• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKTOR UNGGULAN KOTA BATU DAN KOTA PASURUAN YANG BERPOTENSI MENDORONG LAJU PERTUMBUHAN PDRB JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEKTOR UNGGULAN KOTA BATU DAN KOTA PASURUAN YANG BERPOTENSI MENDORONG LAJU PERTUMBUHAN PDRB JAWA TIMUR."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Assalammualaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT

dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, akhirnya penyusunan skripsi dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya dengan judul : “Sektor

Ekonomi Kota Batu dan Kota Pasuruan yang Berpotensi Mendor ong Laju Pertumbuhan PDRB J awa Timur ”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai persyaratan

dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak

Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan selama penyusunan skripsi dan tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP selaku Ketua Jurusan Ekonomi

(6)

5. Kedua Orang Tua, Drs. Ec. Anang Subiyakto dan Binarti Mardiyani, dan kakak-kakak, Oknis Widiyarto, SE dan Tania Novita Issaiqaini, S.Sos,

yang telah memberikan dorongan semangat dan doa yang tulus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik– baiknya.

6. Nenek tersayang, Rr. Subiyati, dan kakek tersayang, Samian, yang selalu mendukung dan mendoakan sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan

baik.

7. Kepada Wimbo Bramantyo, yang selalu memberikan dorongan semangat, bantuan, dan doa yang tulus sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

8. Kepada saudara-saudara, “Ten Brothers”, Mayda, dan Ayuni yang banyak

mendukung dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Teman-teman Ilmu Ekonomi Study Pembangunan pada umumnya dan

teman-teman HIMIESPA pada khususnya, atas doa dan dukungan selama penulisan skripsi ini berlangsung.

(7)

Surabaya, Februari 22

(8)

DAFTAR ISI ………..……….……….. iv

DAFTAR TABEL………...………...……….…. viii

DAFTAR GAMBAR………...………...…..… xii

DAFTAR LAMPIRAN……….... xiii

ABSTRAKSI………..………. xiv

BAB I PENDAHULUAN. ………..………....………... 1

1.1. Latar Belakang………...………..…………..……. 1

1.2. Perumusan Masalah.………...……….……..……. 4

1.3. Tujuan Penelitian………..………...………..……. 5

1.4. Manfaat Penelitian………...………..……. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...………. 8

2.1. Penelitian Terdahulu…………..……...………..….8

2.2. Landasan Teori………...………..…. 12

2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi………..………...……. 12

2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah………..…………...13

2.2.2.1. Teori Ekonomi Neo Klasik………..… 13

2.2.2.2. Teori Basis Ekonomi……….... 14

2.2.2.3. Teori Lokasi………. 15

2.2.2.4. Teori Tempat Sentral………... 15

2.2.2.5. Teori Kausasi Kumulatif……….…. 16

(9)

2.2.6. Lingkungan Fisik Sebagai Sumber Daya Perencanaan... 20

2.2.6.1. Lingkungan Regulasi……….…. 21

2.2.6.2. Lingkungan Attitudinal………... 22

2.2.7. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah..…...….. 22

2.2.8. Pembangunan Daerah di Era Otonomi………..………... 22

2.2.9. Penyelenggaraan Otonomi Daerah………..………. 24

2.2.10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)……….. 26

2.2.10.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto... 26

2.2.11. Teori Produk Domestik Regional Bruto……...………… 27

2.2.12. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita………….… 29

2.2.13. PDRB Atas Dasar Harga Konstan……… 29

2.2.14. Sektor-sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto… 32 2.2.15. Analisis Location Quotient (LQ).……….………. 41

2.2.16. KeunggulanMetode LQ……….……… 41

2.2.17. Kelemahan Metode LQ………. 42

2.2.18. Analisis Shift-Share…………...……… 43

2.2.19. Keunggulan Analisis Shift-Share…………..……… 45

2.2.20. Kelemahan Analisis Shift-Share……...……… 46

2.3. Kerangka Pikir…...………..………. 46

(10)

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……… 50

3.4. Teknik Penentuan Sampel………. 53

3.5. Teknik Pengumpulan Data……… 54

3.6. Teknik Analisis dan Pengolahan Data……….. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 58

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian…………..………. 58

4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur……….. 58

4.1.2. Gambaran Umum Kota Batu………... 59

4.1.3. Gambaran Umum Kota Pasuruan……… 60

4.2. Deskripsi Hasil penelitian………. 62

4.2.1. Perkembangan PDRB Sektoral Propinsi Jawa Timur…... 62

4.2.2. Perkembangan PDRB Sektoral Kota Batu ………. 66

4.2.3. Perkembangan PDRB Sektoral Kota Pasuruan…………... 70

4.3. Hasil dan Pembahasan………... 73

4.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)……… 73

4.3.1.1. Analisis LQ Kota Batu………. 75

4.3.1.2. Analisis LQ Kota Pasuruan……….. 78

4.3.2. Analisis Shift-Share…….……….. 82

4.3.3. Analisis Shift-Share untuk PR………...…… 84

(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 106

5.1. Kesimpulan………... 106

5.2. Saran……… 117

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xiv

Proses otonomi daerah telah membawa kabupaten/kota untuk menata kembali potensi daerah yang belum tertata secara efektif. Pemerintah Daerah perlu melakukan kajian pengembangan wilayahnya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan nilai tambah pengembangan kegiatan produktif lainnya, terutama untuk mendukung peningkatan potensi dan daya saing daerah.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dari Sembilan sektor di Kota Batu dan Kota Pasuruan manakah yang berpotensi mendorong laju pertumbuhan PDRB di Jawa Timur.kesembilan sektor tersebut adalah, sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor angkutan/komunikasi, sektor bank/keuangan/perum, dan sektor jasa. Dalam menganalisis data digunakan metode kualitatif atau menganalisis berdasarkan teori yang dibahas. Selain itu juga dengan metode kuantitatif dengan analisis Location Quetient (LQ) dan analisis Shift-Share yang trdiri dari Potential

Regional, Proportional Shift, dan Differential Shift.

