• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945. Istilah hak asasi manusia (HAM) menggantikan istilah Natural Rights. Hal ini karena konsep hukum alam yang berkaitan dengan hak-hak alam menjadi suatu kontroversial. Hak asasi manusia yang dipahami sebagai natural rights merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejalan

dengan keyakinan dan praktek-prektek sosial di lingkungan kehidupan masyarakat luas.

Semula HAM berada di negara-negara maju. Sesuai dengan perkembangan kemajuan transportasi dan komunikasi secara meluas, maka negara berkembang seperti Indonesia, mau tidak mau sebagai anggota PBB, harus menerimanya untuk melakukan ratifikasi instrumen HAM internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta kebudayaan bangsa Indonesia.

Perkembangan HAM di Indonesia, sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat, namun belum tercantum secara transparan. Setelah dilakukan Amandamen I s/d IV UUD 1945, ketentuan tentang HAM tercantum pada pasal 28 A s/d 28 J.1

Hak asasi manusia (HAM) dipercayai sebagai memiliki nilai universal. Nilai universal berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu. Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai

1

(2)

negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam instrumen internasional.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa nilai-nilai HAM yang universal ternyata dalam penerapannya tidak memiliki kesamaan dan keseragaman. Penafsiran right to live (hak untuk hidup), misalnya, bisa diterpakan secara berbeda antara satu negara dengan negara lain. Dalam penerjemahan hak ini tiap-tiap negara memiliki penafsiran yang berbeda tentang seberapa jauh negara dapat menjamin right to live.2

Hak asasi manusia telah berkembang sebagai suatu tatanan yang semula hanya sebatas negara tertentu saja, sekarang telah mendunia.

Dalam perkembangan kehidupan yang berkelanjutan sampai saat ini dari realitas lokal ke realitas nasional bahkan Internasional, nampak bahwa hak asasi manusia berkembang secara berseiring dalam suatu hubungan yang komplementer.

3

Perjuangan menegakkan hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari tuntutan sejarah dan budaya dunia, termasuk Indonesia. Karena itu, memperjuangkan HAM sama dengan memperjuangkan budaya bangsa atau “membudayakan” bangsa, antara manusia dan kemanusiaan seluruh dunia sama dan satu.4

Dari perspektif sejarah, terbukti bahwa teror sudah dikenal sejak lama. Teror sebagai tingkah laku orang atau sekelompok orang yang tidak puas.5

Mahsyur Efendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, Cet. 3, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal. 130.

5

Ibid., hal. 205.

(3)

pejuang suku anak dalam Jambi yaitu Tigor mengatakan “Perampasan, ancaman pembunuhan, dan aksi teror itu merampas hak kemerdekaan warga negara dan hak asasi manusia, jika aksi tersebut masih berlangsung, sementara aparat dan pemerintah tidak segera melakukan langkah penyelesaian, kita akan angkat kasus ini ke Mahkamah Internasional”. Aksi teror yang dilakukan juga diikuti oleh aksi pencincangan ternak sebagai ancaman akan perlakuan yang sama yang akan diterima oleh suku anak dalam Jambi apabila berani melawan. Selain itu, terjadi juga aksi penghancuran pemukiman warga, perampasan harta benda, dan ancaman pembunuhan oleh PT Asiatic Persada. Pengusiran paksa juga telah dilakukan oleh PT Asiatic Persada. Bahkan para suku anak dalam Jambi yang menjadi korban

tidak diperkenankan membawa harta benda mereka. Harta benda tersebut akhirnya dikuasai oleh PT Asiatic Persada.6

Menurut Komnas HAM sendiri, lahan 2.000 hektare yang hendak dibagikan kepada masyarakat suku anak dalam sebenarnya diluar HGU. Lahan yang katanya diklain sebagai wilayah kelola PT Asiatic Persada namun setelah Komnas HAM yang telah melakukan investigasi terhadap hal tersebut menemukan banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku anak dalam di Jambi. Suku anak dalam merupakan suatu kaum yang digolongkan sebagai masyarakat adat atau kaum indigenous. Dalam hukum internasional masyarakat adat dilindungi melalui deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku Anak Dalam di Jambi tentu telah bertentangan dengan deklarasi tersebut.

Di Indonesia, permasalahan pelanggaran hak asasi manusia bagi masyarakat adat memang menjadi persoalan yang cukup penting. Mengingat bahwa Indonesia sangat kaya dengan ragam suku, etnis, ras, budaya, dan bahasa.

