• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Fenomena Do

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Fenomena Do"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Judul

Persepsi Masyarakat Kota Solo Terhadap Fenomena Dongeng (Studi Kasus Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Dongeng).

B. Latar Belakang Masalah

Mendongeng atau bercerita sering dianggap sebagai hal yang sederhana. Padahal lewat bercerita, seorang anak bisa diajarkan segala hal, mulai dari belajar bahasa, pengetahuan umum, etika, kreativitas, sampai mendekatkan orangtua dengan anak. Manfaat lebih besar, dan paling mendasar ialah bahwa bercerita bisa dijadikan alat untuk membentuk perilaku dan nilai-nilai dasar yang penting bagi perkembangan karakter anak.

Mendongeng biasanya menjadi pengantar tidur anak, dan mendongeng juga dapat dijadikan suatu alat untuk menyampaikan pendidikan atau pelajaran akhlaq. Mendongeng banyak berisi tentang nasehat-nasehat dari contoh suri tauladan dari kisah terdahulu. Anak akan lebih cepat menangkap dongeng itu bila disertai dengan teknik atau seni mendongeng yang menarik.1

(2)

Salah satu metode pembelajaran yang diperkenalkan oleh banyak para ahli psikologi pendidikan, dan cara yang efektif serta efisien adalah dongeng atau cerita. Media dongeng atau cerita bisa dilakukan dengan penokohan boneka-boneka binatang yang kita miliki di rumah. Namun tentunya sebelum mendongeng, kita harus lebih dahulu melihat topik dan materi pelajaran anak yang akan kita kemas ke dalam alur dongeng atau cerita tersebut.

Secara psikologis, anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan memiliki karakter yang cenderung imitative dan plagiat. Mereka akan meniru apa saja yang didengar, dilihat, atau ditontonnya. Selain itu kepekaan dan daya simpan memori mereka sangat menakjubkan. Usia anak-anak TK sampai SMP tengah menjalani tahapan-tahapan proses psikologis yang sangat dominan pada pembentukan karakternya.

Pendidikan menggunakan metode mendongeng mencoba memberikan arahan yang mampu mengembangkan pribadi mereka dalam bersosialisasi. Sering juga kita jumpai seorang anak yang mampu membawa dan mengarahkan diri mereka dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya, mendongeng sebagai salah satu metode dalam mendidik anak sudah terbukti secara efektif menanamkan nilai-nilai budi pekerti ke dalam jiwa mereka.

(3)

berbagai alat peraga, anak-anak tertarik untuk mengikuti alur cerita hingga selesai.2

Mendongeng merupakan kegiatan yang sangat sederhana, mudah dan maknanya sangat luas. Kenyataannya, tidak semua orang mampu melakukannya. Dalam pengertian yang sederhana, mendongeng adalah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai khusus dan tujuan khusus.

Pendongeng Kusumo Priyono Ars dan Kak Kusumo menjelaskan, “kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti dan mendorong anak berperilaku positif.”3

Dalam penyampaian cerita yang baik, yang terpenting adalah pengungkapan yang baik pula. Jika dilakukan dengan penuh kesabaran, sebuah cerita akan dapat membangkitkan kehidupan yang baru, menambah nilai seni, dan anak sebagai pendengar dapat menikmatinya. Seseorang yang memperhatikan anak-anak saat mereka menyimak cerita di radio, sekalipun usia mereka berbeda-beda, akan tahu bahwa kadar kesungguhan mereka sama besarnya dalam menyimak cerita.4

2Ida Nuraeni, Bahasa dan Sastra Vol 10(Dongeng Dalam Persepsi Orang Tua dan Anak), (Palu: Dosen FKIP Universitas Tadulako, 2010) h. 175-176.

3Muhammad Abdul Latif, The Miracle of Story Telling, (Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim,

2012) h. 14.

(4)

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa waktu yang tepat untuk perkembangan karakter anak ialah saat anak berusia 1-5 tahun, atau yang sering disebut sebagai golden age atau usia emas. Pada usia emas, anak-anak akan mudah sekali menyerap sesuatu dari lingkungan sekitarnya. Mereka akan dengan mudah meniru sesuatu yang mereka lihat atau dengar.

