• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Perbankan Syariah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Perbankan Syariah di Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Analisis Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Manajemen Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Enny Puji Lestari, M.E.Sy.

Disusun Oleh:

ASLIHATUS SANIA FIRDAUS

(1172204)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM JURUSAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO

(2)

SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Lembaga-lembaga keuangan yang beroperasional dalam syariah Islam dikatakan sebagai suatu usaha untuk merealisasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam aktivitas masyarakat secara nyata. Hal ini diungkapkan oleh Syukuri Iska dalam bukunya Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi. Dalam dunia kemahasiswaan bidang Ekonomi Islam sudah tidak asing lagi terdengar mengenai wacana pelaksanaan bank syariah di Indonesia yang masih belum murni syariah, dengan konsep yang belum sepenuhnya diterapkan dengan baik, akan tetapi dengan dioperasionalkannya bank-bank syariah di Indonesia diharapkan dapat mewujudkan sistem ekonomi yang tidak hanya mencari keuntungan semata, tetapi lebih dari itu, pencapaian manfaat dapat lebih menyeluruh kepada kepentingan masyarakat dan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Dan kembali diharapkan prinsip ekonomi Islam dapat direalisasikan dalam aktivitas nyata.

Perbandingan yang ada antara aktivitas bank syariah dengan aktivitas bank konvensional, mekanisme operasional bank syariah sangat jauh berbeda dengan bank konvensional yaitu bahwa bank syariah memiliki karakter tersendiri yang tidak dimiliki oleh bank konvensioanl diantaranya:

1. Berdimensi keadilan dan pemerataan 2. Bersifat mandiri

3. Persaingan secara sehat

4. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS)

5. Adanya unit pendapatan berupa pendapatan tidak halal

6. Adanya produk khusus yaitu kredit tanpa beban yang bersifat sosial

(3)

telah diatur dengan peraturan khusus perbankan syariah sebagaimana pernyataan UU No. 10/1998 tentang perbankan secara rinci mengenai asas, fungsi dan aturan perbankan di Indonesia.

A. Asas Pelaksanaan Bank Syariah

Pelaksanaan bank syariah berdasarkan dua asas, yaitu asas falsafah dan asas pengoperasian. Dalam asas falsafah bumi dan segala isinya adalah amanah dari Allah dengan petunjuk melalui rasul Allah mengenai aqidah akhlak dan syariah. Akidah dan akhlak sifatnya konsisten dan tidak berubah seiring perubahan jaman. Sementara komponen syariah dapat berubah tergantung keperluan dan tingkat peradaban umat. Dapat disimpulkan bahwa dasar falsafah keseluruhan dalam aktivitas perbankan adalah untuk mencari keridhaan Allah demi memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu pelaksanaan bank syariah di Indonesia harus dihindarkan dari hal-hal yang keluar dari jalur aturan Islam.

Asas pengoperasian bank syariah di Indonesia dibagi menurut jenis produknya antara lain:

1. Asas Wadiah (Titipan)

Dalam analisis mengenai pelaksanaan wadiah bank syariah terdiri dari dua kategori, dan berikut pembagian serta karakter dengan posisi bank syariah sebagai penerima titipan dan nasabah sebagai yang menitipkan.

a. Al wadiah yad amanah, dalam wadiah jenis ini mengenakan konsep Trustee Depositoiry dan karakter pelaksanaannya antara lain:

1) Harta yang dititipkan nasabah tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak bank.

2) Bank syariah berkewajiban untuk menjaga barang dan hanya berfungsi sebagai penjaga amanah.

3) Bank syariah boleh mengenakan biaya kepada nasabah di awal. b. Al wadiah yad dhamanah, wadiah ini mengenakan konsep Guarantee

Depositoiry dan karakternya sebagai berikut:

1) Harta yang dititipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak bank

(4)

3) Adanya pemberian bonus dari bank syariah kepada nasabah yang tidak disebutkan dalam akad dan merupakan pemberian sepihak sebagai tanda terimakasih dari pihak bank.

2. Asas Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)

Asas bagi hasil (profit loss sharing) ini dibagi dalam empat akad utama dalam perbankan syariah yaitu:

a. Musyarakah, yaitu akad kerjasama atas dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dan masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dan keuntungan/kerugian dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah dibagi dua macam:

1) Musyarakah al amlak, kerjasama tanpa akad yang tercipta karena keadaan keadaan yang mengakibatkan kepemilikan satu aset oleh dua pihak atau lebih.

2) Musyarakah al uqud, kerjasama yang tercipta karena kesepakatan dua pihak atau lebih, masing-masing memberikan modal dan

2) Pengembalian pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak membebankan nasabah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan musyarakah sebagai berikut:

1) Dana yang digunakan adalah penggabungan antara dana proyek dengan harta pribadi.

2) Pemilik modal berhak menentukan kebijakan usaha

3) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri dari kerjasama, dan meninggal dunia.

4) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan usaha dan jangka masa usaha harus diketahui bersama dan keuntungan dibagi sesuai kontribusi modal.

(5)

b. Mudharabah, merupakan akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) dengan penyertaan modal sebesar 100%, dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Bentuk mudharabah secara umum terdiri dari dua:

1) Mudharabah Muqayyadah, yaitu Shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib dalam penentuan usaha, jenis dan masanya.

2) Mudharabah Muthlaqah, merupakan bentuk mudharabah yang tidak dibatasi oleh pemilik modal dalam penentuan dan jenis usaha dan pengelola diberi kebebasan.

Bentuk mudharabah yang lebih marak dilaksanakan bank syariah ialah mudharabah muthlaqah karena bentuk ini dapat lebih fleksibel dan memberikan peluang yang luas kepada mudharib.

Mengenai hal-hal yang terkait dengan pembiayaan mudharabah hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1) Pembiayaan badan usaha:

a) Identifikasi proyek yang akan dibiayai b) Melakukan studi kelayakan usaha c) Melakukan persiapan dari segi legalitas 2) Margin pembiayaan

Adanya asas bagi hasil dalam bank syariah menunjukkan bahwa untung dan rugi, masing-masingnya dibagi kepada pihak nasabah dan bank, dan ini merupakan konsekuensi logis bagi kedua pihak. Dan yang perlu diperhatikan dalam penentuan nisbah yaitu:

a) Nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank harus ditetapkan sebelum penandatanganan pembiayaan.

b) Dalam menentukan besarnya nisbah bank harus menghitung kadar biaya pengelolaan usaha serta biaya manajemen bank lainnya. 3) Jaminan atau agunan

Secara prinsip, dalam konsep mudharabah tidak ada jaminan yang diambil, akan tetapi jaminan boleh atau bisa diambil untuk memastikan agar nasabah melaksanakan usaha dengan baik dan benar. Jaminan bari bisa dicairkan setelah terbukti nasabah telah menyalahi kesepakatan yang manjadi penyebab kerugian.

(6)

a) Adanya aliran dana lain yang digunakan nasabah bukan seperti yang dinyatakan dalam kontrak.

b) Kelalaian dan kesalahan nasabah yang disengaja.

c) Nasabah yang tidak jujur dengan menyembunyikan keuntungan.

Prinsip bagi hasil yang merupakan prinsip utama bank syariah memang muncul sebagai sesuatu yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem konvensional yang menerapkan sistem bunga, namun komposisi dalam prakteknya pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Saat ini total komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah (bagi hasil) di perbankan syariah ternyata tidak mencapai angka 40% sehingga masih kalah jika dibandingkan produk pembiayaan lain. Permasalahan di atas muncul karena beberapa alasan antara lain:

 Pembiayaan bagi hasil sulit digunakan karena sebagian besar sumber dana

bank syariah berjangka masa pendek.

 Pengusaha besar akan lebih memilih sistem kredit dengan bunga yang akan lebih menguntungkan dan lebih pasti dan menutup ketertarikan pada sistem bagi hasil.

 Pengusaha yang usahanya beresiko rendah juga tidak akan tertarik dengan

sistem bagi hasil, karena keuntungan yang akan diperoleh akan lebih besar atau tanpa membagi jumlah keuntungan dengan pihak bank jika tidak menggunakan sistem ini.

 Adanya pengusaha yang melakukan pembukuan ganda dengan tingkat keuntungan bank yang lebih kecil, padahal pembukuan sebenarnya pengusaha mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

3. Asas Tijarah (Jual Beli)

Bentuk jual beli yang ada dalam ilmu muamalah yang sering kita dengar sangat banyak, dan dari keseluruhan jenis jual beli ada tiga bentuk jual beli yang digunakan sebagai sandaran utama konsep jual beli dalam perbankan syariah, yaitu al murabahah, al salam dan al istishna.

a. Murabahah

(7)

Dalam pelaksanaannya bank-bank syariah masih mengalami kesulitan untuk melaksanakan sistem bagi hasil/Profit Loss Sharing, dan sejauh ini kasus-kasus yang terjadi dengan pembiayaan meningkatkan sistem pembiayaan yang serupa dengan pembiayaan pada perbankan konvensional, dengan berasaskan kepada dua unsur pokok yaitu harga beli dan mark-up (margin keuntungan).

Dasar kontrak murabahah adalah sebagai berikut:

a) Pembeli harus tahu jumlah biaya operasional dan jumlah harga asli barang yang hendak dibeli.

b) Produk yang dijual harus berbentuk barang atau komoditas dan harus dibayar dengan uang.

c) Barang yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki penjual dan mampu menyerahkan barang kepada pembeli

d) Pembayarannya ditangguhkan.

Konsep operasional murabahah sebagai berikut: a) Outright purchase (Pembelian secara terbuka) b) Bank sebagai penjual barang dan pelayanan

c) Import barang dan pembelian barang dengan letter of credit d) Bank dapat melakukan pembiayaan kontrak

b. Bay’ al-Salam

Konsep jual beli ini diartikan dengan akad penjualan suatu barang dengan pemesanan yang disebutkan sifat-sifatnya atau kriteria tertentu yang masih berada dalam tanggungan. Dalam perbankan syariah, jual beli as-salam digunakan untuk pembiayaan pertanian dengan masa yang sangat pendek. Kriteria as-salam yaitu dalam pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas dari jenis, kualitas dan kuantitasnya. Apabila hasil produksi tidak sesuai dengan pesanan maka produsen harus bertanggung jawab dengan mengembalikan bayaran yang diterima atau mengganti dengan barang yang sesuai pesanan.

c. Bay’ al-Istishna

(8)

sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya dengan harga dan cara pembayaran yang disetujui terlebih dahulu.

Untuk pelaksanaan produk istishna dalam bank syariah juga

Ijarah ialah akad pemindahan hak guna atas barang atau pelayanan melalui pembayaran upah/sewa tanpa diikuti dengan pengalihan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah banyak disebut persamaannya dengan leasing dimana letak kesamaannya pada hal sewa menyewa. Terdapat lima aspek yang membedakan antara ijarah dengan leasing yaitu

a. Objek

b. Aturan pembayaran c. Pemindahan kepemilikan d. Sewa-beli

e. Jual dan sewa kembali

5. Asas Pelayanan (Al-Ajr)

Asas pelayanan meliputi semua layanan non pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah. Produk-produk yang ada dalam asas pelayanan ini antara lain:

a. Al-Wakalah (Penyerahan/pemberian kuasa) b. Al-Kafalah (Akad pemberian jaminan) c. Al-Hiwalah (Pemindahan utang) d. Al-Rahn (Jaminan utang/gadai) e. Al-Qard (Pemberian harta)

B. Sumber Permodalan Bank Syariah dan Pengelolaannya

Bank syariah dapat berjalan dengan modal yang bersumber dari dua komposisi modal yaitu core capital dan kuasi ekuitas. Pada dasarnnya sumber dana bank syariah terdiri dari:

(9)

2. Penitipan atau pengiriman yang dilakukan bank syariah sebagai salah satu cara mengalirkan dan menggerakkan dana.

3. Investasi yang digunakan dalam akad mudharabah

Pengelolaan dana pada bank syariah mengatur posisi dana yang diterima dari kegiatan funding untuk disalurkan ke financing. Hubungan antara bank syariah dengan nasabah merupakan hubungan partnership. Pengelolaan dana ditujukan untuk hal-hal berikut:

1. Memperoleh profit maksimal.

2. Menyediakan aktiva tetap dan kas yang memadai. 3. Penyimpanan cadangan.

4. Memelihara dana masyarakat dengan menerapkan kebijakan etis dalam pengelolaan lembaga ekonomi.

5. Memenuhi pembiayaan masyarakat.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengukur jarak sumur gali dengan sumber pencemar, menilai risiko tingkat pencemaran sumur gali, menilai konstruksi fisik sumur gali

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Pemahaman atau pengetahuan yang baik dari penderita diabetes dapat menumbuhkan persepsi positif sehingga seseorang cenderung dapat mengontrol penyakitnya dengan

Antara Waktu Yang Tertutupi :

SITU, SIUP, Akte Pendirian / Perubahan ( bila ada ), Data Keuangan : NPWP, Tanda Pelunasan SPT Tahunan, Data Personalia : Ijazah Asli/ Legalisir dan Sertifikat

Definisi Teknologi Intruksional dirumuskan oleh Miarso (2012 : 137) adalah teknologi Intruksional adalah suatu cara yang sistematik untuk merancang, melaksanakan

Salah satu perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) moda tatap muka, moda dalam jaringan (daring), dan

Seiring dengan pertambahan usia dan adanya beberapa faktor tertentu yang dapat menyebabkan pewarnaan gigi (stain), mengakibatkan banyak orang yang tidak puas terhadap warna gigi