augusty 2002 : 108). 3.4.8. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR [Critical Ratio] atau p [probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti pengujian hipotesis kausal berarti signifikan.
3.4.9. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM] digunakan
untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.6. Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan [Hartline & Ferrell,1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam two-step approach ini. Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan Two step
approach adalah sebagai berikut:
indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut [Hair et.al.,1998].
b. Menetapkan error [ε] dan lambda [λ] terms, error terms dapat dihitung dengan rumus 0,1 kali σ2 dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ [Anderson dan Gerbing,1988]. Perhitungan construct reliability [α] telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error [ε] dan lambda [λ] terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.
3.4.10.Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam
Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices GOODNESS OF
FIT INDEX KETERANGAN CUT-OFF VALUE
X2 - Chi-square Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].
Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2.
Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan matriks covariance yang diestimasi.
Minimum 0,1 atau 0,2, atau ≥ 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sample besar. ≤ 0,08
GFI
Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2 dalam regresi berganda].
≥ 0,90
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90 CMIND/DF Kesesuaian antara data dan model ≤ 2,00 TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap baseline model. ≥ 0,95
CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive terhadap besarnya
sample dan kerumitan model. ≥ 0,95 Sumber : Hair et.al., [1998]
1. X² CHI SQUARE STATISTIK
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang
digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik chi