Hal inilah yang menjadi jawaban mengapa anak-anak yang tumbuh di era sekarang mudah sekali menghafal lagu-lagu orang dewasa, karena hanya itulah yang mereka lihat di sekelilingnya. Cara penanaman nilai ini juga dinilai akan mengembangkan kreativitas anak, dibanding lewat perintah atau instruksi yang akan membunuh kreativitas anak.

Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan

sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng. Untuk anak-anak

usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan

kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang

sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya

dongeng-dongeng tentang binatang. Sedangkan untuk

anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang

mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem

solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat

diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh

(5)

kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik.

Untuk itu kita dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti

boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat

dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.

Dijelaskan oleh Abdul Aziz (2002:3) bahwa anak mulai dapat mendengarkan cerita sejak ia dapat memahami apa yang terjadi di sekelilingnya, dan mampu mengingat apa yang disampaikan orang kepadanya. Hal itu biasanya terjadi pada akhir usia tiga tahun. Pada usia ini anak mampu mendengarkan dengan baik dan cermat cerita pendek yang sesuai untuknya, yang diceritakan kepadanya. Ia bahkan akan meminta cerita tambahan.5

(6)

5Ibid., h. 3

Seperti yang telah dituliskan Kak Mal dalam buku terbarunya “The Miracle of Story Telling”,6

“Agar dongeng dan cerita tepat sasaran dan dapat dicerna oleh anak/audiens, maka kita harus dapat mengetahui cerita seperti apa yang cocok untuk disampaikan.”

Dalam cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Dari sinilah tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah, pentingnya memilih cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada anak. Oleh karena itu, penetapan pelajaran bercerita pada masa awal sekolah dasar adalah bagian terpenting dari pendidikan.7

(7)

6Dr. Abdul Aziz Abdul Majid, op.cit., h. 105 7Ibid., h. 4-5

8Ibid., h. 8

Orang tua adalah pendidik pertama. Karenanya hubungan kedekatan dengan orangtua akan menjadi pola sosialisasi anak usia dini. Namun sayangnya fakta menunjukkan bahwa anak banyak menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Sementara banyak orangtua yang juga sibuk mencari nafkah. Oleh sebab itu, orangtua harus kreatif memanfaatkan waktu yang berkualitas bersama anak. Salah satunya bisa dilakukan dengan mendongeng karena ternyata cara ini dapat mencerdaskan anak.

Akan tetapi, kebanyakan orangtua tidak menyadari akan hal tersebut, seperti yang dikatakan oleh Kak Mal dalam bukunya “The Miracle of Story Telling”,9

“Kebanyakan orangtua sering cepat bosan, sering kesal dan kadang emosi di saat memberikan pengajaran kepada anak-anaknya. Mungkin karena sudah terlalu lelah dengan segala urusan pekerjaan rutin di rumah, jadi ketika dihadapkan dengan urusan pendidikan anak-anak, seolah-olah energi yang tersisa sudah tidak cukup lagi untuk menjadi orangtua yang penyabar.”

Kebiasaan mendongeng membawa pengaruh besar dalam imajinasi seorang anak, seperti yang telah dijelaskan oleh Ida Nuraeni dalam tulisannya, “Bahasa dan Sastra Vol 10 (Dongeng Dalam Persepsi Orang Tua dan Anak)“,10

9Ibid., h. 12-13

(8)

“Kebiasaan mendongeng yang baik dapat mengajak anak untuk masuk ke dalam “dunia baru”. Sebuah cerita akan dapat membangkitkan kehidupan baru, menambah nilai seni, terlebih anak sebagai pendengar akan mendengarkan dan menikmatinya. Penanaman nilai-nilai pada saat mendongeng merupakan masa yang sangat efektif mengingat anak berada pada fase perkembangan fantasi tahap cerita khayal. Fase ini ditandai dengan karakter anak yang banyak dipengaruhi oleh daya khayalnya dan sesuatu yang dikhayalkanya merupakan kondisi yang sebenarnya.” Asumsi mendongeng yang sudah berkembang dalam masyarakat saat ini lebih banyak dihubungkan dengan dunia anak. Sementara itu mendongeng merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan antara orangtua dan anak serta guru dan murid. Tapi kenyataannya, saat ini kebiasaan positif tersebut mulai berkurang bahkan dapat dikatakan hampir ‘punah’. Hal inilah yang membuat penulis memilih dongeng sebagai bahasan yang akan diteliti dengan mengangkat judul Persepsi Masyarakat Kota Solo Terhadap Fenomena Dongeng (Studi Kasus Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Dongeng).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah persepsi masyarakat Kota Solo terhadap fenomena cerita dongeng yang pada masa ini banyak ditinggalkan?”

