• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT

DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR

Skripsi

PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI I 0308062

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

ii

PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT

DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI I 0308062

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan skripsi ini yaitu :

1. Mama, Bapak, Mbak Yem, dan Mas Dewan yang selalu memberikan doa, perhatian, dukungan, dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS. 3. Ibu Fakhrina Fahma STP, MT, selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahannya.

4. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya.

5. Ibu Retno Wulan Damayanti, ST, MT selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penelitian ini.

6. Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT selaku pembimbing akademis dan pembimbing kerja praktek yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penelitian ini. 7. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar 8. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih

atas informasi dan data yang telah diberikan.

9. Teman-teman Gapoktan, Nia, Jingga, Nisa, Acil, Cintya, Rio, Sony, dan Chacha, terima kasih atas kebersamaan dan perjuangan dalam mencari data. 10. Teman-teman TI’08 terimakasih atas persahabatan dan kekompakannya. 11. Kun Rizki Putranto terimakasih atas doa dan motivasi yang selalu diberikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas

(7)

commit to user

vii

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Surakarta, September 2012

(8)

commit to user

viii

ABSTRAK

Pungky Nor K, NIM : I0308062, PERANCANGAN STANDARD

OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG

TANAMAN OBAT DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012.

Klaster Biofarmaka Karanganyar berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kabupaten Karangayar. Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Komoditas utamanya adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Produktivitas klaster mencapai 1400 ton dengan luas lahan sekitar 270 ha. Meskipun produktivitas klaster tinggi, dari segi kualitas masih terdapat masalah dimana produk simplisia tidak lolos menjadi bahan baku pabrikan di perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%. Oleh karena itu, untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian kualitas secara kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam kegiatan pasca panen.

Continuous improvement merupakan salah satu cara untuk mengendalikan

proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Penerapan

continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan siklus

Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan perbaikan, pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh yang berupa standarisasi prosedur pasca panen dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. SOP yang dirancang terdiri dari keseluruhan tahapan pasca panen untuk produk simplisia dan serbuk. Dari pelaksanaan continuous improvement didapatkan hasil bahwa yang memerlukan tindak lanjut perbaikan adalah tahap pengemasan dan penyimpanan. Setelah divalidasi keseluruhan SOP yang dirancang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, namun untuk mempertahankan kualitas produk tetap memerlukan konsistensi dari pihak klaster untuk mau menjalankan prosedur pasca panen sesuai dengan SOP.

Kata kunci: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP.

xviii + 101 halaman; 36 gambar; 32 tabel; 58 lampiran Daftar pustaka : 19 (1995 - 2011)

(9)

commit to user

ix

ABSTRACT

Pungky Nor K, NIM : I0308062, DESIGN OF STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) AFTER HARVEST FOR MEDICINE PLAN RHIZOME USING PDCA METHOD (PLAN, DO, CHECK, ACT) IN KARANGANYAR BIOFARMAKA CLUSTER. Skripsi. Surakarta : Departement of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, September 2012.

Karanganyar Biofarmaka Cluster has a great potention to be one of biofarmaka centre in Indonesia, because of its agriculture sector of herbal medicine provides 21% contibution toward Gross Regional Domestic Product (PRDB) Karanganyar Regency. Nowadays, there are ten of farmer groups as a member of Karanganyar Biofarmaka Cluster. Their primary comodity are ginger, curcuma, and turmeric. Cluster productivity achieves 1400 tons in land width about 270 ha. Though it has a high productivity, there is a problem in quality side which dried slice rhizome products rejected to be a raw material in jamu company because of their moisture content more than 10%. Therefore, for assuring product quality, Biofarmaka Cluster needs a continuous quality control system through continuous improvement toward activity of after harvest time.

Continuous improvement is one of way to control a current process in order to improve quality. Implementation of continuous improvement done appropriately using Deming cycle, that are plan, do, check, and act (PDCA). PDCA stage starts from improvement planning, improvement implementation, evaluation result, and corrective action toward result which is a standardization of after harvest procedures in Standard Operating Procedure (SOP) that can be implemented in Biofarmaka Cluster. SOP is designed from a whole after harvest procedures for dried slice rhizome and powder products. Toward action of continuous improvement result, packaging stage and storage stage need corrective action of improvement. After validation process, SOP can be implemented in Biofarmaka Cluster, but to attain product quality, it needs a consistency to implement after harvest procedures appropriately with the written SOP.

Keywords: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP.

xviii + 101 pages; 36 figures; 32 tables; 58 appendix

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH... iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v

KATA PENGANTAR... vi

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-3 1.3 Tujuan ... I-3 1.4 Manfaat ... I-4 1.5 Batasan Masalah ... I-4 1.6 Asumsi ... I-4 1.7 Sistematika Penulisan ... I-4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar ... II-1 2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka ... II-2 2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka ... II-2 2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka ... II-2 2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka ... II-4 2.2 Rimpang Tanaman Obat ... II-4 2.2.1 Kunyit... . ... . II-4 2.2.2 Temulawak ... II-6 2.3 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat ... II-7 2.3.1 Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat .. II-8 2.3.2 Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat ... II-8

(11)

commit to user

xi

2.4 Pengertian Kualitas ... II-12 2.5 Fishbone Diagram ... II-13 2.6 Standard Operating Procedures (SOP)... II-14

2.6.1 Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP ... II-15 2.6.2 Simbol-simbol SOP ... II-17 2.7 Focussed Group Discussion (FGD) ... II-20 2.7.1 Anggota Tim dari FGD ... II-20 2.7.2 Pertimbangan Melaksanakan FGD ... II-21 2.7.3 Manfaat FGD ... II-22 2.8 Continuous Improvement... II-22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahap Identifikasi Masalah... III-2 3.1.1 Studi Lapangan ... III-2 3.1.2 Studi Pustaka... . III-2 3.1.3 Perumusan Masalah ... III-3 3.1.4 Menentukan Tujuan dan Manfaat... . III-3 3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data... III-3 3.2.1 Pengumpulan Data... III-3 3.2.2 Pengolahan Data... III-4 3.3 Tahap Analisis dan Intrepetasi Hasil... III-5 3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran... III-6

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data... IV-1 4.1.1 Prosedur Awal Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat

di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar ... IV-1 4.1.2 Prosedur Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dari

