MSDS dan Implementasinya berdasarkan GHS
Telp: 08561109470, Fax: 0251-661549, E-mail: dimas@chemcareasia.com
Abstrak
Global Harmonized System (GHS) yang dimandatkan oleh PBB melalui ILO telah mewajibkan perubahan global dalam hal komunikasi bahaya termasuk Klasifikasi Bahaya, MSDS, beserta Penandaannya. Implementasi GHS menyangkut MSDS memerlukan pembahasan lintas sektoral terkait dengan amandemen dan revisi peraturan perundangan terkait. Makalah ini membahas mengenai implementasi MSDS berdasarkan mandat GHS dan perubahan apa saja yang diperlukan dalam menjawab tantangan global.
Kata kunci: MSDS, GHS, Implementasi, Global
1. Pendahuluan
Saat ini seperti kita ketahui bersama bahwa dunia telah memiliki jutaan jenis bahan kimia dan selalu bertambah setiap harinya. Banyaknya jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar di dunia saat ini tentu memiliki resiko bahaya yang memerlukan penanganan dan perlakuan khusus oleh penggunanya. Keberadaan MSDS di dunia tidak terlepas dari adanya unsur resiko dan kebahayaan dari bahan kimia yang digunakan baik terhadap manusia maupun bagi lingkungan sekitarnya. Banyaknya jenis bahan kimia yang juga memiliki jenis dan sifat bahaya yang berbeda-beda telah membuat dunia secara Internasional dan regional memandatkan untuk selalu menyediakan lembaran MSDS sebelum suatu bahan kimia diperjual-belikan. Hal ini menjadi esensial sifatnya karena MSDS adalah sumber informasi yang menjadi bahan untuk Komunikasi Bahaya baik
oleh Perusahaan atau oleh konsumen / end user yang akan
mempergunakan bahan tersebut. MSDS berisikan informasi penting dari unsur / senyawaaan / campuran bahan kimia yang digunakan.
Informasi yang disediakan oleh MSDS akan digunakan untuk mengembangkan perlindungan yang sesuai bagi pekerja / konsumen dan tindakan yang diperlukan untuk melindungi lingkungan hidup. Namun sejalan dengan berkembangnya sistem klasifikasi oleh beberapa negara dan terjadinya perbedaan yang mencolok antar sistem klasifikasi bahaya bahan kimia beserta MSDS dan penandaannya telah membuat berbagai masalah dalam jalur perdagangan dan keselamatan manusia, dan hal ini telah membuat dunia Internasional melalui PBB memandatkan sebuah perubahan Global dalam Komunikasi Bahaya di seluruh dunia yang meliputi klasifikasi bahaya, MSDS, dan penandaan / labellingnya. Sistem
harmonisasi global ini kemudian kita kenal dengan nama Global
Harmonized System (GHS). Perubahan dan adopsi sistem GHS di seluruh dunia diharapkan dapat diimplementasikan secara menyeluruh pada tahun 2008 oleh seluruh negara di seluruh dunia, sementara amandemen dan perubahan peraturan lokal di masing-masing negara diharapkan akan selesai pada tahun 2006.
2. Material Safety Data Sheet / MSDS (LDKB)
Mandat regional yang dikembangkan oleh masing-masing negara dalam
hal format MSDS beserta nilai cut off dalam penentuan bahaya bahan
kimia telah membuat pelbagai kesulitan yang dialami baik oleh pengusaha maupun penyalur bahan kimia. Beberapa negara di belahan dunia
memerlukan MSDS full dalam 16 bagian dan beberapa negara ada yang
hanya memandatkan 8 sampai 10 bagian MSDS. Penentuan klasifikasi
dan nilai cut off yang berbeda di masing-masing negara juga telah
menimbulkan konflik yang membingungkan dimana di satu negara dinyatakan bahan kimia tersebut tidak beracun sementara di negara lain dinyatakan beracun atau bahkan sangat beracun. Berbagai problematika yang muncul ini telah memicu dunia Internasional melalui PBB menyepakati untuk membuat suatu standar global dalam hal klasifikasi,
penentuan nilai cut off, format MSDS, beserta penandaan atau labelling
-nya yang kemudian kita kenal dengan nama Global Harmonized System
(GHS). Penerapan GHS dalam sektor industri kimia akan mempermudah
3. Global Harmonized System (GHS)
Sistem Harmonisasi Global yang diberi nama GHS bermula dari
pertemuan METI (Ministry of Economic Trade and Industry) di Jepang
yang kemudian berlanjut ke pertemuan tingkat Internasional di berbagai tempat seperti Rio de Janeiro dan Jenewa. Hasil pertemuan Internasional tersebut akhirnya menyepakati untuk membentuk satu sistem global dalam hal komunikasi bahaya yaitu: Klasifikasi Bahaya, MSDS, dan
Label / Penandaannya. Dalam hal ini, PBB menunjuk UNITAR (United
Nations Institute for Training and Research) dibawah payung ILO sebagai koordinator proyek GHS di seluruh negara di dunia dimana di tergetkan tahun 2006 untuk perubahan amandemen peraturan lokal yang terkait dengan GHS dan tahun 2008 untuk pelaksanaan sistem implementasi secara menyeluruh di seluruh negara di dunia. APEC sebagai organisasi regional Asia Pasifik telah menyepakati untuk menerapkan sistem GHS di seluruh negara anggotanya termasuk salah satunya adalah Indonesia.
Indonesia bahkan dipromosikan menjadi salah satu pilot country project
untuk pelaksanaan GHS di Asia Pasifik khususnya di tingkat ASEAN. Keberadaan GHS di Indonesia tentunya akan membawa berbagai keuntungan antara lain karena dengan adopsi sistem GHS, maka Indonesia akan memiliki standar penentuan klasifikasi bahaya bahan kimia yang selama ini ada di Indonesia namun terdapat beberapa klasifikasi yang berbeda antar Kementerian / Departemen. Selain itu juga Indonesia akan memiliki standar sistem penandaan / labelling bahan kimia yang seragam, dimana diharapkan tidak akan ada perbedaan lagi dalam hal penandaan bahan kimia antar sektoral maupun instansi. Terakhir adalah format MSDS akan diseragamkan di Indonesia yaitu menggunakan
format GHS yang terdiri dari 16 sections / bagian. Diharapkan dengan
adanya sistem ini, seluruh instansi dan sektoral terkait akan menggunakan satu sistem yang sama dan tidak akan ada lagi perbedaan sistem yang digunakan.
Selain keuntungan diatas, beberapa keuntungan lain dari adopsi GHS di Indonesia adalah mempermudah arus perdagangan bahan kimia secara global baik impor maupun ekspor, dan juga akan membantu dan mempermudah dalam menghambat perdagangan bahan kimia terlarang yang tidak boleh diperjual belikan. Selain itu, tujuan utama GHS adalah juga untuk melindungi pekerja, lingkungan hidup, dan umat manusia secara umum.
Kesulitan dan tantangan serta hambatan yang ada di Indonesia antara lain disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
• Terbatasnya tenaga ahli khususnya dalam ruang lingkup klasifikasi
• Kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kurangnya kewaspadaan terhadap resiko dan bahaya bahan kimia
• Kurangnya pemenuhan informasi saintifik untuk mengevaluasi bahaya
yang diakibatkan oleh penggunaan berbagai bahan kimia.
• Kurangnya sarana dan pra sarana dalam hal penentuan toksisitas
bahan kimia khususnya untuk campuran
• Kesulitan dalam menterjemahkan beberapa istilah teknis di Buku Ungu
/ GHSPurple Book kedalam bahasa lokal
Oleh karena itu dibutuhkan beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk membantu menyelesaikan kesulitan diatas antara lain melalui:
• Revisi atau amendemen peraturan pemerintah yang terkait dengan
bahan kimia
• Memperkuat assosiasi industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain
yang terkait dengan implementasi GHS
• Memperbanyak aktifitas training dan sosialisasi GHS baik dari segi
frekuensi, kuantitas maupun kualitas
• Menciptakan mekanisme jaringan dengan stakeholders yang terlibat
dengan implementasi GHS
• Pengembangan modul training implementasi GHS untuk berbagai
kelompok target yang berbeda
• Menghubungkan aktifitas dan kebijakan nasional dengan program
kerja pemerintahan propinsi atau daerah
• Bekerja sama dengan institusi non pemerintah dalam hal penyediaan
jasa layanan pembuatan MSDS dan Penandaan sesuai GHS khususnya untuk membantu SME agar dapat bertahan dengan implementasi GHS
4. MSDS dan Implementasi berdasarkan GHS
Implementasi GHS di Indonesia juga akan berdampak bagi perubahan klasifikasi bahaya, format MSDS beserta simbol bahaya / piktogram yang digunakan dimana Indonesia akan menggunakan format MSDS GHS dalam Bahasa Indonesia dan menggunakan Simbol Bahaya berdasarkan adopsi GHS. Sistem klasifikasi bahan kimia dalam MSDS juga akan menggunakan standar adopsi GHS.
Namun sebelum simbol bahaya, MSDS dan label dikeluarkan, tentunya penentuan klasifikasi bahaya adalah hal pertama yang harus dilakukan yang akhirnya akan menentukan kriteria bahaya yang sesuai dan simbol yang cocok untuk digunakan.
seperti EU / UN / Japan / dll. Penyeragaman sistem klasifikasi bahaya GHS akan menghilangkan berbagai perbedaan mendasar yang selama ini terjadi di berbagai belahan dunia yang mengakibatkan perbedaan pandangan dalam hal klasifikai bahaya bahan kimia. Berikut adalah contoh perbedaan klasifikasi tersebut :
Sebelum harmonisasi ini dicanangkan, berdasarkan EU nilai cut-off toksisitas akut untuk Kategori 1 memiliki nilai LD 50 25 mg/kg (oral), sementara di USA menggunakan 50 mg/kg. Hasilnya semua bahan kimia antara 25 dan 50 mg/kg diklasifikasikan secara berbeda. Berikut grafik perbandingan antar klasifikasi:
Sementara untuk standar GHS, Toksisitas Akut Kategori 1 memiliki
nilai LD50 ≤ 5 seperti terlihat pada grafik berikut dibawah ini.
Grafik diatas menunjukkan perbedaan Klasifikasi Toksisitas Akut
Grafik 3. Perbandingan Kategori Flamabilitas Antar Sistem
Perubahan terhadap format MSDS sebenarnya tidak terlalu signifikan dikarenakan Indonesia sudah menerapkan sistem format MSDS
menggunakan 16 sections / bagian yang dimandatkan melalui
Kepmenaker No 187 tahun 1999. Perubahan signifikan akan terjadi pada sistem klasifikasi bahaya beserta simbol / piktogram yang akan digunakan dimana standar GHS akan diadopsi secara menyeluruh oleh berbagai
UNRTDG EU USA ANSI J PN
Tabel 1. Perbandingan Format MSDS Menakertrans vs GHS
Sections Format Kepmenaker Format GHS
1 Identitas Perusahaan Identitas Perusahaan
2 Komposisi Bahan * Identifikasi Bahaya *
3 Identifikasi Bahaya * Komposisi Bahan *
4 Tindakan P3K Tindakan P3K
9 Sifat Fisika dan Kimia Sifat Fisika dan Kimia
10 Stabilitas dan Reaktifitas
16 Informasi Lain Informasi Lain
Penjelasan implementasi MSDS berdasarkan GHS per sections akan
dijabarkan sebagai berikut:
1. Identitas Bahan dan Perusahaan
Berisikan informasi mengenai nama bahan kimia / nama lain dari bahan. Juga berisi nama perusahaan / supplier pembuat / penyalur bahan kimia terkait, alamat perusahaan lengkap, nomor telepon beserta nomor telepon darurat / emergensi yang dapat dihubungi pada saat terjadi kecelakaan menyangkut bahan kimia terkait.
2. Identifikasi Bahaya
No 187/1999 dan peraturan terkait lainnya hanya memerlukan sedikit perubahan menyangkut perubahan Format MSDS dan Simbol bahaya
yang digunakan. Sections 2 juga berisikan klasifikasi bahaya dari zat
atau campuran bahan kimia. Selain itu juga sections ini menyertakan
penampilan label / simbol bahaya termasuk pernyataan kehati-hatian dari bahan tersebut. Implementasi GHS juga akan memandatkan penggunaan simbol / piktogram sesuai standar GHS, artinya Indonesia juga akan menggunakan dan memiliki standar dalam hal simbol bahaya. Adapun simbol yang digunakan di Indonesia umumnya mengadopsi dari beberapa standar seperti EU. Berikut contoh simbol yang umum digunakan saat ini:
Sedangkan pada saatnya GHS diimplementasikan secara menyeluruh maka Indonesia akan mengadopsi simbol / piktogram GHS. Simbol / piktogram GHS sangat mudah difahami dan memiliki standar pewarnaan yang sangat mudah dikenali. Hal ini akan membantu pekerja / konsumen dalam mengidentifikasi bahaya yang ada beserta perlindungan apa saja yang harus digunakan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait.
Penjelasan klasifikasi dari masing-masing simbol bahaya GHS adalah sbb:
Kelas Simbol Keterangan
1
Eksplosif
4
Gas Pengoksidasi
6
Cairan Mudah Menyala
7
Padatan Mudah Menyala
8 Bahan Yang Dapat Bereaksi
Sendiri
10 Padatan Piroporik
11 Bahan Yang Dapat
Menumbulkan Panas Sendiri
12 Bahan Yang Apabila Kontak
Dengan Air Menyebabkan Gas Mudah Menyala
13 Cairan Pengoksidasi
14 Padatan Pengoksidasi
16 Korosif Terhadap Logam
17 Toksisitas Akut
18 Korosifitas / Iritabilitas Pada Kulit
19 Kerusakan Parah / Iritasi Pada
Mata
20 Sensitasi Saluran Pernafasan /
Kulit
21 Mutagenitas Sel Induk
22 Karsinogenitas
23 Toksisitas Terhadap Reproduksi
24 Toksisitas Sistemik Pada Organ
25 Toksisitas Sistemik Pada Organ
sinonim, impurities dan konsentrasi bahan dalam campuran, zat aditif
penyetabil bahan kimia beserta identifikasi unik lainnya harus
dimasukkan dan ditempatkan pada sections 3 dari GHS MSDS.
4. Tindakan P3K
Penjelasan mengenai tindakan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) harus dimasukkan di sections ini, hal ini termasuk
efek / gejala apa yang biasanya terjadi pada saat terjadi kecelakaan, apakah gejalanya akut atau tertunda. Masukkan informasi mengenai tindakan medis apa yang harus segera dilakukan dan perawatan yang dibutuhkan untuk menolong korban kecelakaan.
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
Kebakaran menyangkut bahan kimia sangat selektif dan memerlukan
tindakan khusus dalam penanganannya. Dalam sections 5
dimasukkan informasi mengenai jenis media pemadam yang cocok untuk memadamkan kebakaran, bahaya spesifik apa yang ditimbulkan oleh terbakarnya bahan kimia tersebut, dan alat pelindung diri apa yang harus dikenakan oleh petugas pemadam dan peringatan mengenai bahaya yang mungkin terjadi kemudian.
6. Tindakan Mengatasi Kebocoran dan Tumpahan
Informasi mengenai peringatan bagi individu beserta alat pelindung diri dan prosedur tanggap darurat terkait dengan terjadinya tumpahan dan
kebocoran bahan kimia ditempatkan pada sections 6. Peringatan
bahaya terhadap lingkungan hidup sebagai akibat dari tumpahan dan
kebocoran tersebut juga disertakan pada sections ini. Metode dan
tumpahan dan kebocoran harus dijelaskan pada sections ini. Jarak
evakuasi jika terjadi kebocoran juga dimasukkan kedalam sections ini.
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
Berisikan mengenai informasi penanganan dan penyimpanan yang aman dan sesuai dengan petunjuk peraturan. Informasi mengenai kondisi yang aman dalam hal penyimpanan beserta petunjuk inkompatabilitas / ketidaksesuaian dari bahan kimia yang ditempatkan
harus dimasukkan dalam sections ini. Petunjuk inkompatabailitas bisa
mengacu kepada Tabel Chemical Reactivity Sheet.