(9)

Mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Kota Solo terhadap fenomena cerita dongeng yang pada masa ini banyak ditinggalkan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penelitian lain serta dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu komunikasi terutama dalam membentuk persepsi positif di kalangan masyarakat. Khususnya berkaitan dengan cerita dongeng.

F. Landasan Teori

1. Hakikat Persepsi Masyarakat

a. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan suatu proses yang diterima stimulus individu melalui alat reseptor yaitu alat indera. Proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya karena individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan indera.

(10)

stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu, akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.

Sedangkan Gibson, dkk (1989) yang menyatakan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsir dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek), tanda-tanda dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian, dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Gibson, dkk (1989) juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu akan memberikan arti kepada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting dari pada situasi itu sendiri.

Persepsi bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi pada setiap individu. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. (http://blog.ub.ac.id/kumpulan/pengertian-persepsi-definisi-persepsi/)

(11)

terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey & Aronson). (www.Britannica.com)

Dari beberapa definisi diatas secara umum, peneliti membuat kesimpulan tentang persepsi adalah penafsiran berdasarkan data-data yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera manusia sebagai pengambilan inisiatif dari proses komunikasi.

b. Pengertian Masyarakat

J.P.Gillin (Soelaeman, 1989:63) menjelaskan bahwa “masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.”

Berdasarkan pendapat di atas masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup manusia saling terikat berdasarkan suatu sistem adat yang ada yang senantiasa memiliki ikatan terhadap suatu identitas yang sama antara anggota masyarakatnya.

(12)

Jadi masyarakat ini menjalani kehidupannya sehari-hari secara terintegrasi dengan menggunakan kebudayaan sebagai alat penggeraknya.

Masyarakat merupakan kumpulan orang yang melakukan aktivitas bersama dan menghasilkan sebuah kebudayaan. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Selo Soemardjan (Hery, 2010) bahwa “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan”.

Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt (Hery, 2010) “masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut”.

Dalam Wikipedia, Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komunitimanusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Masyarakat)

Berdasarkan pengertian-pengertian masyarakat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang tinggal bersama di suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama dan melakukan suatu aktivitas tertentu serta menghasilkan kebudayaan.

(13)

Bila dikombinasikan antara persepsi dan masyarakat maka penulis memberikan definisi bahwa persepsi masyarakat adalah sebuah proses dimana sekelompok individu yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu, memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dianggap menarik dari lingkungan tempat tinggal mereka.

Robbins (2001:89) mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :

1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.

2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip.

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.

(14)

a. Pengertian Fenomena

Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat

diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu.

Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh manusia.

Fenomena berasal dari bahasa Yunani, phainomenon, "apa yang

terlihat", fenomena juga bisa berarti:

1. gejala, misalkan gejala alam

2. hal-hal yang dirasakan dengan pancaindra

3. hal-hal mistik atau klenik

4. fakta, kenyataan, kejadian

b. Pengertian Dongeng

(15)

Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa dongeng adalah suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. (http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-dongeng.html)

Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu. Dongeng berfungsi menyampaikan ajaran moral dan juga menghibur.

Dongeng termasuk cerita tradisional. Cerita tradisional adalah cerita yang disampaikan secara turun temurun. Suatu cerita tradisional dapat disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita itu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

11Tina Koch, Journal of Advanced Nursing, (South Australia: Flinders University of South Australia, 1998) h. 1182

Pada dasarnya, dongeng adalah salah satu media hiburan bagi

anak-anak, karena dengan dongeng anak-anak bisa merasa tenang dan nyaman

dalam menjelajahi cakrawala imajinasinya. Sementara itu sebagai pendongeng

(16)

yang kreatif, edukatif dan imajinatif, sehingga sajian dongeng bisa menjadi

sebuah hiburan yang bermanfaat ganda bagi anaknya, yaitu memberikan

hiburan dan petuah di dalamnya. (pendidikan.infogue.com)

c. Unsur-Unsur Dalam Dongeng

Ada beberapa unsur dalam sebuah cerita baik dalam cerpen, novel, maupun dongeng. Unsur – unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tema

Tema dalam dongeng pada umumnya sama dengan tema yang ada dalam cerita pendek. Tama ini dapat ditelusuri dalam unsur – unsur cerita lainya, seperti pada tokoh dan watak, latar cerita, alur, dan unsure lainnya. Sehingga utuk mengetahui tema haruslah membaca terlebih dahulu dongeng/ cerita tersebut.