Dengan melihat hasil perhitungan LQ dan Shift-Share yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa selama tahun 2007-2010 menurut perhitungan LQ Kota Batu tidak mengalami perubahan dalam sektor basis dan non-basisnya. Begitu juga pada Kota Pasuruan yang selama tahun 2007-2010 tidak mengalami perubahan dalam perhitungan LQnya. Menurut perhitungan Shift-Share untuk Potential Regional , Kota Batu dan Kota Pasuruan pada tahun 2007-2010 terdapat beberapa sektor yang mempunyai nilai PR lebih kecil dari ∆Q dan itu terjadi dengan stabil tanpa banyak terjadi perubahan. Menurut perhitungan Shift-Share untuk

Proportional Shift, Kota Batu dan Kota Pasuruan pada tahun 2007-2010 nilai

terbesarnya sama-sama dimiliki oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Perbedaan terjadi pada tahun 2008-2009 pada Kota Pasuruan, sektor yang memiliki nilai PS tertinggi adalah sektor angkutan/komnikasi. Menurut perhitungan Shift-Share untuk Differential Shift, sektor Kota Batu yang memiliki nilai terbesar adalah sektor pertanian dan itu terjadi secara berturt-turut. Sedangkan untuk Kota Pasuruan sektor yang memiliki nilai terbesar pada tahun 2007-2008 adalah sektor bangunan, pada tahun 2008-2009 adalah sektor bank/keuangan/perum, dan pada tahun 2009-2010 adalah sektor jasa.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses otonomi daerah telah membawa kabupaten/kota untuk

menata kembali potensi daerah yang selama ini belum tertata secara efektif. Secara sosial-ekonomi masyarakat kabupaten/kota perlu penataan

dan peningkatkan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan nilai tambah pengembangan kegiatan produktif lainnya, terutama untukmendukung peningkatan

potensi dan daya saing daerah.

Sejalan dengan upaya di atas Pemerintah Daerah Provinsi perlu

melakukan kajian pengembangan wilayahnya sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi yang bersifat jangka menengah. Dukungan ini dilakukan dengan cara menggali lebih dalam potensi dan

daya saing yang dimiliki setiap daerah.

Indonesia yang tergolong sebagai negara sedang berkembang, pada

awal proses pembangunannya lebih condong untuk memilih atau mengarah pada strategi pembangunan ekonomi tidak seimbang. Pemilihan strategi tersebut bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan dalam proses

pembangunan, misalnya mendorong sektor industri menjadi sektor pemimpin (leading sector), sehingga bisa mendorong pertumbuhan

(14)

sumberdaya pembangunan maka kebijakan pembangunan yang diambil adalah menentukan daerah-daerah tertentu sebagai pusat-pusat

pertumbuhan.

Sedangkan bagi bukan daerah pusat pertumbuhan, dampak negatif yang ditimbulkan adalah terserapnya sumberdaya pembangunan (seperti

modal dan tenaga kerja ahli) ke daerah pusat pertumbuhan. Akibatnya kegiatan ekonomi terkonsentrasi (teraglomerasi) di daerah perkotaan

(pusat pertumbuhan), akibatnya trickle down effect yang diharapkan tidak tercipta. Fenomena tersebut mengindikasikan tidak ada pergerakan pertumbuhan ekonomi dari pusat pertumbuhan (kota) ke daerah bukan

pusat pertumbuhan (desa), bahkan justru memperparah kesenjangan ekonomi antar daerah.

Dengan kata lain, kebijakan pembangunan regional kita telah membentuk daerah-daerah nodal. Daerah nodal adalah areal-areal yang strukturalnya terdiri dari atas areal inti dengan areal-areal sekitarnya yang

melengkapi, dalam arti ekonomi yang terpadu dengan areal inti itu (Soepono, 1999).

Sedangkan menurut Arsyad, daerah nodal adalah daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Contoh dari daerah nodal antara lain; kawasan

Jabotabek yang menjadikan Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonominya, kawasan Gerbangkertasusila yang menjadikan Surabaya sebagai pusat

(15)

Untuk kawasan Malang, Batu dan Pasuruan menjadi daerah sekitar yang menjadikan Malang sebagai pusat kegiatan ekonominya. Padahal dua

daerah ini mempunyai keunggulannya masing-masing yang berpotensi untuk bersaing dengan daerah-daerah sekitar yang setara dengan kedua daerah ini. Bahkan kedua daerah ini juga berpotensi untuk mendorong

kenaikan nilai PDRB Jawa Timur dengan sektor-sektor unggulan mereka. Dalam rangka melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut

secara riil dari tahun ke tahun akan terlihat melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau indeks harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif akan menunjukkan adanya peningkatan

perekonomian, sebaliknya apabila negatif akan menunjukkan penurunan perekonomian.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada dasarnya terdiri dari 9 (sembilan) sektor. Kesembilan sektor tersebut adalah sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri

pengolahan, listrik dan air minum; bangunan, perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan; serta jasa-jasa.

Dilihat dari nilai PDRB sejak tahun 2007-2010 Kota Batu dan Kota Pasuruan memiliki sektor-sektor yang nilainya menonjol dibandingkan

dengan sektor lainnya. Pada Kota Batu, sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyain nilai yang lebih menonjol dibandingkan dengan

(16)

memiliki nilai paling menonjol adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dibandingkan dengan delapan sektor lainnya.

Sehubungan dengan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi sektor primer, sekunder dan tersier Kota Batu dan Pasuruan terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur.

Untuk mengetahuinya maka perlu diadakan penelitian tentang Sektor Unggulan Berdasarkan Analisis LQ dan Shift-Share Yang Mendorong

Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tentang latar belakang penelitian ini, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan :

1. Sektor mana yang merupakan basis dan non basis di Kota Batu dan

Kota Pasuruan.

2. Sektor mana yang tumbuh relatif cepat/lambat di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

3. Sektor mana yang memiliki pertumbuhan lebih cepat/lambat dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah lain atau dengan

kata lain sektor tersebut memiliki keuntungan lokasional yang baik di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

4. Sektor mana yang mendorong/menghambat pertumbuhan ekonomi

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sektor mana yang merupakan basis dan non basis di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

2. Untuk mengetahui sektor mana yang tumbuh relatif cepat/lambat

di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

3. Untuk mengetahui sektor mana yang memiliki pertumbuhan lebih

cepat/lambat dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah lain atau dengan kata lain sektor tersebut memiliki keuntungan lokasional yang baik di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

4. Untuk mengetahui sektor mana yang mendorong/menghambat pertumbuhan ekonomi di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang terdapat manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Dengan adanyya penelitian ini maka dapat diketahui sektor apa saja yang mendorong pertumbuhan nilai PDRB di Kota Batu dan

Kota Pasuruan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang berhubugan dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Batu dan Kota

Pasuruan.

3. Sebagai informasi semua pihak yang berkepentingan terhadap

(18)

4. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan di Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah

sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain :

2.1.1. J okolelono (2011)

Tentang “Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli Dan Kabupaten Buol” dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil perhitungan nilai Location Quotient (LQ) diseluruh sektor perekonomian berdasarkan

indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Tolitoli

pada tahun 2006-2010 yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, ini ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai LQ sektor tersebut lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut

memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di Kabupaten Tolitoli. Sedangkan hasil analisis LQ di Kabupaten

Buol terdapat dua sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu: sektor pertanian, dan industri pengolahan. Ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah mampu memenuhi sendiri

(20)

Keunggulan komparatif (sektor basis) pada sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kelima subsektornya. Subsektor yang memiliki nilai LQ

tertinggi yaitu subsektor kehutanan, sebesar 2,08. Kemudian diikuti subsektor peternakan dengan nilai LQ sebesar 1,75. Lalu diikuti berturut-turut oleh subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan dan perikanan,

dengan nilai LQ 1,42, 1,28 dan 1,08.

Keunggulan komparatif pada sektor industri pengolahan

dipengaruhi oleh subsektor makanan, minum dan tembakau, subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya, dan subsektor barang lainnya. Nilai LQ sektor industri pengolahan ini sebesar 1,23, yang disumbang oleh

subsektor makanan, minum dan tembakau sebagai subsektor basis/potensial dengan nilai LQ sebesar 1,49, subsektor barang kayu dan

hasil hutan lainnya dengan nilai LQ sebesar 1,15, dan subsektor barang lainnya dengan nilai LQ sebesar 2,89.

Hasil análisis shift share menunjukkan bahwa sektor yang

mengalami proses pertumbuhan cepat sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolitoli

yaitu sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang tergolong berpotensi pertumbuhan

(21)

Sektor-sektor yang termasuk sektor unggulan atau sektor-sektor penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten

Buol yaitu sektor pertanian, sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan.

2.1.2. Agus (2009)

Tentang “Analisis Potensi Unggulan Kabupaten Kepulauan Yapen dalam Menopang Pembangunan Provinsi Papua Tahun 2004-2008” dapat

ditarik kesimpulan bahwa dari hasil perhitungan LQ di dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki keunggulan kecuali sektor

pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan. Sektor yang paling besar memiliki sektor unggulan adalah sektor jasa (rerata 4,9), sektor keuangan dan jasa perusahaan (rerata 3,9) serta sektor bangunan

(rerata 2,9). Sedangkan sektor pendukung industri pariwisata, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran juga termasuk sektor unggulan (rerata

2,39), tetapi tidak termasuk dalam 3 besar.

2.1.3. Diah (2003)

Tentang “Penentuan Sektor Unggulan di Kabupaten Pati

Berdasarkan Analisis LQ dan Shift-Share” dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan gabungan analisis LQ dan SS terlihat bahwa pertumbuhan proporsional terbesar diterima oleh sektor Pengangkutan &

(22)

Bersih meningkat sebesar 13,680%. Sektor lain yang serupa dengan pertumbuhannya yang cepat adalah sektor Pertambangan & Penggalian

(6,515%), sektor Bangunan (5,394%), serta sektor Perdagangan (4,236%). Namun terjadinya perubahan kebijakan di sektor pembangunan dalam hal ini konstruksi bangunan justru mengakibatkan penurunan di sektor

Pertanian sebesar 2,847% karena semakin berkurangnya lahan pertanian produktif akibat alih fungsi lahan.

2.1.4. Azhar (2002)

Tentang “Analisis Sektor Basis Dan Non Basis Di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam” dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi sektor basis (sektor unggulan) dari tahun 1992 sampai dengan 2001 Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

adalah sektor pertanian dengan nilai LQ rata-rata sebesar 1,31, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,70 serta sektor industri

pengolahan sebesar 1,17. Sedangkan menjadi sektor non basis (bukan unggulan) antara lain sektor listrik dan air minum dengan nilai LQ rata-rata sebesar 0,18, sektor bangunan sebesar 0,59, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 0,36, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar

0,96, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 0,15 serta sektor jasa-jasa sebesar 0,67.

(23)

PDRB Nanggroe Aceh Darussalam tidak mengherankan bila sektor ini menjadi sektor basis (sektor unggulan), hal ini disebabkan karena di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat banyak pertambangan dan industri besar seperti LNG ARUN, Pabrik Pupuk Iskandar Muda, Pabrik Kertas dan Pabrik Semen. Sedangkan sektor pertanian menjadi sektor

basis lebih di sebabkan oleh luas lahan yang dimiliki oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagian besar merupakan lahan yang

digunakan untuk usaha pertanian. Oleh karena tidak dapat dipungkiri bila sektor ini juga merupakan sektor pendukung dalam pembentukan PDRB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pengertian pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis

barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemempuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dari ideologi yang diperlukan. (Sonny, 2006).