8. Pengendalian Pemaparan dan Alat Pelindung Diri
Pemaparan bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan memerlukan pengendalian khusus dalam hal ini parameter apa saja
yang harus dikendalikan harus dimasukkan kedalam sections 8 dari
MSDS. Pengendalian engineering yang cocok untuk meminimalisasi pemaparan juga harus disertakan. Tindakan perlindungan terhadap individu juga harus dimasukkan yang antara lain berisikan petunjuk Alat Pelindung Diri yang sesuai dan yang paling cocok digunakan untuk mengontrol dan meminimalisasi resiko terhadap bahaya pemaparan. Sementara untuk Nilai Ambang Batas (NAB), saat ini masih dibicarakan mengenai NAB Global berdasarkan GHS, namun negara masih boleh memasukkan standar NAB berdasarkan standar yang ada pada negara masing-masing.
9. Sifat Fisika dan Kimia
Informasi mengenai sifat fisika dan kimiawi dari bahan kimia sangat esensial sifatnya dan dibutuhkan untuk mengontrol penanganan dan
penyimpanan bahan kimia terkait. Sections 9 menempatkan informasi
tersebut yang antara lain berisikan:
• Batas bawah / atas dari flamabilitas atau ledakan • Tekanan Uap
10.Stabilitas dan Reaktifitas Bahan
Pada sections ini, MSDS harus berisikan informasi mengenai
reaktifitas dan stabilitas dari bahan. Hal ini termasuk kemungkinan terjadinya reaksi berbahaya yang tidak diinginkan beserta kondisi yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Petunjuk mengenai bahan apa saja yang tidak cocok / inkompatibel untuk ditempatkan secara bersamaan dengan bahan tersebut harus
dijelaskan dan dimasukkan dalam sections ini. Bahaya dekomposisi
dari produk / bahan juga harus dimasukkan sebagai sumber informasi esensial tambahan.
11. Informasi Toksikologi
Menyediakan semua data menegenai bahaya kesehatan yang tercakup oleh GHS termasuk dalam hal ini antara lain:
Rute Kontak Masuk yang mungkin terjadi
Gejala menyangkut bahaya fisika, kimiawi dan karakteristik racun.
Efek kronis, efek tertunda dan efek yang langsung terjadi dari
pemaparan jangka pendek atau panjang.
Nilai toksisitas (LD, LC), Iritasi, dll
Dan data-data informasi lain yang mendukung
Jika data untuk bahaya dimaksud tsb tidak terdapat, sebaiknya dituliskan di SDS dengan pernyataan bahwa data yang dimaksud tidak terdapat.
12.Informasi Ekologi
Berisikan informasi dan data-data terkait dengan Ekologi / Lingkungan
Hidup seperti Toksisitas, degradabilitas dan persistance, potensi
bioakumulasi, pergerakan di dalam tanah, dan informasi efek samping lainnya.
13.Pembuangan Limbah
Limbah dari produk bahan kimia harus diolah secara baik dan benar.
Sections 13 dari MSDS GHS mewajibkan tersedianya informasi yang cukup mengenai metoda pengolahan limbah beserta tata caranya.
14.Informasi Untuk Pengangkutan Bahan
Antara lain berisikan UN Number, Nama pengiriman bahan yang sesuai peraturan UN, Kelas Bahaya Transportasi beserta Label dan Simbol yang diperlukan, Grup Kemasan, Bahaya Lingkungan Hidup, Petunjuk peringatan khusus bagi pengguna.
15.Informasi Perundang-undangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Lingkungan Hidup spesifik untuk bahan kimia yang masih dipertanyakan.
16.Informasi Lain Yang Diperlukan
Berisikan anatara lain:
Tanggal pembuatan MSDS
Indikasi perubahan yang dilakukan dari MSDS sebelumnya
Legenda atau Akronim / Singkatan yang digunakan di dalam MSDS
Referensi literatur dan sumber yang diambil untuk membuat MSDS
Selain simbol / piktogram diatas, GHS juga mengembangkan simbol untuk Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait, simbol tersebut berbentuk lingkaran berwarna dasar biru dengan gambar APD yang sesuai untuk mengurangi resiko terhadap bahaya pemaparan bahan kimia. Berikut adalah beberapa contoh Simbol APD versi GHS yang digunakan pada label / penandaan bahan kimia:
: Gunakan Alas Kaki atau Sepatu Bot
: Gunakan Pelindung Wajah / Face Shield
: Gunakan Masker / Respirator
: Gunakan Sarung Tangan
: Gunakan Kacamata / googles
3.3. Implementasi GHS yang akan mempengaruhi MSDS selain hal
MSDS dan Label terdapat dalam 2 bahasa yaitu bahasa lokal dan bahasa Internasional / Inggris. Penerapan ini sangat penting karena tujuan GHS adalah untuk melindungi umat manusia dan lingkungan hidup dari bahaya bahan kimia, sehingga penting untuk memandatkan seluruh sistem agar terdapat dalam bahasa lokal, hal ini agar memudahkan dalam hal mengerti dan memahami isi dan kandungan dari MSDS dan Label yang terdapat pada bahan kimia. Oleh karena itu, penterjemahan guide GHS atau yang kita
kenal dengan nama Purple Book sangatlah penting karena GHS
Purple Book akan menjadi acuan dalam penentuan klasifikasi bahaya beserta kategorinya, pembuatan MSDS, Label, dll. Diharapkan agar pemerintahan dapat segera merampungkan
penterjemahan Purple Book ke GHS ke dalam bahasa Indonesia
secara penuh dan mensosialisasikannya kepada pihak terkait.
Oleh karena itu, sebaiknya hasil terjemahan purple book GHS
dapat tersedia di berbagai situs pemerintahan seperti Depnaker,
Badan POM, dll untuk di download oleh pengguna lokal selain juga
disosialisasikan dalam bentuk hard cover.
3.4. Penting untuk diketahui bahwa penerapan GHS tidak akan
mempengaruhi sistem penandaan transportasi yang sudah terlebih
dahulu ada yaitu UN-RTDG, IATA, IMDG, dll. Sistem penandaan
transportasi sudah terlebih dahulu diseragamkan dan distandardisasi sebelum isu GHS diangkat sehingga GHS hanya akan mempengaruhi sistem penandaan pada produk atau kemasan dari produk tanpa mempengaruhi penandaan pada kendaraan / alat transportasi yang akan mengirimkan atau membawa bahan kimia.
Kedua sistem ini, baik GHS maupun DG Transport Standards akan
berdiri sendiri-sendiri namun tetap memiliki keterkaitan antar satu dengan yang lainnya.
4. Kesimpulan
Implementasi GHS akan memberikan perubahan yang mendasar dalam
hal komunikasi bahaya yang meliputi klasifikasi bahaya, MSDS / LDKB,
dan penandaan / labelling dari bahan kimia. Perubahan global ini
membutuhkan kerja sama lintas sektoral agar dapat memenuhi target
implementasi pada tahun 2008. Material Safety Data Sheet (MSDS)
payung hukum GHS di Indonesia menjadi jelas keberadaannya. Hasil
terjemahan Guide GHS Purple book perlu disosialisaikan baik secara
Daftar Pustaka
[1] Anonymous, (2004) “GHS – Purple Book”, United Nations.
[2] Anonymous, (2004) “Implementation and Maintenance of GHS”
Chapter 29, United Nations.
[3] Anonymous, (2004) “How GHS Fits Into Chemical Safety” United
Nations.
[4] Anonymous, (2004) “Survey of Asia-Pacific Countries Regarding
GHS Implementation: Draft Report” Seventh Meeting of the UNITAR/ILO GHS Capacity Building Programme Advisory Group (PAG)
[5] Arai, K., (2001) “The Globally Harmonized System (GHS) for
Hazards Classification and Labelling”, www.jcia-net.or.jp
[6] Santoso, G., (2004) “Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja”,
Penerbit: Prestasi Pustaka.
[7] www.osha.gov/SLTC/hazardcommunications/global.html
[8] http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/presentation_e.html
[9] http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/pictograms.html
[10] http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/implementation_e.html