6

Tribunnews.com. Suku Anak Dalam Menjadi Korban Teror Dan Ancaman Pembantaian, Selasa 17 Desember 2013.

(4)

diperiksa baru sebatas izin lokasi yang sudah habis dicabut izinnya beberapa tahun lalu tetapi diterbitkan kembali. Namun hingga saat ini tanah tersebut masih menjadi persengketaan dan dapat dikatakan sebagai wilayah abu-abu. Komnas HAM juga telah meminta agar proses hukum terhadap beberapa suku anak dalam yang ditahan untuk ditangguhkan sampai proses penyelesaian konflik selesai.7

B. Rumusan Masalah

Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap suku anak dalam telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yaitu prinsip kebebasan, prinsip kemerdekaan, prinsip persamaan, dan prinsip keadilan.

Konsekuensi dari pelanggaran tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban dari negara untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat suku anak dalam yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu juga dapat meminta pertanggungjawaban dari perusahaan yang terkait yang melakukan pelanggaran, yaitu PT Asiatic Persada untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap hak-hak masyarakat suku anak dalam.

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan suatu keadaan yang telah terjadi sejak awal munculnya masyarakat. Hak asasi manusia telah menjadi perhatian internasional dan nasional sehingga banyak instrumen hukum bermunculan untuk melindungi hak asasi manusia baik secara nasional maupun

internasional. Dampak dari pelanggaran hak asasi manusia memang hanya dirasakan oleh pihak yang menjadi korban. Namun sebagai manusia, kita diciptakan dengan memiliki hati dan perasaan terhadap sesama manusia yang sering kali kita sebut dengan rasa kemanusiaan. Masyarakat adat diakui keberadaannya dan hak-haknya dala hukum internasional. Masyarakat adat menjadi kekayaan tersendiri dari keberagaman yang dimiliki oleh suatu negara. Hukum internasional pun telah secara khusus memberikan perlindungan hukum

7

Mongabay. Komnas HAM Temukan Pelanggaran HAM Terhadap Suku Anak

Dalam, Sabtu 25 Januari 20

(5)

bagi masyarakat adat yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu dalam hal ini perlu dikaji bagaimana hukum internasional dan hukum nasional mengatur dan melindungi pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi di negara ini.

Oleh karena itu pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan tentang pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum indigenous dalam hukum internasional ?

2. Bagaimanakah peran Komnas HAM sebagai badan perlindungan hak asasi

manusia ?

3. Bagaimanakah hukum nasional di Indonesia mengatur tentang pelanggaran hak asasi manusia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui tentang pengaturan pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum indigenous dalam hukum internasional.

2. Mengetahui bagaimana peran Komnas HAM sebagai badan perlindungan hak asasi manusia dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia

3. Mengetahui tentang pengaturan serta perlindungan terhadap pelanggaran hak

asasi manusia berdasarkan hukum positif di Indonesia.

Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia.

(6)

D. Keaslian Penulisan

Penulis didalam merumuskan perumusan skripsi ini didasarkan atas inisiatif sendiri dengan melihat beberapa kasus yang pernah terjadi ataupun yang sedang dibicarakan baik didalam masyarakat internasional maupun nasional.

Di dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP

SUKUANAKDALAMSEBAGAI KAUM INDIGENOUS DI INDONESIA”

adalah asli tulisan penulis sendiri, karena menurut data yang ada pada administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya pada Departemen Hukum Internasional menyatakan bahwa tulisan dengan judul yang sama belum pernah diangkat dan diulas oleh para pihak lain. Apabila ada tulisan yang hampir mirip, mungkin hanya dari segi redaksi saja, karena muatan / substansinya jelas berbeda dengan karya ilmiah ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Istilah masyarakat adat (indigenous people) biasanya digunakan dalam merujuk individu-individu dan kelompok-kelompok yang merupakan keturunan penduduk asli yang tinggal di sebuah negara. Istilah indigenous berasal dari bahasa Latin “indigenae” yang digunakan untuk membedakan antara orang-orang yang dilahirkan di sebuah tempat tertentu dan mereka yang datang dari tempat lain. Sebab itu akar semantik dari istilah tersebut mempunyai elemen konseptual: lebih dahulu atau lebih awal dalam waktu.8

8

Erica-Irene, Standard Setting Activities, Working Paper on the concept of “indigenous people”, U.N. Doc. E/CN.4/Sub.2/AC.4/1996/2, hal. 10.

Sampai sekarang tidak ada definisi yang secara universal disetujui tentang istilah masyarakat adat. Kesulitan dalam membuat definisi yang secara umum diterima boleh jadi merupakan hasil dari fakta bahwa masyarakat adat sangatlah beragam dalam budaya dan struktur sosialnya sehingga tidak dapat diterapkan sebuah definisi yang tepat dan inklusif

(7)

kepada sebagian dari masyarakat mereka, sementara yang lain sangat keberatan dengan penggunaan istilah “masyarakat” (peoples) karena dapat berimplikasi pada munculnya hak menentukan nasib sendiri.9

PBB telah mengeluarkan Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat untuk memandu kebijakan nasionalnegara anggota untuk hak-hak kolektif masyarakat-seperti adat budaya, identitas, bahasa, dan akses terhadap pekerjaan, kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam. Sebuahciri khasuntuksebuah kelompokmasyarakat adatadalah bahwa hal itutelahdipelihara dengancara-cara hidup yahg tradisional, sepertisekarang ini atauketergantungansejarahpada

produksiberbasissubsisten(berdasarkan pastoral, hortikulturadan/atauberburudan teknikpengumpulan), danmasyarakatdidominasinon-urban .Tidak semuakelompok masyarakat adatberbagikarakteristik ini. Masyarakatadatdapat menetap didaerah yang telah diberikanataunomadendiwilayahbesar, tetapi umumnya secarahistoristerkaitdenganwilayahtertentu dimana mereka bergantung.10

Pada tahun 1972 Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adatditerima sebagai definisi awal formulasi yang diajukan oleh Mr José Martínez R.-Cobo, pelapor khusus tentang diskriminasi terhadap masyarakat adat. Definisi ini memiliki beberapa keterbatasan, karena definisi berlaku terutama untuk populasi pra kolonial, dan kemungkinan akan mengecualikan masyarakat terisolasi lainnya.11

Masyarakat adat memiliki kesinambungan sejarah dengan masyarakat sebelum masa kolonial yang berkembang di wilayah mereka, menganggap diri mereka berbeda dari sektor lain dari masyarakat sekarang yang ada di wilayah mereka. Mereka membentuk sektor non-dominan masyarakat dan bertekad untuk melestarikan, mengembangkan, dan mengirimkan ke generasi masa depan di

9

Nathan Lerner, The 1989 ILO Convention on Indigenous Populations: New Standards?, 1991, hal. 226.

10

Douglas Sanders, Indigenous peoples: Issues of definition, (International Journal of Cultural Property. 1999).

(8)

wilayah leluhur mereka, dan identitas etnik merekasebagai dasar eksistensi lanjutan mereka sebagai masyarakat, sesuai dengan pola budaya mereka sendiri, lembaga sosial dan sistem hukum.Masyarakat adatmenghadapiberagammasalah yang terkaitdengan status merekadan interaksi dengankelompok budaya lain, serta perubahandi lingkungan yang mereka huni. Beberapatantanganyang khusus untukkelompok-kelompok tertentu,namun tantangan lainsecara umum dialami. 12

Meskipunmasyarakat adat sangat beragam, dapat dicatatbahwa merekaberbagimasalah umumdan masalahdalam berurusan denganyang kuat, atauyang menyerang masyarakat. Merekaumumnya khawatirbahwabudayamasyarakatadatakan hilangdan bahwamasyarakat adatmenderita karenadiskriminasi dantekanan untukmengasimilasike dalammasyarakatsekitarnya. Hal ini diyakinkan oleh kenyataanbahwatanahdan budayamasyarakat adat hampirsemuaberada di bawahancaman. Terkadang ada juga yang berpendapatbahwa pentingbagimanusiasecara keseluruhanuntuk

Isu-isu termasukpelestarianbudaya dan bahasa, hak atas tanah, kepemilikan daneksploitasi sumber daya alam, tekadpolitik danotonomi, degradasi lingkungandanserangan, kemiskinan, kesehatan, dan diskriminasi.

Interaksi antaramasyarakatadat dan non-masyarakat adatsepanjang

sejarahmulai darikonfliklangsungdan penaklukanuntuk beberapa tingkatsaling menguntungkan danmentransferbudaya. Sebuahaspek tertentu daristudi antropologimelibatkanpenyelidikankonsekuensidariapa yang disebutkontak pertama, studi tentangapa yangterjadi ketikadua budayapertamabertemusatu sama lain. Situasidapat menjadi lebih membingungkan ketikaada sejarahyang rumitataudiperebutkanolehpenduduksuatu wilayah, yangdapatmenimbulkanperselisihantentangkeutamaandankepemilikantanahdan sumber daya.Di mana punidentitas budayaadatmenegaskan, isu-isu sosialumum dankekhawatiranmuncul daristatusmasyarakat adat. Kekhawatiran inisering tidak unik untuk kelompok masyarakat adat.

12

(9)

melestarikanberbagaikeragaman budaya,dan bahwaperlindunganbudaya aslisangat penting.

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Indonesia juga menupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang membuat banyak pihak menggunakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari hal tersebut. Salah satu nya adalah dengan cara penguasaan wilayah yang diklaim masih merupakan tanah adat dari masyarakat adat yang menguasai wilayah tersebut. Persoalan sumber daya alammasih merupakan persoalan laten masyarakat kebanyakan. Persoalan SDA terutama berkisar pada tanah-tanah adat dan berkenaan dengan

konflik kepemilikan. Secara yuridis eksistensi masyarakat adat dalam hal ini Suku Anak Dalam di Jambi diakui, baik dalam penjelasan pasal 18 dan 32 Undang-Undang Dasar 1945, pasal 41 Ketetapan MPR No. XVII/1998, dan pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Kurangnya konsistensi dalam instansi pemerintah , serta kepentingan-kepentingan mapan dari pejabat pemerintah mengakibatkan tanah-tanah adat diambil alih oleh pemilik modal.13

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang antara lain berupa : konvensi internasional ataupun perundang-undangan nasional Indonesia.

2. Data Penelitian

Sumber data yang diperoleh berasal dari :

13

(10)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional yang mencakup perjanjian atau konvensi internasional, misalnya yang terdapat dalam Deklarasi PBB Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation Declaration On The Rights Of Indigenous People) serta berbagai konvensi lainnya dan peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu : buku hukum, termasuk skripsi, jurnal hukum,

hasil-hasil penelitian, serta makalah.

c. Bahan hukum tertier, bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian kepustakaan (Library research) yang mana penelitian ini menunjuk perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya penelitian. 14

4. Analisis Data

Cara pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan ini dengan menggunakan buku-buku, majalah, dan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional mengenai perlindungan terhadap hak asasi manusia baik ditingkat nasional maupun lintas batas negara, serta untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

14

(11)

hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data :

a. Memilih ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah perlindungan hak asasi manusia.

b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif.

G.Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis ingin menjabarkan secara singkat mengenai isi dari skripsi ini. Skripsi ini dibagi dalam lima bab. Bab-bab tersebut secara singkat adalah :

BAB I Pendahuluan

Dalam BAB 1 dikemukakan tentang apa yang menjadi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II Pengaturan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak

Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai Kaum

Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 2 dibahas mengenai pengaturan hukum internasional yang

(12)

BAB III Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Suku

Anak Dalam Sebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 3 dibahas mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia, bagaimana peranan komnas HAM, serta kedudukan hukum dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia.

BAB IV Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran

Hak Asasi Manusia Terhadap Suku Anak Dalam Sebagai

Kaum Indigenous Di Indonesia

Dalam BAB 4 dibahas mengenai pengaturan hukum bagi pelaku

pelanggaran hak asasi, perlindungan hukum bagi korban pelanggaran hak asasi, serta bagaimana Indonesia meratifikasi ketentuan internasional dalam penegakkan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia.

BAB V Penutup

Referensi

Dokumen terkait

Semua naskah pada Jurnal Psikologi Volume 44 Nomor 1, 2 dan 3 Tahun 2017 ditelaah ( peer reviwers ) oleh para Mitra Bebestari berikut ini;. Badrun Kartowagiran, M.Pd., Fakultas

Penelitian lebih mendalam pun telah dilakukan oleh Nuryana (Nuryana, 2020) meneliti tentang bagaimana dampak virus covid-19 bagi dunia pendidikan, Banyak hal yang diulas

[r]

Ada hal kedua yang saya ketahui tentang Anda. Saya tahu bahwa saat-saat yang paling menyedihkan dan paling menggembirakan di dalam hidup Anda disertai dengan perkataan. Ketika

melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yang tidak hanya kita lihat pada pengembangan individu akan tetapi juga berkontribusi dalam kemajuan suatu bangsa dan

[r]

Namun pada kenyataannya disiplin kerja yang dimiliki pegawai PDAM Tirta Moedal masih dikatakan kurang atau belum cukup baik, seperti hasil wawancara dengan

bukanlah alat yang siap pakai, melainkan harus diuji dan dikaji terlebih dahulu, baik kebenaran maupun relevansinya, sehingga benar-benar berfungsi untuk mengarahkan