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikkan dalam Gross

Domestic Product (GDP), tanpa memandang kenaikkan tersebut lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk, atau

(24)

Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam perekonomian yanng menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan

dalam masyarakat dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno,2004).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikkan kapasitas dalam jangkan

panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya (Todaro, 2004).

2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ada beberapa teori dalam pertumbuhan ekonomi regional atau

daerah, yang diuraikan seperti dibawah ini:

2.2.2.1. Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori Neo Klasik ini memberikan dua konsep pokok dalam

pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh

karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi ke daerah yang berupah rendah. Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang

dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan menuju keseimbangan. Dalam hal ini, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Dalam posisi

(25)

Ketidakseimbangan (disequilibrium), seperti pasokan lebih besar dari permintaan, kekurangan konsumsi, atau terjadi pengangguran,

keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai suatu yang sifatnya sementara. Nanti akan ada suatu tangan yang tak kentara (invisiblehands) yang akan membawa perekonomian kembali pada sisi keseimbangan.

2.2.2.2. Teori Basis Ekonomi (Economic Basic Theory)

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999).

Teori basis ini dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah suatu sektor ekonomi yang dapat

mengekspor barang dan jasa keluar daerah perekonomian. Sedangkan sektor non basis adalah sektor atau kegiatan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Teori ini didasarkan pada teori lokasi, yaitu

pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis lokasi yang selanjutnya dapat digunakan daerah tersebut sebagai kekuatan

(26)

2.2.2.3. Teori Lokasi

Teori ini mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat

meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar atau sumber bahan baku. Artinya, semakin tepat pemilihan lokasi yang strategis maka

semakin kecil biaya produksi yang dikeluarkan. Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja,

biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, pendidikan dan pelatihan, kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawab serta sanitasi. Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa

teknologi dan komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang (Agus,

2009:8).

2.2.2.4. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)

Teori tempat sentral menganggap bahwa ada semacam hirarki tempat (hierarchyof places) yang didukung oleh sejumlah tempat yang

menyediakan sumber daya industri dan bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral bisa

diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik daerah pedesaan maupun perkotaan. Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa

(27)

pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi

daerah (Agus, 2009:8).

2.2.2.5. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar mirip teori kausasi kumulatif. Dengan kata

lain, kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibandingkan daerah-daerah lainya (Agus, 2009:8).

2.2.2.6. Teori Model Daya Tarik (Attraction)

Teori model daya tarik adalah model pembangunan ekonomi yang

paling banyak dipergunakan oleh masyarakat atau teori ini disebut juga teori daya tarik industri. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa

suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasar terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan intensif (Agus, 2009:8).

2.2.3. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi

(28)

nasional dan komponen-komponennya menurut harga tetap yaitu pada harga-harga barang yang berlaku ditahun dasar yang dipilih.

Formula yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah :

= − 100%

Keterangan:

= pendapatan nasional tahun t

= pendapatn nasional pada tahun sebelum tahun t.

2.2.4. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perencanaan adalah suatu proses yang bersinambung yang

mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan datang (Conyers & Hill, 1994).

Tujuan perencanaan menurut Mohammad Hatta adalah mengadakan suatu perekonomian nasional yang diatur, yang direncanakan

tujuannya dan jalannya. Sedangkan menurut Widjojo Nitisastro, perencanaan pada dasarnya berkaitan dengan dua hal yaitu pertama adalah penentuan pilihan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas

(29)

tertentu. Dalam hal ini, untuk penentuan tujuan yang meliputi jangka waktu tertentu maupun bagi pemilihan cara-cara tersebut diperlukan

kriteria tertentu yang sebelumnya harus dipilih terlebih dahulu.

Perencanaan ekonomi terdiri atas sederetan fungsi kewenangan masyarakat dalam menggunakan sumber daya ekonomi secara optimal

untuk mencapai suatu tatanan yang lebih baik. Dengan demikian, perencanaan ekonomi merupakan pengaturan dan pengarahan atas suatu

kegiatan ekonomi melalui tindakan yang terkoordinasi secara sistematis oleh badan perencanaan pusat dengan tujuan tertentu dalam periode waktu tertentu.

Dalam usaha pelaksanaan pembangunan sekarang ini belum berjalan dengan baik karena perencanaan ekonomi yang ada belum dapat

memberikan gambaran dari berbagai indikator ekonomi dalam suatu pembangunan. Perencanaan pembangunan ekonomi ini ditandai dengan adanya usaha untuk memenuhi ciri-ciri tertentu dan tujuan yang bersifat

pembangunan tertentu. Hal ini yang membedakan perencanaan pembangunan dengan perencanaan-perencanaan yang lain.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta

(30)

Menurut Blakely, ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah, dapat di lihat padatabel 1.

Tabel 1. Proses Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Tahap Tugas

1 Pengumpulan dan Analisis Data: • Penentuan basis ekonomi • Analisis struktur tenaga kerja • Evaluasi kebutuhan tenaga kerja

• Analisis peluang dan kendala pembangunan • Analisis kapasitas kelembagaan

2 Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah • Penentuan tujuan dan kriteria

• Penentuan kemungkinan-kemungkinan tindakan • Penyusunan target strategi

3 Pemilihan Proyek-proyek Pembangunan • Identifikasi proyek potensial • Penilaian kelayakan proyek 4 Pembuatan Rencana Tindakan

• Prapenilaian hasil proyek • Pengembangan input proyek

• Penentuan alternatif sumber pembiayaan • Identifikasi struktur proyek

5 Penentuan Rincian Proyek

• Pelaksanaan study kelayakan secara rinci • Penyiapan rencana bisnis (business plan)

• Penyeimbangan, pemantauan, dan pengevaluasian program

6 Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi • Penyiapan skedul implementasi rencana proyek

• Penyusunan rencana program pembangunan secara keseluruhan

(31)

Tahapan seperti dalam tabel tersebut yang berurutan tersebut meliputi: (1) pengumpulan analisis data, (2) pemilihan strategi

pembangunan daerah, (3) pemilihan proyek-proyek pembangunan, (4) pembuatan rencana tindakan, (5) penentuan rincian proyek, (6) persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi (Blakley, 1989 dikutip

dari Kuncoro, 2004 : 49-50).