2. Tokoh dan watak tokoh. Tokoh dan watak digambarkan dalam berbagai teknik yaitu:

- Teknik analitik

Teknik analitik adalah watak tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarangnya.

- Teknik dramatic

(17)

3. Latar cerita Latar atau setting merupakan salah satu unsur dalam cerita yang meliputi gambaran waktu dan tempat

4. Alur

Secara umum urutan alur dalam cerita sebagai berikut:

- Pengenalan cerita (introduction)

- Awal perselisihan (complication)

- Menuju konflik (ricing action)

- Konflik memuncak (climax)

- Penyelesaian (ending)

5. Sudut pandang (Point of view)

6. Amanat

Cerita yang bagus pasti memiliki amanat yang tersirat yang ingin penulis sampaikan pada pembacanya.

(http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self publishing/2103855-unsur-unsur-cerita-dongeng/#ixzz2JiwAEFB8)

d. Macam-Macam Dongeng

(18)

1. Dongeng Binatang

Dongeng binatang adalah dongeng dengan tokoh binatang peliharaan atau binatang liar. Binatang-binatang dalam cerita ini dapat berbicara dan berakal budi pekerti seperti manusia. Di negara Eropa, binatang yang sering menjadi tokoh adalah rubah, di Amerika Serikat binatang kelinci, di Filipina binatang kera, sedangkan kancil adalah tokoh dongeng binatang di Indonesia. Semua tokoh biasanya mempunyai sifat cerdik, licik, dan jenaka.

2. Dongeng Biasa

Dongeng biasa termasuk jenis dongeng dengan tokoh manusia dan biasanya menggambarkan kisah suka duka seseorang, misalnya dongeng Malin Kundang, Joko Kendil, Bawang Merah dan Bawang Putih, Sangkuriang, dan masih banyak lagi.

3. Lelucon atau Anekdot

(19)

4. Dongeng Berumus

Pada dongeng berumus, strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng ini ada tiga macam, yaitu dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), dongeng untuk mempermainkan orang (catch tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales).

e. Langkah Mendongeng

Dalam mendongeng, seseorang perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, menguasai materi dongeng secara utuh. Dalam hal ini keseluruhan cerita dalam dongeng yang akan diceritakan harus sudah dipahami oleh pendongeng, baik dalam penokohan, situasai, karakter hingga pesan moral yang akan ada dalam dongeng tersebut. Sehingga kita akan mendapat gambaran pada bagian mana anak akan tersenyum, tertawa atau mengangguk tanda mengiyakan ungkapan atau pesan yang ada dalam dongeng tersebut. Dalam hal ini tentu beberapa jeda harus ada pada saat saat tertentu. Ketika anak meresapi pesan moral misalnya, atau sesekali memang kita harus memberikan jeda saat anak menyenangi momen-momen tertentu.

(20)

Kedua, memilih tema dan media yang sesuai. Dari sekian dongeng (fable/cerita binatang, cerita biasa dan lelucon) orang tua wajib untuk memilih isi cerita tersebut yang sesuai. Seperti contoh dongeng legenda yang memiliki romantika percintaan orang dewasa yang terlalu kompleks (contoh percintaan ibu dan anak dalam cerita sangkuriang). Selain itu pilihan gambar atau media yang ada diusahakan bisa membuat anak semakin terpicu untuk berimajinasi, dengan gambar yang penuh warna-warna yang indah dan gambar-gambar yang menarik.

Ketiga, mempersiapkan konsentrasi sebelum memulai dongeng. Disini kita harus bisa melihat kesiapan anak untuk mendengarkan dongeng. Jadi, kondisi anak harus terlebih dahulu dipersiapkan senyaman mungkin sehingga dalam menyimak dongeng yang diberikan sudah dalam keadaan yang benar (konsentrasi dan fokus). Dengan demikian semua isi dongeng baik itu hiburan dan pesan moral yang ada di dalamnya akan tersampaikan dengan baik.

(21)

mengikuti karakter tokoh tersebut. Sehingga anak akan semakin cepat untuk membentuk setiap karakter tokoh tersebut dalam imajinasinya.

Kelima, mengakhiri dongeng dengan menyisipkan atau mengulangi pesan-pesan moral. Pada bagian ini menjadi poin penting dimana pada saat selesai dongeng diberikan, anak akan cepat menangkap dan mengingat pesan yang akan disampaikan. Pada saat inilah anak akan menyimpulkan (tanpa disadarinya) tentang seluruh isi cerita yang telah di dengarnya. Maka dari itu, jika kita membantunya dengan memberikan ulasan atau mengulang poin-poin penting tentang pesan moralnya maka anak akan lebih cepat pula merekamnya.

G. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini diawali dengan adanya realitas obyektif yaitu adanya persepsi masyarakat Solo dan studi kasus mengenai fenomena dongeng. Studi kasus tersebut kemudian ditangkap oleh masyarakat (dalam hal ini adalah masyarakat Solo yang terdiri dari orangtua, guru, dan anak), dan persepsi yang dimunculkan masyarakat terhadap dongeng. Sebagai sebuah sistematika berpikir terdapat beberapa hal penting menyangkut studi yang tersurat pada bagian kerangka pikir, yaitu latar belakang studi, pertanyaan studi yang akan dijawab, kebutuhan data, analisis data, dan kesimpulan studi.

(22)

menggali informasi dari masyarakat Solo terkait fenomena dongeng itu sendiri. Untuk itu, persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng di kalangan masyarakat Solo menjadi penting untuk dikaji dalam studi dengan pendekatan persepsi menggunakan kerangka dasar teoritis yang relevan, yaitu teori uses and grativication sehingga kajian analisis studi tidak kehilangan fokus.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka pertanyaan studi yang ingin dijawab adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng di kalangan masyarakat Solo. Persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng tersebut diuraikan menjadi empat kelompok yang ingin dikaji:

1. Perkembangan dongeng di masyarakat Solo

2. Pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak

3. Manfaat dongeng terhadap orangtua dan anak

4. Dampak yang ditimbulkan dari adanya dongeng

Dalam menjawab pertanyaan studi tersebut di atas, diperlukan data dari masyarakat Solo yang didapat dari observasi (pengamatan) dan Focus Group Discussion (FGD). Pengamatan/Observasi yang dimaksud adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam

(23)

hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Dari data mentah tersebut, kemudian ditindaklanjuti dalam proses analisis studi selanjutnya yaitu analisis deskriptif kualitatif.

f

Latar Belakang

Persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng

Permasalahan

Dongeng merupakan salah satu metode yang efektif untuk pembelajaran, akan tetapi pada masa ini mulai ditinggalkan.

Pertanyaan Penelitian

Bagaimana persepsi masyarakat kota Solo terhadap fenomena dongeng?

Tujuan Penelitian

Mengkaji persepsi masyarakat kota Solo terhadap fenomena dongeng.

1. Identifikasi perkembangan dongeng di masyarakat Solo 2. Identifikasi persepsi masyarakat terkait:

a. Pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak b. Manfaat dongeng terhadap orangtua dan anak c. Dampak yang ditimbulkan dari adanya dongeng

Analisis Persepsi Masyarakat Kota Solo terhadap Fenomena Dongeng

(24)

Sumber: Olahan peneliti

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Peneliti

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian bahwa sebagian besar masyarakat, khususnya di Kota Solo, lebih memilih membiarkan anak-anaknya bermain atau menonton televisi daripada bercerita dongeng kepada anak-anaknya.

I. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

(25)

Menurut Vredenbregt (1987:38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif. Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal. Studi kasus ini dipilih karena pada penelitian ini terarah pada satu karakteristik saja walaupun jumlah sasaran lebih dari satu. Secara lebih khusus, penelitian ini termasuk dalam studi kasus terpancang karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan sebelumnya.

2. Lokasi Penelitian

(26)

Penelitian akan dilakukan di Kota Solo dengan mengumpulkan informan dalam suatu forum diskusi. Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta dikelilingi oleh 3 kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.

Sementara itu secara administratif, Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595 Rukun Warga (RW) dan 2669 Rukun Tetangga (RT).

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan

adalah:

a. Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu individu atau perseorangan

seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Ini

diperoleh melalui wawancara dengan orangtua, guru,

anak, maupun psikolog yang dianggap tahu mengenai

masalah dalam penelitian. Data primer ini berupa

antara lain:

(27)

 Hasil observasi ke lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi dan

kejadian

 Data-data mengenai informan

b. Data Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul

data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk

tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan

untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik

dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke lapangan. Data sekunder tersebutantara lain berupa:

 Buku dongeng Indonesia

 Buku dongeng luar negri

 Data-data yang berkaitan dengan cerita dongeng, seperti jurnal, makalah, dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan cerita dongeng

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data

pengamatan (observasi) dan Focus Group Discussion (FGD).

(28)

a. Pengamatan/Observasi yang dimaksud adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan

tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk

diteliti.

b. FGD adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu.

5. Teknik Pengolahan Data

Berdasarkan pada penjelasan yang telah dikembangkan oleh Agus Salim (2006: 22-23), dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:

a. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.

(29)

c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification). Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.

6. Teknik Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran dari tujuan penelitian tersebut. Analisa dilakukan secara kualitatif yakni interpretasi data berdasarkan pertimbangan-pertimbangan keahlian (judgement) dalam bentuk narasi. Dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data dan informasi yang diperoleh, sehingga menjadi lebih bermakna dari pada sekedar penyajian dalam bentuk angka-angka (numeric).

Yin (terj., Djauzi Mudzakir, 1997: 18) mendefinisikan bahwa studi kasus adalah inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antar fenomena dan konteks tak tampak denga tegas, dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan.

Menurut Bogdan dan Biklen (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.

(30)

dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya. (http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/23/metode-penelitian-studi-kasus/)

DAFTAR PUSTAKA

Berg, B. 1989. Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Boston: Allyn & Bacon.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Cakra, Ki Heru. 2012. Mendongeng Dengan Mata Hati. Surabaya: MUMTAZ Media.

(31)

Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications,

Miles, M. & M. Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis. Thousand Oaks CA: Sage.

Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nuraeni, Ida. 2010. Bahasa dan Sastra Vol 10(Dongeng Dalam Persepsi Orang Tua dan Anak). Palu: Dosen FKIP Universitas Tadulako.

(32)

pendidikan.infogue.com. Diakses tanggal 20 Januari 2013.

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self publishing/2103855-unsur-unsur-cerita-dongeng/#ixzz2JiwAEFB8. Diakses tanggal 20 Januari 2013.

Gambar

Gambar 1.1 Peta Kota Solo

Referensi

Dokumen terkait

Transistor PMOS terbuat dari substrat dasar tipe-n dengan daerah source dan drain didifusikan tipe p + dan deerah kanal terbentuk pada permukaan tipe p. Positif MOS

1) Menetapkan materi layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan atau permasalahan siswa yang akan dikenai layanan. 2) Menetapkan tujuan atau hasil yang ingin dicapai. 3)

Nama paket pekerjaan : Jasa Konsultansi Manajemen Konstruksi Pembangunan Gedung Kuliah Bersama II, Laboratorium Fakultas Pertanian,Prodi Perikanan dan Prodi Kehutanan

Pokja Pengadaan Barang/Jasa ULP Universitas Mataram akan melaksanakan Seleksi Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara

Pada hari ini Senin tanggal delapan bulan Oktober tahun dua ribu dua belas, kami Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang Tim 6 Unit Layanan Pengadaan

secara berkelompok untuk menjawab pertanyaan tentang pengertian, jenis, karakteristik, lingkup usaha jasa wisata; serta hubungan antara berbagai usaha jasa wisata guna

Manakala pada suatu waktu selama jangka waktu Obligasi sampai dengan tanggal pelunasan atau jatuh tempo Obligasi Berlian Laju Tanker II Tahun 2003 Dengan Tingkat Bunga Tetap

Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintas suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang