• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA IKAT AIR DAN KEEMPUKAN DAGING ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAYA IKAT AIR DAN KEEMPUKAN DAGING ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

58

DAYA IKAT AIR DAN KEEMPUKAN DAGING ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN

(WATER HOLDING CAPACITY AND MEAT TENDERNESS OF SPENT MOJOSARI DUCK BASED ON SYSTEMS AND FARMING LOCATION)

Regina Winaztika*, Samsu Wasito, dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

*e-mail: rwinaztika@yahoo.co.id ABSTRAK

Penelitian berjudul Daya Ikat Air dan Keempukan Daging Itik Mojosari Afkir Berdasarkan Sistem dan Lokasi Pemeliharaan dilaksanakan dari 18 Maret sampai dengan 30 April 2013 di Kecamatan Binangun dan Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap serta Laboratorium Produksi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda terhadap daya ikat air dan keempukan pada daging itik Mojosari afkir. Materi yang digunakan adalah itik Mojosari afkir sebanyak 47 ekor. Penelitian menggunakan metode survei dengan rancangan percobaan pola tersarang (Nested Clasification), perlakuan yang diberikan terdiri dari lokasi pemeliharaan yaitu daerah pesisir dan pertanian sebagai grup (P), dan sistem pemeliharaan terkurung dan gembala sebagai sub grup (S). Variable yang diukur adalah Daya Ikat Air (%) dan Keempukan (mg/g/dtk) daging. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan terkurung maupun sistem pemeliharaan gembala tidak berpengaruh terhadap Daya Ikat Air (DIA) dan Keempukan, serta pada lokasi pemeliharaan di daerah pesisir maupun di daerah pertanian tidak berpengaruh terhadap Daya Ikat Air (DIA) dan Keempukan (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap Daya Ikat Air (DIA) dan Keempukan daging.

Kata kunci : itik Mojosari, sistem pemeliharaan, lokasi, daya ikat air, keempukan. ABSTRACT

A research entitled “Water Holding Capacity and Tenderness Meat Of Mojosari Duck Based on Different System and Breeding Location” was held from March 18th 2013 to April 30th 2013 at district of Binangun and district of Sampang, regency of Cilacap and Laboratory of Animal Production, Faculty of Animal Science Jenderal Soedirman University Purwokerto. The purpose of the researche was to know the effects of system and breeding location based on water holding capacity and tenderness meat of Mojosari duck. The materials used were female spent Mojosari duck as many as 47 heads. This reseach was held by survey method, using Nested Classification, the treatments comprised of farm location i.e agricultural areas and in coastal areas as a grup (P), and farm systems i.e intensive and extensive systems as sub grup (S). The variables measured were water holding capacity and tenderness of meat. The data obtained were analysed by variance analysis. The results showed that the systems intensive and extensive systems had no significant effect on water holding capacity and meat tenderness and farming location i.e agricultural areas and in coastal areas had no significant effect on water holding capacity and meat tenderness. In conclusion, the systems and farming location had no significant effect on water holding capacity and meat tenderness (P>0,05).

(2)

59

Key word : Mojosari duck, productions system, location farming, water holding capacity, tenderness.

PENDAHULUAN

Itik merupakan unggas air penghasil telur dan daging, kelebihan dari ternak itik adalah lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan ayam sehingga pemeliharaannya tidak banyak menanggung resiko. Produk utama dari ternak itik adalah telur yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan dan produk sampingannya adalah itik afkir yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daging. Daging itik merupakan sumber protein yang bermutu tinggi, karena itu pengembangannya diarahkan kepada produksi daging yang banyak dan cepat sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen. Itik merupakan sumber daging nomor dua setelah ayam, baik ayam kampung maupun ayam broiler (Srigandono, 2000). Permintaan daging dari tahun ke tahun mengalami peningkatan; berdasarkan informasi statistik peternakan tahun 2010, dari jumlah total konsumsi daging di Indonesia sebesar 2,366 juta ton sekitar 65,44% di suplai oleh daging unggas. Daging unggas terbanyak berasal dari ayam ras pedaging 48,99% sedangkan sisanya berasal dari dari ayam lokal 10,75%, ayam ras petelur 4,82% dan itik 0,84% (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011).

Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur (Samosir, 1990). Itik Mojosari yang berasal dari Kecamatan Mojokerto Jawa Timur, saat ini telah tersebar di wilayah Indonesia. Itik ini berproduksi lebih tinggi dari pada itik Tegal. Peternakan itik pedaging belom sepopuler peternakan itik petelur, karena itu pada umumnya kebutuhan akan daging itik di pasaran dipenuhi dari itik petelur afkir atau hasil penggemukan itik jantan (Srigandono, 1997). Hal ini sesuai dengan Mulatsih (2010) yang menyatakan bahwa itik yang sering dimanfaatkan sebagai itik pedaging adalah itik yang sudah memasuki masa afkir (kurang berproduksi lagi).

Pemeliharaan itik masih merupakan usaha ternak rakyat yang penggembalaannya dilakukan secara berpindah untuk mencari daerah yang sedang dipanen (Mudtisari, 1985). Dengan demikian maka peternak juga harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara terus menerus. Itik memanfaatkan sawah yang telah dipanen (pasca panen) untuk mendapatkan pakan yang berupa gabah tercecer, serangga sawah (antara lain belalang), ikan, katak, siput (keong). Pakan itik pada prinsipnya tidak berbeda dengan pakan ayam hanya pemberiannya lebih banyak yaitu dengan kandungan protein hewani sedikit lebih tinggi (10%) (Samosir, 1990). Pemeliharaan secara terkurung (intensif) itik dipelihara dalam suatu lahan tertentu yang diberi pagar keliling sehingga itik tidak bias keluar dari dalam lahan tersebut. Di dalam pagar keliling tersebut disediakan kandang untuk bermalam, tempat pakan dan tempat minum, serta tempat untuk exersice. Seluruh kebutuhan pakan dan minum harus disediakan oleh peternak. Perbedaan sistem pemeliharaan dan lokasi ternyata berpengaruh terhadap produktivitas itik (Suswoyo dan Ismoyowati, 2010).

North and Bell (1990) menyatakan bahwa pakan yang basah memungkinkan terjadinya peningkatan palatabilitas dan konsumsi pakan. Seperti yang diketahui bahwa keempukan merupakan salah satu sifat kualitas dan palatabilitas daging. Pada daging yang diukur menggunakan penetrometer dapat diketahui daging yang lebih empuk menghasilkan angka yang

(3)

60

lebih tinggi daripada daging yang kurang empuk. Hal ini disebabkan jarum lebih mudah menembus daging yang empuk dibandingkan dengan daging yang kurang empuk, sehingga penetrasian jarum ke dalam daging lebih dalam.

METODE

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik mojosari betina afkir sebanyak 47 ekor yang terdiri atas 10 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 9 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian (Kecamatan Sampang) serta 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pesisir (Kecamatan Binangun). Alat yang digunakan antara lain pisau potong, timbangan, alat hitung (kalkulator), talenan dan nampan, kertas Whatman No.41, plastik PE tebal 0,5 mm, plat kaca, penetrometer, timer, pembeban 35 kg.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel yang digunakan berdasarkan jumlah peternak itik di dua lokasi yang berbeda, yaitu lokasi pertanian sebanyak 20 peternak itik dan lokasi pesisir sebanyak 30 peternak itik, dengan rumus : 𝑛 (𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) =𝑁 (∑ 𝒑𝒆𝒕𝒆𝒓𝒏𝒂𝒌)𝑁 (0,05)2 + 1

Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus tersebut adalah 19 sampel untuk lokasi pertanian dan 28 sampel untuk lokasi pesisir, sehingga total sampel yang digunakan sebanyak 47 sampel itik yang terdiri atas 10 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 9 ekor itik pemeliharaan gembala dilokasi pertanian serta 14 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 14 ekor itik pemeliharaan gembala di lokasi pesisir (Sugiyono, 2011).

Metode analisis yang digunakan adalah Pola Tersarang (Nested Classification). Faktor perlakuan terdiri dari lokasi pemeliharaan itik (Kecamatan Binangun dan Kecamatan Sampang) dan sistem pemeliharaan (gembala dan terkurung). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah daya ikat air (%) dan keempukan (mg/g/dtk) daging itik Mojosari afkir.

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Ikat Air

Rataan daya ikat air (DIA) daging itik Mojosari afkir dengan sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Rataan Nilai Daya Ikat Air Daging Itik Mojosari Afkir yang Dipelihara secara Terkurung dan Gembala di Kabupaten Cilacap.

Lokasi Sistem Pemeliharaan (Rataan ± Standar Deviasi) Daya Ikat Air (%) Pertanian Pesisir Terkurung Gembala Terkurung Gembala 72,44 ± 3,36 72,63 ± 1,45 74,21 ± 1,85 71,84 ± 2,62 Rataan 72,78 ± 0,84

Keterangan : perbedaan sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap daya ikat air daging itik (P>0,05).

(4)

61

Hasil rataan daya ikat air daging itik Mojosari afkir yang dipelihara secara terkurung di lokasi pertanian (P1) sebesar 72,44%, rataan daya ikat air daging itik Mojosari afkir yang dipelihara

secara terkurung di lokasi pesisir (P2) sebesar 72,63%, rataan daya ikat air daging itik Mojosari afkir

yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian (P3) sebesar 74,21% dan rataan daya ikat air

daging itik Mojosari afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pesisir (P4) sebesar 71,84%. Pada

penelitian ini diperoleh rataan daya ikat air dengan pemeliharaan secara terkurung yaitu 72,54% dan rataan dengan pemeliharaan secara gembala yaitu 73,03%, dengan rataan total dari keseluruhan tersebut sebesar 72,78 ± 0,84. Penelitian Khodiyah (2011), menunjukkan rataan daya ikat air dengan pemeliharaan secara gembala yaitu 79,40±8,06% dan rataan dengan pemeliharaan secara terkurung yaitu 74,20±3,61%. Daya ikat air kedua penelitian bervariasi, menurut Soeparno (2005) banyak hal yang mempengaruhi daya ikat air daging diantaranya pH, umur, pakan, dan lemak intramuskuler.

Hasil analisis variansi (Lampiran 2) daya ikat air daging itik Mojosari afkir berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan menunjukkan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air. Hal Ini menunjukkan bahwa daya ikat air pada sistem pemeliharaan terkurung maupun gembala di lokasi pertanian maupun pesisir relatif sama. Hal ini diduga manajemen pemeliharaan terutama pada pemberian pakan (Lampiran 6) yang relatif sama sehingga pengaruhnya terhadap komposisi daging yang dihasilkan relatif tidak berbeda diantaranya lemak. Menurut Soeparno (2005) daging dengan kandungan lemak tinggi cenderung mempunyai daya ikat air yang tinggi. Data daya ikat air dan lemak perlakuan tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Presentase Nilai Daya Ikat Air dan Kadar Lemak

Fix factor Daya Ikat Air (%) Kadar Lemak (%) P1 P2 P3 P4 72,44 72,63 74,21 71,84 24,16 22,56 19,94 18,71

Daya ikat air meningkat sesuai dengan meningkatnya kadar lemak, namun pada P3, kadar

lemak 19,94% tidak menghasilkan daya ikat air yang lebih rendah namun menghasilkan daya ikat air yang lebih tinggi. Menurut Soeparno (2005), bahwa hubungan antara lemak dan daya ikat air adalah kompleks. Lemak dapat melonggarkan mikrostruktur daging, sehingga lebih banyak memberi kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air. Daging dengan kandungan lemak tinggi cenderung mempunyai daya ikat air yang tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan serta Soeparno (2005) tersebut ternyata diperoleh hubungan yang tidak konsisten antara lemak dan daya ikat air, sehingga dapat dikatakan bahwa daya ikat air semata-mata tidak dipengaruhi oleh pemberian pakan namun dipengaruhi oleh faktor lain.

Keempukan

Hasil penelitian uji keempukan daging itik Mojosari afkir dengan sistem dan lokasi yang berbeda diperoleh rataan nilai keempukan daging 0,050 mm/g/dtk di lokasi pertanian dengan sistem pemeliharaan terkurung, 0,051 mg/g/dtk di lokasi pertanian dengan sistem pemeliharaan

(5)

62

gembala, 0,053 mg/g/dtk di lokasi pesisir dengan sistem pemeliharaan terkurung, 0,051 mg/g/dtk di lokasi pesisir dengan sistem pemeliharaan gembala seperti tercantum dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Nilai Keempukan Daging Itk Mojosari Afkir Yang Dipelihara Secara Terkurung dan Gembala Di Kabupaten Cilacap

Lokasi Sistem Pemeliharaan (Rataan ± Standar Deviasi) Keempukan (mg/g/dtk) Pertanian Pesisir Terkurung Gembala Terkurung Gembala 0,050 ± 0,010 0,051 ± 0,004 0,053 ± 0,008 0,051 ± 0,011 Rataan 0,051 ± 0,003

Keterangan : Perbedaan sistem dan lokasi pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap keempukan daging itik (P>0,05) Berdasarkan pengamatan selama penelitian diperoleh hasil rataan keempukan daging tersebut sebesar 0,051±0,003 mm/g/dt dari keempat fix factor yaitu rataan keempukan daging yang dipelihara secara terkurung di lokasi pertanian (P1) 0,050 mm/g/dt, pemeliharaan terkurung

di lokasi pesisir (P2) 0,051 mm/g/dt, pemeliharaan gembala di lokasi pertanian (P3) 0,053 mm/g/dt,

dan pemeliharaan gembala di lokasi pesisir (P4) 0,051 mm/g/dt. Rataan keempukan dengan

pemeliharaan secara terkurung yaitu 0,050 mm/g/dt dan rataan keempukan dengan pemeliharaan secara gembala yaitu 0,052 mm/g/dt. Penelitian Mad Tobri (2006) menunjukkan rataan keempukan 0,89 mm. Perbedaan keempukan tersebut dimungkinkan karena pengaruh lemak intramuskuler (marbling); keempukan daging juga dipengaruhi oleh jenis atau lokasi otot. Hasil penelitian Khodiyah (2011) menunjukkan rataan keempukan pada pemeliharan terkurung 0,91 mm/g/dt sedangkan rataan pada pemeliharaan gembala 0,88 mm/g/dt, adanya perbedaan keempukan diduga karena adanya perbedaan pakan yang diberikan. Menurut Winarno (1997), salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dapat dinyatakan dengan sifat mudahnya dikunyah. Keempukan ada hubungannya dengan komposisi daging yaitu berupa tenunan pengikat sel-sel lemak yang ada diantara sel serabut daging.

Hasil analisis variansi pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap keempukan daging itik Mojosari afkir. Hal ini diduga manajemen pemeliharaan terutama pada pemberian pakan (Lampiran 6) yang relatif sama berpengaruh terhadap komposisi daging yang dihasilkan relatif tidak berbeda diantaranya lemak. Namun dari hasil pengamatan antara kandungan lemak dan keempukan relatif sama sebagaimana tertera pada Tabel 4.

Menurut Winarno (1997), bahwa keempukan ada hubungannya dengan komposisi daging yaitu berupa tenunan pengikat serabut daging serta sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara sel-sel lemak dengan keempukan tidak konsisten sehingga dapat disimpulkan bahwa keempukan semata-mata tidak dipengaruhi oleh lemak daging.

(6)

63

Tabel 4. Presentase Keempukan dan Kadar Lemak

Fix factor Keempukan (mg/g/dtk) Kadar Lemak (%) P1 P2 P3 P4 0,050 0,051 0,053 0,051 24,16 22,56 19,94 18,71

Menurut Soeparno (2005), bahwa pengaruh lemak daging terhadap keempukan daging tidak konsisten meskipun mempunyai hubungan dengan peningkatan kadar jus daging dan flavour produk daging segar. Menurut Forrest (1975), lemak hanya berperan sebagai pelumas dan mempermudah proses pengunyahan serta penelanan sedangkan pengaruhnya terhadap keempukan relatif rendah.

SIMPULAN

Sistem dan lokasi pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap daya ikat air dan keempukan daging itik Mojosari afkir.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Peternak di Kabupaten Cilacap, dosen pembimbing dan rekan-rekan satu tim penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Acher. D., 1963. Animal Science and Industry. 2nd. Ed. Practice Hau Inc. England Clift. Newjersey.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Produksi Daging Itik Menurut Provinsi 2007-2011. Diakses tanggal 29 Oktober 2012.

Edny, T. N. 1983. Location, Growth and Body Composition dalam A come In tropical sheep and goat production. Program AVIPP. Canbera.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick M.A. Judge and R.A. Merkel., 1975. Principle of meat science. Freeman and Company, San Fransisco.

Gaman, F.M. dan K.D. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Butrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan Murdijati Gardijo dkk. 1994. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hardjosworo, P.S.,A Setioko, P.P. Ketaren, L.,H. Prasetyo, A.P. Sinurat dan Rukmiasih. 2002. Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Pros. Lokakarya Unggas Air. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan.

Mudtisari, T.A. R. Setioko dan T.P Kompiang, 1985. Proceding, Seminar Peternakan dan Forum Peternakan Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Bogor.

Mulatsih., Sumiati., dan A.S. Tjakradidjaja. 2010. Intensifikasi Usaha Peternakan Itik dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Pinggir Kota. Pusat Studi Hewan Tropika (Centras) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(7)

64

Nort, M.O dan D.D bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The Van Nostrand Reinhold Publishing. New York.

Samosir, D.J. 1990. Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia, Jakarta

Soeparno. 2005. Ilmu dan Tekhnologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung.

Suswoyo, I dan Ismoyowati. 2010. Kajian Tingkat Kenyamanan Itik yang Dipelihara secara Gembala dan Terkurung. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Rataan Nilai Daya Ikat Air Daging Itik Mojosari Afkir yang Dipelihara secara Terkurung  dan Gembala di Kabupaten Cilacap
Tabel 2. Presentase Nilai Daya Ikat Air dan Kadar Lemak
Tabel 3. Rataan Nilai Keempukan Daging Itk Mojosari Afkir Yang Dipelihara Secara Terkurung dan  Gembala Di Kabupaten Cilacap

Referensi

Dokumen terkait

dan mengarahkan mahasiswa agar mempersiapkan diri menerima materi yang akan disampaikan Menghargai Orang lain 2 Penyajian  Menyajikan presentasi,  Menyampaikan

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwasanya lebih banyak pengaruh negatifnya dibandingkan pengaruh positif barang impor tersebut, hal ini dikarenakan barang impor yang masuk

Bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik tinggi metode mengajar dengan gaya komando lebih baik dari pada metode mengajar dengan gaya latihan terhadap

Model pembelajaran kooperatif tipe CORE mempunyai pengaruh yang baik pada kemampuan koneksi matematis siswa dilihat dari hubungan antara langkah model CORE dengan

Penelitian berbasis Classroom Research (PTK) ini dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan

Pihak Kedua menyerahkan kepada PJP dan PPK untuk membatalkan pembayaran dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi rumah, sebagian atau seluruhnya, jika, menurut penelitian KMK, PJP

The Department of International Relations, The Graduate School of Social Sciences of Middle East Technical University, August 2010 (Disertasi)... Govella, Kristi dan Vinod

Perusahaan perkebunan yang telah memperoleh IUP, IUP-B, atau IUP- sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Daerah ini, dan mendapat persetujuan penambahan luas