Kementrian Pertanian... IV-4 4.1.3 Prosedur Pasca Panen Tanaman Obat dari Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman

(12)

commit to user

xii

4.1.4 Standar Bahan Baku Simplisia di Perusahaan Jamu .IV-16 4.2 Pengolahan Data ... IV-16

4.2.1 Identifikasi Akar Masalah dengan Fishbone

Diagram ... IV-17 4.2.2 Perancangan Continuous Improvement pada Pasca

Panen Klaster Biofarmaka... IV-22 4.3 Validasi Rancangan Dokumen Mutu... IV-52

BAB V ANALISIS

5.1 Analisis Prosedur Pasca Panen di Klaster Biofarmaka .... V-1 5.2 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka... V-5 5.3 Analisis Hasil Pelaksanaan Continuous Improvement di Klaster

Biofarmaka... V-9 5.4 Analisis Standard Operating Procedures (SOP) Pasca

Panen... V-12

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... VI-1 6.2 Saran... VI-2

DAFTAR PUSTAKA ... xvii LAMPIRAN

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka ... II-4 Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia . II-11 Tabel 2.3 Dimensi Kualitas ... II-13 Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan ... II-15 Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar ... II-15 Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan ... II-16 Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses ... II-16 Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus ... II-17 Tabel 4.1 Perbedaan Prosedur Pasca Panen ... IV-9 Tabel 4.2 Hasil FGD Prosedur Pasca Panen ... IV-12 Tabel 4.3 Improvement Plan ... IV-23

Tabel 4.4 Rancangan Awal SOP Pasca Panen Rimpang ... IV-24 Tabel 4.5 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku

Rimpang ... IV-30 Tabel 4.6 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi dan

Pencucian ... IV-31 Tabel 4.7 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Perajangan ... IV-32 Tabel 4.8 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengeringan ... IV-33 Tabel 4.9 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi Kering ... IV-34 Tabel 4.10 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan

Simplisia ... IV-35 Tabel 4.11 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan

Simplisia ... IV-36 Tabel 4.12 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku

Simplisia ... IV-37 Tabel 4.13 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk... IV-38 Tabel 4.14 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk . IV-39 Tabel 4.15 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Serbuk. IV-40 Tabel 4.16 Rancangan Monitoring Pasca Panen ... IV-41 Tabel 4.17 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengeringan Rimpang ... IV-42

(14)

commit to user

xiv

Tabel 4.18 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia ... IV-43 Tabel 4.19 Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia ... IV-44 Tabel 4.20 Evaluasi Uji Coba Rancangan Awal SOP Pasca Panen ... IV-45 Tabel 4.21 Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat ... IV-47 Tabel 4.22 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen Rimpang Tanaman

Obat ... IV-48 Tabel 4.23 Rangkuman Proses PDCA Pasca Panen Rimpang Tanaman

Obat ... IV-49 Tabel 5.1 Validasi Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka ... II-2 Gambar 2.2 Tanaman Kunyit ... II-5 Gambar 2.3 Rimpang Kunyit ... II-6 Gambar 2.4 Tanaman Temulawak ... II-7 Gambar 2.5 Rimpang Temulawak ... II-7 Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak ... II-9 Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas ... II-10 Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan ... II-11 Gambar 2.9 Fishbone Diagram ... II-14

Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP ... II-18 Gambar 2.11 Siklus PDCA ... II-25 Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ... III-1 Gambar 4.1 Proses Produksi Simplisia Rimpang ... IV-3 Gambar 4.2 Proses Produksi Serbuk ... IV-4 Gambar 4.3 Proses Produksi Simplisia Kunyit ... IV-6 Gambar 4.4 Proses Produksi Simplisia ... IV-8 Gambar 4.5 Proses Produksi Serbuk Berdasarkan FGD ... IV-14 Gambar 4.6 Proses Produksi Simplisia Berdasarkan FGD ... IV-15 Gambar 4.7 Fishbone Diagram ... IV-17

Gambar 4.8 Fishbone Diagram Kategori Man ... IV-17

Gambar 4.9 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Man ... IV-18 Gambar 4.10 Fishbone Diagram Kategori Method ... IV-18 Gambar 4.11 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Method ... IV-19 Gambar 4.12 Fishbone Diagram Kategori Material ... IV-19 Gambar 4.13 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Material ... IV-20 Gambar 4.14 Fishbone Diagram Kategori Environment ... IV-20 Gambar 4.15 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Environment ... IV-21 Gambar 4.16 Fishbone Diagram Kategori Machine ... IV-21 Gambar 4.17 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Machine ... IV-22 Gambar 4.18 Tahapan Continuous Improvement Pasca Panen Rimpang. IV-52

(16)

commit to user

xvi

Gambar 5.1 Perbedaan Ketebalan Rajangan Rimpang ... V-2 Gambar 5.2 Perbedaan Pengeringan Secara Manual ... V-3 Gambar 5.3 Simplisia dalam Kemasan di B2P2TO-OT dan Klaster

Biofarmaka ... V-4 Gambar 5.4 Perbedaan Kondisi Gudang di B2P2TO-OT dan Klaster

Biofarmaka... V-7 Gambar 5.5 Simplisia Hasil Rajangan Mesin Perajang Rimpang ... V-8 Gambar 5.6 Alat Pengecek Kadar Air Simplisia ... V-8

(17)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini banyak masyarakat yang beralih dari mengkonsumsi obat kimia ke obat herbal yang berasal dari tanaman obat (biofarmaka) seiring dengan munculnya tren back to nature. Deptan (2007) menyatakan bahwa perubahan pola konsumsi dari obat kimia ke obat herbal dimungkinkan adanya tingkat kesadaran masyarakat yang semakin tinggi untuk mengonsumsi obat berbasis bahan baku alami dari tanaman obat. Tanaman obat juga mudah didapatkan dan dibudidayakan. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tanaman obat yang sangat besar. Terdapat 940 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai tanaman obat dimana 180 spesies diantaranya telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional (Deptan, 2007). Dengan adanya keanekaragaman tersebut tentunya Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan potensi industri biofarmaka dalam negeri. Produk biofarmaka yang salah satunya berasal dari tumbuhan sangat berpotensi untuk pengembangan Industri Obat Tradisonal (IOT) dan kosmetika (Purnaningsih, 2008). Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah telah mengembangkan beberapa klaster biofarmaka. Di Jawa Tengah terdapat beberapa klaster biofarmaka antara lain di Kabupaten Karanganyar, Wonogiri, dan Semarang. Klaster-klaster inilah yang menjembatani para stakeholder terkait antara para petani, pemerintah, perguruan tinggi, dan pengusaha IOT.

Klaster biofarmaka yang terdapat di Kabupaten Karanganyar merupakan klaster biofarmaka yang berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kabupaten Karangayar (BPP Jateng, 2010). Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Kesepuluh kelompok tani

(18)

commit to user

I-2

tersebut berasal dari enam kecamatan yang berbeda. Komoditas utama klaster di antaranya adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Dalam satu kali panen dapat dihasilkan 544 ton jahe dari lahan seluas 77 ha, 940 ton kunyit dari lahan seluas 94 ha, 365 ton temulawak dari lahan seluas 39 ha, dan masih banyak lagi jenis tanaman obat lainnya. Meskipun Karanganyar dikenal sebagai daerah yang berpotensi besar dalam produk biofarmaka, masih terdapat masalah yang menghambat pengembangan biofarmaka terutama yang berkaitan dengan kuantitas, kontinuitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dari segi kualitas, produk klaster tidak lolos standar untuk menjadi bahan baku pabrikan di perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%. Masalah tersebut muncul dikarenakan belum terdapat suatu sistem pengendalian kualitas dari hasil pengolahan pasca panen biofarmaka. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian kualitas secara kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous

improvement) dalam kegiatan pasca panen.

Penerapan continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan siklus Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Titik awal dari

continuous improvement adalah menyadari adanya masalah dan kebutuhan akan

perbaikan (Purnomo, 2004). Tjiptono dan Diana (1996) menyatakan bahwa

continuous improvement tidak sekedar memecahkan masalah, tetapi juga

memperbaiki penyebab penyimpangan dari standar yang ditetapkan. Standar kadar air simplisia yang baik adalah kurang dari 10%, oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan kualitas produk simplisia melalui metode PDCA sebagai

continuous improvement pada proses pasca panen. Gaspersz (2006) menyatakan

bahwa continuous improvement melalui siklus PDCA merupakan salah satu cara untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Dengan menerapkan metode PDCA diharapkan kualitas simplisia dapat memenuhi standar mutu pabrik, sebab dilakukan perbaikan secara terus-menerus sejak dari prosesnya. Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan perbaikan, pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh yang berupa standarisasi prosedur pasca panen

(19)

commit to user

I-3

dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.

Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman

yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). Klaster belum memiliki prosedur operasional standar yang dapat diaplikasikan dengan baik, sehingga para petani pun hanya menjalankan prosedur budidaya dan pasca panen berdasarkan pengalaman. Hal ini menyebabkan adanya variasi prosedur diantara para petani. Pengembangan dan penggunaan SOP dapat meminimasi variasi output dan meningkatkan kualitas melalui implementasi yang konsisten pada proses atau prosedur di dalam organisasi (U.S. EPA, 2007). SOP yang dihasilkan di Klaster Biofarmaka dapat digunakan sebagai SOP percontohan di kelompok-kelompok tani yang menjadi anggota klaster. Dengan adanya SOP pasca panen, diharapkan klaster memiliki sebuah pedoman untuk dapat mengimplementasikan proses pasca panen rimpang tanaman obat yang baik, sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas, aman dikonsumsi, dan dapat memenuhi standar penerimaan baik perusahaan jamu maupun pasar.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ada dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure (SOP) pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA).

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan penyelesaian penyebab permasalahan dari sisi kualitas yang dialami oleh Klaster Biofarmaka dan menghasilkan SOP pasca panen melalui metode PDCA sebagai continuous

(20)

commit to user

I-4 1.4 Manfaat

Dengan adanya penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. SOP pasca panen yang diimplementasikan dapat meningkatkan kualitas produk Klaster Biofarmaka.

2. SOP pasca panen yang dihasilkan dapat menjadi SOP percontohan bagi kelompok-kelompok tani anggota klaster.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ada dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis rimpang yang menjadi kajian penelitian adalah temulawak dan kunyit. 2. Produk olahan rimpang yang dihasilkan dari kegiatan pasca panen berupa

simplisia dan serbuk.

3. Penelitian hanya membahas permasalahan di Klaster Biofarmaka dari segi kualitas.

1.6 Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah mesin dan peralatan yang digunakan pada pengolahan pasca panen dalam keadaan baik.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan tugas akhir ini, diberikan uraian bab demi bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasan. Sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan urutan latar belakang mengenai pemilihan tema yang diangkat, perumusan masalah yang diangkat, maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi-asumsi.

(21)

commit to user

I-5 BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tinjauan umum perusahaaan mulai dari sejarah berdirinya klaster, visi dan misi, struktur organisasi, dan proses pasca panen yang ada di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Pada bab ini juga berisi tinjauan pustaka yaitu dasar-dasar teori yang dijadikan sebagai acuan literatur sesuai dengan tema laporan tugas akhir ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini merupakan penyajian dan pengolahan data yang diperoleh dari perusahaan tempat pengamatan sesuai dengan garis besar pengolahan data pada bab IV.

BAB V ANALISIS

Bab ini menginterpretasikan hasil-hasil pengolahan data pada bab IV yang berupa hasil analisis agar dapat dipahami maksud dari setiap hasil yang diperoleh.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-b saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.

(22)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori dalam penelitian tugas akhir.

2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang gambaran Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.

2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Karanganyar

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman biofarmaka di Jawa Tengah, yang menyediakan bahan baku jamu tradisional yang jumlahnya melimpah. Tanaman biofarmaka ini dapat tumbuh baik secara alami maupun dibudidayakan oleh para petani baik perorangan maupun kelompok. Menurut data dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Karanganyar memiliki luas lahan tanaman obat-obatan sekitar 200 Ha (BPP Jateng, 2010). Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi biofarmaka yang cukup besar Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Klaster Biofarmaka pada bulan Maret 2011. Klaster ini beranggotakan gabungan dari beberapa kelompok tani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar antara lain:

1. Kelompok Tani Sumber Rejeki I dari Kecamatan Jumantono. 2. Kelompok Tani Madu Asri II dari Kecamatan Ngargoyoso. 3. Kelompok Tani Kridotani dari Kecamatan Kerjo.

4. Kelompok Tani Aneka Karya Lestari dari Kecamatan Mojogedang. 5. Kelompok Tani Trisno Asih dari Kecamatan Jumapolo.

6. Kelompok Tani Sedyo Tekad dari Kecamatan Jatipuro. 7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo dari Kecamatan Kerjo. 8. Kelompok Tani Tani Waras dari Kecamatan Jatipuro

9. Kelompok Tani Ngudi Makmur I dari Kecamatan Jumantono. 10. Kelompok Tani Kismo Mulyo dari Kecamatan Jumapolo.

(23)

commit to user

II-2

2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka

Visi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia.

Misi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi. 2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha

berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.

Tujuan dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani.

2. Terbentuknya home industry biofarmaka berupa simplisia, tepung/serbuk, dan jamu instan.

3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster dan masyarakat.

2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka

Struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Sumber: Klaster Biofarmaka, 2011

(24)

commit to user

II-3

Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua

a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.

c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster.

2. Wakil Ketua I dan II

Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster.

3. Sekretaris

Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.

4. Wakil Sekretaris

Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster.

5. Bendahara

Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan.

6. Produksi Usaha

Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan pasca panen.

7. Pengolahan dan Pemasaran

Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terait dengan pemasaran.

8. Usaha

(25)

commit to user

II-4 2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka

Jumlah anggota Klaster Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani biofarmaka. Berbagai komoditas yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka

No. Jenis Komoditas Luas (Ha) Jumlah Hasil Panen (Kg)

1. Jahe 77 544.000 2. Kunyit 94 940.000 3. Kencur 16 93.000 4. Temulawak 39 365.000 5. Lengkuas 31 287.000 6. Kunyit Mangga 5 45.000 7. Kunyit Putih 3 38.000 8. Bengle 5 30.000 9. Temu Ireng 5 30.000 10. Temu Kunci 3 18.000

Sumber: Klaster Biofarmaka, 2011

2.2 Rimpang Tanaman Obat

Masyarakat Indonesia telah lama mengenal manfaat tanaman obat-obatan seperti jahe, kunyit, kencur, dan temulawak yang digunakan sebagai obat herbal. Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman rimpang (suku Zingiberaceae) yang digunakan dalam hampir semua obat-obatan herbal karena memiliki manfaat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit degeneratif, penurunan imunitas dan vitalitas (Paramitasari, 2011).

2.2.1 Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica) adalah tanaman obat jenis rimpang yang mengandung senyawa kurkumin yang bersifat antioksidan,antitumor, antimikroba, serta dapat menyembuhkan beberapa penyakit diantaranya sariawan, rematik, tifus, diabetes mellitus, usus buntu, campak, menurunkan kadar lemak darah dan

(26)

commit to user

II-5

kolesterol, serta sebagai pembersih darah. Berikut adalah klasifikasi tanaman kunyit: Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zungiberaceae Genus : Curcuma

Species : Curcuma domestica Val.

Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batangnya merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun kunyit merupakan daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Tilaar, 2006).

(27)

commit to user

II-6

Gambar 2.3 Rimpang Kunyit

2.2.2 Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorizza Robx) adalah tanaman obat jenis rimpang yang mengandung senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang bersifat antioksidan, antikolesterol, antimikroba, serta dapat digunakan sebagai obat diantaranya obat jerawat, penambah nafsu makan, penurun kolesterol, anemia, dan pencegah kanker. Berikut adalah klasifikasi tanaman temulawak:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga 1-2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80 cm. Kelopak bunga temulawak berwarna putih berbulu, panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4-5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung

(28)

commit to user

II-7

yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 – 2 cm dan lebar 1 cm (Tilaar, 2006).

Gambar 2.4 Tanaman Temulawak

Gambar 2.5 Rimpang Temulawak

2.3 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat

Pengelolaan pasca panen merupakan suatu perlakuan yang diberikan kepada hasil panen sehingga produk siap dikonsumsi (Katno, 2008). Kementrian Pertanian (2011) menyebutkan pasca panen adalah tindakan yang dilakukan setelah panen, mulai dari membersihkan hasil panen dari kotoran, tanah, dan mikroorganisme yang tidak diinginkan melalui pencucian, sortasi, perajangan, pengeringan, pengemasan, sampai dengan penyimpanan. Hasil dari pengelolaan

(29)

commit to user

II-8

pasca panen ini adalah bahan baku obat tradisional yang berupa bagian keseluruhan tanaman yang telah dikeringkan yang disebut simplisia.

2.3.1 Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat

Tujuan pasca panen adalah untuk menghasilkan produk yang tahan simpan, berkualitas dengan mempertahankan kandugan bahan aktif yang memenuhi standar mutu secara konsisten (Kementrian Pertanian, 2011). Widiyastuti (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan penanganan dan pengelolaan saat pasca panen adalah sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh bahan baku yang memenuhi standar mutu.

b. Menghindari terbuangnya hasil panen secara percuma serta mengurangi kerusakan hasil panen.

c. Agar semua hasil panen dapat dimanfaatkan sesuai harapan.

Dengan adanya penanganan dan pengelolaan pasca panen yang tepat diharapkan dapat menjamin kualitas bahan baku obat tradisional (simplisia) baik secara fisik maupun kimiawi.

23.2 Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat

Katno (2008) menyatakan bahwa terdapat delapan tahapan pasca panen tanaman obat sebagai bahan baku pembuat simplisia, yaitu:

1. Pengumpulan bahan baku

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari pengumpulan bahan baku tanaman obat antara lain adalah bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman, dan waktu yang tepat saat panen. Pengumpulan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak bahan dan tanaman induknya, selain itu bahan yang dikumpulkan benar-benar dipilih sesuai kebutuhan.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengancara memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya yang ikut dalam pengumpulan, seperti tanah, kerikil, gulma, dan bagian tanaman yang tidak diinginkan,

3. Pencucian

Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada kegiatan sortasi dapat dibersihkan pada tahap pencucian. Pencucian berfungsi untuk menurunkan

(30)

commit to user

II-9

jumlah mikroba yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampilan bahan segar terlihat lebih menarik. Setelah dicuci bahan segar ditiriskan untuk menghilangkan air yang ada di permukaan.

4. Perubahan bentuk

Beberapa jenis bahan baku simplisia mengalami perubahan bentuk misalnya menjadi irisan atau potongan untuk memudahkan tahapan pasca panen selanjutnya. Tidak semua jenis simplisia mengalami perubahan bentuk, umumnya hanya terbatas pada simplisia rimpang, akar, umbi, batang, kayu, dan kulit batang atau kulit akar.

Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak 5. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu upaya untuk menurunkan kadar air bahan simplisia hingga tingkat yang diinginkan. Pengeringan juga bermanfaat untuk mencegah timbulnya jamur dan bakteri. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami yang menggunakan sinar matahari langsung dan pengeringan buatan dengan menggunkan oven.

6. Sortasi kering

Prinsip sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi dilakkukan saat bahan simplisia telah kering sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih ada, seperti bagian yang tidak diinginkan, tanah, atau pasir.

7. Pengemasan

Pengemasan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu simplisia terkait dengan pengangkutan dan penyimpanan. Pengemasan bertujuan untuk

(31)

commit to user

II-10

melindungi simplisia saat pengangkutan, distribusi, dan penyimpanan dari gangguan luar seperti suhu, kelembaban, sinar, pencemaran mikroba, serta serangga. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bahan pengemas yaitu: a. Bersifat netral yang artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang berakibat

terjadinya perubahan bau, rasa, kadar air, dan kandungan senyawa kimianya.

b. Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis.

c. Mampu mencegah terjadinya kerusakan fisiologis, misalnya karena pengaruh sinar dan kelembaban.

Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas di B2P2TO-OT 8. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan upaya mempertahankan kualitas simplisia, baik secara fisik maupun jenis dan kadar senyawa kimianya, sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Beberapa persyaratan fisik yang harus dipenuhi gudang penyimpanan yaitu:

a. Ventilasi udara yang cukup baik, agar sirkilasi udara tetap lancar. b. Tingkat kelembaban rendah.

c. Tidak ada kebocoran.

d. Sinar matahari tidak dapat masuk secara langsung, sehingga tidak memicu terjadinya penguapan dan kerusakan senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia.

(32)

commit to user

II-11

Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan B2P2TO-OT

Berikut parameter kontrol kualitas beberapa tahapan penyiapan simplisia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia Tahapan Tujuan Proses Parameter Kontrol Kualitas Sortasi Kebenaran bahan

Eliminasi bahan organik asing

Mikroskopis dan makroskopis Prosentasi bahan organik asing Pencucian Eliminasi cemaran fisik,

mikroba, dan pestisida

Angka cemaran mikroba dan pestisida

Perubahan bentuk

Aspek kepraktisan dan grading serta memudahkan proses berikutnya

Keseragaman bentuk dan ukuran

Mudah dikeringkan dan dikemas

Pengeringan Pencapaian kadar air < 10% Kadar air dan stabilitas kandungan kimia Pengemasan Mencegah kontaminasi dan

menjaga kestabilan tingkat kekeringan bahan

Angka cemaran mikroba Kadar air / susut pengeringan

(33)

commit to user

II-12 2.4 Pengertian Kualitas

Pada dasarnya kualitas adalah derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004). Tjiptono dan Diana (1996) menyebutkan beberapa definisi kualitas dari beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Joseph Juran

“Kualitas adalah kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use).” Pendekatan Juran adalah orientasi yang memenuhi harapan pelanggan.

b. Deming

“Kualitas adalah pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terus-menerus.”

c. Crosby

“Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan (meet the requirements).” d. Feigenbaum

”Kualitas adalah gabungan seluruh karakteristik produk dan pelayanan yang meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan / kebutuhan konsumen.”

Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah produk (barang atau jasa) dapat dikatakan berkualitas apabila produk tersebut memenuhi persyaratan yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi pelanggan.

Secara matematis kualitas dapat dihitung dari perbandingan antara

performance dan expectations.

Performance dapat diartikan apa yang dapat dilakukan sebuah produk terhadap

konsumen, sedangkan expectations berarti harapan konsumen terhadap produk yang digunakan (Yang dan El-Haik, 2003). Terdapat sembilan dimensi kualitas yaitu:

(34)

commit to user

II-13

Tabel 2.3 Dimensi Kualitas

Dimensi Arti dan Contoh

Performance Karakteristik utama produk, contohnya tingkat kecerahan

gambar.

Feature Karakteristik sekunder atau tambahan, contohnya remote

control.

Conformance Memenuhi spesifikasi atau standar industri.

Reliability Konsistensi waktu performansi produk, waktu rata-rata

sampai produk tersebut mengalami kegagalan fungsi.

Durability Berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan, termasuk

perbaikan.

Service Pemecahan masalah dan complain, mudah diperbaiki.

Response Hubungan saling bertatap muka, contohnya proses jual-beli.

Aesthetic Karakteristik sensorik, contohnya tampilan eksterior.

Reputation Performansi produk sebelumnya dan tidak dinyatakan secara

jelas, contohnya brand image dan pemberian ranking produk oleh konsumen.

Sumber: Yang dan El-Haik, 2003

Untuk menghasilkan produk berkulaitas yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi pelanggan, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality

control) selama proses produksi. Gaspersz (2006) menyatakan pengendalian

kualitas melibatkan beberapa aktivitas berikut:

1. Mengevaluasi kinerja aktual (actual performance). 2. Membandingkan aktual dengan targer (sasaran).

3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target (sasaran).

2.5 Fishbone Diagram

Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai

fishbone diagram. Fishbone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang

untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai cause and effect diagram. Selain itu diagram ini biasanya disebut diagram Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa yang dianggap sebagai bapak QC Circles.

(35)

commit to user

II-14

Fishbone diagram adalah alat yang sangat efektif untuk menganalisis penyebab

terjadinya masalah.

Gambar 2.9 Fishbone Diagram Sumber: Furuy et.al, 2003

Furuy et.al (2003) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk menganalisis penyebab masalah menggunakan fishbone diagram yaitu:

1. Tuliskan masalah di sisi kanan dan kotakkan masalah tersebut. Gambarlah

main arrow dari kiri ke kanan, dengan kepala panah menunjuk ke masalah.

2. Identifikasi semua kategori utama penyebab masalah, contohnya man,

machine, material, method, dan environment. Gunakan branch arrow untuk

menghubungkan kategori ke main arrow.

3. Gunakan twig arrow untuk menghubungkan penyebab utama yang diidentifikasi pada langkah 2 sampai pada masing-masing branch arrow. 4. Identifikasi penyebab rinci dari setiap penyebab utama dan hubungkan

penyebab-penyebab tersebut ke twig arrow, dengan menggunakan twig arrow yang lebih kecil.

2.6 Standard Operating Procedures (SOP)

Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman

yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). Tujuan pembuatan SOP adalah untuk menyederhanakan pekerjaan supaya berfokus pada inti agar lebih cepat dan tepat (Ekotama, 2011). SOP secara teknis bermanfaat bagi sebuah organisasi atau

(36)

commit to user

II-15

industri sebab SOP berperan sebagai alat pengendalian dalam penerapan prosedur-prosedur yang dilakukan dalam organisasi. Tambunan (2011) menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain.

2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi.

3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir, blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar.

4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi).

5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah ditetapkan.

6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan. 7. Menjamin adanya standarisasi kontrol.

8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian kegiatan organisasi.

9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak luar organisasi.

10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka tujuan organisasi.

11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar.

12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang.

2.6.1 Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP

Tambunan (2011) menyebutkan terdapat delapan tahap teknis penyusunan SOP adalah sebagai berikut:

(37)

commit to user

II-16 1. Tahap Persiapan

Tahapan ini bertujuan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh organisasi. Produk dari tahap ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan.

2. Tahap Pembentukan Organisasi Tim

Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan tim atau organisasi tim yang bertanggungjawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian tugas dan kontrol pekerjaan.

3. Tahap Perencanaan

Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana, dan program kerja yang akan digunakan tim pelaksana penyusunan. Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci. 4. Tahap Penyusunan

Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai perencanaan yang telah ditetapkan. Produk dari tahap ini adalah draft pedoman SOP.

5. Tahap Uji Coba

Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Produk dari tahap ini adalah laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft pedoman SOP.

6. Tahap Penyempurnaan

Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Produk dari tahap ini adalah pedoman SOP akhir yang digunakan sebagai pedoman standar dalam organisasi.

7. Tahap Implementasi

Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Produk dari tahap ini adalah

(38)

commit to user

II-17

laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan pemeliharaan dan audit.

8. Tahap Pemeliharaan dan Audit

Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh tahap-tahap teknis penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode tertentu. Produk dari tahap ini adalah laporan perbaikan rutin dan laporan kebutuhan perbaikan besar atas SOP.

Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP Sumber : Tambunan, 2011

2.6.2 Simbol-simbol SOP

Berikut adalah simbol-simbol yang secara umum digunakan dalam penyajian SOP:

(39)

commit to user

II-18

Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan

Gambar Keterangan

Penghubung Prosedur dalam Satu Halaman (On - Page Connector)

Penghubung Prosedur Berbeda Halaman (Off - Page Connector)

Sumber : Tambunan, 2011

Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar

Gambar Keterangan

Persiapan (Preparation) Proses (Process)

Keputusan (Decision)

Proses Utuh (Predefined Process)

Masukan Manual (Manual Input) Pemisah Prosedur (Terminator) Dokumen (Documents)

Proses Pengganti (Alternate Process) Data (Data)

Kegiatan Manual (Manual Operation) Kartu (Card)

Sumber : Tambunan, 2011 A

(40)

commit to user

II-19

Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan

Gambar Keterangan

Pita Tertanda (Punched Tape)

Data Tersimpan (Stored Data)

Disket Magnetik (Magnetic Disk)

Penyimpanan Intern (Internal Storage)

Penyimpanan Akses Langsung (Direct

Access Storage)

Penyimpanan Akses Berurutan (Sequential Access Storage)

Sumber : Tambunan, 2011

Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses

Gambar Keterangan

Tampilan (Display)

Penghubung (Collate) Penggabungan (Merge)

Pemaduan (Summing Junction) Sortir (Sort)

Tunda (Delay) Penguraian (Extract) Pilihan Langkah Sumber : Tambunan, 2011

(41)

commit to user

II-20

Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus

Gambar Keterangan

Alur/Garis Penghubung tanpa Tanda Panah (berbagai arah)

Alur/Garis Penghubung dengan Tanda Panah (berbagai arah)

Sumber : Tambunan, 2011

2.7 Focused Group Discussion (FGD)

FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). FGD merupakan proses pengumpulan informasi yang tidak melalui wawancara, tidak secara perorangan, dan bukan merupakan diskusi bebas tanpa topik spesifik. FGD berbeda dengan wawancara kelompok, sebab dalam FGD terdapat fasilitator/moderator yang memimpin jalannya diskusi dengan mengemukakan suatu persoalan atau kasus sebagai bahan diskusi.

2.7.1 Anggota Tim dari FGD

Pembentukan tim merupakan langkah awal keberhasilan dalam FGD. Irwanto (2006) menyatakan bahwa setiap FGD membutuhkan:

1. Moderator

Moderator merupakan orang yang memimpin atau memfasilitasi diskusi. Dalam penelitian, seorang peneliti sering berfungsi sebagai moderator sehingga proses penelitian dapat dikendalikan sepenuhnya.

2. Pencatat proses

Pencatat proses berfungsi merekam inti permasalahan yang didiskusikan dan memberitahu moderator mengenai waktu, fokus diskusi, pertanyaan penelitian yang belum terjawab, dan kesempatan untuk berbicara bagi peserta yang pasif. 3. Penghubung peserta

Penghubung peserta bertugas untuk mencari peserta FGD sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.

(42)

commit to user

II-21 4. Bloker

Bloker merupakan anggota tim yang bertugas untuk menjaga agar jalannya FGD tidak terganggu.

5. Petugas logistik

Petugas logistik merupakan anggota tim yang membantu peneliti dengan transportasi, memastikan adanya tempat untuk FGD, dan memastikan terpenuhinya kebutuhan lain, seperti konsumsi dan alat-alat komunikasi.

2.7.2 Pertimbangan Melaksanakan FGD

Irwanto (2006) menyatakan setidaknya terdapat tiga alasan dilakukannya FGD yaitu filosofis, metodologis, dan praktis.

1. Secara filosofis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:

a. Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi, memberikan perspektif yang berbeda jika dibandingkan dengan pengetahuan yang didapat dari proses komunikasi searah antara peneliti dengan obyek yang diteliti.

b. Diskusi sebagai proses pertemuan antar pribadi yang merupakan sebuah aksi dimana para peserta mengeluarkan buah pikiran dan berdebat atau saling mengkonfirmasi pengalaman masing-masing, sehingga setelah diskusi berakhir para peserta akan mengalami perubahan.

2. Secara metodologis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:

a. Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu sebab pendapat kelompok merupakan hal yang penting.

b. Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat.

c. Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik, oleh sebab itu FGD yang melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.

3. Secara praktis, seorang peneliti melakukan FGD sebab penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari masyarakat yang diteliti, sehingga

(43)

commit to user

II-22

saat peneliti memberikan rekomendasi aksi, dengan mudah masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut.

2.7.3 Manfaat FGD

Metode FGD termasuk metode kualitatif sehingga FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why. Suhaimi (1999) menyebutkan beberapa manfaat FGD adalah sebagai berikut:

1. Interaksi kelompok, memungkinkan munculnya respons yang lebih kaya dan pemikiran baru yang lebih berharga.

2. Dapat langsung mengamati diskusi dan mendapat insight mengenai perilaku, sikap, bahasa, dan perasaan responden.

3. Biaya yang murah dan waktu yang cepat.

2.8 Continuous improvement

Fauzi (2008) menyatakan bahwa perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) adalah sebuah usaha untuk mencapai target yang ditetapkan dari visi perusahaan dengan terus meningkatkan bisnis dan proses produksi melalui siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam siklus ini dilakukan komparasi antara hasil yang dicapai melalui penetapan target dengan hasil sebelumnya untuk mengambil tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.

Plan-Do-Check-Act (PDCA) adalah siklus perbaikan berkesinambungan

yang dikembangkan oleh Walter Shewhart di Western Electric dan dipopulerkan oleh Dr. W. Edwards Deming. Keempat fase plan, do, check dan act menggabungkan perencanaan yang matang dengan melakukan uji coba dalam skala kecil, dan menggunakan umpan balik untuk membakukan metode yang paling efektif (Foster, 1995).

Foster (1995) menjelaskan bahwa tahapan plan melibatkan pengaturan batasan, memutuskan data apa saja yang dibutuhkan, bagaimana data tersebut akan dikumpulkan dan apa artinya. Tahapan ini memerlukan analisis dan pemilihan perbaikan alternatif. Do berupa pelaksanaan perubahan yang telah direncanakan. Pada tahapan check dilakukan penilaian hasil perubahan dan act menempatkan alternatif yang paling efektif sebagai model standar operasi. Lalu, siklus dimulai lagi dengan perbaikan set baru yang direncanakan.

(44)

commit to user

II-23

Gambar 2.11 Siklus PDCA Sumber: Foster, 1995

Dari gambar di atas dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Fase Plan, yang dilakukan pada tahap ini adalah

a. Mendifinisikan hal-hal yang dapat menjadi sebagai improvement

opportunity

b. Menunjukkan proses yang berlangsung saat ini.

c. Mengukur keefektifan proses yang berlangsung saat ini. d. Merencanakan perubahan berupa alternatif perbaikan

2. Fase Do, yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perubahan proses dengan cara menjalankan proses baru yang memuat alternatif perbaikan. 3. Fase Check, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi hasil dari

perubahan proses yang dijalankan.

4. Fase Act, yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan reaksi terhadap hasil yang didapat dari hasil proses yang memuat alternatif perbaikan.

Berikut adalah diagram alir dari konsep continuous improvement yang telah diuraikan sebelumnya:

(45)

commit to user

II-24

Define the Improvement Opportunity

Show the Current Process

Measure the Current Process

Special Cause? PSP

Plan the Change

Do it the New Way

Check the Result

Is Process

Capable? PSP

Act on the Result

STEP 1 STEP 2 STEP 3 STEP 4 STEP 5 STEP 6 STEP 7 Yes No Yes No PLAN DO CHECK ACT

Gambar 2.11 Diagram Alir Continuous Improvement Sumber: Foster, 1995

(46)

commit to user

III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam pembuatan laporan tugas akhir. Metodologi ini berisi langkah-langkah yang dilakukan selama tugas akhir. Langkah-langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1.

Mulai

Studi Lapangan Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan dan Manfaat Tahap Identifikasi

Masalah

Pengumpulan Data:

1. Data primer yang berupa:

a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur pasca panen rimpang tanaman obat.

b. Pengamatan prosedur pasca penen dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). c. Standar simplisia yang diterima oleh perusahaan jamu.

d. Focuss Group Discussion (FGD) untuk membuat rancangan awal SOP 2. Data sekunder berupa:

a. Prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian Pertanian.

Pengolahan Data:

1. Identifikasi akar masalah menggunakan fishbone diagram. 2. Perancangan SOP Pasca Panen dengan metode PDCA:

Plan à menentukan improvement plan dan membuat rancangan awal SOP pasca panen

Do à melakukan uji coba skala kecil

Checkà melakukan evaluasi uji coba terhadap rancangan awal SOP Act àmelakukan perbaikan dan membakukan prosedur dalam bentuk

dokumen SOP pasca panen Tahap

Pengumpulan dan Pengolahan

Data

Analisis dan Intrepretasi Hasil Tahap Analisis

Kesimpulan dan Saran

Selesai Tahap Kesimpulan dan Saran SOP valid? Tidak Ya

(47)

commit to user

III-2

Secara umum metodologi penelitian yang dilakukan dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap identifikasi masalah, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisis, dan tahap kesimpulan dan saran.

3.1 Tahap Identifikasi Masalah

Pada tahap identifikasi masalah ini dilakukan studi lapangan, studi pustaka, identifikasi latar belakang masalah, perumusan masalah, dan menentukan tujuan serta manfaat penelitian.

3.1.1 Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dari bulan Maret 2012 di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). Tujuannya adalah untuk mempelajari prosedur pasca panen rimpang tanaman obat yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Tahap ini menekankan pemahaman prosedur pembuatan produk olahan rimpang yaitu simplisia dan serbuk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Dari studi lapangan ini dapat diidentifikasi topik permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, yaitu tentang diperlukannya perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam proses pasca panen rimpang tanaman obat yang ditunjang dengan adanya standardisasi prosedur yang berupa Standard Operating Procedures (SOP).

3.1.2 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan berdasarkan permasalahan yang telah secara bersamaan teridentifikasi pada tahap studi lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan mempelajari pustaka yang relevan dengan permasalahan yang ada sehingga dapat diberikan solusi pada permasalahan tersebut. Setelah melihat permasalahan pada klaster yang berkaitan dengan continuous

improvement dan prosedur pasca panen rimpang tanaman obat, maka jenis

pustaka yang digunakan adalah buku dan jurnal yang membahas tentang Standard

(48)

commit to user

III-3 3.1.3 Perumusan Masalah

Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan pengamatan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), dan perusahaan jamu maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Perumusan masalah tersebut adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure (SOP) pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA).

3.1.4 Penentuan Tujuan dan Manfaat

Pada tahap ini ditentukan tujuan yang dicapai dan manfaat penelitian dalam penulisan laporan. Tujuan dan manfaat penelitian dibuat berdasarkan pada perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya.

3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Setelah mengidentifikasi masalah dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data yang didapatkan selama penelitian.

3.2.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam tugas akhir ini terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya data yang diperoleh yaitu:

a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur pasca panen rimpang tanaman obat dan identifikasi masalah di Klaster Biofarmaka.

b. Wawancara dengan praktisi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) dan pengamatan langsung mengenai prosedur pasca panen rimpang tanaman obat.

(49)

commit to user

III-4

c. Wawancara dengan praktisi di perusahaan jamu mengenai kriteria standar bahan baku simplisia yang dapat diterima oleh perusahaan.

d. Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama pengurus klaster untuk mendapatkan rancangan awal prosedur pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil pengamatan sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian bersumber pada:

a. Dokumen tertulis prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian Pertanian.

3.2.1 Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ini data dikumpulkan, lalu diolah dengan urutan sebagi berikut:

1. Mengidentifikasi akar masalah dengan fishbone diagram.

Identifikasi akar masalah dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Masalah yang sebelumnya muncul dari faktor man, method,

machine, material, dan environment di-breakdown menggunakan fishbone diagram, sehingga muncul hubungan sebab akibat yang dapat diketahui

sebagai akar masalah penyebab tingginya kadar air simplisia. 2. Perancangan SOP pasca panen dengan metode PDCA.

Melakukan perancangan SOP dengan metode PDCA untuk mencapai

continuous improvement dengan menggunakan siklus Deming yang terdiri

dari empat tahap yaitu: a. Plan

Pada tahap ini dilakukan rencana perbaikan yang terkait dengan

improvement opportunity yang didapatkan dari akar masalah sebelumnya

diidentifikasi dengan menggunakan fishbone diagram. Dari improvement

plan disusun rancangan awal/draft SOP pasca panen rimpang berdasarkan

hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama pengurus klaster.

(50)

commit to user

III-5 b. Do

Pada tahap ini dilakukan uji coba prosedur pasca panen dalam skala kecil untuk melihat apakah rancangan awal SOP yang telah dibuat dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka.

c. Check

Pada tahap ini dilakukan evaluasi evaluasi terhadap uji coba prosedur pasca panen terhadap rancangan awal SOP pasca panen rimpang. Evaluasi ini berfungsi sebagai konfirmasi antara rancangan awal SOP dengan kondisi sebenarnya. Untuk melakukan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan checklist dari kartu monitoring untuk menilai hasil uji coba dengan rancangan awal SOP.

d. Act

Pada tahap ini merupakan tindak lanjut dari perbaikan yang telah dilakukan berupa standarisasi prosedur. Pada tahap ini disusun dokumen

Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat

untuk menyeragamkan prosedur pasca panen yang dilakukan di Klaster Biofarmaka.

3. Validasi dokumen SOP yang dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka untuk mengetahui apakah rancangan dokumen SOP dapat dijalankan sesuai prosedur yang tertera, dapat menjelaskan tanggung jawab dan wewenang dari personil yang bersangkutan. Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap masing-masing rancangan dokumen.

3.3 Tahap Analisis dan Intepretasi Hasil

Tahap ini menganalisis dan menginterprestasikan hasil dari pengolahan data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap prosedur pasca panen dan continuous improvement di Klaster Biofarmaka.

(51)

commit to user

III-6 3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini akan dilakuan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu pada tahap ini akan diberikan rekomendasi sebagai saran implementasi lebih lanjut untuk menyempurnakan proses produksi pengolahan rimpang tanaman obat di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memenuhi standar bahan baku di perusahaan jamu.

Gambar

Diagram ...................................................................   IV-17  4.2.2 Perancangan Continuous Improvement pada Pasca
Tabel 2.1      Produktivitas Klaster Biofarmaka ........................................
Tabel 4.18  Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia .............   IV-43  Tabel 4.19  Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia ..........
Gambar 2.1   Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka ............................   II-2  Gambar 2.2   Tanaman Kunyit ................................................................
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana wujud desain pada Asrama Mahasiswa Putri Universitas Atma Jaya Yogyakarta di Sleman, Yogyakarta yang memberikan kenyamanan dan keamanan dengan pengolahan tata ruang

[r]

Peningkatan skor baik pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada kelompok intervensi mengindikasikan bahwa metode yang dipergunakan dalam pelatihan ini

Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansori (2019) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja dan kompetensi secara bersama – sama

dengan hak suara yang hadir dalam Rapat 5.285.200 suara atau 0,06% dari seluruh saham dengan hak suara yang hadir dalam Rapat 2.893.200 suara atau 0,03% dari seluruh saham dengan hak

Risiko Banjir secara matematis dapat dihitung sebagai produk dari bahaya, eksposur dan vulnerability. Dengan mengikuti pendekatan ini database GIS dapat dirancang

Tingkat inflasi, suku bunga SBI dan IHSG juga berpengaruh secara parsial terhadap tingkat pengembalian reksadana saham, sedangkan variabel yang paling dominan terhadap

Pada Tabel 1, 2 dan 3 terlihat pula bahwa jarak tanam yang berbeda menghasilkan tinggi tanaman umur 35 HST, panjang ruas batang utama dan jumlah cabang primer