2.2.5. Sumber Daya Per encanaan Untuk Pembangunan Daerah

Kebanyakan orang mengetahui bahwa hasil dari suatu pertumbuhan ekonomi, pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik,

peningkatan kekayaan dan pendapatan, dan sebagainya akan memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat. Namun demikian, disadari, bahwa

pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana suatu masyarakat menciptakan lingkungan fisik atau peraturan yang mempengaruhi hasilhasil pembangunan ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 1999), maka pemerintah daerah menggunakan berbagai sumber daya yang utama dalam pembangunan

daerahnya.

2.2.6. Lingkungan Fisik sebagai Sumber Daya Perencanaan

(32)

keinginan-keinginan yang bersifat khusus maupun umum dan persyaratan-persyaratan tertentu untuk lingkungan fisik. Kebutuhan khusus biasanya

mencakup jasa angkutan khusus atau jasa pembuangan limbah.

Bentuk-bentuk lingkungan fisik ini bisa dibuat sama. Dengan kata lain, pemerintah daerah bisa menyediakan jasa atau fasilitas khusus untuk

memenuhi keinginan dunia usaha atau industri. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sektor swasta adalah daya

tarik (attraction) dari suatu daerah. Bentuk dari daya tarik ini sering disebut kualitas hidup yang sangat penting bagi dunia industri dan bagi pemerintah daerah memberikan posisi untuk memperbaiki kualitas hidup

masyarakat.

2.2.6.1. Lingkungan Regulasi sebagai Sumber Daya Per encanaan

Pemahaman bahwa insentif dan kebijakan- kebijakan keuangan merupakan input penting bagi proses pembangunan ekonomi. Kebanyakan

pemerintah daerah mengkaji ulang sistem regulasinya untuk menunjukkan biaya untuk melakukan kegiatan usaha di daerah untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi tetapi itu hanya mencerminkan keinginan mereka. Dengan kata lain, untuk menarik dan mengembangkan dunia usaha di daerahnya, maka perlu adanya penyederhanaan dalam sistem regulasi

(33)

2.2.6.2. Lingkungan Attitudinal sebagai Sumber Daya Perencanaan

Keputusan yang diambil sektor swasta mengenai investasi atau

relokasi tidak hanya didasarkan pada perkataan kasar para investor yang tidak dimengerti oleh masyarakat atau penduduk suatu daerah. Dalam kenyataannya, keputusan akhir akan sangat dipengaruhi juga oleh

semacam feelingatau judgment para investor mengenai reaksi masyarakat daerah sebagai calon lokasi investasi karena dunia usaha tidak akan

memilih suatu daerah tertentu karena penduduknya (Arsyad, 1999).

2.2.7. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah

Tahap pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik dalam pembangunan ekonomi daerah adalah menentukan peran (role)

yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Ada 4 (empat) peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, koordinator, fasilisator, dan

stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunandaerah (Arsyad, 1999).

2.2.8. Pembangunan Daerah di Era Otonomi

Ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

(34)

menyelenggarakan pemerintahannya sendiri untuk lebih memajukan dan melakukan pembangunan di daerah masing-masing.

Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004; “Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka masing-masing daerah

dituntut untuk lebih mandiri dalam menjalankan proses pembangunan daerahnya. Antara lain dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kebijakan pembangunan. Dengan demikian

setiap daerah harus mampu berkreasi dan mengoptimalkan outputnya guna meningkatkan kemajuan dan kemandirian daerah serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

Aparatur pemerintah yang berkemampuan, sehingga masyarakat secara nyata memperoleh manfaat dari adanya otonomi. Agar tujuan dan

(35)

juga merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

2.2.9. Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Desentralisasi pada dasarnya merupakan suatu mekanisme atas

pengelolaan kebijaksanaan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah agar penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan

pembangunan lebih efektif dan efisien.

Dalam batas-batas yang disepakati, yakni bahwa otonomi tidak berarti terlepas dari Negara kesatuan dan kaidah-kaidah serta aturan-aturan

yang mengikat bangsa ini menjadi satu, dan bahwa maksud diadakannya otonomi adalah demi kesejahteraan masyarakat di daerah dan di seluruh

tanah air, maka desentralisasi di berbagai bidang itu akan berpengaruh positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan mungkin bukan hanya keinginan melainkan suatu kebutuhan, karena perkembangan

masyarakat serta lingkungan strategis mengharuskan kecepatan dalam mengatasi kendala dan memanfaatkan peluang. Di pihak lain,

desentralisasi tidak juga mengakibatkan makin besarnyakesenjangan antar daerah, tetapi justru harus mampu mendekatkan taraf kemajuan daerah yang satu dengan daerah lainnya (Kartasasmita, 1996).

Dalam rangka pembangunan nasional, penyelenggaraan dan perwujudan otonomi daerah perlu mempertimbangkan pengaruh dan

(36)

1) Hubungan globalisasi dan proses industrialisasi

2) Hubungan persatuan dan kesatuan bangsa

3) Hubungan dengan kencenderungan egalitarianisme

4) Hubungan dengan pemberdayaan rakyat

Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk

memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah.

Menurut Rasyid dan Paragon dikatakan, bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1) Self Reguler Power, kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan masyarakat di daerah.

2) Self Modifiying Power, kemampuan menyesuaikan terhadap peraturan yang ditetapkan sesuai dengan kondisi daerah, termasuk penemuan baru yang inovatif ke arah kemajuan dalam menyikapi potensi daerah.

3) Creating Local Political Support, penyelenggaraan pemerintah daerahyang memiliki legimitasi yang kuat darimasyarakat.

(37)

2.2.10. Pr oduk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.10.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik Pr ovinsi J awa Timur, Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir

atau nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam

jangka waktu tertentu.

2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh

penduuk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

3. Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stock

dan ekspor netto.

(BPS Jawa Timur, 2006 : 4 – 5)

Definisi-definisi yang berhubungan dengan Produk Domestik Regional Bruto menurut beberapa pendapat, diantaranya :

1. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang

(38)

domestik regional bruto menujukkan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan atau jasa kepada

faktor-faktor yang ikut berperan serta dalam proses produksi didaerah setempat. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang tercermin dalam produk domestik regional bruto sangat besar pengaruhnnya

terhadap besar kecilnya konsumsi masyarakat (Kuncoro, 2006). 2. Produk Domestik Regional Bruto menurut Badan Statistik adalah

nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu dalam satu tahun (Anonim, 2002).

2.2.11. Teori Pr oduk Domestik Regional Bruto

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi AD atau AS. Titik perpotongan antara kurva AD dengan AS adalah titik keseimbangan ekonomi (equilibrium) yang menghasilkan suatu jumlah

output agregat (Produk Domestik Bruto) tertentu dengan tingkat harga umum tertentu.

(39)

Gambar 1, Per mintaan Agregat di Dalam Posisi Keseimbangan

Sumber : Tambunan 2001, Tr ansfer ekonomi Indonesia Salemba Empat

Gambar 2, Penawaran Agr egat di DalamPosisi Keseimbangan

Sumber : Tambunan 2001, Tr ansfer ekonomi Indonesia Salemba Empat

Dari sisi AD, pergeseran kurvanya ke kanan yang mencerminkan permintaan didalam ekonomi meningkat bisa terjadi karena pendapatan

(40)

domestik bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan stock) dari sektor swasta dan pemerintah (1) konsumsi / pengeluaran (G) dan ekspor

netto, yakni ekspor barang dan jasa (X) minur impor barang dan jasa (M) (Tambunan, 2001).

2.2.12. Pr oduk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah

penduduk pertengahan tahun yang tinggal di suatu wilayah, maka akan diperoleh suatu Produk Domestik Bruto per kapita. Dari keterangan diatas, maka dapat dinotasikan sebagai berikut :

PDRB Per kapita = GDP Jumlah Penduduk

(Anonim, 2010)

2.2.13. Pr oduk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Angka-angka pendapatan regional atas dasar harga konstan 1993

sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud tersebut

(41)

Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Revaluasi

Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya

merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari

selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.

Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat

banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga

konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.

b. Ekstr apolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan

diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan

(42)

jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.

Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas

dasar harga konstan.

c. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator

biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang

lebih cocok.

Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas harga berlaku justru diperoleh

dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

d. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output

(43)

adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input

terbesar.

Dalam kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga

karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak

dipakai.

(Aditya, 2010 : 27-30)

2.2.14. Sektor-sektor dalam Pr oduk Domestik Regional Bruto

Dalam perhitungan nilai PDRB menurut pendekatan produksi, unit-unit produksi dikelompokan menjadi sembilan sektor atau lapangan

usaha. Komponen yang terbagi menjadi sembilan sektor tersebut, antara lain :

1. Pertanian.

Sektor pertanian ini dibagi menjadi enam bagian subsektor, yaitu:

a. Tanaman bahan makanan

Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan. Meliputi beras,

(44)

b. Tanaman perkebunan rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang

diusahakan oleh rakyat. Meliputi jambu mente, kelapa, kapuk, kapas, tembakau, kopi, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti

minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan.

c. Tanaman perkebunan besar

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar. Meliputi karet, teh, kopi, coklat,

minyak sawit, tebu, dan tanaman lainnya.

d. Peternakan dan hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun hasil-hasil ternak. Meliputi sapi, kerbau, babi, kuda, dan kambing, dan hasil pemotongan ternak. Produksi ternak

diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong, ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

e. Kehutanan

Subsektor kehutanan pencakup peenebangna kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan

(45)

damar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasil perburuan hewan seperti babi, rusa, penyu, buaya, ular, dan

sebagainya, termasuk hasil kegiatan di subsektor ini

f. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut,

perairan umum, tambak, kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan).

2. Pertambangan dan Penggalian.

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalahminyak mentah dan gas bumi yodium, biji besi, belerang, serta segala jenis penggalian.

3. Industri Pengolahan.

Sektor ini terdiri dari tiga subsektor, yaitu:

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstanberdasarkan

survey tahunan.

b. Industri kecil dan kerajinan rumah tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekata produksi yaitu dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja

(46)

c. Industri pengilangan minyak

Data produksi industri pengilangan minyak seperti premium,

minyak tanah, minyak diesel, avigas, avtur, dan sebagainya.

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

Data statistik yang disajikan adalah dari Perusahaan Listrik

Negara (PLN), Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum.

a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan

Listrik Negara.

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum.

5. Konstruksi

(47)

terminal, pelabuhan, dan irigasi, maupun jaringan listrik, gas, telepon, air minum, dan sebagainya.

6. Perdagangan, Hotel, dan Restor an

Sektor ini mencakup tiga subsektor, yaitu:

a. Perdagangan besar dan eceran

Perhitungan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan pendekatan arus barang (commodity flow), yaitu dengan

menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta komoditi import yang diperdagangkan.

b. Hotel

Kegiatan ini mencakup semua hotel, baik berbintang maupun

tidak serta berbagaii jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka

output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil sensus

(48)

7. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang baik

melalui darat, laut, udara, maupun sungai. Mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.

a. Angkutan kereta api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum

Kereta Api.

b. Angkutan jalan raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan

penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkuan umum baik bermotor seperti bus, truk, becak, dokar, dan sebagainya.

c. Angkutan laut/air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang

diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun internnasional.

d. Angkutan udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penerbangan yang

(49)

e. Jasa penunjang angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang

sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, ekspedisi, dan bongkar muat, penyimpanan dan perdagangan serta jasa penunjang angkutan

lainnya.

1) Terminal dan Parkiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan,baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan

terminal, dan parkir, pelabuhan laut, pelabuhan udara.

2) Bongkar/Muat

Kegiatan bongkar/muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan yang dicakup adalah jasa Pos dan Giro serta Komunikasi.

1) Pos dan Giro

(50)

2) Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian

hubungan telepon, telegrap, dan teleks.

3) Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan

penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, seperti wesel, warpostel, radio pager, telepon

seluler/ponsel.

8. J asa Keuangan, Per sewaan, dan J asa Perusahaan

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan

bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan.

a) Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

b) Lembaga Keuangan Bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan

asuransi, koperasi, yayasan dana pensiun, dan pegadaian.

c) Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai

(51)

perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modal ventura.

d) Sewa Bangunan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan

apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa.

e) Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan, biro aksitektur, jasa pengolahan data, jasa periklanan, dan sebagainya.

9. J asa-jasa

Sektor jasa-jasa dibagi menjadi beberapa subsektor, yaitu:

a. Jasa pemerintah umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah.

b. Jasa sosial dan kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan,jasa kesehatan, serta jasa

kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, palang merah, panti asuhan, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadah.

(52)

2.2.15. Analisis Location Quotient(LQ)

Location Quotient (LQ) yaitu usaha untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau

nasional.

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

spesialisasi sektorbasis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan yaitu kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi suatu wilayah terutama dari kriteria kontribusi. Alat analisis

ini juga dipakai untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional. Perhitungan basis tersebut

menggunakan variabel PDRB wilayah atas suatu kegiatan dalam struktur ekonomi wilayah.

2.2.16. Kunggulan Metode LQ

Ada beberapa keunggulan dan metode LQ, antara lain:

(53)

2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend.

2.2.17. Kelemahan Metode LQ

Beberapa kelemahan Metode LQ adalah:

1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sarna dengan produktivitas tiap pekeIja

dalam industri-industri nasional.

2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.

Ada 3 (tiga) kategori hasil perhitunganLocation Quotient (LQ) dalam perekonomiandaerah, yaitu:

1) Jika nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi lebih berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi. Artinya, sektor tersebut dalam perekonomian daerahdi wilayah studi memiliki

keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagaisektor basis.

2) Jika nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi

kurang berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi. Sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor non basis.

3) Jika nilai LQ = 1, maka sektor yang bersangkutan baik di wilayah studi

(54)

2.2.18. Analisis Shift-Share

Analisis Shift-share merupakan teknik dalam menganalisis

pertumbuhan ekonomisuatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan suatu indikator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur

perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pada pertumbuhan sektor di daerah dibandingkan dengan sektor yang sama

pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau propinsi.Data yang biasa dipergunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada

rentang tertentu. Pengaruh pertumbuhan nasional disebut proporsional shift atau bauran komposisi, dan pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan differential shift atau provincial share (Anonim, 2012).

Dalam analisis ini, dapat dipisahkan menjadi 3 komponen utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah, diantaranya adalah :

1. Provincial share, dipakai untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kab/kota) dengan

melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseranpertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (Propinsi). Hasil perhitungan ini akan menggambarkan

besarnyaperanan wilayah propinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama

(55)

2. Proportional (Industry-Mix) Shift (Ps), adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor ditingkat

propinsi.

3. Differential Shift (Ds), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dengan nilai tambah bruto sektor yang sama di

tingkat propinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong

sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Menurut Glasson (1977), mengkaji lebih jauh bahwa kedua komponen shift (Ps dan Ds) ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan

regional yang bersifat eksternal dan internal. Ps merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional

(propinsi), sedangkan Ds adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Paul Sitohang, 1977).

Apabila nilai Ds maupun Ps bernilai positif, menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan dalam perekonomian di daerah

menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bilai nilainya negatif menunjukkan bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memungkinakan untuk diperbaiki dengan

(56)

Untuk sektor-sektor yang memiliki differential shift yang positif maka sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti

komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Dan untuk sektor-sektor yang memiliki proportional shift positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan

yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional disebut pengaruh pangsa (share). Pertumbuhan atau perubahan perekonomian suatu daerah dianalisis dengan melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi

nasional terhadap variabel regional sektor/industri daerah yang diamati. Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan

nasional yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah. Diharapkan bahwa apabila suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi maka akan berdampak positif terhadap perekonomian daerah.

2.2.19. Keunggulan Analisis Shift-Share

Ada beberapa keunggulan dari analisis shift-share, antara lain :

1. Analisis shift-share adalah sederhana, tetapi secara mudah memberikan gambaran kepada kita akan perubahan struktur ekonomi

yang terjadi.

2. Bagi seorang pemula dalam mempelajari struktur perekonomian akan

(57)

3. Gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur yang diberikan cukup akurat.

2.2.20. Kelemahan Analisis Shift-Share

Ada beberapa kelemahan analisis shift-share yaitu:

1. Hanya bisa digunakan untuk analisis ex-post.

2. Masalah Benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t,

t+1 tidak dapat dijelaskan dengan baik.

3. Ada data di tengah tahun pengamatan periode waktu yang tidak terungkap.

4. Analisis ini sangat berbahaya untuk alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya. 5. Tidak bisa dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor.

6. Tidak ada keterkaitan antar daerah.

(Sumber: Anonim, 2012)

2.3. Kerangka Pikir

Dalam rangka melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil

dari tahun ke tahun akan terlihat melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau indeks harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan

(58)

terdiri dari 9 (sembilan) sektor, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan,

perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa.

Gambar3 : Kerangka Konseptual

SEKT O R PD R B

1. Pe r t a n i a n

2. Pe r t a m b a n g a n

3. In d u st r i p e n g o l a h a n

4. Li st r i k , g a s, d a n a i r b e r si h

5. BA N G U N A N

6. Pe r d a g a n g a n , h o t e l , d a n r e st o r a n

7. a n g k u t a n / k o m u n i k a si

8 . BA N K / k e u a n g a n / p e r u m

9. J a sa - j a sa

A N A LISIS

l q

A N A LISIS

SH IFT - SH ARE

l a j u p e r t u m b u h a n PD R B

(59)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan

diatas, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara. Diduga bahwa ada beberapa sektor ekonomipada PDRB Kota Batu dan Kota Pasuruan yang mendorong laju pertumbuhan nilai PDRB

(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kota Batu dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

Kota Pasuruan dengan variabel yang dikaji adalah total produksi yang dihasilkan dari setiap sektor yang dihitung dalam jutaan rupiah, yaitu

meliputi: (a) Sektor pertanian; (b) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (c) Sektor Industri Pengolahan; (d) Sektor Listrik dan Air Minum; (e) Sektor Bangunan; (f) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; (g) Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi; (h) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (i) Sektor Jasa-jasa

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk

mengetahui secara jelas perkembangan perekonomian Kota Batu dan Kota Pasuruan. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam

(61)

diprioritaskan dalam pembangunannya dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang potensional supaya lebih mempercepat pertumbuhan

daerah, sehingga dapat menunjang perekonomian nasional.

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara

operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian terhadap variabel yang dibahas serta memudahkan dalam penerapan data yang

digunakan.

Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang

diamati, maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Analisis Location Quotient (LQ)

Didalam analisis ini dipergunakan beberapa data dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur, dan PDRB

per sektor. Selain itu dipergunakan juga PDRB Kota Batu dan PDRB Kota Pasuruan. PDRB dinyatakan dalam satuan jutaan rupiah. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui sektor basis dan non basis di Kota

(62)

2. Analisis Shift-Share

Sama seperti Analisis Location Quotient (LQ), didalam analisis

Shift-Share juga dipergunakan beberapa data dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur, dan PDRB per sektor.

Selain itu dipergunakan juga PDRB Kota Batu dan PDRB Kota Pasuruan. PDRB dinyatakan dalam satuan jutaan rupiah. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui sektor yang mendorong dan

menghambat pertumbuhan di Kota Batu dan Kota Pasuruan.

Definisi Operasional dan Pegukuran Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari sembilan sektor dalam PDRB, yaitu:

a. Pertanian

Sektor ini terdiri dari segala macam hasil pertanian baik darat

maupun perairan menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta

rupiah.

b. Pertambangan dan Penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah

(63)

c. Industri Pengolahan

Sektor ini terdiiri dari industri besar, industri kecil dan kerajinan

rumah tangga, dan industri pengilangan minyak menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

d. Listrik, Gas, dan Air Bersih

Data statistik yang disajikan adalah dari Perusahaan Listrik Negara

(PLN), Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

e. Kontruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik

konstruksi baik berupa pembangunan gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dan irigasi, maupun jaringan listrik, gas, telepon, air minum, dan sebagainya menurut data time series

Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor ini terdiri dari 3 subsektor yaitu perdagangan besar dan eceran, hotel, dan restoran menurut data time series Produk

(64)

g. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang baik melalui

darat, laut, udara, maupun sungai. Mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam

satuan juta rupiah.

h. Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan menurut data time series Produk Domestik Regional

Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

i. Jasa – jasa

Sektor ini mencakup jasa pemerintahan dan jasa sosial dan kemasyarakatan menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta

rupiah.

3.4. Teknik Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

(65)

seluruh wilayah Kota Batu dan Kota Pasuruan. Dalam kaitannya dengan

seluruh variabel diatas.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan daa sekunder. Di dalam penelitian ini

teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, antara lain :

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang

dibahas dalam skripsi ini.

2. Studi Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data

sekunde yang diperlukan untuk penyusunan skripsi, data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada

lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas.

3.6. Teknik Analisis dan Pengolahan Data

Data yang berhubungan dengan obyek penelitian disusun untuk

(66)

Notasi yang digunakan dalam kedua teknik analisis dari penelitian

ini adalah :

1. Location Quotient (LQ)

Analisis LQ digunakan untuk mengetahuiseberapa besar

tingkat spesialisasi sektorbasis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan yaitu kesempatankerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

= ⁄

Keterangan :

Vaji = PDRB sektor kabupaten

Vaii = PDRB sektor provinsi

PDRBJ = PDRB total kabupaten PDRBI = PDRB total provinsi

2. Analisis Shift Share

a. Provincial Share

Provincial share, dipakai untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah(kab/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang

Gambar

Tabel 1. Proses Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Gambar 2, Penawaran Agregat di DalamPosisi Keseimbangan
Tabel 5 : Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Kota Batu Atas
Tabel 6 : Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Kota Batu Atas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengantar karya Tugas Akhir ini berjudul “Perancangan Komunikasi Visual Promosi Dinodin Kids Club Kota Pasuruan – Jawa Timur”. Adapun permasalahan yang dikaji adalah

Hasil uji model pengaruh pembiayaan sektor ekonomi Nawacita oleh perbankan Syariah di Jawa Timur terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukan bahwa

provinsi Jawa Timur yang memiliki banyak tempat wisata adalah Kota Batu, dari.. wisata alami hingga wisata buatan terdapat pada Kota Batu, Malang,

terhadap perekonomian wilayah tersebut. Selain berpotensi dalam perekonomian Provinsi dalam artian kontribusinya terhadap PDRB, menurut BPS Provinsi Jawa Timur pada tabel

Berdasarkan analisis didapatkan bahwa PDRB sektor pertanian, tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan sawah serta produksi tanaman pangan tertinggi di Jawa Timur adalah

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berdasarkan Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten lima puluh kota disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; industri ;

Berdasarkan analisis didapatkan bahwa PDRB sektor pertanian, tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan sawah serta produksi tanaman pangan tertinggi di Jawa Timur adalah

Dapat diketahui bahwa terdapat 4 (empat) Kabupaten/kota yang Non-Basis dalam sektor pertambangan dan penggalian yaitu: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso,